Anda di halaman 1dari 21

Padewasaan

NAMA:
G.N Aditya Satya N.M
01
X IPA 5

Padewasaan
Padewasanatau pedewasanadalah cara

identifikasi terhadap hari yang baik dan


hari yang jelek, jelasnya pengetahuan
untuk menentukan hari baik dan hari yang
jelek. Kata dewasa menunjuk pada harinya
pa-dewasa-an menunjuk pada caranya.
Dewasa merupakan hari yang baik menurut

perhitungan larikh Bali(wariga)yang


mendapat awalan pa dan akhiran an
menjadi padewasaan atau pedewasaan.

Padewasaan yang berhubungan dengan tanggal pangelong dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik

buruk berhasil gagal)


Padewasaan berdasarkan penanggal untuk
pawiwahan (misalnya hindari menikah pada
penanggal ping empat karena akan berakibat cepat
jadi janda atau duda)
Padewasaan berdasarkan pangelong untuk
pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas
karena akan berakibat tak putus-putusnya
menderita)
Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan
pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu Sukra
penanggal ping roras, baik untuk semua upacara)

Yang dimaksud dengan sasih adalah Kasa,

Karo, Katiga, dan seterusnya sampai Sada.


Padewasaan menurut sasih dikelompokkan
dalam beberapa jenis kegiatan antara lain:
untuk membangun, pawiwahan, yadnya,
dll.
Yang dimaksud dengan dawuh adalah
waktu/ jam menurut perputaran bumi pada
sumbunya, yaitu berulang setiap 24 jam
dimulai sejak terbitnya matahari jam 05.30.

Menggunakan dawuh sebagai acuan kegiatan dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:

Menggunakan dawuh sebagai acuan kegiatan

dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:


Dawuh Sekaranti (berdasarkan jumlah urip Saptawara dan
Pancawara, dikaitkan dengan penanggal/ pangelong,
selama siang hari saja/ 12 jam dalam lima dawuh)
Panca Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam menjadi
lima dawuh)
Astha Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam menjadi
delapan dawuh)
Dawuh Kutila Lima (pembagian waktu selama 24 jam
menjadi lima dawuh dikaitkan dengan penanggal dan
pangelong)
Dawuh Inti (waktu yang tepat berdasarkan pertemuan
Panca dawuh dengan Astha dawuh)

Yang dimaksud dengan wetu adalah kodrat atau

kehendak Hyang Widhi sebagai Yang Maha Kuasa


mengatur dan menetapkan segalanya.
Dalam pengertian ini ditafsirkan bahwa ala ayuning
dewasa dapat dikecualikan dalam keadaan yang
sangat mendesak, tetapi menggunakan upacara dan
upakara tertentu.
Misalnya jika tidak dapat dihindarkan melaksanakan
upacara penguburan mayat secara massal sebagai
korban peperangan, huru-hara, dll., maka
padewasaan dapat dikecualikan dengan upacara
maguru piduka, macaru ala dewasa, mapiuning di
Pura Dalem, Ngererebuin, dll.

Padewasaan

sadina ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon


(wuku). Semut sadulur adalah padewasaan menurut Pawukon,
pada saat mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan urip
Saptawara menjadi 13 (tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu:
Sukra Pon, Saniscara Wage, dan Redite Kliwon.

Hari-hari

itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi,


Sungsang, Medangsia, Pujut, Tambir, Medangkungan,
Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung.

Kala

gotongan adalah pertemuan urip Saptawara dan urip


Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada Wuku: Tolu,
Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara
Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala,
Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg,
Dungulan, Pahang, Matal, Ugu.

Berarti, sejelek-jeleknya Padewasaan itu dapat di ruat

dengan banten yang disebut dengan pamarisudha mala


dewasa, dengan tetandingan bantenten tersebut, asal tidak
bertentangan dengan ketentuan baku dalam sastra atau
hukum agama dan disaksikan oleh Sang Hyang Triodasa
Saksi (13 saksi) yaitu Aditya, Chandra / Agni, Apah, Akasa,
Pritiwi,Atma, Yama, Akasa, Ratri, Sandhya, Dwaya.
Demikian disebutkan dalam kutipanBab I Jyotisa
Wedangga.
Sebagaimana disebutkan pula dalam kutipan tersebut,

dasar utama dipergunakan dalam padewasaan wewaran


merupakan interpretasi wariga dalam menetapkan baik
atau jelek (ala-ayu) dari masing wewaran tersebut dariEka
Wara hingga dasa wara.

Wewaran
Yang dimaksud dengan WEWARAN adalah

Ekawara, Dwiwara, Triwara, dan


seterusnya, yang masing-masing
mempunyai URIP/ NEPTU, TEMPAT, dan
DEWATA yang dominan. Wewaran berasal
dari kata wara yang dapat diartikan
sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll.
Masa perputaran satu siklus tidak sama
cara menghimpunnya. Semua unsur itu
menetapkan sifat-sifat padewasaan (baikburuknya dewasa). Siklus ini dikenal
misalnya dalam sistim kalender hindu
dengan istilah bilangan, sebagai berikut;

1. Eka wara; luang (tunggal)


2. Dwi wara; menga (terbuka), pepet (tertutup).
3. Tri wara; pasah, beteng, kajeng.
4. Catur wara; sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala

(sekitar daerah).
5. Panca wara; umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa),
wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
6. Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah),
paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
7. Sapta wara; redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha
(rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu). Jejepan;
mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar),
wong (manusia), paksi (burung).
8. Asta wara; sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil),
ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara).
9. Sanga wara; dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan
batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan
(dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
10. Dasa wara; pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka
(jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut),
manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa
(keras)

Wuku
Disamping perhitungan hari berdawarkan wara sistim

kalender yang dipergunakan dalam wariga dikenal pula


perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku
memilihi umur tujuh hari, dimulai hari minggu
(raditya/redite). setiap juga mempunyai urip/ neptu, tempat
dan dewa yang dominan, juga ke semuanya unsur itu
menetapkan sifat-sifat padewasaan.
1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun
wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita, landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga,
warigadean, julungwangi, sungsang, dunggulan, kuningan,
langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir,
medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu,
wayang, klawu, dukut dan watugunung.

Tanggal dan Panglong


Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan

Penanggal dan panglong. Masing masing siklusnya adalah 15 hari.


Perhitungan penanggal dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan
Mati) dan panglong dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan
penuh).
Padewasaan yang berhubungan dengan tanggal pangelong dibagi dalam
empat kelompok, yaitu:
Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik buruk berhasil
gagal)
Padewasaan berdasarkan penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari
menikah pada penanggal ping empat karena akan berakibat cepat jadi
janda atau duda)
Padewasaan berdasarkan pangelong untuk pawiwahan (misalnya hindari
pangelong ping limolas karena akan berakibat tak putus-putusnya
menderita)
Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya:
Amerta dewa, yaitu Sukra penanggal ping roras, baik untuk semua
upacara)

Sasih
Sasih secara harafiahnya sama diartikan

dengan bulan. Sama sepertinya kalender


internasional, sasih juga ada sebanyak 12
sasih selama setahun, perhitungannya
menggunakan perhitungan Rasi sesuai
dengan tahun surya (12 rasi = 365/366
hari) dimulai dari 21 maret. Padewasaan
menurut sasih dikelompokkan dalam
beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk
membangun, pawiwahan, yadnya, dll.
adapun pembagian sasih tersebut adalah;

1. Kedasa = Mesa = Maret April.


2. Jiyestha = Wresaba = April Mei.
3. Sadha = Mintuna = Mei Juni.
4. Kasa = Rekata = Juni Juli.
5. Karo = Singa = Juli Agustus.
6. Ketiga = Kania = Agustus September.
7. Kapat = Tula = September Oktober.
8. Kelima = Mercika = Oktober November.
9. Kenem = Danuh = November Desember.
10. Kepitu = Mekara = Desember Januari.
11. Kewulu = Kumba = Januari Februari.
12. Kesanga = MIna = Februari Maret.

Dauh/dedauhan
Merupakan pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini

berlaku 1 hari atau satu hari dan satu malam. Berdasarkan dedauhan
maka pergantian hari secara hindu adalah mulai terbitnya matahari
(5.30 WIT). Inti dauh ayu adalah saringan dari pertemuan panca dawuh
dengan asthadawuh, antara lain;
Redite = Siang; 7.00 7.54 dan 10.18 12.42, malam; 22.18 24.42
dan 3.06 - 4.00
Coma = Siang; 7.54 10.18, malam; 24.42 3.06
Anggara = Siang; 10.00 11.30 dan 13.00 15.06, malam; 19.54
22.00 dan 23.30 - 1.00
Buda = Siang; 7.54 8.30 dan 11.30 12.42, malam; 22.18 23.30 dan
2.30 3.06
Wraspati = Siang; 5.30 7.54 dan 12.42 14.30, malam; 20.30 22.18
dan 3.06 5.30
Sukra = Siang; 8.30 10.18 dan 16.00 17.30, malam; 17.30 19.00
dan 24.42 2.30
Saniscara = Siang; 11.30 12.42, malam; 22.18 23.30

Menggunakan dawuh sebagai acuan kegiatan


dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:
Dawuh Sekaranti (berdasarkan jumlah urip Saptawara

dan Pancawara, dikaitkan dengan penanggal/


pangelong, selama siang hari saja/ 12 jam dalam lima
dawuh)
Panca Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam
menjadi lima dawuh)
Astha Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam
menjadi delapan dawuh)
Dawuh Kutila Lima (pembagian waktu selama 24 jam
menjadi lima dawuh dikaitkan dengan penanggal dan
pangelong)
Dawuh Inti (waktu yang tepat berdasarkan pertemuan
Panca dawuh dengan Astha dawuh)

Yang dimaksud dengan WETU adalah

kodrat atau kehendak Hyang Widhi sebagai


Yang Maha Kuasa mengatur dan
menetapkan segalanya. dan semua itu bisa
berjalan dengan yadnya yang berdasarkan
MANAH (pikiran) hening suci nirmala.

Pelaksanaan padewasaan dapat dikelompokkan


dalam dua bagian besar, yaitu:

Padewasaan sadina artinya sehari-

hari, dan
Padewasaan masa artinya berkala.

Padewasaan sadina ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon

(wuku). Semut sadulur adalah padewasaan menurut Pawukon,


pada saat mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan urip
Saptawara menjadi 13 (tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu: Sukra
Pon, Saniscara Wage, dan Redite Kliwon.
Hari-hari itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi,
Sungsang, Medangsia, Pujut, Tambir, Medangkungan, Prangbakat,
Bala, Dukut, dan Watugunung.
Kala gotongan adalah pertemuan urip Saptawara dan urip
Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada Wuku: Tolu,
Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara
Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala,
Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg,
Dungulan, Pahang, Matal, Ugu.

Hari-hari itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi,

Sungsang, Medangsia, Pujut, Tambir, Medangkungan,


Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung.
Kala gotongan adalah pertemuan urip Saptawara dan urip
Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada Wuku: Tolu,
Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara
Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala,
Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg,
Dungulan, Pahang, Matal, Ugu.
Di samping itu ada juga dewasa YANG TIDAK BAIK untuk atiwatiwa (Pitra Yadnya/ Ngaben) menurut Pawukon, yaitu: Dungulan,
Kuningan, Langkir, dan Pujut, meskipun dalam Wuku itu ada harihari yang BUKAN Semut Sadulur atau Kala Gotongan; jika untuk
menanam mayat atau makingsan di Gni saja masih dibolehkan.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai