Anda di halaman 1dari 23

KONSEP KALEPASAN DALAM LONTAR GANAPATI TATTWA

Oleh: Poniman*)

Abstract
Recognizing God as the origin of all reality, the man also comes from the
Lord, by every human being is born then he would return to the origin of birth.
Both men are aware of or do not have awareness of life, that death is in fact true
for all. If death is an eternity, it is also a fact of life eternal. Death, birth, life is a
reality. Achieve moksa is not a thing that no concept or mechanism, but there are
many concepts that must be passed in order to achieve it. Kalepasan is part of the
sradha or faith is to know and, if need be run so as to answer why there
Punarbhawa and Moksa. Tattwa Ganapati is one Tattwa palm, palm Shiva
philosophy that is presented with question and answer method that consists of two
figures, one of them as students and the other as a teacher. A concept to
Kalepasan contained in the text contained in the Lontar Tattwa Ganapati. To
achieve kalepasan when death will come; Eliminate clutter your mind with mind
fixed on self-awareness, full concentration without a shadow of the world around
him, without considering the child, the wife of property and so on, heart full of joy
with no attention to other elements except the unit to concentrate on the breath,
Lead Spirit's journey through the end of the sound (word) to leave the self through
the crevices of the mind (the mind focused on the single-character designation
symbol Om as God to turn the chaos of mind), Unleash the departure of the Spirit
through the crevices of sound with no more thought to the , between the full
happiness mantra to the accompaniment of Am-Um-Mam

Keywords: Kalepasan, Ganapati, Tattwa

I. PENDAHULUAN sumber pengada dengan sebutan Tuhan


Jagad raya ini ada karena (God). Tuhan adalah „ada‟ dan „tiada‟
diadakan oleh yang memberi ada. Yang itu sendiri. Tuhan bersifat fisik dan
memberi ada kemudian mengadakan metafisik.
segala isi alam semesta baik tata surya Tuhan atau Brahman maupun
maupun planet-planet yang memenuhi Maya adalah penyebab dari dunia ini
ruang angkasa raya. Bumi sebagai (Sankara dalam Viresvarananda, 2002:
planet yang dihuni oleh berbagai 23), segalanya didunia ini eksis dan
kehidupan dan air serta daratan dengan sifat ini diperoleh dari Brahman.
segala bentuknya. Semua itu ada yang Semua ini juga disinari oleh kecerdasan
meng-ada-kan-nya. Keadaan yang yang merupakan Brahman. Brahman
diadakan oleh sumber pengada sebagai awal, pertengahan dan akhir
kemudian diamati oleh manusia dari semua yang ada di dunia ini.
sebagai mahkluk yang diadakan yang Semua yang ada ini karena kuasa
memiliki kelebihan akal dan budhinya Brahman.
untuk mencari sumber pengada Pandangan lain menyebutkan
tersebut. Di dalam keterbatasannya bahwa Tuhan adalah asal/sumber
untuk mendefinisikan sumber pengada segala sesuatu (realitas), tetapi Tuhan
itu, menusia memberikan nama kepada bukanlah semata-mata
*) Poniman, ”sebab
S.Ag., M.Fil.H, pertama”
adalah dosen Fakultas Brahma W

1
causa prima (Purwadi, 2002: 147). menghadapi sekaratul maut (kematian
Terlebih dari itu, karena Tuhan bersifat sedang menjemputnya) ia juga tidak
Maha, maka Tuhan akan menjadi apa kuasa menolaknya. Orang yang tidak
saja seperti yang Tuhan kehendaki, takut ketika kematian menjemputnya,
sehingga dengan demikian Tuhan sesungguhnya orang yang beruntung
bukan merupakan wujud satu aspek dalam hidup didunia, tetapi orang yang
saja yang harus disembah tetapi dalam menyadari bahwa kematian tidak dapat
karakter apa beliau disembah. dihindari sebenarnya mengetahui
Sebagai pencipta alam hakikat hidup sejati.
semesta, Tuhan tidak lagi punya Bagi yang belum memahami
pekerjaan lagi setelah alam yang kematian, maka kematian menjadi
diciptakan-Nya ini berada secara momok baginya. Banyak orang enggan
teratur berdasarkan hukum sebab- membicarakan topik ini, menutup mata,
akibat yang ada pada alam itu sendiri. telinga dan pikiran tentang kematian,
Pandangan tersebut justru tetapi disisi lain kita mendengar
mengorbankan sifat aksiologi Tuhan, ungkapan yang halus terhadap orang
yakni pengabaian dari sifat metafisik yang sudah meninggal dengan sebutan
Tuhan yang berupa memelihara, amor ring acintya, mantuk ring
memerintah dan melebur alam semesta. ayunaning Gusti, tilar donyo, wangsul
Sifat aksiologis menjadi dasar nilai ing kasidan jati, telah berpulang ke-
pengetahuan, yang mengikat semua rahmatullah, almarhumah atau bahasa
mata rantai tujuan-tujuan indah yang menyenangkan hati guna
dikembangkannya ilmu pengetahuan. melawan pandangan rasa yang
Adanya tujuan tersebut, akhirnya menyedihkan karena ditinggal mati. Itu
bermuara pada tujuan akhir (ultimate semua diperkuat oleh Banjiri bahwa hal
goal), yakni Tuhan. Sebab Tuhan itu untuk menghilangkan dinding
adalah sangkan paraning dumadi atau pembatas antara orang yang
asal segala realitas. Sifat aksiologis mendengarkanya dengan maut itu
inilah yang diabaikan dalam sendiri (Al-Banjari, 2007: 69)
pengembangan ilmu pengetahuan di Kematian berlaku bagi semua
Barat (Purwadi, 2002: 148). orang, secara realitas banyak orang
Menyadari Tuhan sebagai asal yang tidak menginginkan kematian
segala realitas, maka manusia juga terlebih kematian dini, akan tetapi
berasal dari Tuhan, oleh itu setiap realitasnya bahwa kematian tiada
manusia yang dilahirkan maka dia juga mengenal kompromi. Kematian lekat
akan kembali kepada asal dari sekali dengan kehidupan. Jika memang
kelahiran itu. Baik manusia yang sadar sudah waktunya tiba, maka kematian
maupun belum memiliki kesadaran tidak bisa dihindari. Kematian sendiri
hidup, bahwa kematian pada ada berbagai macamnya baik yang
hakikatnya berlaku bagi semua. Jika sempurna maupun yang tidak
kematian merupakan suatu keabadian, sempurna. Kematian yang sempurna
maka kehidupan sesungguhnya juga didalam ajaran Hindu akan mengantar
suatu keabadian. Kematian, kelahiran, kelahiran yang sempurna pula dan
kehidupan adalah realitas. Jika bayi terlebih jika tepat sasaranya akan
lahir dari perut ibunya ia tidak mampu mencapai moksa. Hal ini sesuai dengan
menolaknya, maka ketika orang yang konsep Panca Srada yang menjadi

2
dasar keimanan bagi masyarakat tetapi kemana jalan yang akan dituju
Hindu. Moksa merupakan pencapaian setelah kematian, moksa atau
tertinggi dari segala mahkluk terutama punarbhawa, kesemuanya ini harus
mahkluk manusia, sebagai suatu dipahami sehingga segala petunjuk
jenjang yang memungkinkan untuk itu, kearah itu akan dipersiapkan terlebih
oleh karenanya manusia mengharapkan dini. Untuk memiliki dan memahami
kematian yang sempurna (Maswinara, gejala-gejala kematian serta tujuan
1996: xi). kematian itulah peneliti berusaha ingin
Mencapai Moksa bukanlah mengetahui dan mengupas secara
suatu hal yang tanpa konsep atau tuntas tentang konsep kalepasan yang
mekanisme, tetapi ada berbagai konsep terdapat dalam Lontar Ganapati
yang harus dilalui agar tercapai hal itu. Tattwa.
Sesungguhnya jalan untuk menuju itu Lontar Ganapati Tattwa
sudah banyak ditulis, baik itu dalam adalah sebagian dari beberapa lontar
Sruti maupun Smerti, namun yang memuat ajaran kalepasan. Selain
kenyataannya sungguh jarang orang Ganapati tattwa yang memuat
yang memahami dan mempraktekan kalepasan, diantaranya adalah; Jnana
ajaran Weda. Hal ini beralasan Tattwa, Jnana Siddhanta, Wrehaspati
mengingat Weda merupakan suatu Tattwa, Bhuwana Sang Ksepa,
ajaran rahasia hidup yang tidak bisa Bhuwana Kosa, Siwa Banda Sakoti,
dianggap remeh. Titib menjelaskan Maha Jnana, Puspa tan Alum, Jnana
bahwa untuk memahami Weda, Siddhanta, Siwa Tattwa dan lainnya,
diperlukan pemahaman yang tetapi pada penelitian ini yang menjadi
berjenjang dan komprehensip, bahwa sumber utamanya adalah Kalepasan
setiap orang yang ingin memahaminya, yang terdapat dalam Ganapati Tattwa.
sebaiknya memiliki referensi yang luas Dengan demikian ruang lingkup
dari pengetahuan sederhana sampai penelitian ini sudah jelas yaitu Lontar
yang lebih dalam dan luas. Untuk itu, Ganapati Tattwa.
kita diharapkan memiliki pengetahuan Kalepasan merupakan
agama terutama Susastra Weda sebagai sebagian dari adanya sradha atau
kronologis dari kitab-kitab Agama, keimanan yang perlu diketahui dan bila
Tantra, Dharmasastra, Itihasa, Purana, perlu dijalankan sehingga dapat
Darsana atau Tattva-tattva di Indonesia jawaban mengapa ada Punarbhawa
(Titib, 1999: 5). dan Moksa. Bagaimana seseorang
Melepaskan karma, menjalani mengetahui sebab ia dilahirkan jika ia
hidup sesuai hukum Tuhan akan tidak memahami Tattwa tentang
membawa kepada kejernihan pikiran. kehidupan, asal mula kehidupan serta
Kejernihan pikiran bukan jaminan kemana arah dan tujuan manusia itu
bahwa seseorang akan siap menghadapi dihidupkan, oleh karena itu menarik
kematian. Seseorang akan siap minat peneliti untuk melakukan
menghadapi kematian jika ia sudah penelitian dalam kaitannya dengan
memiliki beberapa konsep serta tattwa kalepasan, yang terdapat dalam
mengetahui gejala-gejala kematian Lontar Ganapati Tattwa.
akan menjemputnya. Selain daripada
itu bukan kematian yang menjadi 1.1 Konsep Kalepasan
bahan pemikiran tatkala masih hidup,

3
Konsep merupakan bentuk dengan kesadaran pikiran disaat
paling sederhana dari pikiran yang kematian menjemput.
berbeda dengan putusan dan penalaran. Menurut Sura dalam Kinten
Putusan dan penalaran merupakan (2005: 119-120) bahwa untuk
pola-pola pemikiran yang tersusun dari mencapai kalepasan tidak dapat
sejumlah konsep. Sementara suatu dilakukan seketika, namun melalui
putusan menyatakan suatu realitas tahapan seperti orang mendaki gunung
tertentu sebagaimana ada, konsep yang pertama harus menginjakkan
merupakan ungkapan pikiran atau kakinya pada kaki gunung, kemudian
ungkapan abstrak-rohani tentang suatu pada lambung dan terakhir
keapaan (whatness), karena konsep dipuncaknya. Tidak ada orang yang
menangkap suatu obyek, serta langsung sampai ke puncak sebelum
menyajikan kembali apa adanya tanpa menginjakkan kakinya pada kaki
membuat suatu pernyataan tentangnya. gunung itu. Selanjutnya disebutkan
Salah satu dari fungsi logis dalam Tesis Kinten bahwa ada
konsep adalah memunculkan dalam beberapa ilmu tentang pelepasan atma
pikiran, dengan atribut-atribut tertentu, yang terdapat dalam beberapa lontar
objek-objek yang menarik perhatian diantaranya: Aji Pakekesing Pati, Aji
kita dari sudut pandangan praktis dan Tengeraning Pati, Aji Wekasing
sudut pengetahuan. Berkat fungsi ini, Bhuwana, Aji Patyaning Tiga-Aji
konsep-konsep menggabungkan kata- Patitisan, Aji Pakeber, dan Aji
kata dengan objek tertentu. Pamecutan. Kesemuanya itu digunakan
Penggabungan ini memungkinkan kita untuk mencapai tujuan tertinggi yaitu
menentukan arti-arti kata secara tepat Moksa.
dan menggunakannya dalam proses
pikiran (Bagus, 1996: 480-483). 1.2 Lontar Ganapati Tattwa
Kalepasan mengandung arti Lontar Ganapati Tattwa
kamuksan, kabucalan (Ronggowarsito, adalah salah satu lontar Tattwa, lontar
2003: 96). Jika kalepasan berasal dari Filsafat Siwa yang disajikan dengan
kata lepas dan mendapat imbuhan pe- metode Tanya-jawab yang terdiri dua
an, maka kata lepas mengandung arti; tokoh, salah satunya sebagai murid dan
ical, bablas, nglepasaken, lumepas, satunya lagi sebagai gurunya. Ganapati
putus, ucul, budhal, ambucal, kesah, adalah nama peran sipenanya sedang
tebih, labuh, oncat. Selain itu menurut sebagai pemaparan atas pertanyaan
Mulder (1995: 589) kalepasan adalah Ganapati adalah Siwa yang tak lain
kebebasan dari ikatan keduniawian dan adalah Maheswara. Maheswara
kelahiran kembali. menjabarkan tentang ajaran Rahasia
Konsep kalepasan pada Jnana atau Ilmu Kautaman. Secara
penelitian ini adalah kombinasi kata- ringkas sudah ditulis oleh tim
kata atau simbol-simbol yang bukan penterjemah tentang ganapati tattwa
pernyataan, merupakan suatu abstraksi beserta isinya dalam naskah terjemahan
dari hasil pengideraan sehingga yang diterbitkan oleh Pusat
tersusun suatu langkah atau tahapan- Dokumentasi dan Budaya (1994) yang
tahapan guna mencapai suatu jalan selanjutnya menjadi sebagai data
untuk melepaskan atma dari raga primer dalam penelitian ini, dalam
sehingga tercapai suatu keadaan sesuai Ganapati Tattwa disebutkan;

4
“Ganapati Tattwa adalah salah satu Brahma, Visnu, Rudra, Iswara dan
lontar tattwa, lontar filsafat Siwa, yang Sanghyang Sadasiva. Dari
digubah dengan mempergunakan Pancadewatalah merupakan sumber
metode Tanya-jawab, disebutkan panca tanmatra yaitu ganda, rasa,
bahwa Ganapati adalah Dewa Penanya rupa, sparsa, sabda ( unsur suara),
yang cerdas dan Siwa sebagai yang kesemuanya sebagai sumber
Maheswara yang menjabarkan ajaran munculnya Pancamahabhuta (akasa,
Rahasia Jnana, menjelaskan misteri eter; bayu, angin; teja, sinar; apah , zat
alam semesta, beserta isinya. Terutama cair; dan prethiwi, zat padat. Dari
tentang hakikat manusia; darimana ia Pancamahabhuta terciptalah alam
dilahirkan, untuk apa ia lahir, kemana semesta beserta isinya, dan Sanghyang
ia akan kembali dan bagaimana Siwatma sebagai sumber hidup yang
caranya agar bisa mencapai menggerakkan segala ciptaanya.
kalepasan”. Manusia diidentikkan dengan
1.3 Sinopsis alam semesta sehingga yang
Diceritakan dalam Lontar menjadikan badan manusia adalah
Ganapati Tattwa bahwa pada awalnya karena Pancadewata dan
atas keadaan yang ada di jagad raya ini, Pancamahabhuta. Brahma sebagai
adalah tidak ada apa-apa selain simbol arah selatan dan menempati
Pangeran sendiri yang berbadan bumi jika dalam tubuh manusia
kesenangan atau sukha acintya. Hal itu bertempat di muladhara dan berfungsi
berarti pada mulanya bahwa yang menghidupkan indra/jasmaniah, Wisnu
menghuni keadaan ruang hampa ini berstatus diutara dan memelihara air,
adalah Tuhan sendiri dalam keadaan jika dibadan manusia berstana di pusat
metafisik atau Nirguna. /nawe sebagai unsur rasa, Iswara
Sanghyang Sukha Acintya berstatus ditimur dengan mengatur
(sebutan pada keadaan alam bahagia angin jika dibadan manusia berstana
yang abstrak) kemudian berubah dikerongkongan, mengendalikan tidur
wujudnya menjadi Sanghyang Jnana dan sebagai unsur suara, Rudra
Wisesa atau disebut juga Sanghyang menjaga arah barat sebagai symbol
Jagad Karana. Setelah mewujudkan matahari jika ditubuh manusia berstana
dirinya, Sanghyang Jagad karana dihati dan mengatur kesadaran, mata
berkeinginan menyaksikan Dirinya dan pikiran, Sadasiwa yang menempati
sendiri yang bersifat nyata dan tidak ruang tengah jika ditubuh manusia
nyata, kemudian menciptakan ruangan berstana diujung lidah, menguasai
sunia sebagai tempatnya bersemadi segala pengetahuan yang berhubungan
yang bersifat gaib dan rahasia. dengan telinga dan suara. Selanjutnya
Selanjutnya dari tempat itu terciptalah diceritakan tentang hakikat muladhara,
Ongkarasuddha serta suara. Dari pusar/nabi beserta letaknya didalam
Omkarasuddha terciptalah Bindu tubuh disertai dengan penempatan
Prana Suci dan Nada Prana yang panca warna. Disamping itu juga
terlihat seperti kumpulan cahaya, bulan dijelaskan bagaimana terjadinya
dan bintang yang memenuhi ruang perpaduan manusia sehingga
angkasa. melahirkan manusia, mulai proses
Selanjutnya dari Bindu Prana pembuahan sampai terbentuk janin dan
Suci terciptalah Pancadewata yaitu proses kelahiran dengan detail sampai

5
mengapa terjadi kelahiran laki, dan kesepuluh, jika melalui kesembilan
perempuan dan banci. Dijelaskan pula jalan maka akan terlahir lagi kedunia
sebagai sumber yang menghidupkan dan jika melalui jalan kesepuluh akan
bayi setelah umur 10 bulan adalah manunggal atau bersatu dengan
sunya, pada waktu lahir Nirmana, saat Paramasiwa dan tidak kembali lagi
sudah bisa menyebut bapa-ibu Jiwa kedunia. Pada bagian ini lebih
namanya, setelah tua dan jiwa hilang menekankan agar diketahui akibat
bersaman badan kemudian Atma yang adanya berbagai macam kelahiran
muncul. Selanjutnya diceritakan pula mahkluk di dunia ini, baik tumbuhan,
tentang perjalanan Atma sampai hewan dan terlebih manusia. Dengan
menuju intisarinya kegaiban atau demikian sudah dapat memberikan
niskala. jawaban adanya
Diceritakan pula tentang reinkarnasi/punarbhawa.
hakikat terbentuknya aksara Om
(Omkara) dan selanjutnya dinyatakan II. PEMBAHASAN
bahwa stana Bhatara Siwa dihati 2.1. Konsep Kalepasan dalam Lontar
manusia, untuk memujanya dipakailah Ganapati Tattwa
sarana mantra caturdasaksara (Sang, Kalepasan yang sempurna
Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, menurut Lontar Ganapati Tattwa dapa
Sing, Wang, Yang, Ang, Ung, Mang: dicapai dengan melaksanakan beberapa
Om) dengan tekun maka tercapailah tahapan-tahapan yang penting untuk
tujuannya yang tiada rasa sukha dan dilakukan. Adapun tahapan-tahapan
duka pusat segalanya/penuh agar tercapainya suatu kalepasan yang
kedamaian. Selanjutnya dinyatakan terdapat dalam Lontar Ganapati
tentang asal diri manusia adalah dewa Tattwa, dapat disajikan seperti berikut.
sarira yang selalu menjaga Sang Diri
yang merupakan pengetahuan utama 2.1.1. Syarat Utama sebelum
tentang hakikat hidup dan dibutuhkan Mempelajari Ilmu Kalepasan
iman yang kuat untuk dapat menerima Konsep kalepasan secara
ajaran ini. terinci diuraikan dimulai pada sloka ke
Ada tiga prilaku orang yang 40, tetapi sebelum tahapan sloka ini
ingin mencapai kebebasan yaitu sakala hendaknya seseorang memahami
(berbadan Triguna; satwa, rajas dan tentang berbagai pengetahuan yang
tamas) kewala suddha (melepaskan diri sempurna, menguasai pengetahuan
dari kebahagiaan duniawi), dan sempurna artinya seseorang sudah tidak
malinatwa (tak ternoda oleh keterikatan dipusingkan lagi tentang asal-mula
duniawi di anggap Siwa Suci). adanya dunia dan asal mula dilahirkan,
Selanjutnya ada tiga sarana agar orang serta kemana arah tujuan hidup
mencapai kebahagiaan bathin yaitu sesungguhnya seperti diuraikan pada
Wairagyaditraya (memiliki sloka sebelumnya yang menceritakan
pengetahuan tinggi), Pararogya tentang proses terciptanya dunia alam
(meninggalkan keterikatan duniawi), semesta (makrokosmos) dan dunia
Dhyanaditraya (pemusatan manusia (mikrokosmos).
pikiran/samadi dengan melakukan Sebelum mempelajari konsep
pranayama secara teratur). Selanjutnya kalepasan hendaknya seseorang
jalan kalepasan terdiri dari sembilan memiliki sradha atau keyakinan yang

6
penuh kesadaran, bahwa dalam melaksanakan Dharma,
menumbuhkan kesadaran tidak cukup melaksanakan Bratha
dengan mempelajari kitab-kitab suci, (mengurangi kepentingan
melainkan dengan praktek langsung hidup di dunia ini), dan pada
dengan selalu mengutamakan sikap murid yang bhakti berguru.
penyerahan Diri kepada Tuhan yaitu Apa umpamanya? Adalah
serlalu ingat dan Bhakti setiap saat Yoga yang diajarkan oleh
dalam keadaan apapun kepada Tuhan. Sanghyang Bhedajnana
Terkait dengan hal itu, kesadaran yang (Ganapati Tattwa . Sloka 42
dimaksud dalam Lontar Ganapati halaman. 42)
Tattwa, hendaknya seseorang sudah
memiliki kemantapan didalam diri Murid yang iman terhadap
bahwa hakikat sesunguhnya bukan dana diartikan adalah yang murah hati,
materi, kebahagiaan ataupun keinginan selalu bersedekah baik materi maupun
akan tetapi segala arah tujuan hidupnya non materi, tidak pelit terhadap apapun,
adalah bersatu atau manunggal dengan tidak boleh merasa memiliki atas
Siwa sebagai asal mula segalanya. Ciri- segala yang ada pada dirinya tetapi jika
ciri orang yang memiliki sradha ini dibutuhkan orang lain seraya dengan
diantaranya seperti disebutkan pada senang hati akan membantunya.
sloka berikut: Bersungguh-sungguh melaksanakan
Labha bhedajnana sisyah Dharma adalah murid yang tahu akan
sraddhadano jotendriyah, kwajiban dan selalu
dharmatma vratasampanno mengutamakannya, bukan kepentingan
gurubhaktir visevacah. pribadi yang dipakai dasar, tetapi
Kunang ikang sisya wenang segalanya karena petunjuk kebenaran
warahaken ri sanghyang dengan selalu berpikiran benar,
bhedajnana, sisya sraddha berperilaku benar, berkata benar sesuai
ring dhana, jitendriya, tuwi petunjuk kebenaran dalam kitab suci.
mahun ta ya kagawayan ing Melaksanakan Brata yang
dharma kinahan dening dimaksud adalah berbagai aturan
brata, mwang bhakti maguru berata seperti yama dan niyama
kunang, nahan luwirnya, dilaksanakan dengan sungguh-
ikang yoga pajaraken ri sungguh. Bhakti terhadap guru yang
sanghyang bhedajnana, ndya dimaksud adalah murid yang selalu
ta (Ganapati Tattwa. Sloka. memperhatikan, mendengarkan dan
42 halaman.15) melaksanakan segala petunjuk dan
Terjemahan; arahan dari seorang guru dengan tanpa
Adapun murid yang dapat memandang bagaimana dan siapa guru
diberikan pengetahuan itu, yang dipandang adalah guru
tentang Sanghyang sebagai perwujudan dari Tuhan
Bhedajnana adalah murid didunia, sehingga tiada membedakan
yang punya iman terhadap Tuhan dan Guru. Melayani guru
dana (sedekah), orang yang dengan tulus ikhlas dan penuh
dapat mengendalikan kesadaran akan menghantarkan pada
nafsunya, dan mereka yang pencapaian spiritual tingkat tinggi,
bersungguh-sungguh hendak sehingga siap untuk menerima segala

7
macam pengetahuan termasuk konsep diperoleh segala yang diangankan.
kalepasan yang sangat diangap rahasia Untuk mendapatkan kesucian bathin ini
dan disucikan. dalam Lontar Ganapati Tattwa
Rahasia yang dimaksud dijelaskan dalam sloka sebagai
karena menyangkut ajaran hakikat berikut;
hidup dan jika tidak memiliki kramanya nihan. Sakalah
keimanan yang tebal akan tidak kevalasuddhas trayavasthah
berguna ajaran itu, seperti seorang anak purusah smrtah, pralinatvac
kecil yang tidak memiliki pengetahuan cittamoksah kathyate
tentang emas (jika diibaratkan ajaran nirmalah Sivah.
ini adalah emas), maka ketika diberikan Katrini laksana ning sang
emas oleh seseorang akan dipakai Purusa ri klepasan, hanan
mainan dan tidak dirawatnya karena sakala, hnan kewala suddha,
dia belum memiliki arti nilai dan fungsi hanan malinatwa, ya ta
emas. Begitu juga ajaran dalam Lontar katuturakena siran
Ganapati Tattwa ini, jika salah mangkana. Sakala ngaranya
penerapannya akan menjadi sombong makawak triguna sira.
dan takabur sehingga menjadi manusia Kewalasuddha ngaranya
yang sesat bahkan sangat matingal pamukti sira.
membahayakan kehidupan, karena Malinatwa ngaranya papasah
segala rahasia sudah dipahami dan mwang nira triguna.
setelah dipahami hendaknya Manowijnanawak nira,
dirahasiakan lagi dan dijadikan sebagai suddha ngaranya. Patining
tuntunan untuk mencapai penyatuan manowijnana, sake sira mari
dengan Tuhan bukan menjadi mamikalpa, yoga ngaranya.
sebaliknya jika tidak memiliki sradha Sunyakara kaiwalya, tanhana
akan menjadi orang yang takabur, geleh-geleh niran pamukti,
congkak dan semaunya sendiri. Seperti sira sinangguh nirmala Siwa
perilaku Ravana dalam cerita (Ganapati Tattwa. Sloka. 43.
Ramayana yang penuh ambisi bahkan halaman. 15).
ingin menguasai dunia, sorga, neraka
dan semua yang ada di semesta akan Terjemahan:
ditaklukkannya, karena Ravana sudah Ada tiga prilaku bagi orang
mamiliki segala rahasia hidup tetapi yang mengutamakan (purusa)
tidak memiliki dasar keyakinan dan kebebasan seperti: ada yang
bhakti. mengikuti prilaku Sakala,
Kewala Sudha, dan
2.1.2. Memiliki Kesucian Batin Malinatwa. Ketiganya
Kesucian batin adalah sarana dijelaskan demikian.
berikutnya setelah yang diatas. Sakala artinya berbadan
Kesucian bathin sangat mendukung triguna (satwam, rajas,
didalam proses mempelajari ilmu tamas). Kewala Suddha
kalepasan. Dengan kesucian bathin artinya melepaskan diri dari
maka akan didapatkan suatu keadaan kebahagiaan (dunia).
pikiran yang cemerlang sehingga Malinatwa artinya bebas dari
hendak memikirkan apapun akan bisa sifat Triguna. Manowijnana

8
badannya, artinya suci keadaan badan dan didapatkan suatu
badannya. Jiwanya badan suci konsentrasi disetiap nafas
, dari sana menuju kehidupannya dan dengan keadaan ini
kesangsian, itulah Yoga maka kesucian akan didapatkan. Orang
namanya. Sunyakara yang sudah meninggalkan kepentingan
Kaiwalya artinya (orang keduniawianlah yang dianggap Siwa
yang) tak ternoda oleh Suci. Menjadi suci bukan untuk
kebahagiaan(dunia) ialah mencari kehormatan melainkan untuk
yang dianggap Siwa Suci kerahayuan jagad dan itu saat ini amat
(Ganapati Tattwa. Sloka. jarang yang memahaminya. Dengan
43.halaman. 43). keadaan ini terciptalah kesucian bathin,
sehingga akan mampu melaksanakan
Ada tiga jalan untuk segala ajaran kalepasan dengan
mencapai kalepasan dalam Lontar sempurna. Hal ini sesuai penjelasan
Ganapati Tattwa dijelaskan seperti Lontar Ganapat Tattwa dalam sloka
pada sloka di atas antara lain: 1) Sakala berikut;
yaitu jalan mencapai moksa semasih
memiliki ikatan triguna. 2) Kewala Suddhah suksmas cayam yogi
Suddha yaitu jalan mencapai kalepasan suddhajnanac ca moksanam,
dengan meninggalkan kenikmatan mano linam parisuddham
duniawi. 3) Malinatwa yaitu jalan mukta eva prakirtitah.
kalepasan dengan melepaskan diri dari Anantara sakerika, ri
triguna, Manowijnana (alam pikiran huwusnya enak hangen-
dan kebijaksanaan) tidak lagi terikat hangening I manowijnana
oleh waktu, hening sepi tidak ada lagi nira, nirwisaya suddha
yang tidak suci yang dinikmati tanwikalpa sunya rupa
sehingga disebut Siwa Nirmala. malilang tang manah, yeka
Sesudah mantap keheningan parama suddha ngaranya,
Manowijnana, bebas dari nafsu, bersih apan malilang teher suksma
tanpa halangan, pikiran menjadi sepi tanpahamengan, ndan
hening dan cemerlang, tidak ada yang prihawakta laksanakena,
menghalangi. Keadaan yang demikian sangksepanya, ikang jnana
disebut Paramasuddha. suddha wimala, samsipta ning
Adanya penjelasan sloka kamoksan, tanana lewih
tersebut bahwa yang dimaksud dengan saking manah sunyakara,
berbadan triguna (satwa, rajas dan wekasan ri linenya, muktang
tamas) artinya memiliki sarana tubuh kaiwalya sanghyang atma, ya
atau hidup yaitu manusia saja yang ta sinangguh purwadhakoti
punya sifat triguna, jika roh yang ngarannya, apan tang
menempati badan triguna atau pangrembha phalabhukti
berwujud manusia sudah terbebas dari mwang karma, doning
triguna yaitu memalingkan bahwa nirwana sira mukta ling sang
badan ini tiada berarti bagi hakikat diri, pandita (Ganapati Tattwa,
ini dilakukan didalam latihan dan Sloka 44. halaman 16)
praktik yoga setiap saat sehingga Terjemahan:
pikiran tiada dikacaukan lagi oleh

9
Tak lama kemudian dari situ banyak godaan yang muncul dalam
setelah senang terdiam hening menjalani olah spiritual, akan tetapi
pada badan yang suci, suci menunjuk pada penelitian ini bahwa
terbebas dari nafsu dalam Lontar Ganapati Tattwa terdapat
keduniawian tanpa keraguan beberapa hal yang perlu dilakukan agar
wujud yang kosong (itulah dapat mencapai Moksa.
yang dimaksud) lenyapnya Untuk mencapai keberhasilan
segala keinginan. Itulah dalam mengolah kebatinan, dalam
kesucian tertinggi Lontar Ganapati Tattwa menyebutkan
(Pamarisudha) karena ada beberapa bagian yang perlu
lenyapnya (segala keinginan) diperhatikan. Mengolah batin sangat
lalu menggaib tanpa ragu- diperlukan dalam mendalami spiritual,
ragu. Kerjakanlah hal itu oleh karena dengan menguasai kebatinan,
dirimu sendiri. maka seseorang akan merasa tenang
Kesimpulannya pengetahuan didalam melakoni hidup dan
suci yang tak ternodai kehidupan. Keseimbangan dalam
(adalah) sarana untuk kebatinan sangat mutlak diperlukan
mencapai penyatuan diri didalam mendalami berbagai ilmu
dengan sang Roh Yang Maha termasuk didalamnya ilmu-ilmu rahasia
Agung. Tidak ada yang seperti yang terdapat dalam Lontar
melebihi dari keinginan- Ganapati Tattwa. Adapun sarana
keinginan yang tak ternodai megolah kebatinan dalam Lontar
oleh kesenangan duniawi. Ganapati Tattwa antara lain seperti
Orang demikian pada saat tertuang dalam sloka berikut:
mati Rohnya (Sang Roh Yang Ndya ta sadhana ning
Mempribadi) akan mamuktaken nihan, tiga
memperoleh kebahagiaan. wisesa sadhana sang purusa,
Inilah dikatakan moksacitta, prasiddha
Purwadhakoti (awal dari sadhana nira mukti, lwirnya,
sejuta kegelapan) namanya, wiragyaditraya. Pararpgya.
karena tak terikat oleh karma Dyanaditraya. Kunang ikang
dan penikmatan hasil wairagyaditraya,
perbuatan, karenanya angadakaken bahyawairagya,
mencapai nirwana ujar para para wairagya,
pendeta (Ganapati Tattwa. iswarapranidhana.
Sloka 44 halaman. 43-44). Bahyawairagya nga
kawiratin, kawiratin ngaran
2.2. Sarana Agar Mencapai Moksa sang wiku widagda ring rat.
Dijaman sekarang amat jarang Parawairagya nga sang wiku
orang yang mampu mencapai witaraga, witaraga ngaran
kalepasan karena dipengaruhi oleh sad sang wiku tiniggal kasukhan.
ripu serta godaan-godaan indria, hal Iswarapraniddhana nga
demikian juga akibat keadaan jaman ayogaprawrtti, ayogaprawrtti
yang semakin berkembang dengan nga sang wiku lenggang
terjadinya perubahan-perubahan di ajapa.
segala bidang sehingga semakin

10
Mwah dhyanaditraya nga pranayama, dharana dan
apranayama, adharana, Samadhi. Pranayama artinya
asamadhi. Apranayama kunji pemusatan dan pengaturan
rahasya nga ngulahaken nafas. Dharana adalah
niswasa. Dharana nga pranawajnana artinya
pranawajnanaikata, pranawa pemusatan batin. Samadhi
jnanaikata nga panunggalan adalah nirhyaparajnana yang
ing citta, Samadhi nga artinya ingat pada tuntunan
nirwyaparajnana, yang tampak. Itulah sarana
nirwyaparajnana nga mengati untuk menemukan Sanghyang
tutur tang kawaranan. Nahan Bhedajnana (Ganapati
ta sadhananung kapanggiha Tattwa. Sloka. 44 halaman
sanghyang bhedajnana 43-44)
(Ganapati Tattwa. Sloka 44.
halaman 16) Sloka diatas dapat dipahami
bahwa agar mendapatkan Nirwana
Terjemahan: terlebih dahulu memiliki kebebasan
Ada Tiga Sarana Utama bagi bathin. Kebebasan batin terutama bagi
orang yang mengutamakan pendeta agar mencapai hasil yang baik
kebebasan batin dimana melalui tiga tahapan. Tahapan itu
sarana itu dapat mengantar diantaranya 1) hendaknya seseorang
kepada sesuatu keberhasilan. memiliki pengetahuan yang luas/tinggi
Ketiga sarana dimaksud (Wairagyaditraya). 2) hendaknya orang
adalah; Wairagyaditraya, meninggalkan kesenangan hidup dalam
Pararogya, dan arti materi dinomor duakan tetapi
Dhyanaditraya. spiritual diutamakan (Parawairagya).
Wairagyaditraya adalah 3) seseorang hendaknya selalu
mengadakan bahyawairagya mengingat Tuhan atau tansah eling
parawairagya, marang Gustine rino klawan wengi
Iswarapranidhana. (ingat pada Tuhan siang dan malam),
Bahyawairagya artinya sarananya agar melakukan yoga selalu
Kawiratin. Kawiratin artinya dengan baik (Iswarapranidhana)
Pendeta yang berilmu tinggi dengan demikian maka kebebasan batin
dimasyarakat. akan didapatkannya sebagai sarana
Parawairagya adalah Pendeta untuk mendapatkan kalepasan.
witaraga. Pendeta Witaraga
adalah pendeta yang 2.3 Kesucian Pikiran sebagai Kunci
meninggalkan kesenangan Keberhasilan
hidup (keduniawian). Selain kebebasan batin, untuk
Iswarapranidhana artinya mencapai suatu keberhasilan dalam
Sang pendeta yang taat mempelajari kalepasan, maka sebagai
yogaprawrtti. Yogaprawrtti dasarnya adalah kesucian pikiran.
artinya pendeta yang taat Dalam melatih agar pikiran menjadi
melaksanakan pemujaan suci tidaklah sulit, sebab sudah banyak
kepada Tuhan. Dhyanaditraya aturan yang dituliskan dalam ajaran
artinya melakukan seperti pengendalian diri dengan

11
mengekang hawa nafsu diantaranya Mempribadi tidak akan bisa
dengan menganggap bahwa bukan keluar apabila tiada jalan
materiil sebagai dasar memperoleh (kesucian), karena itu
kepuasan, tetapi selalu berbuat sucikanlah pikiran, apabila
kebajikan demi mendapatkan tujuan tak tersucikan maka tidak
hidup sesungguhnya yaitu bersatunya akan tercapai akibatnya
Atman dengan Brahman. Hal demikian (Ganapati Tattwa. Sloka . 49
jika dipraktekkan maka pikiran akan halaman. 17)
selalu tersucikan karena tidak dibebani
oleh benda-benda materi. Semua materi 2.4 Cara Mendapatkan Kesucian
dianggap hiasan hidup bukan tujuan Diri
hidup. Setelah berpandangan demikian Kesucian diri sangat
maka pikiran mantap untuk diperlukan dalam mendapatkan
menghadapi segala bentuk kehidupan kalepasan dengan baik. Dalam Lontar
termasuk menghadapi kematian dengan Ganapati Tattwa yang menjadi
rasa bangga sehingga sikap konsentrasi panutan untuk penyucian diri adalah
akan terjadi dan membuahkan perilaku Sang Sadaka. Adapun
keberhasilan diharapkan seperti pada perilaku Sang Sadaka didalam
sloka berikut ini: kehidupan sehari-harinya selalu
vimuktas tyaktasamsvano na melakukan pemujaan kepada para
tiryagurdhvagamanah, dewa-dewa seperti surya sevana,
nadhastadgamanc capi tetapi selain itu Sang Sadaka juga
viphalah sunya kevalah. melakukan praktik-praktik Yoga. Yoga
Kunang ikang sandhi yang dijalankan oleh Sang Sadaka
kasikepana kunci rahasya, ialah selalu setia menjalankan titah
saha pranayama, Widhi dengan sikap dan prilaku yang
makawasanang disandarkan pada kebenaran sesana,
kadhirajnanan, haywa selalu konsentrasi dengan penuh
wyapara, apa matangnyan kesadaran dalam setiap detak
mangkana, apan ring jantungnya diserahkan kepada kaki
wawangis ala nira sanghyang padma Tuhan.
urip sakeng sarira, tan dadi Perilaku inilah yang perlu
tanpawan, hidep nirmala tan dijadikan teladan didalam mencapai
siddha phalanya. kalepasan seperti dijelaskan pada sloka
Terjemahan: berikut:
Penutupan terhadap segala Nihan waneh ulahakena sang
hubungan adalah kunci sadhaka, yapwan apuja asila
rahasia dari pemusatan dan sopacara umarep wetan,
pengaturan nafas, sebagai ateher agranasika ta
akhir pengetahuan yang siwakarana, apranayama
abadi, janganlah berbuat rumuhun, numeleng ri agra
sesuatu. Mengapa demikian? ning irung, mahawan grana
Karena dengan demikian kanan, terusakena tekeng
Sang Roh Yang Mempribadi hati, hidepan Bhatara
akan segera keluar dari Brahma Caturmukha,
badan. Sang Roh Yang trinayana, caturbhuja,

12
raktawarna, hidep prathista Nirasraya nga sira luput ing
ring hati, ma Om Am sarwajnana mangalpana,
Brahmane Namah, recaka apan sira sari nikang niskala.
ngaranya. Marya nga sanghyang atma,
Mwah wijilaken wayunta apan sira tanpa wastu, luput
suddha, mahawenang ghrana ing sarwa bhawa, nirlaksana,
kiri, haneng hampru hidep sira ta paramalauikika.
Bhatara Wisnu caturbhuja, Mangke wruh pwa sira sang
trinayana, krsna warna, sadhaka yan mangkana, apan
hidep pratistha, ring hampru, sira angambekaken tingkah I
Om Um Wesnawe Ya Namah, wang sumanggraheng
puraka ngaranya. laukika, rikala ning hurip
Mwah isepwayunta haneng nira, marapwan kapanggiha
ghrana kalih, pegeng de sarananing laksana, ring
asuwe, tekakena ring pusuh- wiphalaning laksana
pusuh, hidep Bhatara Iswara (Ganapati Tattwa. Sloka 49
trinayana caturbhuja, hal. 17-18)
swetawarna, ma, Om Mam Terjemahan:
Iswara Ya Namah, kumbhaka Adapun hal lain yang perlu
ngaranya, ring telasnyan dilakukan oleh para Sadaka
mangkana, unyaken tang (Pendeta), yaitu duduk
mantra caturdasaksara, menghadap ke timur memuja
Pranawa. Om, sam, bam, dengan segala upacara lalu
tam, am, im, nam, mam, sim, pengaturan nafas dengan
wam, yam, am, um mam, Om. melihat ujung hidung. Dengan
Haywa humung koccaranya, melalui lubang hidung kanan
ri telas ing mangkana, laju (udara diisap) terus menuju
sira abhasmabija, cendana, kehati, (saat itu) anggap
iti pranayama samsipta puja Bhatara Brahma berkepala
nga. empat, bermata tiga,
Mwah tingkah ing wiphala, bertangan empat, berwarna
catur pwa ya kwehnya, ndya merah, bersthana dihati
ta lwirnya nihan, nihsprha, dengan mengucapkan mantra;
nirwana, niskala, nirasraya. Om Am Brahmana nama.
Kunang lwir ning Inilah yang disebut Recaka.
pratyekanya, nihsprha nga Kemudian hembuskanlah
tan ana kasadhya nira, nafas sucimu melalui lubang
nirwana tanpa sarira, tan ana hidung kiri. Anggaplah
kaadhya. Niskala nga Bhatara Wisnu bertahta pada
pasamuhan ing sarwa taya, empedu bertangan empat,
tan katuduhan, bermata tiga, warnanya hitam,
tanparupawarna,, anggaplah Ia bersthana di
tanpahamengan, emperu dengan mengucapkan
ngkanonggwan ing ekatwa mantra: Om Um Wisnawe
Bhatara mwang atma, teher Nama. Inilah yang disebut
misra ring awak Bhatara. Puraka.

13
Lagi isaplah udara melalui Parama Laukika. Sekarang
kedua lubang hidung, tahulah Sang Pendeta jika
tahanlah beberapa lama, demikian, karena Ia ( Sang
sehingga terasa sampai pada Pendeta) melaksanakan
jantung, anggaplah Bhatara kebiasaan menyiapkan
Iswara bermata tiga, Laukika pada saat hidupnya
bertangan empat, putih sehingga menemukan segala
warnanya (untuk itu arti dari perbuatan dan tiada
ucapkanlah) mantera Om berbuahnya perbuatan
Mam Iswara ya namah. Itulah (Ganapati Tattwa. Sloka 49
yang disebut Kumbaka. halaman. 45-56).
Setelah demikian ucapkanlah
mantera Caturdasaksara, Jika dalam Lontar Ganapati
Pranawa; Om, Sam, Bam, Tattwa ada tekhnik yang sangat rahasia
Tam, Am, Im, Nam, Mam, dan bahkan tidak boleh disebarkan
Sim, Wam,Yam, Am, Um, karena sifatnya rahasia. Rahasia yang
Mam, Om. Janganlah berisik, dimaksud bahwa apabila tekhnik ini
heran setelah melakukan hal disebarkan tanpa mengetahui tata
itu, lalu abhasmabija, caranya atau metodenya dengan benar
cendana. Itulah yang disebut akan menimbulkan kematian dengan
pranayama, sebagai segera. Hal ini beralasan karena mantra
penghormatan singkat. mengandung unsur-unsur magis, jika
Lagi kelakuan yang tak ada matra pelepasan dipakai tidak sesuai
hasilnya ada empat aturannya maka tidak menutup
banyaknya, seperti: Ninsprha, kemungkinan yang memantra akan
Nirwana, Niskala, dan terlepas rohnya dan tak dapat kembali,
Nirasraya. Adapun masing- oleh karena jika ingin memantra
masing berarti: hendaknya mencari seorang guru
Ninsprha artinya tidak ada pembimbing seperti petikan lontar ini
yang diharapkan. Nirwana ‘yan hana wwang kengin weruhing
artinya tiada berwujud, tiada Sang Aji Aksara, mewastu mijil saking
yang diharapkan. Niskala aksara, tan pangupadyaya/maupacara
artinya tempat bertemunya muang tan katapak, tanpa guru, papa
segala yang tampak, tidak ada ikang wwang yang mangkana’ artinya
perintah, tak berwujud, tak apabila ada orang yang belajar sastra
berbadan, disitulah letak tidak memiliki seorang guru, tidak
kesatuan Sang Roh Yang dianugerahi/katapak berdosalah
Maha Agung. Nirasyara seorang seperti itu. Tetapi kalau
artinya Ia terlepas dari segala dilakukan dengan cara yang benar
pengetahuan segala jaman (sesusi dengan situasi dan hati nurani
karena Ia adalah intinya yang belajar mantra), hal tersebut
Niskala (alam kosong). diperbolehkan, walau belum memenuhi
Marya adalah Sang Roh Yang persyaratan tersebut diatas (Watra,
Mempribadi, karena Ia tiada 2006: 9).
berwujud, bebas dari segala
sifat, tiada perbuatan, Ia

14
2.5 Sebelum Memilih Jalan tan keneng sarahina, apan
Kalepasan mawak jnana tan kawisesan,
Sebelum memilih jalan apan mawak wisesa tan
kalepasan, seorang sadhaka terlebih keneng sunya, apan mawak
dahulu agar mengetahui dasar-dasarnya sunya tan keneng nirwana,
sehingga pilihan itu merupakan apan mawak nirwana tan
kebutuhan bukan keharusan sehingga keneng sarasaning bhuwana,
akan dilakukan dengan penuh apan mawak bhuwana tan
kebahagiaan. Dengan dasar keneng sarwa suksma, apan
pengetahuan yang benar, maka dalam mawak suksma. Mangkana
melakukan kalepasan akan sanghyang Jnana wisesa,
membuahkan hasil yang sesuai dengan ingaran sanhyang
tujuan hidup yaitu moksa. Apabila Jagadkarana.
salah didalam melakukan kalepasan, Muwah sanghyang jiwa duk
maka resikonya akan menjelma haneng sarira sukha, iku
kembali atau reinkarnasi. Akibat- helingaken, lamun sira sah
akibat yang ditimbulkan karena saking sarira, sarira denipun
kesalahan dalam melakukan kalepasan sukha, denipun padha sukha
dalam kelahirannya didunia akan ning ipun, teka nira lawan
membawa pada posisi kelahiran sesuai lunga nira, nanging sampun
jalan mana yang ditempuh disaat wiweka denira ngulati, denira
melepaskan atmanya. Keadaan ini haince-hainceki, tegese
dapat dilihat pada sloka berikut: noraning awak ira, iku
Nihan sanghyang kauncainana pawekas ingsun
Paramopadesa, kalaning tan ri sira, Siwa, Sadasiwa,
hana bhuwana, tan hana Paramasiwa. Siwatma
awang-awang uwung-uwung, matemahan mata kiwa,
tan ana sunya nirwana, tan sadasiwa matemahan mata
ana jnana, tan ana wisesa, tengen. Paramasiwatma
tan ana ika kabeh. Kang pandelengan kabeh.
wenten semana pangeran, Terjemahan:
awak paramasukha, tan sukha Inilah Pengetahuan Utama,
dening sunya, tan awak tatkala tak ada bumi, tak ada
sunya, tan sukha dening langit, sunyanirwana, tak ada
nirwana tan awak nirwana, pengetahuan, tak ada
tan sukha dening jnana, tan kekuasaan apapun. Pokoknya
awak jnana, tan sukha dening semua itu tak ada. Yang ada
wisesa, tan awak wisesa, dahulu Pangeran, badan
kewala paramasukha awak kesenangan yang utama,
nira, tan pantara, tan ketiada senangan oleh
Madhya, tan parupa, tan kekosongan, tetapi tiada
pawarna, tan pasana, lengit badan kosong, ketiada
tan kena winuwus, tan awak senangan oleh sorga, tetapi
hidep, kewala sukha acintya tiada badan sorga, ketiada
sarira, sakeng sukha acintya senangan oleh pengetahuan
mijil sanghyang jnana wisesa, tetapi tiada badan

15
pengetahuan, ketiada datangnya Sang Roh maupun
senangan oleh kekuasaan pada saat kepergiannya Sang
sesuatu, tetapi tiada badan Roh dari Sang Diri. Tetapi
kekuasaan. Yang ada lihatlah secara seksama
hanyalah kesenangan utama olehmu, kesimpulannya ia tak
pada diri Nya sendiri, tiada ada pada Sang Diri. Itu
berantara, tiada bentuk, tiada pegang teguh. (ini ajaranku)
jenis, tiada bertempat, terakhir padamu.; Siwa,
keadaannya susah untuk Sadasiwa, Paramasiwa.
dikatakan, (Ia) tiada senang Siwatma menjadi mata kiri,
oleh suara, tiada badan suara, Sadasiwa menjadi mata
tiada senang oleh pikiran, kanan, dan Paramasiwa
(karena Ia) tiada badan adalah sorotan mata.
pikiran, (Ia) adalah
kesenangan yang berbadan Berawal dari tidak
tak terbayangkan.(Ganapati mengetahui apa-apa kemudian murid
Tattwa sloka 51-53: 48-52) spiritual hendaknya mengetahui segala
Dari kesenangan yang tak apa yang ada di dunia ini atas kehendak
terbayangkan (suka cita) Tuhan. Pengetahuan ini perlu
munculah ilmu pengetahuan diketahui, mengingat pemantapan pada
utama, tak terkena oleh segala pengetahuan tentang keberadaan alam
yang hina karena pengetahuan sangat mendukung didalam oleh
itu tak terkuasakan, karena kebathinan sehingga menjadikan diri
pengetahuan itu berbadankan mantap dan tidak dibingungkan lagi
penguasa. Ia tak terkena oleh oleh keadaan materi.
kosong karena ia berbadan Reinkarnasi dalam Ganapati
kosong. Ia tak terkena oleh Tattwa sangat jelas digambarkan
sorga karena ia berbadan tentang bagaimana hal itu terjadi,
sorga. Tak terkena oleh sifat- seperti dalam sloka berikut:
sifat dunia karena ia berbadan Mwah yan amarga ring lalata
dunia. Ia tak terkena oleh hal- dadi bhujanggadi. Yan
hal yang gaib karena amarga ring soca dadi
sesungguhnya ia berbadan ksatrya, yan amarga ring
gaib. Demikianlah irung dadi tumenggung. Yan
pengetahuanku utama itu amarga ring karma dadi sira
(Jnanawisesa) yang disebut Demang. Yan amarga ring
Jagatkarana….. tutuk dadi pacahtanda. Yan
Ketika Sang Roh berada amarga ring pranawayu(…),
dalam Sang Diri Ia yan amarga ring Siwadwara
berkeadaan senang. Ingatlah dadi ratu anyakrawrtti, juga
keadaan itu. Apabila Sang sarining tiga rihanaking
Roh telah terpisah dari Sang netra unggwanya. Ya urip ing
Diri, Sang Diri olehnya wong sajagad ya sang manon,
berkeadaan senang, oleh ya sarini tiga nga, sira
karena keduanya berkeadaan angolah sajagat ri yawa
senang, apakah pada saat mwang jero, ya sang manon

16
sira nga, suruping raditya (hanaaking mata). Ia adalah
ulan, ya sang manon urip ing jiwanya manusia sedunia. Jika
dammar mwang aptining orang dapat melihat, itu
dammar, gingsire ring untek disebabkan karena saritiga
muwah ring sumsum. Ya ika namanya. Ia itulah yang
teges I bubuksah mwang mengatur seluruh dunia
gagakaking ring raditya (badan=mikrokosmos) baik
genahe. Yan ring sarira sang yang diluar maupun yang
bubuksah ring mata kiwa, didalam. Ia lah yang disebut
sang gagakaing ring mata melihat, ia kembali pada
tengen, ler siwa kang Matahari dan Bulan. Ia adalah
inintaraken prana, ikang jiwanya pelita saat menyala
inaran siwatma, sadasiwa dan padam. Bergsernya pada
inintaraken wayu, ikang otak dan sumsum. Itulah
inaran suddhatma, makna Bubuksah dan
paramasiwa inintaraken Gagakaking yang berstana di
hurip, ikang inaran jiwatma. Matahari. Jika dihubungkan
Siwah mulih ring sadasiwa, dengan sang Diri, sang
paramasiwa mulih ring Bubuksah itu terletak pada
sadasiwa. Sira ta ingaranan mata kiri dan sang
parupawarna, ikang Gagakaking pada mata kanan
angilangaken ri sarira. Mwah dan yang mengerakkan prana
yan katekan ing patita, aja adalah Siwa, itulah yang
lali samangkana. disebut Siwatma. Sadasiwa
(Ganapati Tattwa. Sloka 51- mengerakkan nafas (wayu),
53 bagian. 6, 15, 16 halaman. 21-24) itulah yang disebut
Terjemahan: Suddhatma. Paramasiwa
Apabila saat Sang Roh menggerakkan jiwa, itulah
meninggalkan Sang Diri disebut Jiwatma. Siwa
melalui dahi (maka didalam kembali pada Sadasiwa.
penjelmaannya kemudian Paramasiwa kembali pada
akan) menjadi Cendekiawan Sadasiwa. Ia lah yang
Utama. Apabila melalui mata dikatakan tak berbentuk dan
akan lahir menjadi Ksatria. berwujud, Ia lah yang
Apabila melalui hidung akan meniadakan diri-Nya sendiri.
menjadi Demang. Apabila Jika kematianmua tiba
melalui mulut ia akan lahir janganlah dilupakan
sebagai Panca Tanda. (Ganapati Tatwa. Sloka. 51-
Apabila lepas melalui aksara 53 bagian 6, 15, 16
gaib (Om)…Dan apabila Sang halaman.48-52)
Roh meninggalkan Sang Diri
melalui Siwadwara maka Mengetahui keadaan hidup
akan lahir sebagai Raja Besar yang diakibatkan oleh kekeliruan
yang menguasai dunia. Inilah didalam melepaskan atma akan
sarining tiga yang terletak membuat semakin mantapnya
pada orang-orangan mata seseorang didalam mengikuti dan

17
memperhatikan konsep kalepasan, 2. Ambil posisi yang enak
sehingga dengan demikian akan kalau bisa duduk dengan
semakin berhati-hati didalam menjalani sikap padmaasana
kehidupan ini, agar tidak menjelma 3. Konsentrasi penuh tanpa
seperti dijelaskan pada sloka diatas. bayangan dunia
sekelilingnya, tanpa
2.6 Tanda Datangnya Kematian dan mengingat anak, istri harta
Cara Melepaskan Atma dan sebagainya.
Banyak tanda akan datangnya 4. Hati penuh kegembiraan
kematian seperti adanya umur tua, dengan tidak
rambut yang sudah memutih, memperhatikan unsur lain
datangnya penyakit dan bahkan kecuali memusatkan pikiran
penyakit yang tak kunjung sembuh, pada kesatuan nafas.
berkurangnya gairah hidup dan 5. Tuntun perjalanan sang Roh
sebagainya. Untuk mengetahui tanda dengan melalui ujung suara
datangnya kematian secara mendalam (sabda) meninggalkan sang
sungguh sulit tetapi dalam Lontar diri melalui celah-celah
Ganapati Tattwa sebagai pertanda akan pikiran (pikiran dipusatkan
datangnya kematian dituliskan lebih kepada sebutan aksara
spesifik pada penginderaan seperti tunggal Om sebagai simbol
datangnya suara Ardhacandra Bindu Tuhan untuk mengalihkan
Nada atau bunyi Om pada diri segala kekacauan pikiran)
seseorang, dan diharapkan apabila 6. Lepaskanlah kepergian sang
sudah mendengar suara itu hendaknya Roh dengan tanpa pikiran
jangan dikacaukan keadaan pikiran, lagi, antarlah roh itu
tetapi segera mengambil sikap dengan penuh kebahagiaan.
konsentrasi dan memusatkan pikiran Langkah-langkah itulah yang
kepada Tuhan dengan perantara mantra paling tepat seperti yang tertuang
Triaksara yaitu Mang-Ung-Ang secara dalam sloka berikut ini:
perlahan kemudian pemusatan kepada Mwah yan katekan ing
aksara Tunggal Om. kapatin, aja tan karasanana
Cara melepaskan atma ketika lunga nira, sanghyang
kematian sedang menjemput dengan Siwatma sah saking sarira,
pertanda sudah terdengar bunyi aja weha dalan ana babahan
ardhacandra bindu nada yaitu bunyi sanga, ndya ta ngaran
yang berdengung menguasai babahan sanga; ring luhur 7,
penginderaan, maka yang perlu ring sor 2. kanistha dalan ika
dilakukan agar tercapai penyatuan nga. Yan adalan ring
dengan Paramasiwa menurut Lontar siwadwara Madhya nga,
Ganapati Tattwa adalah ; kunang ikang marga uttama,
1. Hilangkan kekacauan atau dalan ira sanghyang
kebinggunggan dengan Siwatma, ring tungtung ing
tetap ingat pada kesadaran sabda, selaning hidep nga ri
diri. kaketeg, yan teka ring
kalepasan, aja ngangen
sarira dewek, mwang anak

18
rabi mwah kasukhan, ikang Sang Roh Yang Mempribadi
tiga atemah siji, ya ta menuju Dia Sang Roh Yang
tutakena marga tungtung ning Maha Agung Sang Bujangga
sabda, selaning hidep. Iti dan Siwa. Janganlah hal ini
kalepasan sang disebarkan, karena sangat
bhujanggasiwa, haywa wera rahasia, karena tidak akan
rahasya dahat, tan siddha berhasil jadinya. (Ganapati
phalanya (Ganapati Tattwa. Tattwa. Sloka. 51-53. bagian
Sloka. 51-53. bagian 5 5 halaman 20-21)
halaman 20-21)
Terjemahan: Sebelum melakukan
Jika tiba saatnya kematian, pelepaskan perlu juga diketahui mantra
janganlah tiada dirasakan pemisahnya agar tidak keliru memilih
kepergian Sang Roh Yang jalan kalepasan dengan menghapal
Mempribradi tatkala terpisah secara benar Triaksara (Am-Um-
dari Sang Diri. Janganlah Mam), mantra Triaksara itu bukan
Sang Roh diberi jalan keluar mantra kalepasan, sebab jika mantra
melalui 9 lubang. Mana yang kalepasan itu ditulis dan dibaca oleh
disebut 9 lubang antara lain; orang maka baik yang menulis maupun
diatas ada 7 jalan (mata = 2, yang membaca akan mengalami
telinga =2, hidung =2, mulut kalepasan pula.
=1). Dibawah ada 2 jalan Mantra triaksara itu banyak
(kemaluan =1, dubur =1). ragamnya tergantung memulainya, jika
Kesembilan jalan itu disebut pengucapanya dimulai dengan Mang-
nista. Apabila sang Roh Ung-Ang itu artinya sebagai simbol
meninggalkan Sang Diri adanya kelahiran, jika diucapkan Ang-
melalui Siwadwara (ubun- Ung-Mang sebagai simbol aktivitas
ubun) disebut jalan kehidupan dan jika diucapkan Ung-
menengah. Sedangkan jalan Mang-Ang maka mantra itu berguna
utama apabila Sang Roh sebagai stiti atau pemeliharaan.
melalui ujung suara (sabda) Terlepas dari hal itu jika Triaksara
meninggalkan Sang Diri yaitu jika diucapkan secara bersama tanpa
melalui celah-celah pikiran. penggalan akan berbunyi AUM dan
Artinya pada denyutan seterusnya menjadi OM, hal ini jika
jantung. Apabila saat dikaitkan dengan pesan yang tertulis
terpisahnya Sang Roh dari dalam Bhagavadgita sangat sesuai
Sang Diri janganlah pikirkan dengan sloka 13 adyaya VIII yaitu;
badanmu lagi, jangan ingat Om ity ekaksaram brahma
anak istri dan jangan pikirkan Vyaharam mam anusmaran
kemewahan dunia, ketiganya Yah prayati tyajan deham
(Sanghyang Siwa, Sanghyang Sa yati paramam gatim
Pramana, dan Sanghyang Terjemahan:
Jnana) pusatkan jadikan satu Dengan mengucapkan aksara
arah, ikutilah jalan ujung tunggal Om, yaitu Brahman,
suara yaitu celah-celah dan memikirkan selalu Aku
pikiran itu. Inilah kebebasan sewaktu ajal tiba akan

19
meninggalkan badan jasmani, denta, samangkana ta
ia akan berangkat mencapai sanghyang atma mesat, maka
tujuan tertinggi. marga sanghyang pranawa
anerus tekeng
Sedangkan dalam Lontar dwadasangulasthana, sira ta
Ganapati Tattwa Triaksara disebutkan sinangguh niskala, pada
sebagai mantra pemisah antara badan Bhatara Paramasiwa ika,
dan Atma seperti dipaparkan pada mesat pwa sira sakeng rika,
sloka berikut: ya ta kamoksan nga (Ganapati
nadi calana margas ca Tattwa. Sloka. 45,46,47
punarbhava iti smrtah, halaman. 16-17)
marga calana nadi muktah Terjemahan:
paramakewalah. Keberadaan Sanghyang
Sina jnanatrayam jagrat Sadhubbranti Kalepasan,
tathaiva calana nadhi, Sanghyang Wyudbhranti
Jnanatrayam susuptaye nadi disuruh menjelma kedunia,
calanam bhavet. kemudian ada mantra
Sadasivasya yo margah nadi- pemisahnya. Hendaknya Tri
calana-samsmrtam Aksara (Mang-Ung-Ang) itu
Marga-calana-nadi teguh dilaksanakan olehmu
paramasya mi samsmrtah. (pasti) dicapai Sanghyang
Iti sanghyang sadubhranti Sadhubhranti, janganlah
kamoktan, sanghyang keliru (pasti) Sanhyang
wyudbhranti kapunarbhawan, Wyudbhranti ketemu. Banyak
ndan hana ta mantra pamegat pertandanya, tetapi satu
ri sira, tryaksara sahita maksudnya umpamanya:
krama nira, yapwan atejeg apabila engkau mendengar
denta lumaksana ika, suara Ardhacandra Bindu
kapangguh sanghyang Nada sekaranglah tiba saatnya
sadubhranti, yapwan singsal kematianmu, janganlah
sanghyang wyudbhranti engkau ragu-ragu,
katemu. Kunang akweh lepaskanlah segala
paratengeranya, tunggal kesetiaanmu dan hubungan
pradhanaken, ndya ta dengan keluargamu lalu tutup
lwirnya, yan mangrenggo kita pangkal nadi (pangkal
sabda ning ardhacandra peredaran darah), ineban
bindunada, mangke tekaning (kerongkongan) dan semua
patinta, haywa ta kapalan lubang yang ada pada badan
dentanggege, kanistrsnanta, sambil melakukan pemusatan
saha sandhi sakramanya, batin, dan pengaturan nafas
kunci ri wit ning nadi ikang artinya tutuplah pikiranmu.
ineban mwang ikang sarwa Janganlah berbuat sesuatu,
dwara, saha wayu dharana, apabila baik olehmu
ya pranayama nga, sikep melaksanakan, maka Sang
kanirjnananta, haywa Roh yang bersemayam pada
wyapara, yapwan ahenak dirimu akan meninggalkan

20
badanmu. Sebagai jalan Anantara ri huwus niran
Sanghyang Pranawa (Sang mukta sakeng
Roh Yang dwadasangulasthana,
Mempribadi=Atma) menuju sayogya ta sanghyang atma
Dwadasanggulasthana matemahan
(tempat yang terletak jauh Paramasiwatattwa, mari
diatas 12 (jari) tingkatan, matemahan atma, apa ta lwir
yang disebut tempat tak niran mangkana, sunya
terlihat (niskala), tempat kawalya, ya malwi
Bhatara Paramasiwa. paramasunya, ya ta
Terbanglah ia Sang Roh Yang matangnyan kawruhakena
Mempribadi dari sana (Sang kramanya de sang mahyun
Diri) itulah yang disebut ing kamoksan, nahan
Moksa (Ganapati Tattwa. sadhanung kapanggiha
Sloka.45-47. halaman 44) sanghyang Mahajnana.
Terjemahan:
Yang perlu diketahui Tak lama kemudian setelah
selanjutnya bahwa perjalanan Roh Sang Roh Yang Mempribadi
setelah terlepas dari badan akan terbang dari
terbang dari sunia yang terletak Dwadasanggulasthana,
duabelasjari diatas kepala menuju patutlah Sang Roh Yang
Paramasiwatattwa. Sehubungan Mempribadi menjadi
dengan adanya alam sunia yang Paramasiwatattwa, kembali
terletak duabelasjari diatas kepala, ada sebagai Roh (Roh Yang Maha
tradisi bahwa seseorang yang sudah Agung), apa sebabnya
melakukan pawintenan ataupun diksa demikian? Yang berasal dari
tidak diperkenankan mesluluban atau Sunya akan kembali pada
berjalan dibawah benda atau rintangan Paramasunya. Itulah
yang jaraknya duabelas jari dari atas sebabnya ketahuilah kelakuan
kepala sampai ke kepala, tetapi jika itu oleh yang ingin mencapai
rintangan atau penghalang itu sudah kebebasan. Itulah sarananya
berada diatas duabelas jari, maka untuk memperoleh
seseorang bisa melewatinya dengan pengetahuan Utama (Ganapati
mengetahui benar penuh kesadaran, Tattwa. Sloka. 48 halaman.
agar kesucian tetap terjaga, artinya 44-45)
hubungan sekala dan niskala selalu Perjalanan Roh ketika keluar
harmonis bagi orang yang sudah dari diri akan menuju alam sunia yang
disucikan, karena selalu berhubungan terletak duabelas jari diatas kepala dan
antara badan dengan alamnya selanjutnya akan terbang menuju
paramasiwa. Tempat paramasiwa Paramasiwa Tuhan yang tak berpribadi
dalam Lontar Ganapati Tattwa seperti dari sunya kembali ke Paramasunya
dijelaskan pada sloka berikut:
Dvadasangulasamsthanad III. PENUTUP
vimuktah paramah Sivah, Lontar Ganapati Tattwa
sunyam eva parm khyatam adalah salah satu lontar Tattwa, lontar
jnatavyo moksas ca tatah. Filsafat Siwa yang disajikan dengan

21
metode tanya-jawab antara dua tokoh, 2. Konsentrasi penuh tanpa
salah satunya sebagai murid (Ganapati) bayangan dunia sekelilingnya,
dan satunya lagi sebagai gurunya tanpa mengingat anak, istri
(Bhatara Maheswara). Maheswara harta dan sebagainya.
menjabarkan tentang ajaran Rahasia 3. Hati penuh kegembiraan
Jnana atau Ilmu Kautaman. dalam dengan tidak memperhatikan
sinopsis bahwa awal dan akhirnya alam unsur lain kecuali
semestbaik makrokosmos maupun memusatkan pikiran pada
mikrokosmos berasal dari sunia atau kesatuan nafas.
Tuhan itu sendiri, latar pada Lontar 4. Tuntun perjalanan sang Roh
Ganapati Tattwa adalah ketika dengan melalui ujung suara
munculnya rasa keingintahuan dari (sabda) meninggalkan sang
murid spiritual yaitu sang Ganapati diri melalui celah-celah
terhadap berbagai permasalahan yang pikiran (pikiran dipusatkan
menjadikan 10 macam pertanyaan itu, kepada sebutan aksara tunggal
sehingga terjadilah percakapan yang Om sebagai symbol Tuhan
panjang dengan penjelasan yang untuk mengalihkan segala
mendetail oleh Bhatara Iswara. kekacauan pikiran)
Kejadian yang terdapat dalam Lontar 5. Lepaskanlah kepergian sang
Ganapati Tattwa dimulai sejak Roh lewat celah-celah suara
keinginan Sang Jagad Karana, ingin dengan tanpa pikiran lagi
menyaksikan dirinya dalam keadaan menuju, antar dengan penuh
sekala dan niskala, selanjutnya sampai kebahagiaan dengan diiringi
terciptalah paras keadaan nyata dan mantra Am-Um-Mam.
para keadaan tidak nyata, dengan
Sunia sebagai bayangannya sendiri, DAFTAR PUSTAKA
amanat yang disampaikan adalah agar
senantiasa pembaca memahami Al-Banjiri, Rahmat Ramadhana. 2007.
kesadaran spiritual. Kesadaran spiritual Cara Terindah untuk Mati.
yang dimaksud bahwa kecenderungan Yogyakarta: DIVA Press.
meniru gaya hidup orang suci, yang Bagus, L. 1996. Kamus Filsafat.
senantiasa mengekang nafsu pribadinya Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
dengan mengutamakan penyucian Kinten, I Gede. 2005. Konsep
terhadap nilai diri pribadi sebelum Ketuhanan dalam Teks
menilai orang lain. Ganapati Tattwa. Tesis
Untuk mencapai kalepasan Program Pasca Sarjana Institu
dengan sempura ditandai ketika Hindu Dharma Negeri
mendengar tanda akan datangnya Denpasar.
kematian seperti terdengar bunyi Maswinara, I Wayan. 1996. Konsep
ardhacandra bindu nada segera ambil Panca Sraddha. Surabaya: Paramita,
posisi untuk melepaskan Atma seperti Purwadi, Agus. 2002. Teologi Filsafat
berikut; dan Sains. Malang: UMM-
Press.
1. Hilangkan kekacauan atau Titib, I Made. 2000. Teologi dan
kebinggunggan dengan tetap Simbol-Simbol dalam Agama
ingat pada kesadaran diri. Hindu. Surabaya: Paramita.

22
Viresvarananda. 2002. Brahma Sutra.
Surabaya: Paramita.
Watra, I Wayan. 2006. Mantra dan

Belajar Aneka Mantra.

Surabaya: Paramita.

23

Anda mungkin juga menyukai