Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN STRUKTURAL KETUHANAN DALAM TATTWA JÑÀNA

Oleh :
Ida Bagus Subrahmaniam Saitya
bram.gus@gmail.com

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Pembimbing I
I Wayan Redi

Pembimbing II
I Ketut Wardana

ABSTRAK

Teks Tattwa Jñàna merupakan karya sastra agama Hindu yang berbentuk
tutur dan penyajiannya berbentuk gancaran atau prosa. Teks Tattwa Jñàna
terdapat unsur-unsur intrinsik yang membangun suatu cerita, yaitu insiden, plot
tema, penokohan, amanat. Teks Tattwa Jñàna mempunyai makna teologi yang
dalam ajarannya berisikan ajaran ketuhanan, kosmologi, dan kamokûan. Makna
teologi yang terkandung di dalam teks Tattwa Jñàna menempatkan Bhaþàra Úiwa
sebagai dewa tertinggi dalam Úiwaisme dan sebagai Sanghyang Widhi, dan juga
berisikan ajaran karmaphala dan punarbhawa. Makna kosmologi yang
terkandung di dalam teks Tattwa Jñàna, dimulai dari penciptaan yang pertama
adalah puruûa dan pradhàna sampai ciptaan yang terakhir adalah segala makhluk.
Untuk mencapai kamokûan, maka seseorang diamanatkan melakukan
prayogasaòdhi dengan tuntunan samyagjñàna yang diperoleh melalui tapa, brata,
yoga, dan samàdhi. Sang Yogìúwara memiliki kàûþaiúwaryan menyebabkan Sang
Yogìúwara mencapai kamokûan yang menyatu dengan Bhaþàra Úiwa. Di dalam
teks Tattwa Jñàna memiliki koherensi intrinsik dalam membangun suatu cerita di
dalam Tattwa Jñàna. Unsur-unsur intrinsik di dalam teks Tattwa Jñàna saling
berhubungan dan saling berkaitan dalam membangun suatu cerita Tattwa Jñàna.

Kata Kunci : Ketuhanan, Tattwa Jñàna.

PENDAHULUAN

Di Bali, banyak lontar-lontar yang berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuno

diterjemahkan ke dalam bahasa Bali dan bahasa Indonesia. Dari sekian naskah

yang ada dalam kepustakaan Bali, naskah yang memuat teologi Hindu di Bali

1
dikelompokan dalam lontar Tattwa. Teks Tattwa Jñàna dipilih karena memiliki

keunikan-keunikan, yaitu pertama Tattwa Jñàna hanya menggunakan bahasa Jawa

Kuna, lain halnya dengan lontar-lontar Tattwa yang lain berisi juga bahasa

Sanskerta. Kedua, Tattwa Jñàna disusun dalam bentuk bebas atau Gancaran,

sedangkan lontar Tattwa yang lain berbentuk dialog. Ketiga, Tattwa Jñàna

merupakan dasar semua Tattwa atau disebut Bungkahing Tattwa Kabeh.

Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, (1)

Bagaimana struktur teks Tattwa Jñàna ? (2) Bagaimana kesatuan makna dalam

Tattwa Jñàna ? (2) Bagaimana koherensi instrinsik dalam Tattwa Jñàna ?

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dalam teknik pengumpulan

data menggunakan studi kepustakaan dan studi dokumen. Dalam teknik analisis

data menggunakan deskriptif kualitatif, dan juga menggunakan metode

hermeneutika.

HASIL PENELITIAN

1. Struktur Teks Tattwa Jñàna

a. Insiden

Insiden pertama, setelah adanya 2 (unsur) unversal tersebut, maka

tingkatan Cetana yang pertama, yaitu Paramaúiwatattwa yang tidak lain adalah

Bhaþàra Úiwa. Insiden kedua, mengenai tingkatan Cetana yang kedua, yaitu

Sadàúiwatattwa. Insiden selanjutnya mengenai tingkatan Cetana yang ketiga

2
adalah Àtmikatattwa. Àtmikatattwa merupakan Bhaþàra Úiwa yang sudah terkena

unsur màyà. Insiden selanjutnya, tatkala Sanghyang Àtmà kembali menyatu

dengan hakekat Bhaþàra Sadàúiwa. Insiden terakhir terlihat pada akhir cerita, saat

yogìúwara menyatu dengan hakekat Bhaþàra Paramaúiwa dengan sarana

prayogasaòdhi.

b. Plot

Plot yang terdapat di dalam teks Tattwa Jñàna dapat diketahui dengan

mengajukan beberapa pertanyaan. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan

diketahui plot teks Tattwa Jñàna. Pertanyaan tersebut, yaitu :

1. Mengapa muncul Triguóa ?

Pertemuan antara Sanghyang Àtmà dengan Pradhànatattwa maka munculah

Pradhàna-puruúa yang kemudian melahirkan citta dan guóa.

2. Mengapa àtmà mengalami reinkarnasi ?

Àtmà mengalami reinkarnasi karena triguóa melekat pada citta atau alam

pikiran. Apabila hanya sattwa yang berada di alam pikiran maka àtmà

mencapai kamokûan. Apabila sattwa bertemu dengan rajah, maka

menyebabkan àtmà datang dari sorga dan apabila sattwa bertemu dengan rajah

dan tamah yang menyebabkan àtmà menjadi manusia.

3. Mengapa manusia dikatakan hidup sengsara ?

Àtmà yang lahir sebagai manusia ke dunia yang dipengaruhi oleh Triguóa

dikatakan hidup sengsara. Sanghyang Àtmà dikatakan sengsara di dunia karena

àtmà yang menjelma sebagai manusia dipengaruhi oleh buddhi tamah. Buddhi

3
tamah yang membelenggu kehidupan manusia menyebabkan manusia menjadi

malas dan bodoh.

c. Tema

Teks Tattwa Jñàna merupakan bagian dari Úiwatattwa sehingga tema yang

terkandung di dalam teks Tattwa Jñàna adalah tentang ajaran Siwaistis, yaitu

suatu ajaran yang menekankan Bhaþàra Úiwa adalah Sanghyang Widhi (Tuhan

Yang Maha Esa), semua berawal dari beliau dan akhirnya kembali lagi pada-Nya.

d. Penokohan

Dalam teks Tattwa Jñàna tidak terdapat tokoh langsung sehingga

penokohan diceritakan oleh pengarang. Pengarang sendiri sebagai pencerita yang

menceritakan mengenai Sanghyang Tattwa Jñàna dari mulai Cetana dan Acetana

hingga Prayogasaòdhi. Dalam mengambil penokohan dalam teks Tattwa Jñàna,

pengarang yang menceritakan mengenai Sanghyang Tattwa Jñàna mengambil

sudut pandang diaan serba tahu (author omniscient), yaitu pencerita berada di luar

cerita dan bercerita menggunakan kata ganti orang ketiga (dia).

e. Amanat

Tattwa Jñàna mengamanatkan agar setiap umat Hindu melaksanakan

prayoghasaòdhi dengan bantuan samyagjñàna untuk menyelamatkan àtmà dari

kesengsaraan. Dalam hal ini Tattwa Jñàna mengajukan prayogasaòdhi, dengan

tahapannya, yaitu àsana, pràóàyàma, pratyàhàra, dhàraóa, dhyàna, tarka, dan

samàdhi. Prayogasaòdhi tidak dapat dilaksanakan tanpa tuntunan dari samyagjñà

(pengetahuan yang benar) yang diperoleh melalui brata, tapa, yoga, dan samàdhi.

4
2. Kesatuan Makna Teks Tattwa Jñàna

a. Makna Teologi

Dalam teks Tattwa Jñàna yang termasuk di dalam Úiwatattwa, disebutkan

ada tiga tingkatannya, yaitu Paramaúiwatattwa, Sadàúiwatattwa, dan

Àtmikatattwa. Hal ini tergantung dari besar kecilnya dan ada tidaknya pengaruh

màyà pada diri Bhaþàra Úiwa, dan ini akan mempengaruhi sifat kemahakuasaan

dari Bhaþàra Úiwa itu sendiri. Paramaúiwatattwa merupakan tingkatan Úiwatattwa

yang belum terkena màyà, sehingga dalam tingkatan ini Bhaþàra Úiwa berada di

alam niûkala dalam keadaan tanpa bentuk, tidak bergerak, diam, kekal dan abadi.

Sadàúiwatattwa merupakan tingkatan Úiwatattwa dalam hal Bhaþàra Úiwa bersifat

wyàpàra yang berarti Beliau dipenuhi oleh sarwajña (serba tahu) dan

sarwakàryakartà (serba kerja). Dalam tingkatan Sadàúiwatattwa, Bhaþàra Úiwa

memiliki empat sifat kemahakuasaan Tuhan, yang disebut Cadhuúakti.

Àtmikatattwa dalam hal Bhaþàra Sadàúiwatattwa yang bersifat ùtaprota. Oleh

karena bersifat ùtaprota maka Bhaþàra Sadàúiwatattwa melekat dan diliputi oleh

Màyàtattwa, sehingga tidak tampak wujud yang sebenarnya.

Dalam kaitannya dengan karmaphala, Tattwa Jñàna menjelaskan manusia

berbuat dan kecenderungan segala perbuatannya ke arah baik atau buruk

didasarkan atas ambëk atau pikiran. Dari ambëk munculah keinginan untuk

menikmati kesenangan di dunia menggunakan daúendriya. Tattwa Jñàna

menerangkan apabila seseorang berbuat baik maka akan mendapatkan pahala di

sorga, sedangkan apabila seseorang berbuat buruk maka akan medapatkan pahala

di neraka. Dari karmaphala yang melekat dalam diri seseorang¸ maka akan

5
menentukan àtmà dalam mengalami punarbhawa. Triguóa yang menjadi

penyebab utama àtmà menjadi punarbhawa, apabila àtmà dipengaruhi oleh guóa

sattwa maka ia masuk di kelompok yoni sattwa. Apabila àtmà dipengaruhi oleh

guóa rajah, maka ia masuk di kelompok yoni rajah. Apabila àtmà dipengaruhi

oleh guóa tamah, maka ia masuk di kelompok yoni tamah. Triguóa membentuk

yoni, yoni mebentuk ambëk, ambëk yang menyebabkan karma, dan pada akhirnya

karma yang menyebabkan manusia mengalami punarbhawa.

b. Makna Kosmologi

Dalam teks Tattwa Jñàna, Bhaþàra Úiwa menciptakan alam semesta

beserta isinya. Penciptaan yang pertama adalah puruûa dan pradhàna. Ciptaan

kedua adalah citta dan guóa. Ciptaan ketiga adalah buddhi. Ciptaan keempat

adalah ahangkarà. Ciptaan kelima adalah maóah dan daúendriya. Ciptaan keenam

adalah Pañca Tanmàtra. Ciptaan ketujuh adalah Pañca Mahàbhùta. Ciptaan

kedelapan adalah bhuwana. Ciptaan yang kesembilan atau terakhir adalah segala

makhluk.

c. Makna Kamokûan

Untuk mencapai kamokûan, maka seseorang diamanatkan melakukan

prayogasaòdhi dengan tuntunan samyagjñàna yang diperoleh melalui tapa, brata,

yoga, dan samàdhi. Sang Yogìúwara memiliki kàûþaiúwaryan menyebabkan Sang

Yogìúwara mencapai kamokûan yang menyatu dengan Bhaþàra Úiwa.

6
3. Koherensi Intrinsik dalam Teks Tattwa Jñàna

Koherensi intrinsik antara plot dengan tema yaitu, teks Tattwa Jñàna yang

merupakan plot lurus sehingga adanya hubungan sebab akibat di dalam teks

Tattwa Jñàna, yaitu munculnya Triguóa, àtmà yang mengalami reinkarnasi, dan

manusia yang hidup sengsara tidak terlepas dari tema teks Tattwa Jñàna adalah

ajaran Úiwaistik. Ajaran Úiwasitik yang menekankan Bhaþàra Úiwa adalah

Sanghyang Widhi, sehingga menyebabkan adanya hubungan sebab akibat yang

terdapat dalam plot teks Tattwa Jñàna. Hubungan sebab akibat bermula dari

Bhaþàra Úiwa dan berakhir kepada Bhaþàra Úiwa juga.

Koherensi intrinsik antara tema dengan penokohan yaitu saling

berhubungan karena di dalam teks Tattwa Jñàna tidak terdapat tokoh dan

penokohan yang ada di dalam teks Tattwa Jñàna diceritakan oleh pengarang

sendiri. Teks Tattwa Jñàna yang bertemakan ajaran Úiwaistik sehingga pencerita

menceritakan Sanghyang Tattwa Jñàna yang berisikan Bhaþàra Úiwa sebagai

Sanghyang Widhi dari perwujudan-Nya sebagai Cetana hingga àtmà menyatu

dengan-Nya. Koherensi intrinsik antara tema dengan amanat, yaitu karena tema

dari teks Tattwa Jñàna ajaran Úiwaistik yang menempatkan Bhaþàra Úiwa sebagai

Sanghyang Widhi, maka Sanghyang Tattwa Jñàna mengamanatkan untuk setiap

umat Hindu melakukan prayogasaòdhi agar mencapai mokûa atau menyatu

dengan Bhaþàra Úiwa sebagai Sanghyang Widhi.

7
SIMPULAN

Teks Tattwa Jñàna merupakan karya sastra agama Hindu yang berbentuk

tutur dan penyajiannya berbentuk gancaran atau prosa. Teks Tattwa Jñàna

terdapat unsur-unsur intrinsik yang membangun suatu cerita, yaitu insiden, plot,

tema, penokohan, dan amanat. Teks Tattwa Jñàna mempunyai kesatuan makna

yang dalam ajarannya berisikan makna teologi, kosmologi, dan kamokûan. Di

dalam teks Tattwa Jñàna memiliki koherensi intrinsik dalam membangun suatu

cerita di dalam Tattwa Jñàna. Unsur-unsur intrinsik di dalam teks Tattwa Jñàna

saling berhubungan dan saling berkaitan dalam membangun suatu cerita Tattwa

Jñàna.

SARAN

Umat Hindu sudah seharusnya mempelajari tattwa, karena tattwa

merupakan dasar dari agama Hindu, sehingga umat Hindu memiliki dasar agama

yang kuat dalam menghadapi perkembangan zaman. Dalam hal kegiatan upacara

keagamaan di Bali, upacara tidak boleh menyimpang dari ajaran tattwa-nya

sehingga umat Hindu harus mempelajari teks tattwa yang ada di Bali.

UCAPAN TERIMAKASIH

1. Bapak Prof. Dr. I Made Titib, Ph.D., selaku Rektor Institut Hindu Dharma

Negeri (IHDN) Denpasar.

2. Bapak Dr. Drs. I Made Suweta, M.Si., selaku Dekan Fakultas Brahma Widya

Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.

8
3. Bapak I Made Dwitayasa, S.Ag., M.Fil.H., selaku Ketua Jurusan Teologi.

4. Bapak Drs. I Wayan Redi, M.Ag., selaku Pembimbing I yang sudah banyak

memberi petunjuk, bimbingan, dan saran bagi penulis dalam penyususnan

skripsi ini.

5. Bapak Drs. I Ketut Wardana, M.Hum., selaku Pembimbing II yang sudah

memberikan bimbingan dan saran yang berguna kepada penulis demi

terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen pengajar serta seluruh staf pegawai di Fakultas Brahma

Widya Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar yang sudah

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh perkuliahan

di Fakultas Brahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.

7. Keluargaku tercinta, ayahku Drs. Ida Bagus Surya Adnyana, ibuku Dr. Dra.

Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag., M.Par., dan adik-adikku Ida Ayu Grhamtika

Saitya dan Ida Bagus Radhakrisnyam Saitya, terima kasih atas segala doa,

kesabaran serta dukungan yang sudah diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kawan-kawan Fakultas Brahma Widya Angkatan 2009, khusunya kawan-

kawan Teologi Kelas Sore, dan pihak-pihak lain atas bantuan dukungannya

selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.tth. Tattwa Jñàna. Singaraja : Gedong Kirtya.

Donder, I Ketut. 2006. Brahma Widya Teologi Kasih Semesta. Surabaya:


Paramita.

9
Kaelan.2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta :
Paradignia.

Kinten, I Gede.2005. “Konsep Ketuhanan Dalam Teks Ganapati Tattwa”.


Denpasar : Tesis Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.

Mastika, Ida Bagus.2010. “Ajaran Ketuhanan Dalam Teks Lontar Tutur


Kumaratattwa (Kajian Bentuk Fungsi dan Makna)”. Denpasar : Tesis
Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Mirsha, I Gusti Ngurah Rai, dkk.1994. Wrhaspati Tatwa, Ganapati Tatwa, Tattwa
Jnana Kajian Teks dan Terjemahannya. Denpasar : UPD. Kantor
Dokumentasi Budaya Bali Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Moleong, Lexy. S. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Pudja, G.1982. Theologi Hindu (Brahma Widya). Jakarta : Mayangsari.

Sukada, Made.1987.Beberapa Aspek Tentang Sastra. Denpasar : Penerbit


Kayumas & Yayasan Ilmu dan Seni Lesiba,

Suka Yasa, I Wayan.2004. “Brahma Widya dan Nilai Kearifan Lokal Dalam
Tattwa Jñàna”. Denpasar : Tesis Program Studi Ilmu Agama dan
Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia.

Suka Yasa, I Wayan dan I Putu Sarjana.2009. Brahma Widya Teks Tattwa Jñàna.
Denpasar : Widya Dharma.

Sumaryono, E.1996. Hermeneutik. Yogyakarta : Kanisius.

Sura, I Gede, dkk.1998. Tattwa Jñàna. Surabaya : Penerbit Paramita.

Teew, A.1988. Khazanah Sastra Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Titib, I Made.1996. Veda Sabda Suci,Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya :


Penerbit Paramita.

Tim Penyusun.1999. Úiwatattwa. Denpasar : Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.

Zoetmulder, P.J.1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia (1, 2). Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

10

Anda mungkin juga menyukai