RITUAL TIWAH/WARA
Dosen Pengampu :
ANAK AGUNG GEDE WIRANATA, S.Ag., M.Ag
DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, Ranying Hatalla Langit atas berkat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perlengkapan Sangkaraya Dalam Upacara Ritual Tiwah/Wara” dengan
tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Praktek Seni Sakral.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh
dari berbagai referensi . Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pengajar
mata kuliah Seni Sakral atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis berharap, dengan membaca
makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................8
3.2 Kritik dan Saran.......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ritus daur hidup umat Hindu Kaharingan Dayak Ngaju yang paling besar
adalah ritual kematian. Dalam upacara kematian ada tiga jenis jenjang upacara
yang harus dilakukan yakni : upacara pemakaman, upacara balian tantulak
ambun rutas matei, dan upacara tiwah. Upacara Tiwah menjadi Upacara terakhir
dalam tata urutan upacara kematian umat Hindu Kaharingan Dayak Ngaju.
Upacara Tiwah menjadi upacara paling besar sepanjang daur hidup manusia
ditinjau dari biaya, waktu, dan sarana yang digunakan. Bagi sebagian masyarakat
upacara Tiwah disebut Pesta Tiwah. Pendapat ini ada benarnya, karena dalam
upacara Tiwah selain keluarga tiwah (upun gawi) juga banyak masyarakat yang
datang untuk sekedar melihat atau terlibat karena ada hubungan kekerabatan.
Semua Ritual ini tertulis di dalam Kitab Suci Panaturan yang digunakan
sebagai pedoman hidup umat Hindu Kaharingan dimuka bumi ini dalam
melaksanakan berbagai jalan kehidupan, baik itu upacara untuk kehidupan
maupun upacara kematian. Di dalam Kitab Suci Panaturan, Ritual Tiwah terdapat
di Pasal 33. Pelaksanaan Tiwah Suntu.
2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun pokok permasalahan yang menjadi perhatian dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
keberadaannya menjadi sakral. Segala bahan yang akan digunakan sebagai sarana
upacara terlebih dahulu dipalas (disucikan dengan darah) untuk menetralkan dari
dosa.
Sangkaraya sebagai sarana pokok mendapatkan perhatian khusus karena
sebagai pusat symbol dan ritual Tiwah. Sangkaraya ini merupakan penghubung
langit, bumi, dan alam bawah, tempat suci dimana dunia terpisah dari yang sakral
dan yang profan disatukan. Ketika Tabuh (acara puncak persembahan hewan
kurban) masyarakat akan melaksanakan tari nganjan (tarian sakral
kematian/persembahan) dan dilanjutkan dengan tari manasai (tari
kemasyarakatan) mengelilingi hewan yang telah diikat di sapundu. Tarian nganjan
merupakan symbol persembahan hewan korban kepada Tuhan dan Liau leluhur
serta ucapan rasa syukur. Tari Nganjan mengelilingi hewan yang disapundukan
sebanyak 7 (tujuh) kali dilanjutkan tari manasai. Tarian Manasai merupakan tarian
persahabatan masyarakat Dayak sebagai symbol persahabatan dan kegembiraan
seluruh masyarakat dalam melaksanakan upacara tiwah. Dibalik kebersamaan
yang terjalin, terkandung sebuah nilai keindahan yang terekspresi dari masyarakat
itu sendiri yang bahagia, keanekaragaman busana yang terpakai, dan teriakan
malahap yang bersahutan.
1. Sababulu
Sababulu merupakan tiang yang terbuat dari bambu yang dikuliti
dibuat berserabut. Sababulu ini dibuat oleh anggota peserta tiwah
(tarantang nule). Sababulu diletakkan di setiap pintu masuk rumah anggota
tiwah, setiap kuburan yang akan di-tiwah, balai anjung-anjung, tiang
bendera sangkaraya dan tiang bendera liau.
2. Pandung bawui
Pandung bawui merupakan kandang babi yang terbuat dari kayu bulat
yang dibentuk persegi empat memanjang dan didirikan disamping
5
sangkaraya. Disamping pandung bawui ini terdapat ayam yang diikat.babi
dan ayam ini sebagai hewan kurban dari keluarga yang meniwahkan.
3. Bendera
Terdapat dua jenis bendera yang digunakan pada saat tiwah, yaitu
bendera merah putih dan bendera yang mengunakan kain bahalai/kain
panjang. Bendera-bendera ini didirikan berdampingan dengan sababulu
membentuk sebuah lingkaran yang bernama sangkaraya. Makna bendera
merah putih menandakan bahwa kita merupakan bagian dari Negara
Indonesia. Sedangkan bendera bahalai sebagai tanda adanya pelaksanan
ritual Tiwah. Bendera-bendera ini tidak hanya diletakkan di sangkaraya
saja, tetapi juga diletakkan di samping pintu rumah keluarga yang
melaksanakan tiwah.
4. Pantar
Pantar merupakan tiang yang didirikan paling tinggi dari yang
lainnya di mana Pantar ini merupakan tanda dari terlaksananya Ritual
Tiwah,Biasanya Pantar di didirikan sesuai arah Balai Basarah dari
kampung tersebut jika Balai Basarah di Hulu maka Pantar akan di
didirikan dekat Sangkaraya di Arah Hulu juga.Pantar didirikan ketika hari
Tabuh (puncak Tiwah) Sudah dekat (satu hari sebelum Hari H).
5. Batang Pajunjung
Batang Pajunjung merupakan tiang dari Ancak atau Kalangkang
(anyaman yang terbuat dari bambu berwarna kuning). Ancak ini
digunakan untuk menyimpan buah kelapa tembaga. Buah kelapa ini
sebagai pengganti dari kepala manusia.
6. Garantung/Gong
Gong ini diletakkan diatas beberapa tiang kayu bulat, gong ini
dibalik dan diisi dengan pakaian sebagai pengganti orang yang ditiwahkan
kemudian ditutup menggunakan payung.
6
7. Halu
8. Tarinting Pali
9. Lampu
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sangkaraya terdiri dari dua kata Sangka dan Raya. Sangka artinya
penahan,dan Raya artinya ramai. Jadi, sangkara adalah tempat menahan atau
mengumpulkan orang-orang banyak dan roh leluhur nenek moyang. Tujuan
Sangkaraya jika digunakan untuk upacara ritual Tiwah,yang dalam Bahasa
Sangiang Garing Sangkara Hundan Mendeng Hundan Pamaruruk Bungai
Lumpung Ngadurui Ruhung ,yaitu sebagai pertanda bahwa ada orang yang
meniwahkan keluarganya yang sudah meninggal dunia. Tiwah merupakan ritual
mengantarkan arwah/roh Nenek Moyang kembali kepada Ranying Hatalla Langit
Tuhan Tambing Kabanteran Bulan Raja Tuntung Matan Andau ke Lewu Tatau
Dia Rumpang Tulang Rundung Raja Bakalusu Uhat atau sorga dan dijadikan
(Nyaluh oleh Sangiang untuk jadi panatau Simpan Liau Haring Kaharingan).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuarangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut. Kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.
8
DAFTAR PUSTAKA
Buhol, Dkk, 2016. Panaturan Sebagai Pedoman Hidup Umat Hindu Kaharingan,
Palangka Raya : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang
(STAHN-TP) Palangka Raya
Dr. Mujiyono, S.Ag., M.Ag. 2017. Eksistensi Liau Pada Upacara Tiwah, Dalam
Kosmologi Hindu Kaharingan Dayak Ngaju Kalimantan Tengah. Surabaya.
Paramita Surabaya.