Anda di halaman 1dari 65

Jatidiri dan Sifat Kepemimpinan KRESNA

Orang mempelajari cerita pewayangan kebanyakan perhatiannya tertuju kepada judul cerita dan
isi pokok ceritanya. Tetapi orang sering ingin mempelajari lebih dalam, ingin mengetahui unsurunsur cerita yang membentuk struktur ceritanya, unsur yang menjadi perhatian mereka antara lain
tema dan tokoh.
Bila mengkaji cerita pewayangan, terutama mengenai tokoh-tokoh, amat banyak jumlah tokoh
yang diperolehnya. Secara garis besar tokoh cerita pewayangan terdiri dari tokoh dewa dan tokoh
bukan dewa. Tokoh dewa dibedakan jenis pria yang disebut dewa atau dewata, dan mendapat
sebutan Hyang, Sang Hyang atau Bathara. Jenis wanita, disebut bidadari dan mendapat sebutan
Dewi atau Bathari. Tokoh bukan dewa terdiri dari manusia atau yang diindetikkan dengan
manusia, raksasa, jin dan setan yang sering disebut lelembut dan hewan, tetapi bukan hewan
sembarangan, melainkan hewan jelmaan dewa atau tokoh hewan yang mempunyai kelahiran dan
kehidupan luar biasa.
Tokoh-tokoh itu tersebar luas dan didapat dalam cerita lama dan baru. Secara garis besar cerita
pewayangan dapat diurutkan sebagai berikut :

Pertama, cerita yang menampilkan tokoh dewa dengan keturunnannya.


Kedua, cerita Arjunasasra dan tokoh Ngalengka yang bertitik tolak pada masa kehidupan
Dasamuka.
Ketiga, cerita Rama sesaudara dengan permusuhannya dengan Dasamuka sesaudara.
Keempat, cerita yang bersumber pada cerita Mahabarata. Cerita yang bersumber pada
cerita Mahabarata terbagi pada masa sebelum kelahiran Pandhawa dan Korawa, pada masa
kehidupan Padhawa dan Korawa, dan masa setelah kehancuran Korawa dalam perang
Baratayuda. Pada masa kehidupan Pandhawa dan Korawa ini muncul berbagai peristiwa
yang banyak diolah dan diciptakan bermacam-macam cerita lakon.

Masyarakat Jawa sangat tertarik kepada cerita Mahabarata, terutama cerita yang menyangkut
kehidupan Yudhistira sesaudara dan Duryodana sesaudara. Cerita bermunculan dengan tema
cerita yang menampilkan masalah kehidupan dua kelompok keluarga Pandhawa dan Korawa itu.
Cerita yang menampilkan masyarakat Pandhawa dan Korawa ternyata banyak melibatkan
kelompok masyarakat lain. Cerita pewayangan disusun dan dikarang seperti cerita kehidupan
masyarakat sungguhan. Munculah jenis cerita roman, yang bisa disebut roman pewayangan,
sejenis roman simbolik.
Para penyusun cerita lakon pewayangan selain melibatkan tokoh kelompok Pandhawa dan
Korawa, juga melibatkan kelompok tokoh dari negara Wiratha, Mandura, Dwarawati,
Ngawangga dan negara-negara kecil lainnya.
Cerita pewayangan yang mengambil latar tempat Ngamarta, Ngastina dan beberapa negara itu
banyak melibatkan tokoh terkenal. Tokoh Pandhawa yang terkenal ialah Yudhistira, Wrekodara,
Arjuna, Nakula dan Sadewa. Tokoh Korawa yaitu Duryodana bersama seratus saudara
sekandungnya. Tokoh Baladewa dari Mandura, tokoh Kresna dari Dwarawati, dan tokoh-tokoh
negara lain serta putra Pandhawa dan Korawa. Mereka banyak terlibat dalam penyusunan cerita
lakon mengenai perebutan pewaris kerajaan Ngastina yang amat menarik masyarakat pecinta
pewayangan. Tokoh Kresna lebih cenderung kepada pihak Pandhawa.

Bathara Wisnu, sedang menghalau kegelapan dengan


senjata Cakra. Demi tugasnya memelihara alam
semesta, ia menitis pada tokoh Kresna (lukisan: Herjaka
HS, 1998)

Tokoh Kresna dikenal sebagai manusia jelmaan dewa, tokoh itu mempunyai banyak cerita dan
keistimewaan. Maka termasuk tokoh yang menjadi perhatian masyarakat pecintanya. Demikian
besar perhatian masyarakat terhadap tokoh itu, kemudian muncul banyak cerita lakon dengan
menampilkan tokoh Kresna. Kelahiran, perkawinan dan beberapa cerita lakon mengangkat tokoh
Kresna sebagai tokoh utama. Cerita yang melibatkan warga Padhawa kebanyakan melibatkan
Kresna juga. Oleh karena itu bila menyoroti tokoh Kresna akan memperoleh gambaran watak dan
sikap Kresna dalam berbagai peristiwa.
Cerita lakon secara simbolik melukiskan kehidupan masyarakat sekelilingnya atau masyarakat
pecintanya. Kresna berkedudukan sebagai raja, anggota keluarga Mandura dan Dwarawati, dan
anggota masyarakat. Kresna diberi watak sebagai manusia yang berkedudukan pemimpin dan
orang terkemuka. Maka segala sesuatu perwatakannya menjadi cerminan tokoh pemimpin
masyarakat pecintanya.
Cerita Kresna di India
Nama Kresna didapat dalam Regweda. Diceritakan, Kresna muncul sebagai anak Dewaki yang
pandai dan bijaksana. Ada lagi nama Kresna, nama seorang resi anak laki-laki Wiswaka. Dewa
besar bernama Kresna bersama sepuluh ribu pengikut melakukan pengrusakan, kemudian
dikalahkan oleh Indra. Dalam syair Weda diceritakan limapuluh ribu Kresna terbunuh. Dalam
mitologi India diceritakan Kresna adalah pahlawan paling cemerlang, dewa paling populer. Ia
adalah awatara Wisnu yang kedelapan, bahkan dikatakan jelmaan Dewa Wisnu. Kresna juga
dikenal dalam banyak legenda dan fable, hidup dalam cerita epos. Kresna ikut mengambil bagian
dalam cerita Mahabharata. Cerita-cerita pendek banyak yang mengangkat Kresna sebagai dewa.

Dalam Cerita Somba Sebit, Kresna tega membunuh


Sitija Narakasura karena Sitija telah melukai Arjuna.
Semar menyayangkan sikap Kresna (lukisan Herjaka
Hs, tahun 2003)

Cerita Kresna berkembang pula dalam cerita Hariwamsa. Dalam kitab purana lebih banyak
ceritanya, terutama dalam Bhagawatapurana. Dalam kitab itu kisah hidup Kresna sejak awal
diceritakan secara teriinci dan disenangi banyak orang. kenakalan sejak kanak-kanak, kesalahan
dan cerita cinta masa remaja amat menarik. Cerita awal kehidupan Kresna merupakan ciptaan
baru, sedang cerita yang berkaitan dengan tokoh Pandawa lebih banyak berkembang.
Kresna berasal dari suku Yadawa, keturunan Yadu, salah satu anak Yayati. Suku Yadawa hidup
sebagai penggembala, tinggal ditepi sungsi Yamuna, di Windawana barat. Pada waktu itu
berkuasalah Kamsa raja Boja, anak Ugrasena. Setelah mengusir ayahnya, Kamsa memerintah
Matura dekat Wrindawana. Ugrasena mempunyai saudara laki-laki bernama Dewaka. Dewaka
mempunyai anak perempuan bernama Dewaki. Dewaki kawin dengan Wasudewa anak Sura,
keturunan Yadu.
Kisah kelahiran Kresna dimuat dalam kitab Wisnupurana dan Mahabharata. Diceritakan dewa
Wisnu mencabut dua helai rambut putih dan hitam. Rambut itu dimasukkan dalam rahim Rohini
dan Dewaki. Hamillah dua isteri Wasudewa itu. Rohini melahirkan Balarama, Dewaki
melahirkan Kresna atau Kesawa. Wasudewa adalah saudara Kunti isteri Pandu. Maka Kresna
adalah saudara sepupu tiga saudara Pandawa.
Kresna anak periang dan besar di antara gembala. Kekuatan bahunya terkenal di tiga dunia. Ia
membunuh raja Haya yang tinggal di hutan Yamuna, membunuh Danawa berwujud banteng
dahsyat yang menakutkan, membunuh Pralambang, Naraka, Yamba, Pita, Asura dan Muru. Ia
membunuh Kamsa yang dibantu oleh Jarasanda. Bersama Balarama ia menghancurkan Sunaman
saudara Kamsa dan raja Surasena. Kresna menang dalam sayembara bagi anak perempuan raja
Gandara, mengalahkan Jarasanda, Sisupala, Samba dan menguasai kota para Ditya di tepi laut. Ia
mengalahkan suku Angga dan Bangga. Di dasar laut ia megalahkan Waruna, di dasar bumi ia
mengalahkan Pancajana dan memperoleh kerang Pancajanya. Bersama Arjuna memadamkan
kemarahan Agni di hutan Kandawa dan memperoleh sanjata cakra. Ia mengacau Amarawati
dengan kendaraan garuda, mengacau kota Indra dan melarikan Parijata.
Kresna manaklukan raja Boja dan melarikan Rukmini, kemudian diperistrinya. Ia menghancurkan
orang-orang Gandara, mengalahkan anak Nagnajit dan membebaskan raja Sudarsana dari tahanan

musuh. Ia membunuh Pandya dengan kepingan daun pintu, menghancurkan orang-orang


Kalingga di Dantakura.
Kresna berhasil memulihkan kota Benares yang habis terbakar. Ia membunuh Ekalawya raja
Nisada dan iblis Jamba. Bersama Balarama ia menaklukan raja Sunaman anak Ugrasena,
kemudian menyerahkan kerajaan Mathura kepada Ugrasena. Ia menaklukan kota Sauba dan raja
Salwa, dan memperoleh senjata Satagni yang sakti.
Kresna menolong Indra untuk mengalahkan Naraka yang melarikan anting-anting permata milik
Aditi dan dibawa ke Pragjotrisna. Kresna berhasil menewaskan Muru dan Oga, kemudian Naraka.
Anting-anting permata berhasil direbut kembali dari tangan Naraka.
Kresna adalah bangsawan Dwaraka, hadir dalam sayembara Draupadi. Ia membantu memberi
jawaban sayembara, sehingga Draupadi dapat diboyong oleh Arjuna.
Ketika Pandawa menguasai Indraprastha, Kresna mengunjungi mereka dan ikut berburu ke hutan
Kandawa. Di hutan itu Kresna dan Arjuna memihak Agni yang ingin membakar hutan. Tetapi
dihalang-halangi oleh Indra. Agni memberi Cakra dengan nama Wajranaba dan gada bernama
Kaumodaki. Indra dapat dikalahkan, Agni membakar hutan Kandawa.
Ketika Arjuna berkunjung ke Dwaraka diterima oleh Kresna dengan gembira. Pada waktu itu
Arjuna jatuh cinta pada Subhadra, adik Kresna. Kresna menyetujui percintaan Subhadra dan
Arjuna, tetapi Balarama menolak maksud Arjuna memperistri Subhadra.
Ketika Yudhisthira ingin menyelenggarakan upacara korban Rajasuya, Kresna menyarankan agar
ia menaklukan Jarasanda raja Magada. Jarasanda diserang dan tewas. Tindakan itu dilakukan
sebagai balasan ketika Kresna dipaksa meninggalkan Mathur dan pindah ke Dwaraka. Kresna
menghadiri upacara korban Rajasuya, ditempat itu bertemu Sisupala yang istrinya telah dilarikan
oleh Kresna. Sisupala menghina dan bersikap keras. Kresna berang, Sisupala di cakra, putus
kepalanya.

Tragedi Bangsa Yadawa


Kresna menghadiri perjudian antara Yudhistira dengan keluarga Korawa. Ketika Draupadi
dipertaruhkan dan kalah, ia ditarik oleh Duhsasana masuk ke balai agung. Duhsasana melucuti
pakaian Draupadi, tetapi Kresna segera menggantikan pakaian yang dilepas itu. Karena kalah
berjudi, Pandawa dibuang ke hutan. Setelah berakhir masa pembuangan bagi para Pandawa,
Kresna hadir dalam perundingan dan menganjurkan penyelesaian secara damai. Kresna kembali
ke Dwaraka, Arjuna dan Duryodhana mengikutinya. Masing-masing berusaha untuk menarik
Kresna agar berpihak kepadanya. Kresna menolak ajakan mereka, ia tidak akan aktip dalam
perang yang mungkin terjadi, sebab ia mempunyai hubungan saudara terhadap mereka. Ia
mengajukan usul, agar mereka memilih antara pribadinya sebagai pendamping dan penggunaan
pasukan perangnya. Pada waktu perundingan, Arjuna lebih dahulu datang, dan memilih Kresna.
Raja Duryodhana dengan gembira memilih pasukan perang. Kelak Kresna menjadi sais Arjuna di
medan perang.
Atas permintaan Pandawa, Kresna diminta pergi ke Hastina sebagai penengah, tetapi usaha
Kresna tidak berhasil. Terpaksa mereka melakukan persiapan perang. Sebelum perang besar,
Kresna bertindak sebagai sais kereta perang, ia menyampaikan sanjak suci Bhagawadgita.

Kresna amat berjasa dalam perang besar itu. Dua kesempatan Kresna menyarankan pada
Pandawa. Ia membisikan kebohongan, agar Yudhistira membuyarkan keperkasaan Drona. Bhima
disuruh menghancurkan paha Duryodhana. Setelah berpesan Kresna pergi ke Hastina menghadiri
upacara korban Aswameda. Di Dwaraka Kresna mengumumkan larangan minum anggur.
Kemudian bermunculan pertanda dahsyat dan menakutkan di seluruh masyarakat Dwaraka.
Kresna menyuruh agar orang-orang pergi ke pantai daerah Prabasa, mohon agar dewa tidak
marah. Mereka diijinkan minum anggur, tetapi hanya sehari. Mereka bermabuk-mabukan,
akibatnya Pradyumna tewas bersama semua perwira Yadawa. Balarama bebas dari kemelut itu,
kemudian meninggal dengan tenang di bawah sebatang pohon. Kresna terbunuh secara tidak
sengaja oleh pemburu bernama Jaras. Kresna disangka rusa, lalu dipanah oleh pemburu itu.
Arjuna pergi ke Dwaraka dan menyelenggarakan upacara berkabung bagi Kresna. Istri Kresna
membakar diri di padang Kuruksetra.
Sumber cerita lain menceritakan Kresna sebagai berikut: Beberapa bagian cerita Mahabharata
menempatkan tokoh Kresna di bawah Mahadewa Siwah. Kresna sebagai pemuja Siwah, maka
diperoleh berbagai hadiah dari Siwah dan Uma.
Kisah hidup Kresna yang terkenal terutama pada masa kanak-kanak dan masa remaja. Banyak
diungkapkan dalam kitab Purana.
Ramalan Narada dikatakan kepada Kamsa, bahwa kelak akan lahir anak laki-laki dari Dewaki,
kemudian akan menghancurkan dan menaklukan kerajaan Kamsa. Untuk mencegah bahaya itu
Kamsa menahan Dewaki di istananya. Dewaki adalah anak perempuan saudara laki-laki Kamsa.
Enam anak yang dilahirkan Dewaki dibunuh oleh Kamsa. Pada kehamilan yang ke tujuh bayi itu
inkarnasi Wisnu, dan secara luar biasa dipindahkan dari kandungan Dewaki ke kandungan Rohini
istri ke dua Wasudewa. Bayi yang lahir diberi nama Kresna. Bayi itu mempunyai seuntai rambut
aneh tumbuh di dada. Para dewa berusaha menyelamatkan bayi luar biasa itu. Para penjaga istana
diguna-guna sehingga tertidur, kancing pintu dilepas, Wasudewa mendukung bayi dibawa lari ke
Mathura. Mereka sampai di tepi sungai Yamuna, menyeberang ke rumah Nanda. Nanda itu
seorang gembala, isterinya bernama Yasoda. Pada malam itu juga Yasoda baru melahirkan bayi
perempuan. Wasudewa menukarkan bayi Balarama dan Kresna dengan bayi Yasoda. Bayi
Yasoda diserahkan kepada Dewaki. Kamsa tahu tipu muslihat Wasudewa, lalu menyuruh agar
setiap bayi luar biasa dibunuhnya. Wasudewa dan Dewaki dilepas dari istana, karena dianggap
tidak berbahaya lagi.
Nanda membawa bayi bersama Yasoda, Rohini, dan Balarama pergi ke Gokula. Di tempat itu
Balarama dan Kresna menjadi dewasa.

Sejak kanak-kanak sampai masa dewasa dua anak itu gemar bermain dan bercanda. Kekuatan
mereka sangat menakjubkan, namanya menjadi terkenal.
Kamsa selalu berusaha mencari kematian Kresna. Iblis betina bernama Putana beralih rupa
menjadi perempuan cantik, ia ditugaskan untuk membunuh Kresna. Putana berhasil menemui
pengasuh Kresna dan menjadi inang pengasuh. Sewaktu Putana menyusui Kresna, anak itu kuatkuat menghisap air susu, sehingga Putana tewas. Iblis lain berusaha untuk menggilas dengan
pedati, pedati ditendang, hancur berantakan. Iblis bernama Triwarata beralih rupa menjadi angin
pusar, terbang membawa Kresna. Kresna memaksa angin kembali ke daratan dengan keras, iblis
menjadi hancur dan tewas.
Pada suatu hari Kresna memecahkan tempayan berisi susu dan keju. Susu dan keju habis
dimakannya. Yasoda marah besar, Kresna diikat dengan seutas tali pada sebuah tempayan besar.
Kresna menarik tempayan itu, tali pengikat menyangkut dua pohon besar. Tumbanglah pohon itu
bersama akar-akarnya. Orang-orang menyebut Kresna dengan nama Damodhara.

Sang Petualang
Kresna pernah berkelahi dengan ular besar Kaliya yang tinggal di sungai Yamuna. Ular tersebut
dipaksa pergi dari sungai tersebut.
Pada waktu para gadis pemerah susu sedang mandi, Kresna melarikan pakaian mereka, lalu
memanjat pohon. Dengan telanjang gadis-gadis itu mengejar dan merebut pakaian mereka.
Kresna membujuk agar Nanda dan para gembala berhenti memuja Indra, mereka disuruh memuja
gunung Gowardana. Kresna mengangkat gunung Gowardana dan ditopang dengan jari tangannya,
kemudian untuk berlindung selama tujuh hari. Karena kehebatannya itu Kresna mendapat sebutan
Gowardanadhara dan Tungisa. Sebagai pelindung lembu, Indra menyatakan puas hati, lalu
memberi sebutan Upendra.
Pada waktu Kresna menginjak masa dewasa, para gadis penggembala jatuh cinta kepadanya. Ia
mengawini tujuh atau delapan di antara mereka, tetapi isteri yang pertama dan sangat disayangi
hanyalah Rada. Pada masa kehidupannya itu Kresna digambarkan dengan rambut berombak,
sebuah seruling ditangannya. Salah satu acara pengisi waktu Kresna sering menari bersama Rada,
para gadis lain ikut menari di sekelilingnya. Tarian itu bernama Mandalanritya atau Rasamandala.

Kresna
masuk
hutan
untuk
merebut
permata
yang
dari tangan Jambawat, si raja beruang. (Karya herjaka HS 2007)

bernama

Syamantaka

Kamsa selalu mengirimkan iblis untuk mengganggu Kresna. Pernah disuruhnya Arista dan Kesin
dalam wujud banteng dan kuda untuk membunuh Kresna. Setelah usaha Kamsa gagal, Balarama
dan Kresna diundang supaya datang ke Mathura untuk menghadiri beberapa acara pertandingan.
Kamsa telah bersiap-siap untuk menghancurkannya. Balarama dan Krersna menerima undangan
itu, lalu pergi ke Mathura. Sampai di batas kota mereka berjumpa tukang cuci abdi Kamsa.
Cucian ditumpahkan, Balarama dan Kresna dicacimaki. Tukang cuci dibunuh, pakaian yang baik
diambil lalu dipakainya.
Kresna berjumpa Kubya, gadis bungkuk yang membawa minyak jebad. Gadis itu dibuatnya dapat
berdiri tegak.
Balarama dan Kresna menghadiri upacara pertandingan. Kresna membunuh Chamura pendekar
raja Mathura. Kemudian berhasil membunuh Kamsa. Ugrasena diminta naik tahta kembali.
Kresna tinggal di Mathura belajar seni berperang kepada Sandipani.
Kresna pergi ke neraka menjemput enam saudaranya yang dibunuh oleh Kamsa sewaktu masih
bayi. Bayi-bayi itu setelah menikmati susu ibu, lalu naik ke nirwana.
Kresna pernah membunuh iblis bernama Pancajana yang menyerang anak gurunya. Iblis itu
tinggal di laut dalam wujud kerang. Kresna menggunakan kerang untuk terompet dan diberi nama
Pancajanya.
Kedua isteri Kamsa adalah anak perempuan Jarasanda raja Magada. Raja Magada itu
mengumpulkam pasukan untuk menyerang Mathura, tetapi dapat dikalahkan oleh Kresna.
Delapanbelas kali raja Magada berusaha untuk membunuh Kresna, tetapi tidak pernah berhasil.
Raja itu dapat dikalahkan oleh Kresna.
Musuh baru bernama Kalayawana mengancam Kresna. Kresna merasa tidak mampu, lalu pindah
ke Guzarat dan membangun kota Dwaraka. Selama bermukim di Dwaraka, Kresna melarikan
Rukmini dan memperisterinya. Rukmini anak raja Widarba itu telah ditunangkan dengan
Sisupala. Kisah lain yang menceritakan perkawinan Kresna. Seorang perwira Yadawa bernama

Satrajit mempunyai permata indah bernama Syamantaka. Kresna sangat mencintainya.


Pengawasan permata itu diserahkan kepada Prasena. Tetapi Prasena kemudian meninggal karena
seekor singa hutan. Singa dibunuh oleh Jambawat raja beruang. Satrajit mendakwa Kresna
melarikan permata. Untuk membersihkan diri Kresna masuk ke hutan untuk menyelidiki
kematian Prasena. Kresna bertemu Jambawat dan berhasil merebut permata. Kemudian Kresna
memperistri Jambawati anak perempuan Jambawat, dan juga memperisteri Satyaboma anak
Satrajit.
Kresna mempunyai isteri 16.000 lebih dan beranak 180.000 anak laki-laki. Dari Rukmini lahir
anak laki-laki bernama Pradyumna dan anak perempuan bernama Carumati. Perkawinannya
dengan Jambawati beranak Samba, dengan Satyaboma beranak sepuluh anak laki-laki.
Indra datang kepada Kresna minta bantuan untuk menumpas iblis Naraka. Kresna bersedia, lalu
pergi ke kerajaan Naraka. Mula-mula berhasil membunuh iblis Muru penjaga kota, kemudian
membunuh Naraka.
Kresna berkunjung ke istana Indra bersama Satyaboma, atas usul Satyaboma, Kresna mencabut
pohon Parijata yang termashur, berasal dari buih air laut. Pohon itu Saci isteri Indra. Saci
mengadu kepada Indra. Indra menyusun kekuatan untuk merebut pohon itu, tetapi tidak berhasil,
bahkan kalah melawan Kresna.
Pradyumna mendapatkan anak laki-laki bernama Arimuda. Arimuda dicintai oleh Usa anak Bana.
Usa minta bantuan sahabatnya untuk melarikan Arimuda dan Kresna. Balarama dan Pradyumna
berusaha menyelamatkannya. Bana dibantu Siwa dan Skanda menghadang mereka. Kresna
dengan senjata bius membuat Siwa menjadi lengah. Siwa berhasil dikalahkannya. Skanda cedera,
Bana bertempur dengan gigih, akhirnya luka parah. Atas permintaan Siwa, Bana diampuninya,
Arimuda dilepaskannya.
Panudraka adalah laki-laki keturunan tokoh bernama Wasudewa. Karena ia keturunan Wasudewa
yang sama nama dengan ayah Kresna, lalu membuat lambang-lambang Kresna. Ia bersekutu
dengan raja Kasi atau Benares. Kresna membunuh Panudraka dan meluncurkan senjata cakra
yang bernyala-nyala untuk membinasakan negara Kasi.
Kresna sungguh terkenal dan mempunyai banyak sebutan atas hubungan keluarga, petualangan
dan watak pribadinya. (sumber cerita : John Dowson, N.R.A.S. Classical Dictionary of Hindu
Mythology and Religion, Geography, History and Literature, 1957:160-168).

Kresna dalam Kesastraan Jawa Kuna


Cerita kelahiran dan masa remaja Kresna dimuat dalam kakawin Kangsa (Naskah Kirtya No. 844)
Basudewa raja Mathura menguasai bangsa Yadu, Wresni dan Andhaka. Basudewa mempunyai
saudara nak-sanak bernama Kangsa yang lahir dari rasaksi Pragamini, keturunan Lawana. Setelah
menjadi raja Kangsa amat kejam, menindas bangsa Yadu. Wisnu menjelma lewat Dewaki atau
Raiwati isteri kedua Basudewa, Basuki lewat Rohini isteri Basudewa yang pertama. Cerita dalam
kakawin Kangsa atau Kresnandaka selanjutnya menceritakan kehidupan Kresna pada masa kecil
dan remaja. Kangsa menerima ramalan Narada, bahwa kelak Kangsa akan mendapat musibah
yang berasal dari anak yang sekarang masih dalam kandungan. Kangsa percaya akan ramalan
Narada itu, lalu menyuruh semua perempuan yang sedang mengandung harus dibunuhnya. Isteri
Basudewa yang sedang mengandung dapat diselamatkan sehingga mereka tidak terbunuh.
Dua isteri Basudewa melahirkan anak. Rohini lebih dahulu melahirkan Baladewa, kemudian
Dewaki melahirkan Kresna. Kangsa selalu ingat ramalan Narada, maka ia berusaha membunuh
Kresna dan Baladewa. Kangsa menugaskan raksasi Nanakotana untuk berhias seperti manusia
cantik, dan supaya menjadi inang di Mathura. Inang itu supaya berusaha membunuh Kresna
dengan menyusukannya pada buah dadanya yang sudah dioles dengan bisa. Ketika menyusui
inang itu digigit susunya oleh Kresna, dan mati seketika.
Wahru mengetahui usaha Kangsa yang amat kejam itu. Isteri Basudewa dan dua anaknya
diungsikan ke Gobraja daerah Magadha, dititipkan kepada Antagupta dan Ayaswadha. Peternak
lembu itu memelihara Baladewa dan Kresna dengan rasa cinta kasih seperti anaknya sendiri.
Sepuluh tahun di Magadha dua anak itu tumbuh menjadi remaja yang sakti, tampan dan menarik
banyak anak.
Kangsa ingat ramalan Narada, lalu menaklukkan Magadha yang dikuasai bangsa Yadu. Ia
berusaha menemukan anak Basudewa yang telah lama bersembunyi, lalu akan mengadakan adu
raksasa melawan bangsa Yadu di Magadha.

Basudewa mengutus Wabhru agar datang ke Gobraja, memberi tahu kepada Antagupta tentang
usaha Kangsa. Kresna dan Baladewa tahu rencana pertandingan di Magadha itu. Mereka berdua

ingin melihatnya. Antagupta melarang, tetapi mereka bersikeras untuk datang menyaksikan
pertandingan itu. Mereka meninggalkan Gobraja menuju ke kerajaan Magadha. Perjalanan
mereka diserang buaya. Buaya berhasil dibunuh oleh Kresna, kemudian berubah menjadi
bidadari. Bidadari itu bernama Puspakindama, ia merasa diruwat, lalu menyampaikan rasa terima
kasih, dan menyerahkan Cakra Sudarsana kepada Kresna. Setelah menerima senjata mereka
meneruskan perjalanan. Sewaktu menyeberang sungai Saraswati mereka diserang ular naga. Ular
naga berhasil dibunuh oleh Baladewa. Ular naga mati dibawa arus sungai. Kemudian naga itu
kembali datang, mengaku utusan Anantabhoga, bernama Jambuwana, menyerahkan senjata
dahsyat bernama Langghyala. Baladewa menerima senjata. Mereka berdua meneruskan
perjalanan ke Magadha.
Selama menyusuri kota Magadha, Kresna menyembuhkan wanita bongkok menjadi tegak. Wanita
itu bernama Samantara, abdi Wabhru. Kedatangan Baladewa dan Kresna diserang oleh raksasa,
tetapi semua raksasa dapat dikalahkannya. Mereka berdua menyusup di kelompok orang-orang
Yadu.Basudewa dan Wabhru gembira melihat kehadiran Kresna dan Baladewa. Kresna dan
Baladewa berhasil membunuh sejumlah besar raksasa. Kangsa mengamuk, tetapi akhirnya mati
terbunuh oleh senjata Cakra. Semua raksasa dimusnahkan oleh Kresana dan Baladewa. Para dewa
ikut bergembira. Indra datang ke Magadha, menghidupkan orang-orang Yadu yang mati dibunuh
oleh prajurit Kangsa (sumber bacaan: Naskah Kakawin Kangsa atau Kresnandhaka, naskah
Kirtya Singaraja nomor 844).
Cerita Kresnayana karangan Mpu Triguna, berisi perkawinan Kresna dan Rukmini. Rukmini anak
Bismaka raja Kundina hendak dikawinkan dengan Suniti raja Cedi. Perkawinan itu atas
persetujuan raja Bismaka, tetapi Prthukirti ibu Rukmini, menginginkan bermenantu Kresna raja
Dwarawati, kemenakan Prthukirti sendiri. Pada malam menjelang hari perkawinan Kresna dengan
bantuan ibu Rukmini dan abdinya, serta kesiapan prajurit Yadu dan Wrsni yang dipimpin oleh
Baladewa, Kresna berhasil mengalahkan raja Cedi dan prajuritnya, serta menaklukan Rukma
kakak Rukmini, Kresna kawin dengan Rukmini dan diboyong ke Dwarawati. Perkawinan mereka
dianugerahi anak bernama Pradyumna.
Cerita perkawinan Kresna dengan Rukmini juga dimuat dalam cerita Hariwangsa karangan Mpu
Panuluh. (Sumber Bacaan: 1. Kakawin Kresnayana karangan Empu Triguna, naskah Leiden LOR
8393. 2. Kakawin Hariwangsa karangan Mpu Panuluh, naskah Kirtya No. 721. 3. Kalangwan
karangan PJ.Zoetmulder h.317-323 dan h. 355-362)
Dalam cerita Adiparwa disebutkan, bahwa Kresna adalah penjelmaan Sang Hyang Aditya,
Baladewa penjelmaan Sang Hyang Wasuki. Pradyumna anak Kresna, penjelmaan Sang Hyang
Smara (adiparwa h. 64)
Dalam beberapa bagian cerita Adiparwa menceritakan keakraban persaudaraan Kresna dengan
Pandhawa. Pertemuan Kresna dengan Pandhawa sejak Arjuna memperoleh Drupadi melalui
sayembara. Kresna dan Baladewa menemui Yudhisthira, dan mengaku, bahwa mereka masih
saudara sepupu. Sebab Kunthi itu adik Basudewa. Semula Kresna mendengar berita kematian
Pandhawa karena terbakar atas tipu muslihat Duryodana. Tiba-tiba ia melihat orang sakti
memenangkan sayembara. Kesaktian Arjuna menjadi penyebab Kresna tahu, bahwa Pandhawa
masih hidup. Maka Kresna dan Baladewa membuktikan perkiraannya, ternyata benar. Mereka
menemui dan menyatakan kegembiraannya. (Adiparwa h. 181-182). Kemudian pada hari

persiapan perkawinan Drupadi dan Pandhawa, Kresna datang lagi menyerahkan pesumbang
berupa emas manikam, kain indah, gajah dan kuda (Adiparwa h.187)

Kresna menyatakan dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu (karya Herjaka 2007)

Ketika Arjuna menggembara di hutan bertemu dengan Kresna di gunung Raiwataka. Mereka
menghadiri pesta yang diselenggarakan oleh golongan Yadu, seraya mendengarkan kemerduan
suara gamelan. Dalam pesta itu Arjuna melihat Subhadra adik Baladewa. Arjuna terpesona
melihat kecantikan Subhadra. Kresna tahu, bahwa Arjuna tertarik kepada Subhadra, lalu disuruh
melarikannya. Setelah Arjuna berhasil melarikan Subhadra, Baladewa marah, merasa dihina oleh
Arjuna. Kresna menahan kemarahan Baladewa. Dikatakannya bahwa Arjuna telah menebus emas
kawin dengan kesaktiannya. Baladewa dan Kresna kalah sakti dan tidak akan menang melawan
kesaktian Arjuna. Akhirnya Baladewa menyetujui perkawinan Arjuna dengan Subhadra.
Perkawinan berlangsung di Dwarawati. Perkawinan mereka dianugerahi anak bernama
Abhimanyu (Adiparwa: 202-205)
Kresna dan Arjuna membantu pembakaran hutan Khandawa. Setelah Kresna mengunjungi
perkawinan Drupadi dengan Pandhawa, ia bersama Arjuna pergi berjalan-jalan menyusuri sungai
Yamuna. Di tepi sungai itu mereka mengadakan pesta makan dan minum. Kemudian datanglah
berahmana mengaku bernama Agni. Kresna dan Arjuna akan menjamu berahmana itu.
Berahmana menolak untuk dijamu, ia minta bantuan Kresna dan Arjuna untuk membakar hutan
Khandawa. Ia selalu gagal membakar hutan itu, karena dihalangi oleh dewa Indra yang bersekutu
dengan naga Taksaka. Kresna dan Arjuna sanggup membantu, tetapi minta diberi senjata sakti.
Berahmana memberi senjata yang mereka minta. Arjuna diberi panah Mahaksaya Mahesadi dan
Sang Hyang Soma memberi tempat anak panah yang tidak pernah habis bila anak panah

dilepaskannya. Ia diberi juga senjata Sanggacakra. Kresna diberi cakra Bajranabha, panah sakti
bila dipanahkan anak panahnya kembali kepada pemanahnya. Sebuah gada Komodaki diberikan
kepada Kresna untuk kelengkapan senjatanya. Mereka berdua telah siap, Sang Hyang Agni mulai
membakar hutan Khandawa. Sang Hyang Indra berusaha memadamkan kobaran api. Sang Hyang
Yama, Baruna, Waisrawana, Aswino, Dhata, Twasta, Angsa, Mrtya, Aryana, Mitra, Pusa, dan
Bhaga membantu usaha Hyang Indra. Mereka beradu kesaktian senjata dengan Kresna dan
Arjuna. Kemudian didengar suara yang mengatakan bahwa naga Taksaka sudah meninggalkan
hutan Khandawa dan bertempat di Kuruksetra. Biarlah Kresna dan Arjuna menjaga Hutasana
penjelmaan Narayana.
Sang Hyang Indra dan para dewa meninggalkan hutan Khandawa. Sang Hyang Agni dengan
bebas membakar hutan seisinya. Maya anak Wiswakarma minta hidup kepada Kresna. Kresna
pun memberi hidup kepada Maya karena ia tidak pernah membunuh orang yang minta hidup
kepadanya. Arjuna menolong naga Aswasena. Empat ekor burung puyuh bebas dari kobaran api.
Dalam cerita Bharatayudha karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, Kresna berpihak kepada
Pandawa. Sebelum perang terjadi Kresna diminta bantuannya oleh Pandawa untuk mengusulkan
agar Suyodhana mau membagi dua kerajaan Hastina. Kresna pun menyanggupinya, lalu
berangkat dari Wirata menuju ke Hastina, dihantar oleh Satyaki. Setiba di Kuruksetra kresna
berrtemu dengan Parasurama, Kanwa, Janaka dan Narada. Mereka berempat akan membantu
Kresna. Mendengar berita kedatangan Kresna di Hastina, Dhrestarastra menyuruh agar orangorang menghias jalan dan menebarkan kain-kain indah. Bhisma berseru agar rakyat menyambut
kedatangan Kresna dengan ramah tamah.
Anjuran itu disanggah Sakuni, Karna dan Suyodhana. Mereka menganggap Kresna berpihak
kepada Pandawa. Kedatangan Kresna disambut dengan enam rasa makanan lezat dan bunyi
tabuh-tabuhan yang amat merdu. Kresna tidak datang di tempat raja Suyodhana, tetapi menuju
tempat Dhrestarastra. Di tempat itu Kresna bertemu dengna Drona, Bhisma, Krepa, Salya,
Widura, Karna dan Dhrestarastra. Kresna dijamu bermacam-macam makanan lezat, emas dan
manikam. Kemudian Suyodhana datang bersama pembawa makanan jamuan untuk Kresna.
Kresna menolak jamuan Suyodhana sebab tujuan kedatangan dan perundingan belum tercapai.
Suyodhana marah atas sikap Kresna yang menolak jamuannya. Kresna meninggalkan tempat
pertemuan, diantar Widura menuju ke tempat tinggal Kunti. Kunti amat gembira menerima
kedatangan Kresna sebagai wakil Pandawa. Widura sepaham dengan rencana Kresna. Suyodhana
kecewa, lalu berunding dengan Dusasana, Sakuni dan Karna. Karna membakar hati warga
Korawa supaya benci kepada Kresna yang berpihak kepada Pandawa.
Suyodhana minta agar Widura memanggil Yuyutsu, Krepa, Sakuni, Karna dan raja-raja
sekutunya, kemudian minta kehadiran Kresna. Para dewa yang menjelma sebagai resi datang
menghadiri perundingan. Kresna membuka perundingan dengan memandang Dhrestarastra. Ia
berkata kepada Suyodhana, ia atas nama Pandawa minta separo kerajaan Hastina, Dhrestarastra
setuju dan menerima permintaan Kresna. Suyodhana diam dan berpaling kepada Dusasana,
Sakuni dan Karna. Mereka bertiga bergeleng kepala, pertanda tidak setuju. Ramaparasu, Kanwa,
Narada dan Janaka berpihak kepada usul Kresna. Drona dan Bhisma menyetujui usul Kresna
demi kebahagiaan bersama. Widura dan Sanjaya ikut menyetujuinya, demikian juga permmaisuri
Dhrestarastra.

Suyodhana menolak usul Kresna, bahkan mengusir Kresna untuk meninggalkan tempat
perundingan. Raja Hastina menyuruh Karna, Sakuni dan Dusasana untuk bersiap-siap menyerang
Kresna. Mereka bertiga mempersiapkan prajurit Korawa. Dhrestarastra dan permaisuri berusaha
membujuk Suyodhana, tetapi tidak termakan nasihatnya. Bahkan semakin berkobar
kemarahannya.
Satyaki memberi tahu, bahwa prajurit Korawa telah siap menyerang Kresna, tetapi prajurit Yadu
telah siap melawannya.
Kresna meninggalkan tempat perundingan, lalu berdiri di halaman, bertiwikrama membesarkan
diri sebesar Kalamretyu, menundukkan bahwa ia jelmaan dewa Wisnu. Kresna yang dahsyat itu
melangkah dan menyerang seperti singa. Bumi bergetar hebat, orang Korawa cemas ketakutan.
Karna menjadi pucat, Suyodhana, Yuyutsu dan Wikarna jatuh pingsan. Drona, Bhisma dan
Narada menghadap Kresna, minta agar berhenti marah dan minta kedamaian dunia. Bila Korawa
hancur, tidak akan terpenuhi idam-idaman Bhima, Dropadi tidak akan bersanggul jika tidak jadi
mandi darah warga Korawa. Redalah kemarahan Kresna, kembali ke wujud semula.

Di tengah medan pertempuran Baratayuda Kresna menasihati Harjuna agar menuntaskan peperangan
walaupun harus menghadapi saudaranya. Nasihat tersebut lebih dikenal dengan nama Bagawadgita.
(lukisan tinta di atas kertas tahun 2006 karya Herjaka HS)

Kresna kembali menemui Kunthi, melapor hasil perundingan, bahwa Suyodhana menginginkan
perang. Kunthi berpesan agar Kresna menyuruh Pandhawa untuk melakukan kewajiban sebagai
Pahlawan dan mempertaruhkan jiwanya. Kresna minta pamit, diantar oleh Widura, Sanjaya dan
Yuyutsu. Karna mengikutinya. Kresna membujuk agar Karna berpihak kepada Pandawa, tetapi
Karna menolaknya. Karna ingin mengukur kesaktian melawan Arjuna. Kemudian Karna minta
pamit, berjanji akan bertemu di medan perang.

Kresna kembali ke Wirata, memberi tahu hasil perundingannya dengan Suyodhana. Pandawa
bersiap-siap untuk berperang.
(Bharatayudha Z.II.8-16 s.d Z.III.1-18)
Cerita kematian Kresna dimuat dalam cerita Mosalaparwa, suku Wresni dan Yadu musna dalam
perang saudara. Pokok cerita itu demikian : Bagawan Wisawamitra, Kanwa dan Narada
berkunjung ke Dwarawati. Mereka dilihat oleh suku Yadu. Sarana dan Samba datang menghadap.
Samba berhias dan berdansa seperti wanita, mengaku isteri Babhru, minta agar dianugerahi anak.
Sang Bagawan berkata, bahwa mereka berdua menghina para bagawan. Dikatakannya, bahwa
isteri Babhru itu sebenarnya adalah Samba anak Kresna. Sang bagawan mengutuk, suku Yadu
akan mati oleh gada yang lahir dari kandungan perut Samba. Baladewa dan Kresna tidak akan
ikut mati, mereka tidak bersalah, Kresna akan mati oleh si Jara, Baladewa akan mati masuk ke
samodera. Setelah mengutuk para bagawan itu meninggalkan Dwarawati. Orang-orang Yadu
gelisah, memberitahu kepada Kresna, tetapi Kresna tenang saja, tidak mau berusaha
membebaskan kutukan itu.
Gada besi lahir dari perut Samba. Gada diberikan kepada Ugrasena. Ugrasena mengikirnya,
serbuk besi dibuang ke samodera. Serbuk besi tumbuh menjadi gelagah dan rumput, hidup subur
di sepanjang pantai.
Ketika terjadi perang saudara di tubuh suku bangsa Wresni dan Yadu, mereka menggunakan gada
yang berasal dri gelagah itu. Perang dahsyat itu menyebabkan suku Wresni dan Yadu musnah.
Samba, Pradyumna, Carudesna, Aniruddha meninggal dunia. Kresna bersama Babhru dan Daruki
mencari Baladewa. Mereka melihat Baladewa duduk bersandar pada pohon, melakukan yoga,
Naga putih bermulut merah keluar dari mulut Baladewa.Taksaka, Kumuda, Sundarika, Hrada dan
Durmukha menyongsong mereka, terutama sang Baruna. Kemudian mereka masuk kembali ke
dasar bumi. Kresna bertemu dengan maharaja Basudewa dan Rohini. Karena suku Wresni telah
musnah, Kresna minta diri pergi ke permandian Prabhasa. Ia melihat bangkai orang-orang suku
Wresni berserakan. Kresna bersedih lalu pergi masuk ke hutan, tidur pada pohon, berbuat yoga.
Tiba-tiba Jara anak raja Basudewa, adik Kresna datang memburu binatang. Kresna dilihat oleh
Jara, dikira binatang, lalu dipanahnya. Kresna berubah menjadi Wisnumurti. Jara menangis
memeluk kaki sang Kesawa, kemudian ikut naik ke sorga. Para bidadara dan bidadari menyambut
kedatangan Wisnu ( Mosalaparwa, dalam sekar sumur 1958: 112 117).

Kresna dalam Pewayangan


Cerita Kresna dalam Pewayangan merupakan perkembangan cerita Kresna yang berasal dari
cerita di India lewat perkembangan cerita Jawa kuna. Kresna sebagai tokoh simbolik bagi
manusia, maka cerita kehidupannya disesuaikan dengan kehidupan manusia sebenarnya. Yaitu
mengenai kelahiran, perkawinan dan masalah hidup dan kehidupannya. Demikian juga tokoh
Kresna, ia juga diangkat sebagai tokoh seperti manusia, dan ia termasuk tokoh penting dan
banyak mendapat perhatian dari masyarakat pecinta pewayangan.
Dalam bab ini akan dimuat cerita Kresna mengenai kelahiran, perkawinan dan cerita lan yang
menampilkan Kresna sebagai tokoh utama. Cerita bersumber pada cerita pewayangan yang

banyak dipentaskan lewat pertunjukan wayang kulit, dan telah didokumentasikan dalam bentuk
cerita pakem pewayangan atau dalam bentuk ringkasan isi, sekedar menjadi bahan ulasan dalam
peneletian ini.

Cerita Kelahiran Nayarana


Nayarana adalah nama lain dari Kresna. Biasanya nama Nayarana dikenakan pada diri Kresna
ketika ia masih muda atau jejaka. Di bawah ini cerita kelahiran Nayarana yang dimuat dalam
Serat Kandhaning Ringgit Purwa dan cerita lakon yang berjudul Wisnu Nitis. Dalam cerita
tersebut dikisahkan, Darmayona raja di negara Ngambarretna mempunyai anak perempuan cantik
rupawan, bernama Ugraini. Kecantikan Ugraini termashur di negara sekeliling, maka banyak raja
yang ingin memperisterinya. Di antaranya raja Darmaji dari kerajaan Ngindratma. Raja Darmaji
telah mengajukan surat lamaran. Lamaran raja Darmaji diterima. Ugraini diserahkan kepadanya,
bila pelamar dapat menyerahkan Mahkota Bathara Rama yang sekarang dimiliki oleh raja Ditya
Kresna, raja di kerajaan Dwarawati.
Raja Darmaji telah menerima syarat permintaaan raja Darmayona. Raja itu lalu akan berusaha
mencarinya. Raja Darmayona pergi ke pertapaan Repat kepanasan menemui Bagawan Anipita,
menanyakan titisan Bathara Rama yang lahir di Marcapada. Raja mengharap anak perempuannya
diperisteri oleh titisan Bathara Rama. Bagawan Anipita mempunyai anak angkat bernama
Badraini. Sang bagawan pernah memperoleh petunjuk dewa, bahwa kelak Badraini akan
melahirkan anak titisan Bathara Rama. Ia ingin menyerahkan Badraini kepada Basudewa untuk
diperisterikannya. Keinginan itu dikatakan kepada raja Darmayona.
Darmayona ingin menyerahkan anaknya pula. Bagawan Anipita dan raja Darmayona bersamasama pergi ke Mandura. Mereka menghadap raja Basudewa, dan menyampaikan keinginan
mereka.
Ugraini dan Badraini diserahkan kepada raja Basudewa. Raja Basudewa menerima dengan
senang hati, mereka berdua diperisterinya.

Lahirnya Kangsa

Raja Basudewa jadi-jadian sedang memadu kasih dengan Dewi Angsawati. Kelak dari hubungan mereka
lahir bayi laki-laki yang diberi nama Raden Kangsa (pensil di atas kertas, karya herjaka HS 2008)

Raja Darmaji berusaha mencari mahkota Bathara Rama, lalu pergi ke kerajaan Dwarawati. Ketika
raja Darmaji datang, raja Dwarawati, Ditya Kresna sedang dihadap oleh Patih Muksamuka,
Murkabumi, Muksala, Karungkala dan Gelapsara. Ditya Kresna menyapa dan bertanya maksud
kedatangan Darmaji. Raja Darmaji meminta mahkota Bathara Rama yang dipakai Ditya Kresna.
Namun Ditya Kresna tidak mau memberikannya, maka terjadilah perkelahian. Raja Darmaji mati
karena digigit, dan putus perutnya.
Angsawati, isteri pertama Basudewa, cemburu akibat kehadiran Ugraini dan Badraini. Ia berusaha
membunuh mereka namun gagal. Pada suatu malam Angsawati bertemu dengan raja Gorawangsa
yang menyamar sebagai raja Basudewa. Angsawati tidak mengira bahwa yang dijumpainya
adalah Basudewa palsu. Namun Angsawati menyambut dengan senang hati. Pertemuan
Angsawati dengan Basudewa palsu berkepanjangan, akhirnya Angsawati hamil. Raja Basudewa
sungguhan tidak mengetahui hal itu. Ia tidak mengerti bahwa isterinya hamil karena Gorawangsa.
Pada bulan ketujuh, raja hendak mengadakan selamatan. Sang raja dan para pegawai istana
hendak berburu ke hutan. Basusena bertugas menunggu kerajaan.
Pada suatu malam Basusena berkeliling di istana. Waktu tiba di tempat tinggal Angsawati ia
mendengar suara tamu pria di kamar. Setelah dilihat, nampak bahwa pria dalam kamar itu adalah
Basudewa. Setelah Basusena lama memandang, Basudewa nampak seperti raksasa. Basudewa
palsu diserang, terjadilah perkelahian. Basusena mengenakan senjata, lalu Basudewa palsu
berubah menjadi Gorawangsa. Raksasa Gorawangsa lari kembali ke negara Jadingkik.
Basusena kembali ke hutan, melapor peristiwa yang terjadi di istana. Dikatakannya, Angsawati
berbuat serong dengan raksasa. Raja Basudewa marah, Basusena disuruh membawa Angsawati
ke hutan, untuk kemudian membunuh dan mengambil hatinya. Bila hati Angsawati berbau busuk
berarti bayi dalam kandungan bukan anaknya, sedangkan bila berbau harum berarti bayi itu anak
Basudewa.

Basusena menjalankan perintah raja Basudewa. Angsawati dibawa ke tengah hutan dan
dibunuhnya. Hatinya diambil, dan setelah dicium ternyata berbau busuk. Basusena membawa hati
itu kepada sang raja. Karena hati tersebut berbau busuk, raja percaya bahwa bayi dalam
kandungan bukanlah anaknya.
Bathara Wisnu, Dewi Sri dan Bathara Basuki mengelilingi dunia guna mencari titisan raja
Watugunung. Diketahuinya, raja Gorawangsa adalah titisan raja Watugunung. Maka Bathara
Wisnu meminta Bathara Basuki agar menitis kepada raja Basudewa, untuk mengalahkan raja
Gorawangsa. Bathara Wisnu kembali ke kahyangan. Kepada Bathara Guru, ia minta ijin untuk
menitis ke dunia, untuk membunuh titisan raja Watugunung. Bathara Guru memberi ijin, dan
memberi tugas kepada Bathara Wisnu untuk mengadu ayah melawan anak, mengadu sesama
saudara. Namun Bathara Wisnu tidak boleh ikut berperang, hanya diperkenankan terlibat dalam
pembicaraan.
Bathara Wisnu menerima tugas tersebut tetapi mengajukan permintaan. Permintaan itu ialah bagi
mereka yang bermusuhan supaya diperkenankan naik ke surga, supaya dirinya diperkenankan
duduk di dua belah pihak, dan supaya disertai Bathara Basuki untuk bersama menitis ke dunia.
Bathara Guru mengabulkan permintaan tersebut, lalu menyuruh Bathara Narada agar keberanian
Wisnu dijelmakan kepada Arjuna. Sedang Bathara Wisnu diminta menjelma menjadi putra
Basudewa.
Bathara Wisnu turun ke dunia bersama Dewi Sri. Senjata Cakranya dititipkan kepada awan yang
dijaga dua dewa. Bathara Wisnu berpesan, bahwa senjata itu hanya boleh diambil Narayana.
Selain Nayarana, tidak seorang pun berhak mengambilnya.
Raja Basudewa telah mempunyai putra. Ugraini telah melahirkan anak laki-laki berkulit putih,
titisan Bathara Basuki. Anak itu diberi nama Kakrasana. Bathara Wisnu dan Dewi Sri merasuk ke
jiwa raja Basudewa. Saat mereka merasuk, Basudewa bermimpi melihat matahari dan bulan.
Matahari dan bulan itu kemudian bersatu.
Anak Angsawati yang dibawa raja Gorawangsa diberi nama Kangsa. Setelah dewasa Kangsa
menanyakan, siapa ibunya. Gorawangsa menjelaskan bahwa ibunya bernama Angsawati, isteri
Basudewa raja Mandura. Tetapi ibunya telah meninggal dunia, dibunuh oleh Basusena atas
perintah raja Basudewa. Mendengar penjelasan Gorawangsa itu Kangsa ingin membalas kematian
ibunya. Gorawangsa berpesan agar Kangsa menemui pamannya yang bernama Arya Prabu, adik
Angsawati. Kangsa meninggalkan Jadingkik menuju ke Mandura.
Di Mandura Kangsa menemui Arya Prabu, lalu menyampaikan maksud kedatangannya. Arya
Prabu berjanji akan membantunya. Mereka berdua menghadap raja Basudewa yang sedang
dihadap Basusena dan warga Mandura. Kangsa menyampaikan maksud kedatangannya, yakni ia
akan membalas kematian ibunya. Terjadilah perkelahian antara Kangsa dengan Basusena.
Basusena kalah, lalu melarikan diri. Raja Basudewa dimasukkan ke dalam penjara. Gorawangsa
datang bersama pasukan raksasa. Kangsa lalu menduduki tahta kerajaan Mandura.
Basudewa berhasil melarikan diri bersama dengan Badraini yang sedang hamil dan Kakrasana
yang masih kanak-kanak. Perjalanan mereka terhalang oleh Bengawan Erdura. Bathara Sakra
datang menolong dan menyeberangkan mereka. Basudewa diminta mengungsi ke kademangan
Widarakandang. Sang Bathara memberi tahu bahwa kelak Badraini akan melahirkan dua anak.
Anak-anak itu agar diberi nama Narayana dan Endhang Panangling. Setelah berpesan, Bathara
Sakra menghilang, kembali ke Kahyangan. Kedatangan Basudewa, Badraini dan Kakrasana di
Widarakandhang diterima oleh demang Antagopa dan isterinya. Di Widarakandhang Badraini
melahirkan seorang bayi laki-laki dan dua orang perempuan, yang berkulit hitam. Sesuai pesan

Bathara Sakra, Basudewa memberi nama kedua anaknya, Nayarana dan Endhang Panangling.
Sedangkan Badraini memberi nama yang seorang lagi, Sumbadra. Tiga anak itu diasuh oleh Ki
Antagopa dan Ni Sagopi.
Penjelmaan Wisnu

Di dalam pembicaraan dengan Harya Prabu Rukma dan Ugrasena, Raja Basudewa
menyatakan kesedihannya karena memikirkan dambaan ketiga isterinya yang sangat
ingin segera melahirkan anak. Karena rasa prihatin tersebut, sang raja semakin tekun
bersemadi. Pada suatu saat Dewa memberi petunjuk agar raja berburu ke hutan
Kumbina. Di hutan itulah raja akan memperoleh sarana bagi isteri-isterinya agar segera
mengandung dan berputra. Patih Yudawangsa mempersiapkan segala sesuatunya yang
berkaitan dengan perburuan. Sementara Harya Rukma dan Ugrasena diperintahkan
mempersiapkan prajurit pengawal raja.

Setelah semuanya siap, patih dan prajurit diperintah supaya mendahului berangkat ke
hutan. Raja meninggalkan singgasana, masuk istana menemui keiga isterinya yaitu,
Rohini, Dewaki atau Mahendra dan Mahera. Setelah memberi tahu mengenai rencana
perburuan ke hutan Kumbina, kepada semua isteri-isterinya, raja segera berpamitan
berangkat berburu diiringi para senapati dan prajurit.
Sementara Raja Basudewa berangkat berburu, dikisahkan di negeri Gowagra daerah
pulau Nusabarong, seorang raja raksasa bernama Gorawangsa, bercerita perihal
mimpinya kepada Suratrimantra, Ditya Suksara dan manggala negara. Raja bermimpi
tidur bersama dengan isteri Basudewa, raja Mandura, yang bernama Mahera. Ditya
Suksara diminta ke negara Mandura, menyelidiki kebenaran mimpinya, apakah di
negara Mandura ada putri bernama Mahera, isteri raja yang sangat cantik dan memikat.
Ditya Suksara menjunjung perintah raja, lalu berangkat ke Mandura diiringi barisan
prajurit raksasa menuju ke negara Mandura.

Di tengah perjalanan prajurit Gowagra bertemu dengan prajurit Mandura yang menuju
ke hutan. Maka terjadila perang. Prajurit raksasa tidak mampu melawan, lalu mereka
menyimpang jalan. Selanjutnya prajurit Mandura berkumpul di pesanggrahan.
Di tempat lain, Pandhu bersama punakawan menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan
Saptaharga. Pandhu bertanya kepada sang bagawan tentang ilham dari dewa yang
diterimanya. Diceritakan bahwa Pandhu akan memperoleh anak jelmaan Wisnu.
Dijelaskan oleh Bagawan Abiyasa bahwa penjelmaan Hyang Wisnu ke dunia tersebut
dapat dibaratkan bunga jatuh ke bumi. Mahkota bunganya jatuh pada putra Basudewa,
sedangkan sari bunganya jatuh pada putra Pandhu.
Selain menjelaskan mengenai hal penjelmaan, Bagawan Abyasa memberikan banyak
nasihat dan ajaran kepada Pandhu, yang intinya agar Pandhu meninggalkan pertapaan
dan kembali ke negara karena sesungguhnya pertapaan bukan tempat raja. Bagi seorang
raja yang senang tinggal di hutan, ibarat burung gagak menjenguk tempat pengasingan,
tidak baik akibatnya. Pandhu dan punakawan minta pamit, meninggalkan pertapaan,
dan kembali ke negara.
Ditya Suksara datang ke tengah hutan Gowagra. Ia membeberkan rencana kerja kepada
prajurit yang mengiringnya. Para raksasa disuruh mengganggu prajurit Basudewa yang
berburu di hutan Kumbina. Setelah membagi tugas, Ditya Suksara masuk ke istana
Mandura untuk menyelidiki keberadaan Mahera, isteri Basudewa. Setelah
penyelidikannya dianggap cukup, Ditya Suksara kembali ke negara Gowagra, melapor
kepada raja tentang isteri Basudewa.
Sepeninggal Ditya Suksara datanglah Pandhu bersama punakawan. Raksasa-raksasa
mencegat mereka, tetapi dapat dihalau Pandhu.
Di Kahyangan Hyang Narada dihadap oleh Hyang Endra, Hyang Brahma, Hyang Bayu,
Hyang Sambo, Hyang Wisnu dan Hyang Basuki. Hyang Narada menyampaikan perintah
Hyang Gurunata, agar supaya Hyang Wisnu menjelma ke dunia bersama Bathara
Laksmanasadu. Karena dahulu kala sewaktu Rama memerintah Ngayodya telah
dijanjikan kelak akan menjelma ke dunia bersama Laksmana maka sekarang janji itu
digenapi. Hyang Wisnu menjelma bersama Hyang Laksmanasadu.
Namun penjelmaan mereka tidak bisa langsung, harus dengan perantara. Untuk itu
Hyang Wisnu menjelma dalam wujud harimau putih, sedangkan Hyang Laksmanasadu
dalam wujud ular naga. Hyang Basuki ingin ikut menjelma bersama Hyang
Laksmanasadu. Hyang Brahma dan para dewa menyetujuinya. Lalu mereka bertiga
turun ke dunia menuju hutan Kumbina.
Raja Basudewa bersama Harya Prabu Rukma dan Ugrasena yang sudah berada di tengah
daerah perburuan sedang membicarakan keberadaan dan perilaku binatang di tempat
tersebut.. Tiba-tiba datang prajurit memberi tahu, bahwa di daerah perburuan datang
harimau putih bersama ular naga. Raja Basudewa turun mendekat ke tempat harimau
dan ular naga. Tanpa diduga, cepat bagai kilat, harimau dan ular naga tersebut
menyerangnya dengan berani. Raja menghindar, lalu melepaskan panah. Panah tepat

mengenai sasaran, dan tubuh harimau tersebut tergolek. Keajaiban terjadi, tubuh
harimau segera menghilang. Jasmaninya merasuk ke tubuh Mahendra, isteri Basudewa,
dan ruhnya masuk ke tubuh Kunthi, isteri raja Pandhu. Kemudian ular naga menyerang
tapi mati terkena panah. Tubuh ular juga menghilang berubah wujud menjadi Hyang
Basuki dan Hyang Laksmanasadu, dan merasuk kepada Rohini, isteri Basudewa.
Raja Basudewa heran karena peristiwa itu. Ia berdiri dan bermenung, ada sesuatu yang
mengusik hatinya bahwa di istana terjadi sesuatu. Tanpa membuang waktu, Raja
Basudewa menugaskan Harya Prabu Rukma supaya kembali ke istana dan memeriksa
dengan teliti apa yang terjadi di istana.
Ketika pada suatu sore, Raja Gorawangsa sedang berbincang-bincang dengan
Suratimantra tentang Ditya Suksara yang diutus ke Mandura, tiba-tiba Ditya Suksara
datang, memberi hormat, lalu bercerita tentang kecantikan Mahera, isteri Basudewa.
Diceritakan bahwa sekarang saat yang tepat untuk melakukan siasat, karena raja
Basudewa dan prajurit tidak sedang di istana, namun tengah berburu di hutan.
Raja Gorawangsa amat gembira lalu ingin segera pergi ke kerajaan Mandura. Namun
sebelum berangkat, tiba-tiba Togog dan Sarawita datang dan melaporkan bahwa banyak
prajurit raksasa mati di tangan Pandhu. Raja Gorawangsa tidak menghiraukan kematian
para prajurit raksasa. Yang ada dalam pikirannya hanyalah isteri raja Mandura, yaitu
Mahera. Maka Gorawangsa segera menyamar dalam rupa dan wujud Basudewa, dan
pergi ke istana Mandura. Ditya Suksara mengikutinya dan mengawasi dari kejauhan.

Mendung Kelabu di Langit Mandura

Dewi Mahera dibuang di hutan (karya ke-1.840, Herjaka HS, 2008)

Di antara tiga isteri Basudewa yang cantik-cantik, yaitu Dewi Rohini, Dewi Dewaki dan
Dewi Mahera, Dewi Maheralah yang paling mempunyai daya tarik. Oleh karenanya
banyak raja yang mengincar Dewi Mahera. Dewi Mahera meyadari akan hal itu, namun
ia tidak tahu pasti kejadian yang akan menimpa dirinya. Di suatu sore ketika sedang
berbincang-bincang dengan para abdi, Dewi Mahera mengatakan sedih, selalu berdebardebar, cemas dan khawatir akan keselamatan suaminya, raja Basudewa, yang sedang
berada dalam perburuan. Dalam suasana yang demikian itu tiba-tiba datang Basudewa
palsu. Mahera terkejut, sebab kedatangan raja tidak seperti biasanya yang memakai
upacara penyambutan. Rasa heran Dewi Mahera belum terjawab, ketika Basudewa palsu
berkata, bahwa ia tiba-tiba ingat isterinya dan merindukannya, ia ingin segera pulang
dan mencumbu sepuasnya. Dewi Mahera tidak dapat berbuat banyak, walaupun
perasaannya mengatakan lain, namun yang dihadapi adalah Basudewa, suaminya. Maka
akhirnya mereka berdua melepas rasa rindu sebagai suami isteri.
Harya Prabu Rukma, yang diperintah raja untuk pulang dan mengawasi istana, datang
mengelilingi istana. Ketika sampai di Keputren ia menjadi heran sebab raja Basudewa
berada di istana Keputren. Lama ia berpikir, kemudian tumbuh rasa curiga. Harya Prabu
Rukma berseru, memanggil-manggil isteri raja dari luar. Maka terjadilah pertengkaran
mulut antara Basudewa palsu dengan Harya Prabu Rukma. Setelah yakin bahwa
Basudewa yang masuk di Keputren tersebut adalah Basudewa palsu atau penjahat,
menyeranglah Harya Prabu Rukma. Terjadilah perkelahian hebat. Harya Prabu Rukma
melepaskan anak panah. Terkena anak panah tersebut, seketika hilanglah wujud
Basudewa dan menjadi Gorawangsa. Maka Gorawangsa mengamuk di kerajaan
Mandura. Namun pada akhirnya raja rasaksa itu mati terbunuh oleh panah Harya Prabu
Rukma. Ditya Suksara turun dari angkasa, menyerang Harya Prabu Rukma. Tapi raksasa
itu terkena panah rantai, tidak dapat bergerak, lalu menyerah kepada Harya Prabu
Rukma. Harya Prabu Rukma memanggil patih Yudawangsa, lalu melaporkan peristiwa

yang telah terjadi di istana tersebut. Patih Yudawangsa heran dan merasa bersalah
karena sampai tidak tahu bahwa negara telah kedatangan musuh yang menyamar.
Selanjutnya Harya Prabu Rukma mengikat dan membawa Ditya Suksara ke hutan
perburuan untuk menghadap raja Basudewa.
Raja Basudewa sedang berbicara dengan Ugrasena tentang ilham dari dewa. Tidak lama
kemudian datanglah Harya Prabu Rukma dengan membawa tawanan Ditya Suksara.
Segala yang terjadi di kerajaan diceritakan kepada raja. Raja mengusut kehadiran Ditya
Suksara di kerajaan Mandura. Ditya Suksara menceritakan kedatangan raja Gorawangsa
yang ingin memperisteri raja Basudewa yang bernama Dewi Mahera. Ia minta ampun
dan minta hidup. Bila ia tidak dibunuh, ia berjanji akan menyerahkan pusaka gada besi
kuning kepada raja Basudewa. Raja Basudewa berkenan di hati. Ditya Suksara diberi
ampun dan disuruh kembali ke negaranya. Kemudian raja segera pulang ke negara
Mandura. Harya Prabu Rukma dan prajurit berbondong-bondong meninggalkan hutan
untuk kembali ke kerajaan.
Raja Basudewa dihadap oleh para abdi istana. Para abdi dimintai keterangan tentang
kejadian di dalam istana Keputren. Akhirnya diketahui hanya Mahera yang terkena
kejahatan Gorawangsa. Raja menugaskan Harya Prabu Rukma untuk membunuh
Mahera. Mahera dibawa ke hutan, diikuti dua abdi. Setelah sampai di hutan, Harya
Prabu Rukma tidak sampai hati untuk membunuhnya. Mahera tidak bersalah, maka
hanya ditinggalkannya di dalam hutan.
Harya Prabu Rukma kembali ke istana menghadap raja Basudewa. Dilaporkannya
bahwa Mahera telah dibununhnya. Tiba-tiba datang Ditya Suksara menyerahkan gada
pusaka. Raja berkenan. Ditya Suksara kembali ke negaranya.
Prajurit Gorawangsa kemudian datang menyerang kerajaan Mandura. Ugrasena
ditugaskan memusnahkan para prajurit raksasa itu. Maka musuh pun tidak ada lagi.
Raja Basudewa hidup tenteram bersama dua isteri serta sanak saudaranya di Mandura.

Cerita Perkawinan Kresna


Kresna dikenal mempunyai tiga isteri, yaitu Rukmini, Setyaboma dan Jembawati. Namun
ada sebuah cerita yang menyebutkan bahwa Kresna juga beristeri Pertiwi. Rupanya pendapat
itu berbaur dengan cerita perkawinan Wisnu dengan Pertiwi.
Dalam bab ini akan dibeberkan tiga cerita perkawinan Kresna, yaitu perkawinan Kresna
dengan Rukmini, yang dikenal dengan judul Narayana Maling atau Kresna Kembang.
Perkawinan Kresna dengan Setyaboma yang dikenal dengan judul Kresna Pujangga atau
Alap-alapan Setyaboma. Perkawinan Kresna dengan Jembawati, yang sering diberi judul
Narayana Krama.
Berikut ini ringkasan isi cerita tentang perkawinan Kresna.
Perkawinan Kresna dengan Rukmini.
Bismaka, raja Kumbina, mempunyai
anak perempuan bernama Rukmini.
Rukmini gadis cantik rupawan, sehingga
banyak raja dan ksatria yang datang
melamarnya. Namun lamaran itu belum
diterima olehnya, sebab Rukmini jatuh
cinta kapada Narayana yang sampai saat
itu belum melamarnya. Rukmini dilamar
juga oleh Pendeta Drona melalui Drona
jatuh cinta kepada Rukmini, putri Prabu
Bismaka, raja Kumbina, hingga terbawa
dalam mimpinya. (karya herjaka HS
1842/2008) raja Duryudana, tetapi
Rukmini berkeberatan. Untuk menolak
Drona jatuh cinta kepada Rukmini, putri Prabu lamaran Duryudana, Rukmini
mengajukan sayembara. Bila Pendeta
Bismaka, raja Kumbina, hingga terbawa
Drona dapat menjelaskan makna
dalam mimpinya. (karya herjaka HS
ungkapan Sejatining Lanang dan
1842/2008)
Sejatining Wadon, Rukmini sanggup
diperisterinya. Rukmini berpendirian siapa yang mengerti makna ungkapan itu, itulah
suaminya. Raja Bismaka mengumumkan pendirian Rukmini itu sebagai sayembara kepada
semua pelamar, termasuk raja Duryodana.
Rukmana, anak raja Bismaka, disuruh memberi tahu kepada raja Duryudana di Ngastina.
Setelah mendengar sayembara yang diminta oleh Rukmini, Pendeta Drona ingin
menjelaskan ungkapan sayembara itu. Pendeta Drona berkata, bila ia berhasil
mempersunting Rukmini, kerajaan Kumbina akan bersatu dengan Ngastina. Keluarga
Pandhawa tidak akan minta bagian kerajaan Ngastina, karena hubungan persaudaraan
mereka semakin erat. Raja Duryudana amat senang, maka keinginan Pendeta Drona
didukung sepenuhnya. Pendeta Drona diijinkan pergi ke Kumbina, sejumlah warga Korawa
disuruh membantunya. Pendeta Drona dan warga Korawa datang di Kumbina. Mereka
dipimpin oleh raja Duryudana.

Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Patih Bisawarna, para menteri,
hulubalang dan pembesar negara. Tengah mereka berbicara datanglah putra raja yang
bernama Rukmana, kembali dari Ngastina dan Ngamarta. Rukmana melapor bahwa telah
menjalankan tugas perintah raja, memberi tahu tentang sayembara kepada raja Duryudana
dan mengundang kehadiran keluarga Pandhawa. Tidak lama kemudian Yudhistira, Bima,
Nakula dan Sadewa datang menghadap raja. Arjuna tidak ikut hadir, karena bertugas
menjaga negara.
Raja Bismaka memberitahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona. Raja
berkata, Rukmini sanggup diperisteri Pendeta Drona, bila teka-tekinya tepat ditebak
maknanya. Sebelumnya warga Pandhawa telah tahu rencana perkawinan Rukmini dengan
Pendeta Drona itu, maka kedatangan mereka telah membawa harta pesumbang berupa
emas, ratna manikam dan pakaian kebesaran putri saja buatan Arjuna. Setelah selesai
penyambutan, raja Bismaka dan Yudhisthira masuk ke istana. Bima, Nakula dan Sadewa
diantar Rukmana ke balai peristirahatan. Mereka berjauhan dengan tempat tinggal warga
Korawa. Kemudian Rukmana naik kuda memeriksa persiapan perhelatan, penghiasan istana
dan kota sekitarnya.
Narayana berbincang-bincang dengan adiknya, Sumbadra. Sumbadra menyatakan kesedihan
hatinya karena telah beberapa malam kakaknya selalu pergi sampai jauh malam. Narayana
menjawab bahwa kepergiannya untuk berkunjung ke rumah para pegawai dan terhibur oleh
macam-macam pertunjukan. Setiap Narayana hendak pergi, menangislah Sumbadra.
Narayana menghiburnya, berlagu tembang kawi, bercerita kecantikan bidadari dan cerita
yang lain. Setelah Sumbadra lengah tertidur, pergilah Narayana ke Kumbina, sedng Udawa
disuruh menjaga adiknya.
Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, duduk di wisma Wiyatasasana, dihadap para siswa. Sang
Bagawan sedang menguraikan Aji Jaya Kawijayan. Tiba-tiba Arjuna datang bersama
panakawan. Arjuna menghormat, lalu menyampaikan berita tentang sanak saudara dan
rencana perkawinan putri Kumbina. Diceritakan bahwa sanak saudara telah hadir di
Kumbina, dan Arjuna ingin menyepi di Wukir Retawu. Bagawan Abyasa tidak menyetujui
sikap Arjuna itu. Disuruhnya Arjuna supaya menyusul ke Kumbina. Sang Bagawan yang
bijaksana itu berkata, bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang saudara. Arjuna terkejut
mendengar kata sang bagawan, dikiranya akan terjadi perang Baratayuda. Ia mohon diri,
Bagawa Abyasa merestuinya.
Arjuna dan panakawan meninggalkan pertapaan Wukir Retawu, menuju ke Kumbina. Di
tengah hutan, mereka berjumpa dengan dua raksasa besar lagi dahsyat. Raksasa itu disuruh
raja Wanasasomah untuk mencari dging manusia atas keinginan isteri raja yang hamil muda.
Arjuna hendak ditangkap, sehingga terjadilah perkelahian hebat. Arjuna melepaskan panah,
dua raksasa musnah, menjadi dewa Kamajaya dan bidadari Ratih. Arjuna datang
menyembahnya. Kamajaya memberi tahu tentang perang yang akan terjadi. Yang terjadi
bukan perang Baratayuda, tetapi Pandhawa dan Korawa akan terlibat di dalamnya. Setelah
berpesan, Kamajaya dan Ratih naik ke Kahyangan.

Mendapat Menantu Titisan Wisnu


Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa
serta para menteri Negara Kumbina. Tidak beberapa lama, datanglah raja Duryodana
mengawal Pendeta Drona, untuk melamar Dewi Rukmini. Raja menerima kedatangan
mereka dengan hormat. Setelah mengutarakan maksudnya, Raja Bismaka memohon agar
wakil dari pelamar yang dipimpin oleh Duryodana menebak makna teka-teki sayembara.
Pendeta Drona menjelaskan makna teka-teki. Jawaban Pendeta Drona dianggap benar oleh
raja Bismaka. Pendeta Drona disambut oleh raja, supaya masuk ke Taman Keputren, dikawal
oleh Rukmana.

Rukmini merasa tentram di dalam pelukan Narayana atau Kresna, seorang Raja titisan
Wisnu (karya Herjaka HS 2008)
Rukmini menjadi kebingungan dan bersedih hati. Ia menganggap jawaban Pendeta Drona
tidak benar, maka ia menangis di hadapan ibunya. Ia tidak bersedia dikawinkan dengan
pendeta tua itu. Rukmana datang menghantar Pendeta Drona, Rukmini lari ketakutan.
Rukmana kembali menghadap raja. Pendeta Drona hendak memeluk permasuri raja yang
dikiranya Rukmini. Permaisuri pun lari menyembunyikan diri.
Rukmini meninggalkan istana Keputren, masuk ke Taman. Di Taman ia melihat Narayana,
lalu didekatinya untuk minta perlindungan. Rukmini bercerita bahwa dirinya tidak bersedia
diperisteri Pendeta Drona, karena ia telah jatuh cinta kepada Narayana. Narayana
menyambut dengan senang hati dan sanggup melindunginya.
Pendeta Drona tiba di Taman. Narayana menyongsongnya dalam wujud raksasa besar.
Narayana tiwikrama, melangkah menyergap sang pendeta. Pendeta Drona lari ketakutan,
menghadap raja Bismaka dan berkata bahwa raksasa besar masuk di Taman dan membawa
lari Rukmini.

Raja Bismaka mendengar laporan peristiwa dalam istana, lalu meminta bantuan Yudhistira
dan Duryodana. Warga Korawa dan Pandhawa berusaha melawan raksasa besar itu. Raksasa
mengamuk, Patih Sengkuni lari bersama warga Korawa. Yudhistira didorong-dorong maju
menyerang, tetapi hanya diam, berdiri memandang lawannya. Bima cepat-cepat menyambut
raksasa, sehingga sang raksasa mundur sembunyi di Taman. Bima pun menyerang tapi
raksasa menghilang. Bima merusak Taman, mencari raksasa. Pandhawa dan Korawa yang
hadir di Kumbina tidak mampu melawan raksasa besar itu.
Raja Bismaka berunding dengan Yudhistira, mereka menyayangkan ketidak hadiran
Harjuna. Nakula disuruh mencarinya lalu kembali ke Ngamarta. Arjuna sedang menghadap
Kunthi, lalu diberitahu oleh Nakula hal-ikhwal yang terjadi di Kumbina. Arjuna diminta
menolong keselamatan negara Kumbina. Arjuna dan Nakula pin berangkat bersama menuju
Kumbina.
Raja Bismaka menyambut kedatangan Arjuna. Setelah diberitahu maksud panggilannya,
Arjuna pergi ke taman, tempat raksasa bersembunyi. Terjadilah perkelahian antara Arjuna
dan Raksasa. Raksasa menghilang, dan dikabarkan mati oleh Arjuna..
Raja Duryodana tahu bahwa raksasa itu sebenarnya Kresna, lalu menyuruh agar Korawa
menggempur Randhukumbala di Dwarawati. Sumbadra dan Udawa sedang asyik
membicarakan kepergian Narayana. Warga Korawa datang menyerang, tetapi diusir oleh
Udawa. Kemudian Arjuna datang menemui mereka berdua. Arjuna minta agar Udawa
mencari Narayana, sebab akan dikawinkan dengan Rukmini di Kumbina. Sepeninggal
Udawa ke Kumbina, Arjuna bercerita kepada Sumbadra bahwa Narayana mati dibunuhnya,
karena melakukan pencurian di Kumbina. Sumbadra marah, lalu Arjuna diserangnya.
Arjuna menyerah lalu diikat dan dibawa ke Kumbina. Sumbadra hendak menuntut kematian
Narayana. Arjuna dan Rukmini harus dihukum mati karena mereka penyebab kematian
kakaknya
Udawa menemui Kakrasana, lalu diajak pergi ke Kumbina, menunggui perkawinan Narayana
dan Rukmini. Mereka menuju ke Kumbina.
Sumbadra menghadap raja Bismaka, menyerahkan Arjuna. Ia menuntut hukuman mati bagi
Arjuna dan Rukmini. Raja menerima tuntutan Sumbadra, lalu disuruh menghadap
permaisuri raja, minta agar Rukmini diserahkan kepadanya. Permaisuri raja menjawab
bahwa Rukmini bersembunyi di Taman. Sumbadra datang ke Taman membawa keris
terhunus. Dilihatnya Rukmini sedang duduk bersedih hati di Taman. Sumbadra
mendekatinya, minta agar Rukmini menyerahkan diri. Setelah mengerti kedatangan dan
maksud Sumbadra, Rukmini menyerah dan minta segera dibunuh. Ketika keris hendak
ditikamkan ke dada Rukmini, Narayana datang menahannya. Sumbadra tercengang,
Narayana ternyata tidak mati. Narayana minta agar Sumbadra dan Rukmini meninggalkan
Taman.
Raja Duryodana datang menemui raja Bismaka, minta agar Pendeta Drona segera
dikawinkan dengan Rukmini. Permaisuri berkata bahwa Rukmini tinggal di Taman. Warga
Korawa pergi ke Taman tetapi tidak menemukan Rukmini, karena Rukmini dibawa lari
Narayana. Warga Korawa mengamuk, Bima diminta memadamkan amukan itu. Warga
Korawa berhasil diusir pergi dari Kumbina. Arjuna disuruh mencari Rukmini. Setelah
bertemu, maka Arjuna, Rukmini dan Sumbadra menghadap raja Bismaka. Raja telah
dihadap oleh Kakrasana, Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa dan warga Kumbina. Rukmini

ditanya oleh raja, sungguhkah ia jatuh cinta kepada Narayana. Permasuri bercerita, bahwa
telah lama anak perempuannya menerima balasan cinta dari Narayana. Permaisuri
menginginkan menantu jelmaan Wisnu.
Kakrasana atas nama orang tua dan saudara minta maaf atas kesalahan adiknya. Kemudian,
minta kerelaan raja untuk memperisterikan Rukmini dangan Narayana.
Raja Bismaka berkenan, Rukmini dan Narayana disambut dengan pesta perkawinan di
Kumbina. (Sumber: Serat Padhalangan Ringgit Purwa. Jilid 23:3-8)
Perkawinan Narayana dengan Setyaboma

lukisan Herjaka HS, karya ke-1692 tahun 2006


Setyajid, raja Lesanpura, duduk di atas singgasana, dihadap oleh Setyaki, Setyadarma dan
pegawai istana. Raja memberitahu rencana perjodohan Setyaboma dengan Pendeta Drona di
Sokalima. Tengah mereka berbicara datanglah Patih Prabawa, utusan dari kerajaan
Mandura, menyampaikan surat dari Prabu Baladewa.
Isi surat menerangkan bahwa Erawati, istri raja Baladewa, jatuh sakit. Sekarang ia
beristirahat di pesanggrahan Randhukumbala. Setyaboma didambakan kehadirannya untuk
menjenguk Erawati. Patih Prabawa kembali ke Mandura. Raja Setyajid menemui permaisuri
yang sedang duduk bersama Setyaboma. Raja memberi tahu tentang kabar Erawati yang
sedang sakit, dan minta agar Setyaboma datang menjenguknya. Setyaboma dengan senang
berangkat ke Randhukumbala. Setyaki dan Setyadarma mengiringnya.
Dikisahkan, raja Dwarawati yang bernama Yuda Kalakresna sedang jatuh cinta kepada
Setyaboma. Raja itu menulis surat lamaran. Raksasa Kalarumba diperintahkan untuk

menyampaikannya kepada raja Setyajid. Kalarumba berangkat, dikawal Togog dan Sarawita.
Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan rombongan Lesanpura yang akan pergi ke
Randhukumbala. Maka terjadilah perselisihan, raksasa Kalarumba lalu menyimpang, masuk
ke hutan. Mereka takut menghadapi amukan Setyaki. Rombongan Lesanpura berlanjut ke
Randhukumbala.
Telah lama Pamade tinggal di pertapaan Wukir Retawu. Bagawan Abiyasa menyuruh agar
Pamade kembali ke Ngamarta. Pamade menurut perintah sang bagawan, lalu mohon restu
berangkat ke Ngamarta. Para panakawan mengawalnya. Di tengah perjalanan mereka
bertemu dengan prajurit raksasa Dwarawati yang dipimpin oleh Kalarumba. Mereka saling
bertanya, berselisih dan terjadilah perkelahian. Raksasa kalah. Togog dan Sarawita pun
kembali ke Dwarawati.
Setyaboma dan rombongan tiba di pesanggrahan Randhukumbala. Mereka disambut oleh
raja Baladewa. Setyaboma disuruh masuk ke istana keputren menemui Erawati, sedang
Setyaki ditemui oleh raja Baladewa sendiri. Setelah masuk di istana keputren, Setyaboma
terkejut bercampur takut, sebab yang dijumpai sakit bukan Erawati, melainkan Narayana.
Setyaboma akan lari, tetapi ditahan Narayana. Narayana berkata bahwa sangat sayang bila
Setyaboma yang gadis remaja akan dikawinkan dengan Pendeta Drona yang tua itu.
Setyaboma jatuh cinta kepada Narayana. Mereka duduk berdampingan dan berjanji saling
mencintai.
Sementara itu Setyaki mabuk oleh minuman sehingga tidak mengetahui peristiwa yang
terjadi. Setelah sadar dan mengetahui tipu muslihat raja Baladewa dan Narayana, Setyaki
pun menjadi marah. Ia hendak menyerang raja Baladewa. Raja Baladewa mengatakan bahwa
tipu muslihat itu dilakukan demi terbebasnya Setyaboma dari tangan Korawa. Setyaki tidak
setuju dengan akal demikian itu. Raja Baladewa diserangnya, tetapi sang raja berusaha
menghindari perselisihan. Ketika Setyaki melihat Setyaboma duduk berdampingan dengan
Narayana, hilanglah rasa marahnya. Ternyata Setyaboma mencintai Narayana. Ia
menghormat dan minta maaf. Setyaki diutus ke Ngastina agar memberitahu kepada warga
Korawa bahwa perkawinan Setyaboma harus melalui sayembara. Siapa yang mampu
mengalahkan raja Baladewa dan mematahkan dua lengannya diperbolehkan memperistri
Setyaboma.
Setyaki segera pergi ke Ngastina, menyampaikan sayembara yang harus dipenuhi oleh raja
Duryudana dan Pendeta Drona. Kemudian Setyaki kembali ke Randhukumbala. Raja
Duryodana mengijinkannya, beberapa warga Korawa disuruh membantunya. Setelah tiba di
Randhukumbala, Pendeta Drona mengajukan permintaan bahwa para Korawalah yang
mewakilinya. Raja Baladewa menerima usul Pendeta Drona. Ia menyuruh warga Korawa
mengeroyoknya tapi ternyata Raja Baladewa tidak terkalahkan.
Pendeta Drona pun lari ke Ngamarta, menghadap raja Yudhistira. Pendeta Drona minta
kesediaan Bima untuk mewakilinya mengikuti sayembara mengalahkan raja Baladewa. Raja
Yudhistira mengijinkan, dan Bima menyanggupinya. Mereka meninggalkan Ngamarta, dan
pergi menuju ke Randhukumbala. Pamade menyertainya. Raja Baladewa menerima
kedatangan Bima, lalu mereka beradu kesaktian. Lama mereka berkelahi, akhirnya capai dan
jatuh pingsan. Narayana dan Sumbadra datang dan menangisi Baladewa. Sedangkan
Pamade menangisi Bima.

Tengah mereka bertangisan datanglah penjaga istana keputren, lalu memberi tahu bahwa
Setyaboma dilarikan Raseksi. Baladewa dan Bima sadar, lalu mereka berunding untuk
mengejar pencuri. Pamade ditugaskan mencari pencuri itu. Bima dan Narayana
mengikutinya.
Setyaboma telah berhasil dibawa sampai Negara Dwarawati oleh Raseksi Rini. Kemudian
diserahkannya kepada raja Yuda Kalakresna. Setyaboma disuruh masuk ke istana. Ketika
masuk di istana, ternyata Narayana telah datang dan siap menyambutnya. Setyaboma
disimpan dalam cincin Narayana. Raja Yuda Kalakresna menyerangnya, tetapi akhirnya mati
terbunuh. Prajurit Dwarawati mengamuk namun dapat dipadamkan oleh Bima dan Pamade.
Sang Hyang Narada datang, menjunjung perintah Sang Hyang Girinata, agar Narayana naik
tahta di Dwarawati dengan gelar Prabu Kresna. Sang Hyang Narada kembali ke Kahyangan.
Narayana, Bima dan Pamade kembali ke Lesanpura dan menyerahkan Setyaboma kepada
raja Setyajid. Raja mengijinkan putrinya, Setyaboma, dipersunting oleh Narayana.
Raja Duryodana yang kecewa lalu memerintahkan warga Korawa menyerang Lesanpura dan
merebut Setyaboma. Serangan prajurit Korawa dilawan oleh Pamade dan Bima, maka
seketika musuh kembali ke Ngastina.
Negara Lesanpura aman kembali. Narayana memboyong Setyaboma, dan bertahta di
kerajaan Dwarawati. (Sumber: Mangkunagara VII, Jilid 23:8-14)
Perkawinan Narayana dengan Jembawati
Para Pandhawa hidup menyamar di Wanamarta. Yudhisthira menyamar sebagai brahmana
Dwijakangka, Bima menjadi algojo bernama Jagalbilawa, Arjuna menjadi guru tari bernama
Kandhiwratnala, Nakula menjadi pemelihara kuda bernama Pinten atau Dama, Sadewa
menjadi gembala bernama Tangsen atau Granti. Mereka membuka hutan bersama-sama atas
perintah dan ijin Raja Wiratha. Di tengah hutan Arjuna ditemui oleh Bathara Kamajaya dan
Dewi Ratih. Ia diberi tahu bahwa penyamaran Pandhawa telah diketahui oleh Korawa.
Arjuna harus berhati-hati. Kemudian Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih kembali ke
Cakrakembang.
Arjuna bersama panakawan mengelana di hutan. Mereka bertemu dengan Narayana dan
Udawa. Narayana bercerita tentang tapanya di tepi Bengawan Kantha, dan telah
memperoleh wahyu, anugerah Sang Hyang Jagadpratingkah. Narayana hendak melanjutkan
perjalanan ke Gandamadana, hendak menolong Resi Jembawan yang menderita sedih.
Arjuna heran mendengar keinginan Narayana. Narayana bercerita, sejak akan bertapa ia
telah melamar Jembawati, anak sang resi itu. Sekarang Jembawati hilang, mungkin dibawa
lari oleh Raja Trisancaya, raja negara Sriwedari. Meskipun Jembawati telah dilamar oleh
Narayana, tetapi Resi Jembawan dan Trijatha ingin memberikan Jembawati kepada raja
Trisancaya, sebab ia pernah berhutang budi. Narayana mengajak Arjuna untuk mencari
Jembawati. Arjuna menyanggupi. Udawa disuruh kembali ke Widarakandhang untuk
memberi tahu kepada Kakrasana.
Narayana dan Arjuna tiba di negara Sriwedari. Mereka masuk ke taman. Raja Trisancaya
sedang merayu Jembawati. Jembawati tidak menyambut cinta Raja Trisancaya. Ia

menyiapkan keris di tangan. Bila dijamah ia ingin bunuh diri. Raja Trisancaya amat kecewa,
lalu berusaha menakut-nakuti Jembawati. Setelah tidak berhasil Raja Trisancaya pergi.
Seorang abdi perempuan ditugaskan untuk menungguinya.
Raja Trisancaya menemui Patih Pramastha, minta agar dicarikan harimau putih untuk
menakut-nakuti Jembawati. Narayana mengetahui rencana raja itu. Ia lalu menyamar,
berubah wujud menjadi harimau putih. Arjuna diminta menjadi gembala harimau itu.
Harimau berjalan di hutan dikawal oleh Arjuna. Mereka berjumpa dengan Patih Prawastha
dan pegawai istana. Arjuna pun ditanya nama dan asal harimau itu. Arjuna menjelaskan
bahwa harimau itu bernama Narasinga, binatang peliharaan Basudewa, raja Mandura.
Harimau diminta untuk Raja Trisancaya, dan akan diminta bantuan supaya membujuk
Jembawati agar mau menjadi permaisuri raja. Arjuna menyanggupinya. Arjuna dan
Narasinga dibawa masuk ke kerajaan Sriwedari.
Harimau dan Arjuna diterima oleh sang raja. Arjuna diminta untuk mengajarkan tari kepada
isteri selir Raja Trisancaya dan adik raja bernama Ambarwati. Narasinga ditugaskan
membujuk Jembawati, supaya bersedia menjadi permaisuri raja.
Jembawati sedang asyik berbicara dengan para abdi. Tiba-tiba melompatlah harimau putih
mendekatinya. Jembawati dan para abdi berteriak ketakutan tetapi mereka tidak mau lari.
Jembawati bahkan ingin mati dimakan harimau karena ia tidak mau diperisteri Raja
Trisancaya. Narasinga mengerang dan menyapanya. Jembawati heran lalu mendatangi
harimau itu dengan tenang. Ia semakin heran setelah Narasinga bersikap seperti manusia.
Narasinga ditanya alasan kehadirannya ke Sriwedari. Dijawab olehnya bahwa ia ingin
mengabdi raja. Raja Trisnancaya dipuji dan disanjungnya. Dikatakan sang raja sungguh baik
hati, ambek paramarta. Sungguh bahagia puteri yang diangkat menjadi permaisuri raja.
Jembawati menjawab, ia tidak ingin diperisteri sang raja. Lebih baik mati daripada melayani
sang raja. Narasinga meyalahkan sikap Jembawati yang demikian itu. Bila Jembawati
menginginkan tanpa selir, Narasinga sanggup mengusulkan agar selir raja diusir dari istana.
Jembawati tidak ingin mengusir para selir, tetapi ia juga tidak mau diperisteri raja, sebab ia
telah bertunangan kepada Narayana. Narasinga menanggapi bahwa Narayana adalah
seorang pemuda jelek, bukan keturunan raja. Ia keturunan orang hina, anak Antagopa di
Desa Widarakandang, pekerjaannya menggembala ternak. Sedang Trisancaya adalah
keturunan raja yang berkuasa di Ngalengka. Bukankah Jembawati itu cucu Wibisana, Raja
Singgelapura. Sudah selayaknya bila Jembawati menjadi isteri Trisancaya. Sangat keliru bila
ingin bersuami Narayana penggembala kambing itu. Jembawati menjawab bahwa cintanya
kepada Narayana bermodal cinta sejati. Ia tidak mau bermuka dua, lebih baik mati bila
urung bersuami Narayana. Narasinga melanjutkan kata-kata bujukannya. Ia mengaku lebih
mengerti asal-usul Narayana, dan mengaku abdi tersayang di kerajaan Mandura. Disarankan
agar Jembawati mau diperisteri Raja Trisancaya, agar kelak tdak menyesal, sebab Narayana
tidak mungkin membahagiakan hidupnya. Jembawati tetap pada pendiriannya. Ia ingin
bersuami Narayana meskipun bukan raja, dan ia tidak ingin minta segala sesuatu kepadanya.
Sungguh besar cinta

Dengan lembut Harimau Putih yang bernama Narasinga, mendekati Jembawati yang
sedang bersemadi. (karya Herjaka H.S 2008)
Jembawati kepada Narayana, tidak mungkin terbeli dengan emas dan kekayaan. Narasinga
terlihat marah. Ia berkata akan menelannya, akan memakan tulang-tulangnya dan
meminum darahnya.
Narasinga mengerang. Para abdi ketakutan, menangis dan meminta agar tuan puterinya mau
diperisteri Raja Trisancaya. Jembawati tetap tenang dan berkata kepada Narasinga bahwa ia
ikhlas dimakan, sebab sudah demikian itu tekadnya. Namun sebelum dimakan ia berpesan
agar Narasinga memberi tahu kepada Narayana bahwa cintanya kepada Narayana tidak
luntur oleh keduniawian dan bahaya yang datang dari kerajaan Sriwedari, tidak akan gugur
karena jasa-jasa Raja Trisnancaya kepada ayahnya. Cinta kasihnya kepada Narayana tidak
akan pudar oleh ancaman harimau yang amat buas. Jembawati minta ijin akan bersemedi
sebelum dimakan harimau itu. Selama bersamadi ia akan berdoa, semoga Narayana
mendapat isteri yang lebih cantik dan selalu selamat. Setelah selesai bersamadi ia bersedia
untuk dimakan.
Jembawati bersamadi, Narasinga mendekatinya dalam rupa Narayana, lalu mencubit dan
mencolek dagu Jembawati. Jembawati tidak menghiraukan, dirasanya Narasinga mencium
hendak memakan dirinya. Para abdi tersenyum memandang adegan romantis itu. Jembawati
membuka mata, tidak terlihat lagi harimau Narasinga. Yang dipandang hanyalah Narayana
kekasih dan jantung hatinya. Mereka pun asyik berwawan asmara.
Raja Trisnancaya datang, Narayana telah berubah menjadi Narasinga. Jembawati duduk
berpegang Narasinga seraya mengusap-usap leher harimau itu. Raja ini melihatnya lalu
berkata bahwa dirinya kalah bagus, tidak dicintai oleh Jembawati. Narasinga berkata bahwa
tidak lama lagi sang putri akan menyerah kepada raja, sanggup diperisterinya. Raja
berkenan lalu pergi meninggalkan taman.
Arjuna dicintai oleh selir raja Trisnancaya. Ambarwati, adik raja pun juga jatuh cinta kepada
Arjuna. Hal itu diketahui oleh sang raja. Ketika Arjuna bercumbu dengan Ambarwati, sang
raja marah. Arjuna dilempar tombak, maka terjadilah perkelahian. Gempar di istana
Sriwedari. Para panakawan membela keselamatan tuannya. Prajurit Sriwedari membantu
perang. Narasinga mengambil kesempatan keluar dan menyerang prajurit Sriwedari. Prajurit
Sriwedari lari tunggang langgang dan mencari persembunyian.

Narasinga kembali menjadi Narayana, kemudian bersama Jembawati, Arjuna dan


Panakawan lari meninggalkan kerajaan Sriwedari, menuju ke pertapaan Gandamadana.
Kedatangan Jembawati, Narayana dan Arjuna disambut oleh Resi Jembawan dan Trijatha.
Sang Hyang Narada datang bersama bidadari di pertapaan. Kedatangan mereka atas
perintah Sang Hyang Jagadnata untuk mengawinkan Jembawati dengan Narayana. Resi
Jembawan menyerah dengan kehendak Dewa. Perkawinan dan perjamuan mempelai
dirayakan di Gandamadana. Setelah upacara Sang Hyang Narada dan para bidadari kembali
ke kahyangan.
Raja Trisnancaya bersama prajurit berusaha menyerang Gandamadana dan merebut
Jembawati. Tetapi Arjuna dan Kakrasana berhasil mengusir musuh kembali ke negaranya.
Permusuhan Narayana dengan Kangsa
Kresna banyak terlibat dalam beberapa cerita, berkedudukan sebagai tokoh sampingan,
tokoh pelengkap dan tokoh utama. Berikut ini beberapa cerita yang melibatkan Kresna
sabagai tokoh utama. Cerita permusuhan Narayana dengan Kangsa dimuat dalam beberapa
cerita atau lakon. Antara lain dalam cerita Kangsadewa, Kangsa Adu Jago dan Kangsa Aduadu. Isi ketiga cerita itu hampir sama, yaitu cerita sejak Kangsa merebut atau meminta
Kerajaan Mandura dari kekuasaan Basudewa. Kemudian kerajaan itu berhasil direbut
kembali oleh Kakrasana (nama Baladewa sewaktu muda) dan Narayana (nama Kresna
sewaktu muda). Isi ringkas yang dimuat dalam cerita Kangsadewa sebagai berikut:

Dewi Maherah yang sedang hamil tua tidak jadi dibunuh oleh Harya Prabu Rukma. Ia
ditolong Bagawan Anggawangsa dan diajak ke pertapaan Wisarengga. (karya herjaka
HS 2008)

Pada suatu ketika Raja Basudewa pergi berburu ke Hutan Kumbina. Sepeninggal raja ke
hutan, datanglah raja Gorawangsa dari Negara Guwabarong yang menyamar wujud
Basudewa masuk ke istana Mandura. Basudewa palsu tersebut berhasil memikat isteri
Basudewa asli yang bernama Maherah.
Dikisahkan bahwa Basudewa yang sedang dalam medan perburuan di hutan berhasil
membunuh harimau putih dan naga. Namun hati Sang Raja merasa tidak enak, lalu
menyuruh Harya Prabu Rukma kembali ke istana untuk menyelidiki jika ada hal-hal yang
tidak beres. Ternyata benar apa yang dikhawatirkan Raja Basudewa. Istana keputrian
kemasukan penjahat yang menyamar sebagai Basudewa dan berhasil menggauli Maherah.
Basudewa palsu berhasil dimusnahkan oleh Harya Prabu Rukma sehingga kembali berwujud
Gorawangsa.
Harya Prabu Rukma kembali ke hutan Kumbina, melapor peristiwa yang terjadi di istana.
Setelah mengerti perbuatan Gorawangsa dengan Maherah, raja Basudewa menyuruh agar
Maherah dibunuhnya. Harya Prabu Rukma mendapat tugas untuk membunuhnya. Maherah
dibawa ke hutan. Namun setelah sampai di hutan, Harya Prabu Rukma tidak sampai hati
membunuh Maherah, lalu ditinggalkannya ia di tengah hutan.
Sepeninggal Harya Prabu Rukma, Bagawan Anggawangsa datang dan membawa Maherah ke
Pertapaan Wisarengga. Di pertapaan, Maherah melahirkan bayi laki-laki berujud raksasa.
Setelah melahirkan, Dewi Maherah meninggal dunia. Bayi itu diberi nama Kangsa, yang
dipelihara sampai dewasa.
Setelah dewasa Kangsa menanyakan ayahnya kepada Bagawan Anggawangsa. Sang Begawan
menerangkan bahwa Kangsa adalah anak Maherah, isteri raja Mandura. Diceritakan bahwa
ibu Kangsa meninggal setelah melahirkan, dan Kangsa dipungut oleh Bagawan
Anggawangsa. Kemudian Kangsa diminta pergi ke Mandura.
Suratimantra yang berkuasa di Guwabarong hendak membalas kematian Gorawangsa, ingin
menghancurkan kerajaan Mandura. Ia kemudian menyiapkan prajurit untuk menyerang
kerajaan Basudewa.
Kangsa sampai di Gowardana dan berjumpa dengan Ugrasena. Kangsa berkata ingin
menghadap raja Basudewa. Dengan kata-kata manis Ugrasena berjanji akan menghantar
Kangsa menghadap raja, tetapi diminta supaya mengusir musuh yang menyerang kerajaan
Mandura. Kangsa menyanggupinya. Ia lalu pergi melawan perajurit Suratimantra. Setelah
Suratimantra tahu yang dihadapi Kangsa, ia mengira Kangsa adalah anak Gorawangsa.
Suratimantra menyerah tanpa berperang, lalu dibawa menghadap Basudewa. Ugrasena
bercerita tentang musuh yang datang dan pimpinan perajurit bernama Suratimantra
menyerah kalah. Basudewa gentar menghadapi Kangsa. Kangsa diaku anak dan dinobatkan
menjadi Adipati Sengkapura bergelar Kangsadewa, sedangkan Suratimantra diangkat
menjadi patih di Sengkapura.
Adipati Kangsadewa tahu bahwa raja Basudewa mempunyai tiga anak bernama Kakrasana,
Narayana dan Bratajaya. Mereka diasuh oleh Demang Antagopa dan Nyai Sagopi di
Widarakandang. Adipati Kangsadewa menyuruh Kala Akura dan para prajurit untuk
menyerang Widarakandang, dan menangkap tiga anak Basudewa.

Prajurit Sengkapura yang dipimpin oleh Kala Akura menyerang Widarakandhang. Kebetulan
Kakrasana dan Narayana sedang pergi ke pertapaan. Demang Anantagopa ditangkap dan
dibunuh, namun Bratajaya dan Larasati berhasil dibawa lari oleh Nyai Sagopi. Nyai Sagopi,
Bratajaya dan Larasati berjumpa Arjuna. Mereka minta perlindungan. Raksasa yang
mengejar mereka musnah oleh Arjuna. Setelah bebas dari serangan raksasa mereka sepakat
untuk mencari Kakrasana dan Narayana.
Kangsadewa ingin merebut tahta kerajaan Mandura. Suratimantra menyarankan agar
mengajak mengadu manusia. Suratimantra sanggup menjadi jago, dan taruhannya negara.
Kangsadewa menyetujui usul Suratimantra, lalu berkirim surat kepada raja Basudewa.
Dalam surat itu Kangsadewa mengajak mengadu jago, taruhannya negara. Basudewa gentar
menghadapi Kangsadewa, sehingga tanpa dipertimbangkan permintaan Kangsadewa
disanggupinya. Harya Prabu Rukma diminta pergi mencari jago. Harya Prabu Rukma
menyanggupinya, lalu mohon pamit akan mencari anak Pandhu. Di tengah perjalanan ia
berjumpa dengan Bratasena yang sedang mencari Arjuna. Bratasena dibujuk oleh Harya
Prabu Rukma untuk menjadi jago melawan Suratimantra. Bratasena pun sanggup diajak ke
Mandura.
Dari Rama ke Kresna
Sementara itu Narayana telah sempurna berguru kepada Bagawan Padmanaba di gunung
Giripura. Bagawan Padmanaba menganugerahkan kembang Wijayakusuma dan senjata
Cakrabaskara. Kemudian sang bagawan merasuk menyatu dengan Narayana. Setelah
menerima senjata sakti itu, Narayana pergi ke gunung Argasonya mencari Kakrasana.
Kakrasana telah menerima anugerah dari Kahyangan berupa senjata Nanggala dan Alugora.
Bathara Brama memberi mantera Jaladara. Setelah saling bercerita hal perolehan senjata
dan kesaktian, Narayana dan Kakrasana kembali ke Widarakandhang. Di tengah perjalanan
mereka bertemu dengan Nyai Sagopi bersama Bratajaya, Larasati dan Arjuna. Nyai Sagopi
bercerita tentang kematian Kyai Anantagopa dan hancurnya Widarakandhang. Kakrasana
marah ingin membalas kematian Kyai Anantagopa. Ia tahu bahwa Kangsadewa ingin
mengadu manusia melawan jago dari kerajaan Mandura. Narayana ingn melihatnya, maka
mereka berangkat ke Mandura.
Harya Prabu Rukma telah mempersiapkan gelanggang adu jago. Orang-orang berbondongbondong ingin menyaksikan pertarungan jago Kangsadewa dengan jago raja Basudewa.
Kangsadewa dan Basudewa duduk bersanding, menyaksikan pertarungan jago masingmasing. Suratrimantra telah naik ke panggung menanti kedatangan Bratasena.

Narayana berguru kepada Begawan Padmanaba ditemani abdi setia. Hasil dari berguru
tersebut, Narayana mendapatkan Kembang Wijayakusuma dan Panah Cakrabaskara
(karya Herjaka HS)
Tak lama kemudian Bratasena naik panggung, maka pertarungan dimulai. Perang belum
berlangsung lama, Suratrimantra mati terkena tusukan kuku pancanaka. Lantas
Suratrimantra digotong oleh dua abdinya yang bernama Kala Caruna dan Kala Mustika
untuk kemudian dimasukkan ke kolam air semangka. Setelah masuk di kolam tersebut
Suratrimantra hidup kembali dalam keadaan segar bugar, lalu maju ke gelanggang. Berkalikali Suratrimantra mati dibunuh oleh Bratasena, tapi selalu hidup kembali. Badranaya
mengetahui kesaktian Suratrimantra, lalu menyuruh Arjuna supaya pusaka keris Kyai
Pulanggeni dimasukkan ke dalam kolam. Setelah dimasuki Pulanggeni, air kolam mendidih.
Dengan demikian akhirnya Suratrimantra tidak mampu hidup kembali. Kangsadewa
mengerti bahwa jagonya hancur dalam kolam, lalu meloncat ke panggung.
Kakrasana datang menghadapi Kangsadewa. Kangsadewa menyerang, tetapi Kakrasana
menyambut dengan Nanggala dibarengi oleh Narayana yang melepaskan senjata Cakra ke
tubuh Kangsadewa. Terkena dua senjata sekaligus, yaitu Cakra dan Naggala, Kangsadewa
mati seketika. Dengan matinya Kangsadewa, permusuhan antara Kangsadewa dan Narayana
atau Kresna berakhir.
Setelah tenang raja Basudewa menyambut tiga putranya. Kakrasana, Narayana, Bratajaya,
Bratasena dan Arjuna diajak masuk ke istana. Harya Prabu Rukma yang mengantarkannya.
Raja Basudewa menyatakan kegembiraannya. Kakrasana dan Narayana dipeluknya, dan
dipuji kesaktiannya. Arjuna dan Bratajaya di pangkunya. Arjuna duduk di paha kanan dan
Bratajaya di paha kiri. Raja Basudewa berkata, Bratajaya jangan bersuami kalau tidak

dengan Arjuna. Sejak saat itu Bratajaya dipertunangkan dengan Arjuna. Dengan matinya
Kangsadewa, negara Mandura damai, raja mengadakan pesta keselamatan.
Cerita Rama Nitis
Raja Darmakusuma dihadap oleh Wrekodara, Nakula, Sadewa dan Gatotkaca. Raja Kresna
datang menghadap bersama Satyaki. Kresna bertanya tentang kepergian Sumbadra dan
Srikandi. Raja Darmakusuma menjawab, bahwa kedua iparnya pergi tanpa pamit.
Arjuna juga pergi akan mencari ke dua isterinya. Kemudian Sugriwa, utusan raja Pancawati,
datang menyampaikan surat lamaran. Isi surat bermaksud melamar Drupadi, isteri raja
Darmakusuma, agar Darmakusuma menyerahkan Drupadi. Drupadi diserahkan Sugriwa lalu
dimasukkan dalam kendaga. Kresna mengetahui sikap Darmakusuma lalu menjadi heran.
Wrekodara mengetahui hal itu menjadi tidak rela hati. Setelah Sugriwa berada di luar istana,
kendaga diminta oleh Wrekodara. Maka terjadilah perkelahian. Gatotkaca berhasil merebut
kendaga, lalu diberikan kepada Kresna. Atas siasat Kresna, Drupadi dikeluarkan dari
gendaga, Gatotkaca masuk menggantikan Drupadi. Gendaga diberikan kepada Sadewa, lalu
dibawa lari. Sugriwa mengejar, dan berhasil merebut kendaga, dan dibawa lari ke Pancawati.
Ramawijaya dihadap Lesmana, Wibisana, Anoman dan para pemuka prajurit kera.
Kemudian datang Sugriwa menyerahkan kendaga. Wibisana mengetahui isi kendaga.
Kendaga diterima oleh Ramawijaya lalu diserahkan kepada Lesmana. Wibisana
menyarankan agar kendaga dipanah dengan pusaka Mertyajiwa. Ketika dipanah dinding
kendaga tidak tembus, tetapi Gatotkaca terpental keluar dari kendaga. Gatotkaca lari terbang
kembali ke Ngamarta.
Ramawijaya kebingungan karena usaha pengobatan penyakit Sinta gagal. Wibisana
menyarankan agar Ramawijaya minta pertolongan kepada Resi Brangtalaras, yang bertapa
di Cempakawedhar. Anoman diminta supaya memboyong Resi Brangtalaras. Bila tidak mau
supaya dipaksanya. Anoman menjunjung perintah raja, lalu berangkat ke Cempakawedhar.
Resi Brangtalaras dan Resi Brangtapernali tinggal di Cempakawedhar bersama kuda
kesayangannya bernama Ciptawilaha. Anoman datang minta kesediaan Resi Brantalaras
untuk diboyong ke Pancawati menyembuhkan penyakit permaisuri raja. Sang Resi minta
agar Sinta dibawa ke pertapaan untuk diobatinya. Anoman memaksa kehadiran Resi
Brantalaras ke Pancawati. Terjadilah perkelahian, Resi Brangtalaras dapat diterkam, dibawa
terbang ke Pancawati. Resi Brangtapernali yang naik kuda Ciptawilaha mengejarnya.
Arjuna mencari Sumbadra, dan di tengah hutan dicegat oleh raksasa Kamakragila dan
Kamayaksi. Terjadilah perkelahian. Dua raksasa tersebut dipanah, lalu menjelma menjadi
Kamajaya dan Dewi Ratih. Kamajaya memberi saran agar Arjuna segera kembali ke
Ngamarta. Setelah berpesan Kamajaya dan Ratih kembali ke Kahyangan. Arjuna dan para
panakawan berangkat ke Ngamarta.

Rama Nitis

Prabu Ramawijaya menitis kepada Kresna, manusia jelmaan Batara Wisnu. karya :
Herjaka HS
Darmakusuma duduk dihadap oleh Kresna, Wrekodara, Nakula, Sadewa, Samba dan Satyaki.
Mereka membicarakan nasib Gathotkaca. Tiba-tiba Gathotkaca jatuh dari angkasa.
Mengerang kesakitan, ia merangkak menghadap raja Darmakusuma. Kemudian Harjuna
datang. Raja meminta agar Arjuna segera menolong Gathotkaca. Arjuna pun mengambil
anak panah yang bersarang di perut Gathotkaca dengan anak panah pula. Maka Gathotkaca
sembuh kembali.
Kresna ingat perjanjian yang diberikan oleh Ramawijaya dan Lesmana. Ia lalu minta ijin
pergi bersama Arjuna ke Pancawati.
Di Pancawati, Ramawijaya, Lesmana dan Sugriwa tengah menanti kedatangan Anoman.
Kemudian Anoman datang bersama Resi Brangtalaras. Ramawijaya minta kesediaan sang
resi untuk menyembuhkan penyakit Sinta. Sang resi mendekati Sinta. Setelah diusap
dahinya, sembuhlah penyakit Sinta. Lalu Sinta diserahkan kepada Ramawijaya. Resi
Brangtapernali datang menghadap Ramawijaya. Dalam pertemuan itu Ramawijaya ingin
menghadiahkan kerajaan Pancawati kepada Resi Brangtalaras sebagai upah pengobatan.
Maka Resi Brangtalaras pun menjadi raja, sedangkan Resi Brangtapernali menjadi patihnya.
Raja Brangtalaras duduk di balai penghadapan, kemudian Cocakrawun datang menghadap,
melapor kedatangan musuh dari Ngamarta. Patih Brangtapernali diminta menyambut
kedatangan musuh. Maka Patih Brangtapernali terjun perang melawan warga Pandhawa.
Ternyata Wrekodara, Arjuna Gathotkaca dan Satyaki tidak mampu melawan amukan
Brangtapernali. Kresna segera datang menolong, dan senjata Cakra dilepaskan. Terkena
Cakra, Brangtapernali berubah menjadi Srikandi. Raja Brangtalaras datang bersama Sinta.
Kemudian Kresna melepaskan cakra. Terpanah Cakra, Brangtalaras berubah menjadi
Sumbadra. Sedangkan Sinta lenyap setelah dicakra, menyatu dalam tubuh Sumbadra.

Bathara Guru, Bathara Narada, Bathara Panyarikan, Sambu dan Korawa berunding di
Kahyangan. Bathara Guru menugaskan Bathara Narada supaya turun ke Marcapada.
Anoman disuruh bertapa di Kendalisada, Wibisana diminta memerintah negara Singgela,
sedangkan raja Sugriwa dan prajuritnya diminta agar masuk ke api korban, masuk ke
Nirwana. Bathara Narada pun turun ke Marcapada.
Ramawijaya, Lesmana, Wibisana, Sugriwa, Anoman dan Anggada berbicara tentang
persahabatan mereka dengan raja Brangtalaras dan Brangtapernali. Tengah mereka
berbicara, datanglah Cocakrawun yang memberi tahu bahwa Brangtalaras dan
Brangtapernali hilang di medan perang. Demikian juga Sinta.
Ramawijaya marah, lalu pergi ke medan perang. Kresna menyambut kehadiran Ramawijaya.
Terjadilah perkelahian, tetapi tidak ada yang kalah. Ramawijaya ingat, pernah berjanji akan
bersatu dengan manusia jelmaan Wisnu. Maka Ramawijaya bersatu dengan Kresna.
Lesmana membela Ramawijaya, lalu berperang melawan Arjuna. Akhirnya Lesmana
menyatu bersama Arjuna. Ternyata Arjuna tidak sanggup bersatu dengan Lesmana sehingga
Lesmana dilepas dan menjelma ke dalam Baladewa. Tapi kemudian Lesmana lepas dari
Baladewa, dan ingin menjelma kembali pada Arjuna. Arjuna sanggup menerima, tetapi
menolak sikap wadatnya.
Anoman bergulat dengan Gathotkaca. Bathara Narada datang melerai, Anoman disuruh
bertapa di Kendhalisada. Kemudian Bathara Narada menemui Wibisana dan menyuruh
supaya menjaga negara Singgela. Setelah damai, semua perajurit dan warga Pandhawa oleh
Kresna diminta kembali ke Ngamarta.
Raja Darmakusuma dihadap oleh Kresna, Wrekodara, Arjuna, Nakula, Sadewa, Gathotkaca
dan Satyaki. Mereka menyambut kehadiran Sumbadra dan Srikandi.
Sugriwa dan prajurit kera yang setia datang menyerang kerajaan Ngamarta. Wrekodara,
Gathotkaca dan Satyaki ditugaskan mengusir perajurit kera itu. Sang Hyang Narada datang
menemui perwira prajurit kera. Mereka dikumpulkan kemudian disuruh masuk ke perapian
agar masuk nirwana. Kera-kera kecil banyak yang mati oleh prajurit Ngamarta yang
dipimpin oleh Wrekodara.

Wahyu Makutharama

Bagawan Kesawasidi memberi wejangan Hastabrata kepada Arjuna yang merupakan


perwujudan dari Wahyu Makutharama (karya Herjaka HS 2008)
Cerita Wahyu Makutharama dimuat dalam lakon Wahyu Makutharama atau Arjuna Jelur. Isi
ringkas cerita Wahyu Makutharama sebagai berikut:
Duryodana raja Ngastina duduk di atas singgasana, dihadap oleh Baladewa raja Mandura,
Basukarna, Pendeta Drona, Patih Sakuni dan beberapa pegawai kerajaan Ngastina. Mereka
membicarakan wahyu yang akan turun ke dunia. Raja Duryodana ingin memperoleh wahyu
itu, lalu minta agar Adipati Karna bersedia mewakili untuk mencarikannya. Adipati Karna
bersedia, lalu pergi bersama Patih Sakuni dan beberapa warga Korawa meninggalkan istana.
Prajurit Korawa ikut mengawal perjalanan mereka.
Kresna menjadi pertapa bernama Bagawan Kesawasidi, bertempat di pertapaan
Kutharunggu. Sang Bagawan dihadap oeh Anoman, Resi Maenaka, Yaksendra dan Gajah
Setubanda. Adipati Karna dan Patih Sakuni datang menghadap sang Bagawan, minta Wahyu
Makutharama yang sekarang ada pada Bagawan Kesawasidi. Bagawan Kesawasidi mengaku
bahwa wahyu tidak ada pada dirinya. Adipati Karna tidak percaya, maka terjadilah
perselisihan. Adipati Karna menyerang, tetapi dilawan oleh Yaksendra dan Yajagwreka.
Bagawan Kesawasidi tidak senang melihat pertengkaran itu, maka Resi Anoman diminta
melerainya. Adipati Karna melepas panah Wijayandanu, tapi panah ditangkap oleh Resi
Anoman. Panah diserahkan kepada Bagawan Kesawasidi. Adipati Karna putus asa, tidak
melanjutkan perkelahian. Bagawan Kesawasidi menyalahkan sikap Anoman. Resi Anoman
merasa salah, lalu minta petunjuk. Resi Anoman disuruh bertapa di Kendhalisada. Resi
Anoman kemudian kembali ke Kendhalisada.
Arjuna dan panakawan menjelma menjadi seorang begawan, dan sekarang ingin bersatu
dengan Hyang Suksma Kawekas. Selama bersamadi ia mendapat petunjuk agar menemui
Bagawan Kesawasidi. Bagawan Wibisana menghadap Bagawan Kesawasidi di Kutharunggu.

Ia minta penjelasan cara mempersatukan diri dengan Hyang Suksma Kawekas. Bagawan
Kesawasidi keberatan untuk menjelaskannya, lalu terjadi perkelahian. Bagawan Kesawasidi
dipanah Wibisana dengan panah pemberian Ramawijaya. Seketika Bagawan Kesawasidi
berubah menjadi raksasa besar dan dahsyat. Bagawan Wibisana menghormat dan minta
ampun. Bagawan Kesawasidi kembali ke wujud semula, lalu bersamadi. Bagawan Wibisana
ikut bersamadi. Setelah selesai, Bagawan Kesawasidi minta agar Bagawan Wibisana
membuka jalan untuk air suci. Bagawan Wibisana mendapat air suci, lalu akan kembali ke
sorga. Di tengah perjalanan ia melihat penderitaan suksma Kumbakarna. Suksma
Kumbakarna mengganggu suksma Wibisana. Maka suksma Kumbakarna disuruh mencari
Wrekodara di Marcapada.
Wrekodara mencari saudara-saudaranya. Di tengah jalan ia digoda oleh suksma
Kumbakarna. Wrekodara marah, mengamuki Kumbakarna yang kadang-kadang tampak,
kadang-kadang hilang. Akhirnya suksma Kumbakarna masuk ke betis Wrekodara sebelah
kiri. Kemudian Wrekodara pun melanjutkan perjalanan.
Arjuna menghadap Bagawan Kesawasidi di Kutharunggu. Bagawan Kesawasidi tahu bahwa
Arjunalah yang pantas ditempati Wahyu Makutharama. Bagawan Kesawasidi memberi
nasihat dan menyampaikan ajaran Rama kepada Wibisana yang disebut Hasthabrata.
Setelah selesai memberi wejangan dan ajaran, Bagawan Kesawasidi menyerahkan senjata
Kunta kepada Arjuna. Arjuna menerima Kunta, menghormat, lalu pergi mendapatkan Karna.
Arjuna menemui Karna, menyerahkan senjata Kunta. Karna menerima senjata, kemudian
berkata ingin memiliki Wahyu Makutharama. Arjuna mejelaskan makna wahyu itu, dan
berkata bahwa dirinya yang memilikinya. Karna ingin merebut wahyu tersebut, maka
terjadilah perkelahian di antara mereka. Karna merasa tidak mampu lalu mengundurkan
diri. Arjuna kembali ke pertapaan Kutharunggu. Wrekodara telah datang menghadap
Bagawan Kesawasidi. Tiba-tiba datang dua kesatria bernama Bambang Sintawaka dan
Bambang Kandhihawa. Mereka ingin menaklukkan Bagawan Kesawasidi dan Arjuna.
Akhirnya terjadi perang tanding. Bagawan Kesawasidi melawan Bambang Sintawaka, Arjuna
melawan Bambang Kandhihawa. Bagawan Kesawasidi berubah menjadi Kresna, Bambang
Sintawaka menjadi Sembadra, dan Bambang Kandihawa menjadi Srikandi.
Mereka senang dapat bertemu dan bersatu kembali, kemudian kembali ke negara,
berkumpul di Ngamarta.

Kresna Begal
Kresna raja Dwarawati duduk di Pancaniti, dihadap oleh Samba, Wresniwira, Patih Udawa
dan pegawai istana. Mereka membicarakan kepergian Harjuna dari Madukara. Kresna ingin
berkunjung ke Ngamarta. Patih Udawa diminta mempersiapkan kepergian raja. Kresna
meninggalkan balai penghadapan lalu masuk istana, memberi tahu rencana kepergiannya
kepada para isteri. Rukmini, Jembawati dan Setyaboma menyambut kedatangan Kresna. Di
hadapan para istrinya, Kresna menyampaikan berita tentang kepergian Arjuna dan rencana
kunjungan ke Ngamarta.
Arwah tokoh Ngalengka turun ke Marcapada lagi. Raja Dasakumara duduk di balai
penghadapan, dihadap oleh Indrajit, Trisirah dan pegawai raksasa. Raja ingin beristeri Retna
Dewi Puspitawara, anak Darmamuka raja Slagaima. Indrajit diberi tugas mencarikan putri
raja itu. Indrajit menyanggupinya. Ia menugaskan Kala Wahmuka, Kala Pradiyu dan Kala
Bisana untuk melamar ke Slagaima. Sedangkan Raja Dasakumara pergi mencari raja Kresna.

Di tengah perjalanan, Kresna dicegat oleh arwah Dasamuka yang bernama Dasakumara.
(karya Herjaka HS, 2008)
Darmamuka raja Slagaima berbincang-bincang dengan putra raja bernama Jayapuspita,
Patih Jayasudarna dan para pembesar kerajaan. Mereka membicarakan lamaran raja
Dasakumara. Jayapuspita ditugaskan mencari perlindungan. Di pertengahan jalan mereka
bertemu dengan utusan dari Tawanggantungan. Terjadilah perkelahian, tetapi Jayapuspita
menyimpang jalan mencari selamat.
Arjuna tengah bertapa di gunung Candhirinengga, dengan nama Bambang Madusekti.
Jayapuspita dan Patih Jayasudarma datang. Mereka berdua minta kesediaan Bambang
Madusekti untuk melindungi Kerajaan Slagaima. Bambang Madusekti menyanggupinya lalu
berangkat, dikawal oleh para punakawan. Jayapuspita dan Patih Jayasudarma menyertainya.
Di tengah hutan mereka dihadang oleh raksasa dari Tawanggantungan. Terjadilah
perkelahian. Raksasa dapat dikalahkan oleh Bambang Madusekti.

Bambang Madusekti tiba di Slagaima, menghadap raja Darmamuka. Setelah bertanya


Bambang Madusekti masuk ke istana, menghadap permaisuri raja, kemudian diperkenalkan
dengan Retna Puspitawara, putri raja Darmamuka. Bambang Madusekti menyatakan
bersedia saat diminta raja memperisteri putrinya.
Indrajit duduk bersama Trisirah, Trikaya, Narataka, Dewataka dan Yaksadewa. Kemudian
datanglah Wijamantri dan Tejamantri. Mereka memberi tahu bahwa prajurit raksasa
musnah oleh Bambang Madusekti.
Raja Darmamuka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Jayapuspita, Patih Jayasudarma
dan Bambang Madusekti. Tiba-tiba terjadilah huru-hara di luar istana. Api berhamburan di
angkasa. Bambang Madusekti minta pamit untuk memadamkan api itu. Raja
mengijinkannya. Bambang Madusekti matek aji, hujan turun, api pun padam. Bambang
Madusekti tahu bahwa musuh datang dari angkasa. Ia lalu mengangkasa. Musuh diserang
dengan panah Bajra, maka lenyaplah musuh dari Tawanggangtungan. Setelah aman
Bambang Madusekti mohon pamit berkelana ke hutan bersama punakawan.
Di pertapaan Candhana Sapilar, Bagawan Sidikwacana dihadap oleh Endang Mutyara.
Endang Mutyara bercerita kepada sang bagawan, bahwa ia bermimpi bertemu dengan
Bambang Madusekti. Ia minta dicarikan dengan pria yang ditemui dalam mimpi itu.
Bagawan Sidikwacana meninggalkan pertapaan hendak mencari Bambang Madusekti.
Perjalanan Bagawan Sidikwacana tiba di hutan. Ia bertemu dengan Bambang Madusekti.
Sang bagawan bercerita tentang mimpi anaknya, lalu minta kesediaan Bambang Madusekti
ikut ke Candhana Sapilar. Mula-mula Bambang Madusekti tidak mau, namun setelah
tersekap oleh sang bagawan ia menyerah dan bersedia diajak ke pertapaan. Di pertapaan ia
dipertemukan dengan Endang Mutyara. Bambang Madusekti jatuh cinta, dan mau
mengawininya.
Yudhistira raja Ngamarta berbicara dengan Wrekodara, Nakula dan Sadewa tentang
kepergian Arjuna. Raja Dwarawati datang memberitahu bahwa kepergian Arjuna untuk
keperluan perkawinan. Kresna ingin mencari Arjuna, sepekan kemudian Wrekodara diminta
menyusul ke kerajaan Slagaima. Setelah berpamitan Kresna menuju kerajaan Slagaima. Di
tengah perjalanan Kresna dikejar raja Dasakumara. Kresna lari, lalu masuk pertapaan.
Bambang Madusekti menghadap Bagawan Sidik Wacana, minta pamit akan ke kerajaan
Slagaima. Ia memberi tahu kepada sang bagawan, bahwa isterinya telah mengandung. Bila
telah lahir ia minta agar anaknya diberi nama Bambang Nilasuwarna. Sepeninggal Bambang
Madusekti dan para panakawan, Kresna datang menghadap sang bagawan. Sang bagawan
berkata bahwa Bambang Madusekti pergi ke kerajaan Slagaima. Raja Dasakumara datang di
pertapaan mencari Kresna. Sang bagawan berkata bahwa di pertapaan tidak ada Kresna.
Raja Dasakumara marah, sang bagawan diserangnya. Raja Dasakumara mati terkena pusaka
Bagawan Sidikwacana.
Sang Hyang Yamadipati turun ke Marcapada bersama Dewi Sari Monglang. Mereka
menemui bangkai Dasakumara. Dewi Sari Monglang minta agar Dasakumara hidup lagi.
Sang Hyang Yamadipati menghidupkan Dasakumara. Maka Dasakumara pun hidup lagi lalu
mendekati Dewi Sari Monglang. Sang Hyang Yamadipati dan Dewi Sari Monglang ketakutan,
lalu lari.

Kresna berhasil mendahului perjalanan Bambang Madusekti. Ia mencegat Bambang


Madusekti, terjadi perdebatan. Kresna marah atas kepergian Bambang Madusekti (Arjuna)
tanpa pamit. Sang Hyang Yamadipati dan Dewi Sari Monglang datang di empat Kresna.
Mereka minta perlindungan. Dasakumara datang, Bambang Madusekti menyongsongnya.
Terjdilah perkelahian. Dasakumara musnah oleh panah Bambang Madusekti. Kemudian
Kresna, Bambang Madusekti dan panakawan melanjutkan perjalanan ke Slagaima.
Raja Yudhistira duduk di atas singgasana, dihadap oleh Wrekodara, Nakula, Sadewa, Patih
Tambak Ganggeng, dan Gathotkaca. Wrekodara dan Gathotkaca diminta mencari Arjuna.
Mereka berdua lalu berangkat.
Raja Darmamuka dan Jayapuspita menyambut kedatangan Bambang Madusekti. Bambang
Madusekti minta ijin akan kembali menjenguk ibu dan saudara. Tiba-tiba datang serangan
perajurit Tawanggantungan. Bambang Madusekti minta pamit akan memberantas musuh
yang datang. Raja mengijinkannya. Wrekodara dan Gathotkaca datang membantunya.
Serangan musuh dapat dipatahkan. Kerajaan Slagaima aman kembali.
Kresna, Wrekodara, Gathotkaca dan Bambang Madusekti menghadap raja Darmamuka.
Kresna minta agar Bambang Madusekti, yang sebenarnya Arjuna, diijinkan kembali ke
Ngamarta. Raja Darmamuka mengijinkan setelah pesta di kerajaan Slagaima selesai.
Setelah pesta selesai Arjuna kembali ke Ngamarta bersama Wrekodara dan Gathotkaca.
Sedangkan Kresna kembali ke Dwarawati.

Kresna Sungging
Raja Kresna duduk di atas singgasana, dihadap oleh Wisnubrata, Patih Udawa dan Setyaki.
Datanglah Patih Sengkuni utusan Suyudana, raja Ngastina. Kresna diminta menghadiri dan
menjadi saksi penobatan Bagawan Sabdajati yang diangkat sebagai pujangga istana,
menggantikan Pendeta Drona. Pendeta Drona telah lama pergi meninggalkan kerajaan
Ngastina. Kresna sanggup menghadiri upacara itu. Kemudian ia masuk istana untuk
berpamitan kepada para isteri. Wisnubrata dan Satyaki diserahi menjaga istana Dwarawati.
Kresna dan Sengkuni berangkat menuju Ngastina.
Raja Baladewa datang di Dwarawati, disambut oleh Wisnubrata, Patih Udawa dan Satyaki.
Setelah diberi tahu bahwa raja Kresna ke kerajaan Ngastina, Baladewa berpamitan akan
menyusul ke Ngastina.
Raja Suyudana dihadap oleh warga Korawa, Adipati Karna, Indraswara dan Bagawan
Sabdajati. Datanglah Patih Sengkuni bersama Kresna. Raja memberi tahu tentang rencana
pengangkatan pujangga istana. Kresna mengusulkan agar jabatan pujangga diberikan
kepada orang lain. Ia tidak setuju bila Sabdajati diangkat menjadi pujangga Ngastina.
Terjadilah perdebatan antara Kresna dengan Bagawan Sabdajati. Mereka bertentangan
pendapat. Kresna pergi meninggalkan pertemuan. Bagawan Sabdajati marah, Kresna pun
dikejarnya. Di tengah jalan bagawan tersebut berjumpa raja Baladewa dan pengawalnya.
Terjadilah perdebatan antara Baladewa dengan Bagawan Sabdajati. Mereka berkelahi.
Baladewa terkena sabda sang Bagawan, dan berubah wujud menjadi patung. Satyaki yang
membelanya juga terkena sabda, dan berubah menjadi pohon tal putih, berdiri di tengah
jalan.
Arjuna dan panakawan mengembara di hutan, mencari Yudhisthira dan Wrekodara yang
telah lama meninggalkan kerajaan Ngamarta. Di tengah hutan, Arjuna dikeroyok raksasa,
tetapi raksasa dapat dikalahkan.
Dhang Hyang Drona tengah berdiri di tepi samodera, merenungkan perselisihannya dengan
raja Suyudana. Ia ingin menjabat pujangga istana, tetapi raja berkehendak Drona menjadi
brahmana kerajaan. Datanglah Bathari Pramoni. Ia memberi nasihat agar Drona hidup
menyamar, sehingga cita-cita Drona bisa tercapai. Bathari Pramoni mengubah Dhang Hyang
Drona menjadi Garuda, diberi nama Mintasih. Bathari Pramoni minta agar Garuda selalu
memberi pertolongan kepada orang-orang yang sedang kesusahan.
Dalam perjalanan Arjuna bertemu dengan Kresna. Kresna bercerita tentang hal ihwal yang
terjadi di Ngastina. Mereka setuju menuju ke Ngastina. Di tengah perjalanan

Kresna merasakan bahwa patung dan pohon tal putih yang ada di depannya itu pada
mulanya adalah manusia. (karya Herjaka HS)
mereka melihat patung dan pohon tal putih. Mereka heran. Kresna mengamat-amati dengan
seksama. Ia mengira patung dan pohon itu semula manusia. Patung dan pohon tal lalu
disayembarakan, siapa yang dapat mengembalikan ke wujud semula akan dipenuhi segala
permintaannya. Garuda Mintasih mendengar, lalu menghadap Kresna. Garuda minta ijin
akan mengembalikan wujud patung dan pohon tal. Berhasillah usaha Garuda, patung dan
pohon kembali menjadi raja Baladewa dan Satyaki. Karena kesaktian Kembang
Wijayakusuma, Garuda berubah menjadi Dhang Hyang Drona. Namun Dhang Hyang Drona
minta mati. Kresna membuat lukisan yang menggambarkan Aswatama mati diinjak Gajah
Putih. Dikatakan oleh Kresna, di situlah Dhang Hyang Drona akan mati. Kemudian Kresna,
Baladewa, Arjuna dan Panakawan pergi menuju kerajaan Ngastina.
Yudhisthira dan Wrekodara menghadap Sang Hyang Wenang di Kahyangan Mereka
bertanya masalah perang Bharatayudha. Pertanyaan mereka dijawab, bahwa perang mesti
terjadi, karena harus diakuinya adanya kebenaran dan keadilan. Setelah banyak bicara, Sang
Hyang Wenang menyuruh agar mereka pergi ke Ngastina. Di Ngastina akan ada upacara
penobatan pujangga baru. Mereka diminta dengan menyamar dalam wujud resi. Mereka
menjunjung perintah Sang Hyang Wenang. Yudhisthira menyamar dan berujud resi
bernama Resi Wasesa, dan Wrekodara bernama Bratawasesa. Mereka berdua turun ke
Marcapada, menuju Ngastina.
Raja Suyudana dihadap oleh Bagawan Sabdajati dan tokoh-tokoh Korawa. Datanglah warga
Korawa, memberi tahu, bahwa di alun-alun terjadi perkelahian hebat. Seorang pendeta
melawan Kresna, dan Dhang Hyang Drona melawan Arjuna. Raja Suyudana bersama
Bagawan Sabdajati menuju ke alun-alun. Mereka melerai yang sedang berkelahi. Resi
Wasesa kembali menjadi raja Yudhisthira dan Bratawasesa menjadi Wrekodara. Bagawan
Sabdajati melerai pertengkaran mereka dan berkata, bahwa sekarang belum waktunya
terjadi perang besar.
Raja Suyudana memanggil Dhang Hyang Drona dan minta agar tetap tinggal duduk sebagai
brahmana di istana Ngastina. Mereka yang hadir diundang pesta di Ngastina.

Kresna GUGAH

Arjuna ingin mengetahui tujuan tapa Kresna (karya Herjaka HS)


Raja Duryodana dihadap oleh Patih Sakuni, Pendeta Drona, raja Baladewa, raja Salya,
Karna, dan beberapa warga Korawa. Raja menyampaikan masalah ilham yang diperolehnya.
Ilham itu menyatakan bahwa yang berhasil membangunkan Kresna dari tidur akan menang
dalam perang Baratayuda. Raja minta kesediaan raja Baladewa untuk membangunkannya.
Raja Baladewa menyanggupinya, lalu mohon diri, berangkat ke Dwarawati. Karna dan warga
Korawa mengikutinya.
Di Negara Dwarawati, Satyaki, Satyaka, Emban Druwaja dan Patih Udawa menjaga Balai
Kambang, tempat raja Kresna tidur. Raja Baladewa, Karna dan beberapa warga Korawa
datang. Mereka ingin membangunkan Kresna. Para petugas penjaga tidak mengijinkannya.
Terjadilah perkelahian. Satyaki mengamuk, warga Korawa dan Karna tidak mampu
melawannya. Namun Baladewa mengamuk dengan membawa Nenggala sehingga Satyaki
dan kawan-kawan menyingkir. Baladewa berhasil mendekati tempat tidur. Tetapi sewaktu
akan membangunkan Kresna, senjata Cakra menyerang Baladewa. Baladewa lari dan
bertahan di luar Negara Dwarawati. Prajurit Ngastina disuruh bersiap-siap di sekitar Negara
Dwarawati.
Tersebutlah di Negara Jurang Parangsuh, Raja Locanadewa dihadap Dewamurti dan Patih
Subagendra, tengah membicarakan kematian Raja Kalamungsa, ayah raja Locanadewa.
Togog bercerita bahwa kematian ayah raja karena dibunuh oleh Arjuna, ksatria Madukara.
Maka Raja Locanadewa ingin membunuh Arjuna, membalas kematian ayahnya. Para prajurit
Jurang Parangsuh disiapkan, lalu berangkat ke Ngamarta. Raja berangkat lewat angkasa.
Raja Locanadewa bertemu Gathotkaca yang akan pergi ke Ngamarta. Mereka saling
bertanya, namun kemudian Gathotkaca menghantam karena raja Raksasa itu ingin

membunuh Arjuna. Locanadewa tidak mampu melawan Gathotkaca, lalu menyimpang jalan.
Gathotkaca meneruskan perjalanan menuju Ngamarta.
Arjuna bersama panakawan berangkat ke Ngamarta. Di tengah perjalanan mereka bertemu
dengan prajurit raksasa dari Jurang Parangsuh. Setelah mengerti maksud dan tujuan
prajurit raksasa itu, Arjuna mengusirnya. Raksasa berhasil dimusnahkan, dan Arjuna
meneruskan perjalanan ke Ngamarta.
Sementara itu di Negara Ngamarta, Puntadewa dihadap oleh Wrekodara, Arjuna, Nakula,
Sadewa, Patih Udakawana, Gathotkaca dan Antareja. Puntadewa bercerita tentang Kresna
yang sedang bertapa, tidur di Balai Kambang, dan memberi tahu ilham yang diperolehnya.
Setelah mereka merundingkan masak-masak, mereka berangkat ke Dwarawati hendak
berusaha membangunkan Kresna.
Satyaki dan Satyaka sedang membicarakan Baladewa yang berusaha membangunkan
Kresna. Kemudian Puntadewa datang bersama warga Pandhawa. Puntadewa menceritakan
maksud kedatangannya. Satyaki mempersilakan warga Pandhawa untuk membangunkan
Kresna tetapi tidak berhasil. Arjuna menghadap Semar, lalu menyatakan kesedihannya.
Semar mengingatkan kedudukan Arjuna terhadap Kresna. Ibarat cincin, mereka sebagai
bingkai dan permatanya. Maka sungguh mengherankan jika Arjuna tidak tahu tujuan tapa
Kresna. Mendengar peringatan Semar itu Arjuna menjadi sadar, lalu berjalan mendekati
Kresna. Ketika meraba badan Kresna terasa dingin, berarti tanpa sukma. Arjuna lalu
mengheningkan cipta, berbadan halus, mengaku bernama Sukma Langgeng. Lalu Sukma
Langgeng pun berangkat ke Suralaya.
Di Suralaya, Batara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Panyarikan, Bathara Indra,
Bathara Brahma dan beberapa dewa lain. Bathara Guru menanyakan gara-gara yang terjadi
di Marcapada. Bathara Narada bercerita tentang Kresna yang tidur di Balai Kambang.
Dikatakannya Kresna ingin memiliki kitab Jitabsara, Pakem Baratayuda. Batara Guru
tergerak hatinya untuk mengarang kitab Jitabsara. Panyarikan diminta untuk menulis hasil
pembicaraan mereka. Bathara Guru dan Bathara Narada merencanakan isi surat Pakem itu.
Antara lain menulis tokoh yang gugur dalam perang Baratayuda yang akan terjadi nanti.
Dhrestharastra dan Gendari harus mati. Seta gugur melawan Bisma, Bisma gugur melawan
Srikandhi, dan seterusnya. Namun sewaktu hendak mencatat Baladewa dan Antareja, tempat
tinta tumpah karena ditabrak lebah Lanceng Putih. Lebah hilang, datanglah sukma Kresna
yang bernama Sukma Wicara.
Bathara Guru dan Bathara Narada menemui Sukma Wicara. Sukma Wicara ditanya
alasannya menumpahkan tinta. Ia menjawab, tidak setuju Baladewa dimusuhkan Antareja.
Antareja tidak akan terlawan oleh Baladewa. Bathara Guru menanyakan kesaktian Antareja
dan cara menyingkirkannya. Dijawab bahwa Sukma Wicara telah mempunyai akal dan
sanggup melaksanakannya, tetapi ia harus diberi Jitabsara. Bathara Guru menyanggupi
permintaan Sukma Wicara, tetapi harus ditukar dengan Sekar Wijayakusuma. Setelah
sepakat dengan perjanjian mereka, Sukma Wicara minta pamit.
Sepeninggal Sukma Wicara, Sukma Langgeng datang, menanyakan perihal Sukma Wicara.
Bathara Guru bercerita tentang pembicaraannya dengan Sukma Wicara. Sukma Wicara telah
pergi. Mendengar keterangan Bathara Guru itu, Sukma Langgeng cepat-cepat minta diri, lalu
pergi mencari Sukma Wicara.

Sukma Langgeng berhasil menemukan Sukma Wicara. Ia minta kitab Jitabsara. Sukma
Wicara tidak memberikannya, maka terjadilah pertikaian. Sukma Wicara lari, lalu masuk ke
raganya. Sukma Langgeng mengejarnya. Sukma Langgeng juga masuk ke raganya.
Kresna terbangun dari tapa, dan Arjuna menemuinya. Mereka berunding tentang rencana
menyingkirkan Antareja. Selanjutnya.Puntadewa dan saudara-saudara Pandhawa datang.
Kresna bercerita kepada Puntadewa sesaudara tentang riwayat memperoleh Pakem
Baratayuda. Ia akan berpihak pada Pandhawa. Kresna berbicara tentang Antareja, bahwa
telah tersedia surga baginya. Pandhawa diminta keikhlasan hati mereka. Setelah
mendengarkan keterangan Kresna, para Pandhawa menyerahkan nasib Antareja.
Kresna menemui Antareja di luar Bale Kambang. Antareja ditanya kesiapan perang
Baratayuda. Antareja menyatakan siap, dan bercerita tentang kesaktian yang diperoleh dari
Sang Hyang Antaboga. Ia memperoleh Taring Kencana. Manusia yang dijilat akan hancur.
Bahkan jika dijilat bekas telapak kakinya, orang tersebut akan meninggal. Maka Korawa
pasti hancur olehnya. Untuk membuktikan kesaktian itu, Antareja disuruh Kresna menjilat
bekas telapak kaki yang ada didekatnya. Antareja pun menjilat bekas telapak kaki yang
ternyata miliknya sendiri. Antareja mukswa, naik ke surga
Baladewa, Patih Sakuni dan Karna datang menemui Kresna. Baladewa minta kesediaan
Kresna untuk diboyong ke Ngastina. Arjuna menolak keinginan Baladewa, Kresna
dipertahankannya. Terjadilah pertikaian hebat. Baladewa melemparkan Nanggala, Arjuna
menghindarinya. Nanggala tertancap ke bumi. Baladewa berteriak minta tolong, Kresna mau
menolong, asal Baladewa mau mendermakan kekayaan kerajaan Mandura. Baladewa
menyanggupinya, lalu bebas dari himpitan bumi.
Suatu ketika datanglah Cantrik meminta permasuri Baladewa. Baladewa marah, Cantrik
dilempar Nanggala. Cantrik menghindar dan berubah menjadi Arjuna. Nanggala masuk ke
bumi. Baladewa terhimpit bumi sejak berusaha mencabut Nanggalanya. Kresna datang
menolong namun dengan perjanjian bahwa Baladewa diminta bertapa di Grojogan Sewu.
Sebelum dijemput, Baladewa tidak boleh meninggalkan tapanya. Baladewa menyanggupinya
lalu dilepas dari himpitan bumi.
Baladewa pergi bertapa di Grojogan Sewu, Sancaka yang menjaganya. Kresna berpesan agar
menjaga uwaknya. Bila bangun supaya dadanya diusap dengan telapak tangan. Sebelum
berangkat telapak tangan Sancaka diberi rajah Cakra, sewaktu-waktu untuk mengusap dada
Baladewa bila akan bangun tidur, dan kembali ke Mandura.
Patih Pragota kebingungan ditinggal oleh Baladewa. Ia meninggalkan kerajaan, berkelana
tidak tentu tujuan. Akhirnya Pragota tercebur dalam jurang. Patih Sakuni dan warga Korawa
kembali ke Ngastina, menghadap raja Doryudana. Dilaporkannya, bahwa Kresna telah
bangun, dan Baladewa meninggalkan istana. Mereka ingin menemui Kresna.
Raja Locanadewa berhasil menemukan Arjuna. Arjuna hendak dibunuh, sebab telah
membunuh ayah Locanadewa. Arjuna bersiap-siap melawan Locanadewa. Panah sakti
dilepaskan, Locanadewa pun musnah bersama prajuritnya.
Raja Duryodana berkeinginan memboyong Kresna ke Ngastina. Duryodana dan warga
Korawa datang ke kerajaan Dwarawati. Kresna dengan senang menyambut kedatangan

mereka. Duryodana minta agar hari itu Kresna mau diboyong ke Ngastina. Kresna tidak mau
dan berkata, bahwa Duryodana nanti harus memilih dirinya atau prajuritnya. Duryodana
bersikeras memboyong Kresna. Terjadilah pertikaian, prajurit Korawa mengamuk.
Para Pandhawa datang menyelamatkan kerajaan Dwarawati. Wrekodara berhasil menghalau
prajurit Korawa. Duryodana dan warga Korawa kembali ke kerajaan Ngastina dengan
kecewa.
Pandhawa ikut berpesta di Dwarawati.

KRESNA DUTA

Kresna bangkit amarahnya dan berubah menjadi raksasa sebesar gunung,


mengamuk di Negara Ngastina. Pada tragedi ini Drestharastra dan Gendari,
kedua orang tua warga Korawa, gugur tertimpa benteng Baluwarti (karya
Herjaka HS 2008)
Kunthi dihadap Karna di Ngawangga. Kresna datang bercerita tentang
kepergiannya ke Ngastina sebagai utusan Pandhawa. Dikatakannya bahwa
perang Baratayuda sudah diambang pintu, sebab Duryodana tidak mau melepas
kekuasaannya atas Negara Ngastina. Kunthi diajak ke Negara Wiratha, sebab
semua warga Pandhawa telah berkumpul di negara itu. Kunthi bersiap-siap pergi
ke Wiratha. Melihat ibunya Karna menjadi bimbang. Ia berkata kepada Kresna,
bahwa ia akan berpihak kepada Pandhawa. Kresna tersenyum, lalu menegur,
memperingatkan bahwa Karna telah berjanji akan berpihak kepada Duryodana.
Sebagai ksatria Karna harus berpegang kepada janjinya. Karna terpaksa
mendengarkan kata-kata Kresna. Kemudian dengan rasa bimbang ia mengantar
kepergian ibunya dan Kresna ke Wiratha.

Atas meninggalnya Drestharastra dan Gendari, Pendeta Drona dan Sakuni


meminta agar Dursasana mencari korban. Dursasana pergi, kemudian
menemukan tukang perahu bernama Sarka dan Tarka. Mereka berdua diminta
kesediaannya menjadi korban. Sarka dan Tarka tidak bersedia, tapi mereka
berdua dibunuh oleh Dursasana. Terdengar suara, bahwa mereka akan
membalas dendam dalam perang Baratayuda. Dursasana tidak gentar, dua
mayat tersebut dibawanya ke Ngastina.
Dursasana menghadap raja Duryodana dan memberi tahu bahwa korban telah
tersedia. Bathari Durga dan Bathara Kala datang. Raja Duryodana meminta
kesediaan mereka berdua untuk membantu perang Baratayuda. Mereka berdua
akan mengusahakan dan meminta kurban. Dursasana menyerahkan dua kurban,
Sarka dan Tarka. Kemudian Bathari Durga dan Bathara Kala pergi ke Wiratha
setelah menerima jenasah Sarka dan Tarka.
Raja Matswapati dihadap oleh Puntadewa, Wrekodara, Arjuna, Nakula, Sadewa
serta Resi Janadi, Resi Sagotra dan Bambang Irawan. Kemudian Kunthi datang
bersama Kresna. Mereka membicarakan rencana perang Baratayuda. Janadi
berkata kepada Matswapati bahwa ia pernah berjanji ingin menjadi kurban
menjelang perang Baratayuda. Permintaan Janadi dan dua kawan lainnya untuk
menjadi kurban diserahkan kepada Kresna dan Arjuna. Kurban manusia
dilaksanakan, dengan permohonan agar Pandhawa menang dalam perang
Baratayuda serta warga Pandhawa utuh dan selamat. Tetapi Arjuna lupa
mengajukan permohonan untuk keutuhan dan keselamatan putra-putri
Pandhawa.
Bathari Durga dan Bathara Kala tiba di Wiratha. Bathara Kala minta kepada raja
Matswapati supaya membujuk Padhawa untuk menyerah kepada Korawa. Bila
tidak mau menyerah, Pandhawa yang berjumlah lima ditakdirkan menjadi catu
makan bagi Bathara Kala. Para Pandhawa tidak mau menyerah. Mereka pun
menyerang Bathara Kala. Tetapi tidak seorang pun mampu melawan Bathara
Kala.
Kresna naik ke Kahyangan. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan
Wisanggeni, anak Arjuna. Kresna bercerita tentang Bathara Kala dan nasib
keluarga Pandhawa. Wisanggeni tidak jadi ke Wiratha. Ia pergi ke Ngondarandir
Bawana untuk menghadap Sang Hyang Wenang.
Wisanggeni menghadap Sang Hyang Wenang, dan meminta keterangan jadi atau
tidaknya perang Baratayuda. Sang Hyang Wenang menjawab, perang harus
terjadi, dan bila ada penghalang harus dilenyapkan. Wisanggeni memberi tahu
bahwa Bathara Kala berusaha mengurungkan perang Baratayuda dengan
membujuk agar Pandhawa menyerah pada Korawa. Sang Hyang Wenang
berjanji akan menolong Pandhawa, tetapi kelak Wisanggeni tidak diperkenankan
ikut menyaksikan perang Baratayuda. Wisanggeni menyanggupinya. Sang Hyang
Wenang meminjaminya Gada Intan untuk membunuh Bathara Kala. Setelah

menerima Gada Intan, Wisanggeni pergi ke Wiratha. Gada Intan diserahkannya


kepada Wrekodara untuk membunuh Bathara Kala.
Wrekodara menemui Bathara Kala. Bathara Kala hendak menerkam Wrekodara,
tetapi tubuhnya digores dengan GadaIntan oleh Wrekodara. Ia mati seketika.
Gada Intan diserahkan kembali kepada Kresna. Kresna menyamar berujud
Bathara Kala, menemui Bathari Durga. Bathari Durga diminta membunuh
Pandhawa dengan Gada Intan. Gada Intan supaya disisipkan dalam kain penutup
dada. Bathari Durga menerima Gada Intan, lalu disisipkan dalam kain penutup
dada. Sewaktu melangkah Bathari Durga jatuh tertelungkup. Dadanya hancur
karena Gada Intan. Bathari Durga mati seketika itu juga.
Pandhawa selamat dari ancaman Bathara Kala. Gada Intan dibawa Kresna,
kemudian Wisanggeni ditugaskan mengembalikannya kepada Sang Hyang
Wenang.
Wisanggeni menghadap Sang Hyang Wenang, mengembalikan Gada Intan dan
ingin menepati janjinya. Atas kuasa Sang Hyang Wenang, Wisanggeni kembali
ke alam baka.
Raja Duryodana dan warga Korawa tahu bahwa usaha Bathara Kala dan Bathari
Durga tidak berhasil menumpas Pandhawa. Para Korawa serentak menyerang
Negara Wiratha. Para Pandhawa melawan serangan Korawa. Korawa mundur,
kembali ke Ngastina, dan bersiap-siap untuk menghadapi perang besar.
Para Pandhawa dan keluarga Wiratha berpesta keselamatan, bebas dari
ancaman Bathara Kala.
(Sumber cerita: Baratayuda Babak Ke-3, Kresna Duta. Susunan Bagian
Penerangan Panitia Baratayuda, Jogjakarta: NV Badan Penerbit Kedaulatan
Rakyat, 1958)

Kresna, wayang kulit gaya Jogyakarta

Tokoh Kresna dikenal dalam cerita India, kemudian datang ke Indonesia dan
dikembangkan melalui sastra Jawa kuna dan sastra Jawa baru. Dalam mitologi
India diceritakan Kresna sebagai awatara dewa Wisnu, kehadirannya di dunia
sebagai jelmaan dewa Wisnu yang kedelapan. (Dowson, 1957: 160). Y.E.van
Lohuizen dalam penelitannya menyimpulkan, Kresna merupakan awatara Wisnu
yang ke duapuluh. Wisnu berturut-turut berawatara menjadi Purusa, Wariha,
Narada, Nara dan Narayana, Kapila, Dattatreya, Yajna, Rsabha, Prthu, Matsya,
Kurma, Dattwantari (dua kali) Narasingha, Wamana, Parasurama, Wedawyasa,
Rama, Balarama, Kresna, Buddha dan Kalkin (Lohuizen, 1976 : 31)
Dalam Bab II dan III telah diuraikan cerita Kresna yang bersumber kesastraan
India dan sastra pewayangan. Berikut ini perbandingan dan pemaparan jatidiri
Kresna yang diambil dari berbagai sumber cerita.
Kresna Sejak Kanak dan Menjelang Dewasa
Kresna adalah anak Dewaki dan Wasudewa, termasuk suku Yadawa, keturunan
Yadu ia lahir dari kehamilan yang ke delapan, jelmaan dewa Wisnu. Isteri
Wasudewa yang lain bernama Rohini, beranak Sankarsana berkulit putih
(Wisnupurana, 1961 : 401). Dalam kitab Wisnupurana dan Mahabharata
diceritakan, Wisnu mencabut dua helai rambut putih dimasukan di rahim Rohini,
sehelai rambut hitam ke rahim Dewaki. Setelah Rohini dan Dewaki hamil dan

beranak, masing-masing melahirkan Balarama berkulit putih dan Kresna berkulit


hitam. Diceritakan pula, bahwa Ugrasena raja Manthura mempunyai saudara
laki-laki bernama Dewaka. Ugrasena beranak Kangsa, Dewaka beranak Dewaki.
Dewaki diperisterioleh Wasudewa, yang kemudian beranak Balarama dan Kresna
(Dowson, 1957:161). Karena diramal, bahwa Balarama dan Kresna akan
menghancurkan kekuasaan Kangsa, Balarama dan Kresna dititipkan kepada
Nanda dan Yasoda (Dowson: op.cit,165)
Dalam kitab kakawin Krnandhaka diceritakan dewa Wisnu menjelma dalam
rahim Dewati atau Raiwati isteri Basudewa. Dewa Basuki turun dalam isteri
Basudewa yang bernama Rohini. Rohini melahirkan Kakrasana, Dewati
melahirkan Kresna. Sejak bayi Kakrasana dan Kresna dititipkan kepada
Antagupta dan Ayaswadha di Gobraja daerah Magadha (Kresnandhaka Zang IV
V)
Perkembangan cerita Kresna pada masa kecil dalam cerita pewayangan sedikit
mengalami perubahan dan mempunyai beberapa versi cerita.
Dalam Serat Pakem Padhalangan Wayang Purwa, lakon Wisnu Nitis atau Lairipun
Kangsa (Naskah Reksapustaka Surakarta Nomor D.79:2349-252), diceritakan
demikian: Atas perintah Sang Hyang Guru, Hyang Wisnu menjelma ke
marcapada bersama Bathara Laksmanasadu dalam wujud ular naga. Hyang
Basuki ingin ikut menjelma, Sang Hyang Brama mendukungnya. Sang Basuki
dan Bathara Laksmanasadu bersatu menjelma bersama. Harimau putih dan ular
naga datang di hutan tempat Basudewa berburu. Kemudian mereka dibunuh
oleh Basudewa. Harimau putih musnah oleh panah Basudewa. Jasmaninya
masuk ke Dewi Kunthi isteri Pandhu. Naga musnah oleh panah Basudewa.
Jasmani dan roh halusnya merasuk kepada Dewi Rohini isteri Basudewa yang
lain. Kemudian Dewi Kunthi beranak Arjuna, jelmaan dari Wisnu. Dewi Rohini
beranak Kakrasana.
Nojowirongko bercerita, penjelmaan Wisnu ke dunia terbelah menjadi dua, yaitu
Kresna dan Arjuna. Andaikata bunga, mereka sebagai mahkota dan sari
bunganya. Andaikata api, mereka sebagai bara api dan nyala apinya. Andaikata
sirih, ibarat bagian muka dan belakang daunnya, berbeda rupa, bila digigit sama
rasanya (Nojowirongko, 1954: 66).
Dalam Serat Pakem Purwa, lakon Kangsa Lair (Naskah Reksapustaka Surakarta
Nomor D.70:65) diceritakan, bahwa isteri Basudewa bernama Mahera, Dewi
Rohini dan Dewi Mahendra. Kangsa lahir dari Mahera, hasil hubungan gelap
dengan Gorawangsa. Kakarsana atau Kakrasana lahir dari Dewi Rohini, jelmaan
dewa Bathara Basuki.dan Bathara Laksmanasadu. Kresna atau Narayana lahir
dari Dewi Mahendra jelmaan dewa Wisnu. Kakrasana dan Kresna diasuh oleh
Buyut Antagopa atau Buyut Nandagopa di Widarakandhang
Kasidho Gitasewoyo dalam cerita Basudewa Grogol, menceritakan Basudewa
mempunyai isteri Amerta, Dewi Badraini dan Dewi Maherah. Dewi Amerta

melahirkan dua anak kembar, diberi nama Kakrasana dan Narayana. Masingmasing berkulit hitam dan putih. Dewi Badraini beranak perempuan, diberi nama
Bratajaya. Hasil hubungan gelap dengan Gorawangsa, Dewi Maherah melahirkan
Kangsa (Kasidho Gitosewoyo, 1978: 29-33)
Dalam Serat Kandhaning Ringgit Purwa diceritakan, Basudewa mempunyai isteri
Dewi Angsawati, Dewi Ugraini dan Dewi Badraini. Hubungan gelap antara Dewi
Angsawati dengan Prabu Gorawangsa raja Jadingklik melahirkan Kangsa. Dewi
Ugraini (Ugrawala) beranak Kakrasana, jelmaan Dewa Basuki. Badraini
melahirkan dua anak kembar, bernama Narayana dan Endang Panangling
(Kandhaning Ringgit Purwa: P CXXVII CXXVIII).
Dalam Serat Babad Purwa diceritakan, Basudewa mempunyai isteri Dewi
Angsawati, Ugraini dan Ugrayani. Angsawati berhubungan gelap dengan
Mayangkara, beranak Kangsa. Ugraini beranak Kakrasana, Ugrayani beranak
Narayana. Setelah beranak Kakrasana dan Narayana, Basudewa mengambil
isteri ke empat bernama Badraini (Babad Purwa: P LXXXIII 1-38)
Hadikartoso dalam cerita lakon Laire Kakrasana Sakadang menceritakan, bahwa
Bathara Wisnu bersama Bathara Leksmanasadu dan Bathara Basuki menjelma
ke dunia. Mereka menjelma dengan perantara isteri Basudewa raja Mandura.
Mereka bertiga turun ke dunia dalam wujud harimau putih dan ular naga.
Harimau dan ular naga itu dibunuh oleh raja Basudewa, ketiga sang raja itu
berburu di hutan. Roh mereka merasuk ke tubuh isteri Basudewa yang bernama
Rohini, Dewaki dan Badraini. Rohini melahirkan bayi yang berkulit putih, diberi
nama Kakrasana. Kemudian Dewaki mempunyai anak berkulit hitam, diberi
nama Narayana atau Kresna. Badraini mempunyai anak, diberi nama Sumbadra
(Hadikaryoso, 1982: 30-32)
Di India Kresna mendapat banyak sebutan, antara lain Arisudana, Acyuta,
Janardana, Gowinda, Hari, Hrisikesa, Yogeswara, Kesawa, Kesinisudhana dan
Warsneya (Bhagawadgita, 1867: XXXVI)
Dalam cerita pewayangan Kresna mendapat sebutan Prabu Harimurti,
Padmanaba, Narayana, Kesawa, Wasudewa, Wisnumurti, Danardana, Janardana,
dan Dewaki. Ia bernama Kresna karena tubuh, tulang dan sumsumnya hitam. Ia
bernama Pabmanaba karena mempunyai bunga Wijayakusuma yang berkhasiat
untuk menghidupkan orang sedunia yang mati sebelum takdir kematiannya. Ia
bernama Narayana karena penjelmaan dewa yang berkuasa mendinginkan panas
hati semua makhluk hidup. Ia bernama Kesawa karena mempunyai kesaktian
untuk bertiwikrama berwujud Kalamertyu. Ia bernama Wasudewa karena ia
dewa terpilih. Ia bernama Darnadana karena kaya raya, segala keinginananya
terlaksana, segala yang dikehendaki datang dengan sendirinya. (Siswoharsojo,
1956:11)
Sejak kecil sampai masa dewasa Kresna dilahirkan sebagai manusia luar biasa.
Ia diasuh oleh Antagupta (dalam cerita India) atau Sagopa (dalam cerita

pewayangan). Sejak bayi ia disusui oleh iblis betina bernama Putana suruhan
Kangsa untuk membunuhnya, tetapi Putana dihisap air susunya hingga mati
(Dowson, 1957:165). Iblis yang akan membunuh Kresna dengan mengoleskan
racun pada buah dadanya itu dalam cerita Jawa kuna bernama Kotana
(Kresnandhaka VI: 1). Selanjutnya cerita Kresna sejak kanak-kanak dapat
dibaca dalam Bab II.
Dalam cerita pewayangan tidak banyak diceritakan kehidupan Kresna sejak
kanak-kanak. Setelah menjelang dewasa Kresna berhasil membunuh Kangsa,
kemudian merebut kekuasaan negara Mathura dan diserahkan kembali kepada
ayah Kangsa bernama Ugrasena (Dowson, op.cit: 166). Dalam cerita India,
Kangsa adalah anak Ugrasena, raja Mathura. Kekuasaan Ugrasena direbut oleh
Kangsa. Dalam cerita pewayangan Kangsa lahir dari isteri Basudewa, raja
Mandura, hasil hubungan gelap dengan Gorawangsa. Kemudian Kangsa merebut
kekuasaan Basudewa atas kerajaan Mandura. Kresna dan Baladewa berhasil
membunuh Kangsa, kemudian menyerahkan kekuasaan negara Mandura kepada
Basudewa. Cerita ini dimuat dalam Lakon Kangsa Adu Jago (Naskah
Reksapustaka Surakarta Nomor D.82: 18)

Basudewa dan isterinya (karya Herjaka HS tahun 2000)

Kresna mempunyai kesaktian luar biasa, dan selalu berhasil dalam perang. Ia
mempunyai senjata Cakra atas pemberian dewa Agni (Dowson, op.cit.:162).
Dalam cerita Adiparwa, diceritakan Kresna menerima seperangkat panah
bernama Mahaksaya Mahesadi dari dewa Agni (Adiparwa, 1985: 113). Dalam
cerita Kresnandaka, Kresna menerima senjata pemberian Puspakindama yang
diruwat dalam wujud buaya di sungai Serayu. Puspakindama menyerahkan
Cakrasudarsana (Kresnandhaka Z XXVI: 1-16). Baladewa menerima senjata dari
Jambuwana yang diruwat dalam wujud ular naga. Jambuwana menyerahkan
senjata dahsyat bernama Langghyala (Kresnanadhaka ZXXX: 1-5). Kesaktian
Kresna juga didukung oleh terompet Pancajanya dan bunga Wijayakusuma.

Perkawinan Kresna
Sumber cerita India menceritakan, setelah tinggal di Dwaraka, Kresna melarikan
Rukmini, kemudian diperistrinya. Selanjutnya Kresna kawin dengan Jembawati
(anak Jambawat) dan Setyaboma (anak Satrajit). Jumlah isteri selir kurang lebih
enam belas ribu dan beranak seratus delapan puluh ribu anak laki-laki.
Perkawinan dengan Rukmini menghasilkan anak Pradyumna dan Charumati.
Perkawinan dengan Jambawati menghasilkan anak Samba, dengan Setyaboma
beranak sepuluh anak laki-laki (Dowson: 1957: 167). Dalam sastra Jawa Kuna
cerita perkawinan Kresna dengan Rukmini dimuat dalam kakawin Kresnayana
karangan Empu Triguna dan kakawin Hariwangsa karangan Empu Panuluh.
Dalam cerita pewayangan ada beberapa versi cerita perkawinan Kresna.
Hardjowirogo dalam buku Sejarah Wayang Purwa menerangkan, Kresna
mempunyai empat isteri, yaitu Dewi Jembawati, Dewi Rukmini, Dewi Setyaboma
dan Dewi Pretiwi. Dewi Jembawati beranak Samba, Dewi Rukmini beranak Siti
Sundari, Dewi Setyaboma beranak Setyaka. Dewi Pretiwi anak Hyang Antaboga
beranak Bomanarakasura (Hardjowirogo, 1982: 144). Dalam cerita lakon Sang
Bomantara dijelaskan, bahwa Dewi Pretiwi mempunyai anak Ksitija (Suteja) dan
Ksitisundari atau Siti Sundari (Soenarto Timoer, 1969: 2).
Padmosoekotjo dalam buku Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita menerangkan,
bahwa isteri Kresna sebanyak empat orang, yaitu Dewi Pretiwi (Nagaraja di
Sumur Jalatundha), Dewi Jembawati (anak Jembawan dan Trijatha), Dewi
Setyaboma (anak Prabu Setyajit, raja Lesanpura), dan Dewi Rukmini (anak
Prabu Bismaka raja Kumbina). Dewi Pretiwi beranak Suteja yang kemudian
menjadi raja di Trajutresna bergelar Prabu Bomanarakasura. Dewi Jembawati
beranak Gunadewa dan Samba. Dewi Setyaboma beranak Siti Sundari dan
Titisari. Dewi Rukmini beranak Partajumena (Padmosoekotjo Jilid V, 1984: 44)
Dalam Serat Wisnu Krama (Naskah Sanabudaya Yogyakarta Nomor PB. A128)
diceritakan perkawinan Wisnu dengan Pretiwi yang beranak Yauti. Dalam cerita
pedalangan diceritakan Pretiwi menjadi isteri Kresna, dan beranak
Bomanarakasura.
Dalam kakawin Hariwangsa karangan Mpu Panuluh diceritakan perkawinan
Kresna dengan Jembawati beranak Samba, perkawinan Kresna dengan Rukmini
beranak Pradyuma (Hariwangsa Zang LII:4-5). Dalam kakawin Bomantaka
disebut nama Gunadewa yaitu kawan Samba ketika Samba menggembara di
hutan, kemudian bersama Kresna membunuh sang Bhoma atau sang Naraka,
anak Pretiwi dengan Wisnu (Bhomantaka Zang CII-CV). Dalam cerita
pewayangan Gunadewa dan Samba adalah anak Dewi Jembawati.
Cerita perkawinan Kresna dimuat dalam cerita Lakon Narayana Maling atau
Kresna Kembang, berisi cerita perkawinan Kresna dengan Rukmini. Lakon Alapalapan Setyaboma atau Kresna Pujangga berisi cerita perkawinan Kresna dengan

Setyaboma. Lakon Narayana Krama berisi cerita perkawinan Kresna dengan


Jembawati.

Kedudukan dan Sikap Kresna dalam Masyarakat


Bila memahami cerita Kresna secara keseluruhan didapat kesan bahwa Kresna
adalah manusia jelmaan dewa yang dalam masyarakat berkedudukan sebagai
seorang yang menjabat raja, kepala keluarga dan anggota masyarakat.
Kresna mendapat sebutan raja binathara, artinya raja yang dianggap sebagai
dewa. Dari sejarah kehidupannya Kresna memang keturunan Dewa Wisnu. Maka
sudah selayaknya bila Kresna mempunyai watak, jiwa dan sikap sebagai dewa.
Dalam cerita lakon Wahyu Makutharama dapat disimpulkan bahwa Kresna telah
memahami dan mencontoh watak dan amal baik delapan dari dewa. Kresna
sebagai raja telah memahami ajaran Rama kepada Wibisana yang bernama
asthabrata. Istilah asthabrata juga disebut asthaguna dalam arti delapan
kebijaksanaan. (Nitisruti bait 74). Oleh Raden Ngabehi Yasadipura, asthabrata
dicantumkan dalam Serat Rama Pupuh LXXVII bait 17-35. Dalam Serat Wahyu
Makutharama (Siswoharsojo,1960: 67-68), Kresna menerangkan makna Wahyu
Makutharama. Orang yang ditempati Wahyu itu berarti tahu dan mau beramal
seperti watak dan amal delapan dewa yang disebut dalam asthabrata.
Asthabrata menurut Raden Ngabehi Yasadipura dimaksudkan adalah watak dan
sikap dari delapan dewa. Delapan dewa itu bernama Bathara Endra, Bathara
Surya, Bathara Kuwera, Bathara Bayu, Bathara Baruna, Bathara Yama, Bathara
Candra, dan Bathara Brama, yang masing-masng penggambaran wataknya
adalah sebagai berikut:
Perbuatan Bathara Endra membuat harum namanya di dunia. Ia suka
berdana, dan pemberian dananya merata ke seluruh manusia tanpa
membedakan orang kecil dan orang besar.
2. Bathara Surya memikirkan kehidupan rakyat, ia bersikap penyejuk
suasana, tidak suka marah, lebih suka berdamai.
3. Bathara Kuwera selalu memperhatikan makan demi jasmaninya. Ia
berpegang kepada segala sesuatu yang telah dijanjikannya, dan percaya
kepada janji orang lain, dan tidak berbuat agar orang lain bersalah.
Kebesaran masyarakat dan negara dipaercayakan kepada yang
berkewajiban. Ia tidak pernah menyalahkan orang lain, semua dianggap
sama, sebab semua orang dianggap mempunyai budi luhur. Ia tidak
menonjolkan pribadinya.
4. Bathara Bayu suka memperhatikan gerak-gerik dunia. Tingkah-laku orang
sedunia diketahuinya. Ia sangat memperhatikan perajurit negara,
mengetahui usaha dan keingingan perajuritnya. Segala yang jahat dan
yang baik dikenalnya. Disamping mencari kebutuhan hidup untuk dirinya,
juga memikirkan kebahagiaan perajuritnya. Sikap baik juga tertuju kepada
sanak saudaranya, mereka diusahakan memperoleh keselamatan.
Pendeknya Bathara Bayu suka berbuat kebaikan dan menanam kebajikan.
1.

Bathara Baruna selalu memegang senjata demi keselamatan segala yang


diperbuatnya. Segala kepandaian dan kebijaksanaan dikuasainya. Seisi
dunia dirangkum dengan sangat hati-hati. Semua orang yang berbuat
jahat, mendatangkan kesusahan dan keresahan dibelenggunya. Senua isi
dunia yang baik dan yang jelek dijaganya. Ia berpegang teguh kepada
kebaikan.
6. Bathara Yama suka menghukum orang durhaka. Semua penjabat dibasmi,
ia tidak memandang sanak saudara, mereka yang bersalah dihukum mati.
Semua kejahatan diberantas agar tidak mengotori masyarakat. Semua
perajurit dilarang berbuat jahat, yang bergaul dengan penjahat diusirnya.
7.
Bathara Candra suka memaafkan, berkata manis dengan senyum, suci
hati dan menaruh perhatian kepada para pendeta.
8. Bathara Brama mencari makan dan pakaian untuk perajuritnya. Semua
perajurit dididik berani kepada lawan. Ia pandai bergaul dengan perajurit
dan berhasil memusnahkan musuh-musuhnya.
5.

Sehubungan dengan watak delapan dewa itu, Kresna menganjurkan agar


seorang raja bersifat seperti tanah, air, angin, samodera, bulan, matahari, api
dan bukit atau bintang (Siswoharsojo, 1960: 67)
Kresnsa dikenal sebagai raja Dwarawati yang suka berbuat seperti pendeta,
senang berbuat adil, senang berolah keprajuritan dan mengindahkan sopan
santun. Kresna memiliki keistimewaan, dicintai oleh para resi dan dewa. Kresna
raja pandai yang tidak menyombongkan kepandaiannya dan merendahkan
kepandaian orang lain (Wahyu Purba Sedjati, 1956: 11). Maka sering disebut
pinandhita.
Kresna sebagai raja berjanji akan membuat terang bagi tempat yang gelap.
Sikapnya kepada anak dan rakyat, bila jauh akan diperdekat, bila dekat akan
dipererat (Siwoharsojo, op,cit:15)
Kresna sebagai manusia cinta dan sayang kepada sesama, gemar memberi
pakaian, kepada orang yang tidak berpakaian, memberi makan orang kelaparan,
memberi air kepada orang yang kehausan, memberi tongkat kepada orang yang
berjalan di jalan licin, memberi tudung kepada orang yang kepanasan, memberi
payung kepada orang kehujanan, membuat senang orang yang kesedihan,
menyembuhkan orang yang menderita sakit. Kresna gemar memberi dana dan
hukuman. Adil hukuman yang dijatuhkannya, tidak berat sebelah dan membedambedakan orangnya. Siapa yang bersalah harus dihukum sesuai dengan
kesalahannya (Siswoharsojo, op.cit.: 11-12).
Ketika Samba anaknya, datang menghadap minta maaf atas dosa kesalahannya,
Kresna menjawab, andaikan berdosa dan bersalah, ia tidak akan memberi
hukuman mati. Sedang harimau yang buas saja tidak sampai hati memakan
anaknya, meskipun ia lapar. Kresna akan menghukum dengan menyakiti tubuh
bagi orang yang berdosa besar, akan memaafkan bagi orang yang berdosa kecil
(Siswoharsojo, op.cit.:15).

Kresna menerima tamu Saudara tua Baladewa dan Bimasena (karya : Herjaka HS)

Kresna menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi saudara tua, yaitu


Baladewa. Dikatakannya, saudara tua adalah pengganti ayah. Lagi pula
mengakui, bahwa Kresna dan Baladewa sama-sama menjadi raja. Segala
tingkah laku raja terbatas kepada aturan negara dan menjadi teladan bagi
rakyatnya (Siswoharsojo, op.cit.: 19)
Kresna juga mempunyai sikap dan sifat kekeluargaan. Dalam menentukan jodoh
Kresna menyerahkan kepada mereka yang bersangkutan. Anaknya yang
bernama Ksitisundari diberi kebebasan memilih suami. Ia menyetujui pilihan
Ksitisundari kepada Abimanyu, bukan kepada Leksmanakumara, sebab anaknya
menjatuhkan pilihan kepada Abimanyu. Ia tidak mau memaksa, mengikuti:
Baladewa yang ingin mengawinkan Ksitisundari dengan anak raja Ngastina
(Gathotkacasraya Zang XXXIX XL).
Dalam cerita Wahyu Manik Imandaya, Kresna menyetujui Boma Narkasura
mencari wahyu. Kresna mempunyai rasa cinta kepada anak sendiri dari pada
kepada orang lain. Sebelum Boma Narakasura datang, Yudhisthira telah
mengundang Kresna datang di Ngamarta. Setelah dipikir panjang Kresna tidak
mau hadir di Ngamarta, Boma Narakasura dan Samba disuruh pergi mencari
wahyu. Dalam cerita itu Sadewa yang memperoleh wahyu dengan perantaraan
Bagawan Sukmaningrat. Samba berusaha merebut wahyu itu, tetapi tidak
berhasil, lalu mengadu kepada Kresna, bahwa wahyu direbut oleh Sadewa.
Kresna datang ke Ngamarta untuk minta wahyu yang diperoleh Samba,
kemudian direbut oleh Sadewa. Setelah menerima penjelasan Kresna menyerah
kepada kenyataan dan kebenaran. Boma Narakasura disuruh kembali ke
Trajutrisna (Agus Warsito, 1982: 29 31).

Kedudukan dan Sikap Kresna dalam Masyarakat


Sikap Kresna dalam cerita lakon Wahyu Cakraningrat menunjukkan bahwa ia
tidak pilih kasih terhadap anak sendiri dan anak menantu. Keduanya dinasihati
untuk mencari wahyu (Padmadihardja, 1979: P.II-VII). Pada akhir cerita, Wahyu
Cakraningrat jatuh pada Abimanyu. Kresna senang dan memandang sudah tepat
bila wahyu bertempat pada Abimanyu, suami Siti Sundari.
Kresna sebagai seorang anak yang telah berbakti kepada orang tua. Ia bersama
Baladewa, kakaknya, berhasil membunuh Kangsa dan merebut kekuasaan
kerajaan Mandura. Kemudian tahta kerajaan dikuasakan kepada Basudewa
(Mangkunegara VII Jilid 6, 1932: 23-25)
Kresna selalu ingat dan patuh kepada pesan orang tua. Ketika Sumbadra dilamar
Baladewa atas nama raja Duryodana untuk dikawinkan dengan Burisrawa,
Kresna tidak menyetujui dan tidak mau menyerah terhadap keinginan Baladewa.
Kresna mengingatkan pesan Basudewa tentang perkawinan Sumbadra. Kresna
berpegang pada pesan ayahnya, siapa pun yang dapat memenuhi persyaratan
perkawinan boleh memperisteri Sembadra. Ternyata yang dapat memenuhi
syarat adalah keluarga Pandhawa, diperuntukkan Arjuna. (Mangkunegara VII
jilid 13, 1932: 3-7). Maka Kresna setuju Sumbadra diperisteri Arjuna.
Kresna suka kepada perdamaian. Dalam cerita lakon Kresna Duta, Kresna
berusaha mendamaikan pertikaian Pandhawa dengan Korawa. Tetapi Korawa
tidak mau menyerahkan sebagian kerajaan Ngastina, bahkan ingin membunuh
Kresna yang bertugas sebagai utusan pendamai. Kresna didakwa membela
Pandhawa, maka warga Korawa menyerang Kresna dan akan membunuhnya.
Kresna memperlihatkan kekuasaan dan kesaktiannya lalu bertiwikrama, berubah
dalam wujud raksasa dahsyat. Korawa hendak dihancurkannya. Warga Korawa
ketakutan, Narada datang dan minta agar Kresna menghentikan kemarahannya.
Kresna kembali ke wujud semula, meninggalkan Ngastina dan memberi tahu
kepada Pandhawa. Karena jalan damai tidak dapat dipakai, Kresna menyetujui
perebutan kerajaan Ngastina dengan jalan perang (Kresna Duta, 1958: 13-15)

Kresna sedang memberi nasihat Arjuna di medan Kurusetra (lukisan Herjaka HS)

Kresna berpandangan, bahwa musuh tidak kenal sanak saudara. Artinya


meskipun saudara, bila ia berkedudukan sebagai musuh, maka harus
dimusnahkannya. Sikap Kresna itu terlihat pada waktu Arjuna berkeberatan
untuk melawan sanak saudaranya dan gurunya dalam perang Bharatayudha.
Kresna memberi nasihat dan tidak membenarkan bila Arjuna bersedih hati,
enggan dan ragu-ragu. Kata-kata Kresna dalam Bhagawadgita dapat diringkas
isinya demikian. Arjuna mengapa engkau susah dan lemah hati? Pada saat
krisis, lemah semangat bukan sikap seorang kesatria. Itu bukan sikap luhur,
tetapi sikap yang memalukan. Jangan kau biarkan kelemahan itu. Itu tidak
sesuai bagimu. Enyahlah rasa cemas dan kecut. Bangkitlah, hai pahlawan jaya.
(Bhagawadgita II: 2-3)
Arjuna menyampaikan alasan keberatan, tidak mau membunuh Bisma dan
Drona, gurunya. Ia mengharapkan cahaya terang agar dapat melihat yang benar
dan yang salah. Kresna memberi nasihat: Engkau sedih bagi mereka yang tidak
sepantasnya kau susahkan. Engkau sering berbicara tentang budi pekerti. Orang
budiman tidak sepantasnya bersedih bagi orang hidup atau mati. Apa yang
tinggal di badan setiap orang tidak akan terbunuh. Oleh karena itu hai Arjuna,
jangan berduka atas kematian makhluk manapun juga! Sadarlah akan
kewajibanmu, engkau tidak boleh gentar. Bagi kesatria tiada kebahagiaan lebih
besar dari pada bertempur untuk menegakkan kebenaran. Berbahagialah
kesatria yang berkesempatan untuk bertempur tanpa harus dicari-cari olehnya.
Pintu terbuka baginya. Tetapi, hai Arjuna! Engkau tiada melakukan perang untuk
menegakkan kebenaran. Engkau meninggalkan kewajiban dan kehormatanmu.
Maka dosa pulalah bagimu. Orang akan terus membicarakan nama burukmu.
Bagi orang terhormat yang kehilangan kehormatan, lebih buruk daripada
kematian. Para pahlawan besar akan mengira engkau pengecut, lari dari
pertempuran. Mereka yang pernah memuja engkau akan merendahkanmu
dengan penghinaan. Banyak caci-maki terlontar padamu. Musuh akan
menjelekkan dan menghina kekuatanmu. Adakah yang lebih dari semua itu?
Andaikan tewas, engkau akan menikmati surga. Kalau menang engkau akan

menikmati dunia. Oleh karena itu, hai Arjuna! Bulatkan tekad, bertempurlah,
majulah! (Bhagawadgita II: 30-37).
Arjuna berpendapat, bahwa perang, bertempur, saling membunuh adalah
perbuatan kejam, buas dan kasar. Ia menolak berperang, meskipun itu darma
bagi ksatria. Ia tidak sampai hati membunuh sanak saudara. Kresna
menasihatinya, Telah kukatakan hai Arjuna. Ada dua pilihan dalam hidup ini.
Jalan ilmu pengetahuan bagi cendekiawan, jalan tindakan dan kerja bagi
karyawan. Orang tidak akan mencapai kebebasan tanpa bekerja, tidak akan
mencapai kesempurnaan bila menghindari kegiatan kerja. Tidak seorang pun
tidak bekerja, walaupun untuk sesaat juga. Manusia yang tidak mau berbuat
niscaya akan dipaksa bertindak oleh hukum alam. Orang yang duduk mengontrol
panca inderanya, tetapi pikirannya mengenang kenikmatan, sebenarnya orang
itu bingung, menipu dirinya dan disebut orang birokrat. Orang yang dapat
mengendalikan panca inderanya dengan pikirannya, bekerja tanpa memikirkan
diri sendiri, dia itu adalah orang utama. Berbuatlah seperti yang telah ditentukan
untukmu. Berbuat lebih baik daripada diam. Kalau engkau tidak berbuat, hidup
sehari-hari tidak mungkin terpenuhi. Ketahuilah, hai Arjuna. Dunia ini dibelenggu
oleh hukum kerja. Oleh karena itu berbuatlah demi kebaktian tanpa
mementingkan diri pribadi (Bhagawadgita III:3-9). Atas nasihat Kresna itu
Arjuna bangkit keberaniannya, dan sanggup tampil ke medan perang.

Jati Diri dan Sifat Kepemimpinan Kresna


Kesimpulan
Setelah meneliti dan merunut cerita yang dimuat dalam buku sumber India, hasil
sastra Jawa kuna dan Jawa baru, maka diperoleh kesan dan kesimpulan sebagai
berikut:
Data yang memuat cerita Kresna di India diperoleh dari kitab
Wisnupurana, Hariwangsa dan Mahabharata. Cerita itu sebagian
berkembang dalam cerita Jawa kuna. Pengarang sastra Jawa kuna
menyadur dan mengolah cerita Kresna dalam sebagian kitab parwa,
kakawin Kresnayana oleh Mpu Triguna, kakawin Hariwangsa oleh Mpu
Panuluh, kakawin Kresnandhaka dan Bhomakawya atau Bhomantaka.
Kemudian cerita itu berkembang dalam sastra pewayangan Jawa baru.
Cerita Kresna dimuat dalam Serat Kandhaning Ringgit Purwa, Serat Babad
Purwa, Serat Padhalangan Ringgit Purwa, Serat Pakem Wayang Purwa,
Serat Pakem Padhalangan Wayang Purwa, Serat Lampahan Ringgit Purwa,
dan cerita pendek pewayangan yang dimuat dalam majalah berhahsa
Jawa.
2. Bila memeperhatikan ceritsa dari India, cerita Jawa kuna dan Jawa baru,
maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa cerita yang menampilkan tokoh
Kresna tumbuh dan berkembang dari India ke Jawa melalui perkembangan
1.

karya sastra yang ditulis oleh sastrawan Jawa dengan bahan dasar cerita
asli India, yang kemudian diolah sesuai dengan pertumbuhan sastra
pewayangan serta masyarakat lingkungannya.
3. Cerita yang bersumber sastra India, Jawa kuna dan sastra pewayangan
mengangkat Kresna sebagai tokoh yang diceritakan secara lengkap. Pada
umumnya cerita Kresna dimulai dari masa kanak-kanak, masa dewasa dan
masa kejayaan hidupnya. Cerita kelahiran, perkawinan dan keterlibtan
Kresna dalam masyarakat dijelaskan, bahwa Kresna sebagai tokoh
manusia biasa dan manusia luar biasa.
4. Kelahiran Kresna di dunia dipersiapkan oleh dewa, bahkan Kresna
merupakan jelmaan dewa Wisnu. Baik cerita India maupun cerita Jawa
menerangkan kelahiran Kresna sebagai manusia sakti yang didukung oleh
sumber kesaktian dan persenjataannya. Dalam cerita India diterangkan,
semasa kanak-kanak Kresna tinggal dilingkungan masyarakat gemabala
dan peternak. Ia sebagai anak laki-laki yang luar biasa kenakalan dan
kepandaiannya. Kemudian pada masa dewasa menjadi pemuda calon raja
yang selalu berhasil dalam memberantas kejahatan dan manaklukan
musuh-musuhnya. Dalam cerita pewayangan, masa kanak-kanak Kresna
tidak banyak diungkap orang. Hanya sedikit dijelaskan, bahwa Kresna
jelmaan dewa Wisnu. Kebanyakan cerita pewayangan menceritakan
kehidupan Kresna pada masa dewasa. Pada masa muda diberi sebutan
Narayana, dan pada masa berkuasa dikenal dengan nama Kresna raja
Dwarawati.
5. Cerita perkawinan Kresna bertitik tolak pada kedudukannya sebagai putra
Basudewa raja Mandura. Dalam cerita India, Kresna beristeri Jembawati,
Setyaboma dan Rukmini. Dalam cerita pewayangan Kresna beristri
Jembawati anak Jembawan dengan Trijatha, Setyaboma anak raja
Setyajid, dan Rukmini anak raja Bismaka. Kemudian muncul sebuah cerita
perkawinan Kresna dengan Pertiwi. Dalam cerita yang lebih tua diceritakan
Pertiwi diperisteri
Wisnu.
Bila
memperhatikan
nama-nama isteri
Kresna diperoleh
kesan
yang
berhubungan
dengan
kata
boma
artinya
langit,
periwi
artinya bumi, dan
Dewi
Pertiwi
adalah pelindung
bumi. Perkawinan
Kresna
dengan
Pertiwi
dan
Setyaboma
lambang
persatuan Kresna
dengan bumi langit, atau persatuan Kresna dengan dunia seisinya.
Jembawati adalah wanita yang berdarah keturunan kera, manusia dan

6.

7.

8.

9.

bidadari. Ia anak Trijatha dan Jembawan cucu Wibisanan, piut Wisrawa dan
Sukesi. Perkawinan Kresna dengan Jembawati lambang persatuan Kresna
dengan makhluk di dunia, dalam arti Kresna bisa manjing ajur ajer dapat
bergaul dengan siapa saja. Rukmini jelmaan Bidadari bernama Dewi Sri
yang terkernal sebagai dewi pelindung. Perkawinan Kresna dengan Rukmini
memang sudah merupakan pasangan dari kedewatan, masing-masing
jelmaan Wisnu dan Sri. Di kahyangan mereka bersatu, di dunia mereka
pun harus bersatu sebagai pelindung dunia.
Kresna banyak terlibat dalam berbagai persoalan, terutama persoalan
pribadi dengan anggota keluarga, persoalan priibadi dengan masyarakat
sekeliling dan negara sekitar. Bila terjadi perselisihan antara Pandhawa dan
Korawa, Kresna selalu berusaha mendamaikannya. Bila terjadi perselisihan
antara keluarga Mandura, Kresna mmbela dan berpihak kepada yang
benar. Bila berselisih dengan negara lain Kresna selalu membela rakyat
dan negaranya.
Sikap hidup dan perilaku Kresna tercermin dalam berbagai cerita dan
peristiwa. Dalam cerita perkaswinan, Kresna berjuang dan melawan musuh
cintanya. Perkawinan dengan Rukmini ia bermusuhan dangn Drona dan
Korawa. Dalam cerita Jawa kuna Kresna bermusuhan dengan Suteja raja
Cedya. Perkawuinannya dengan Jembawati, Kresna dibantu Arjuna
melawan Trisnacaya raja Sriwedari. Perkawinannya dengan Setyaboma,
Kresna dibantu Arjuna harus membunuh raksasa Kala ketika melarikan
Setyaboma. Dari cerita perkawinan itu dapat disimpulkan, bahwa Kresna
sebagai manusia yang beristeri, ia harus berjuang seperti perjuangan
manusia biasa dalam usaha memperoleh teman hidupnya.
Sifat dan watak pribadi Kresna dapat dilihat dari berbagai cerita riwayat
hidup dan sikap hidupnya. Dalam cerita masa kanak-kanaknya, Kresna
adalah anak luar biasa keberanian dan kesaktiannya. Pada masa dewasa
Kresna sebagai remaja yang gemar bertapa, berkemauan keras dan
pemberani. Sebagai anggota keluarga, Kresna suka menolong saudarasaudara yang dalam kesusahan dan membutuhkakn pertolongan. Selama
berkedudukan sebagai raja Dwarawati, Kresna sebagai raja yang telah
memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam asthabrata.
Artinya ia memiliki sifat delapan dewa yang mencerminkan kelebihan dan
kehebatan para pemimpin atau pelindung dunia. Kresna berjiwa jujur,
membela kebenaran dan keadilan. Sikap Kresna mencerminkan sifat-sifat
ambek paramarta, ambek pinandhita dan ambek binathara.
Kresna berhasil berjuang hidup di dunia. Ia mati dan muksa kembali ke
surga atau kadewatan dengan perantaraan saudaranya. Dalam cerita
Mosalaparwa, Kresna muksa setelah terkena panah adiknya yang bernama
Jara anak Basudewa. Ketika itu Kresna sedang memanjat dan sembunyi di
sebatang pohon di tengah hutan dan melakukan Yoga.

Anda mungkin juga menyukai