A. UPAWEDA
Pengertian Upaveda
Upaveda adalah kitab-kita yang menunjang pemahaman Veda, disebut juga sebagai Veda
tambahan sebagai bagian yang menjelaskan weda dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.
2. Bagian-bagian Upaveda:
• ITIHASA
• PURANA
• ARTHASASTRA
• AYURWEDA
• GANDHARWA WEDA
• KAMA SASTRA
• AGAMA
2. PURANA
– Tentang berbagai macam cerita dan keterangan kebiasaan-2 yg berlaku pd jaman dahulu kala
(kuno)
3. ARTHA SASTRA
– Tentang pokok-2 pemikiran bidang ilmu politik
– Nitisastra / Rajadharma (dandaniti)
– Ditulis B. Brhaspati Ú MR. Kautilya
4. AYUR WEDA
– Tentang ilmu kedokteran atau kesehatan baik rohani maupun jasmani
5. GANDHARWA WEDA
– Tentang berbagai aspek ilmu seni
6. KAMASASTRA
– Tentang segala sesuatu yg berhubungan dengan asmara, seni atau rasa indah
7. AGAMA
– Ritual upacara agama dan tatacara keagamaan.
B. HARI KEAGAMAAN
Pengertian Hari Suci
Hari suci adalah hari yang istimewa , karena pada hari-hari suci tersebut para dewa beyoga
untuk menyucikan alam semesta berupa isinya . Beryadnya pada saat ini nilainya sangat baik
dibandingkan hari biasanya dan hari suci sering disebut dengan hari raya karena pada saat ini
diperingati dan dirayakan dengan khusus dan istmewa . Umat hindu sering menyebut dengan “
Rahinan “
b. Sabuh Mas
Dilaksnakan pada setiap Anggara Wage Wuku Sinta. Pada saat ini hari pesucian Sang Hyang
Mahadewa dengan melimpahkan anugrahnya pada “Raja Brana”( harta benda ) seperti :
emas,perak dan sebagainya
c. Pagerwesi
Dilaksanakan setiap Buda Kliwon Sinta. Menghaturkan bakti kehadapan Sang Hyang Pramesti
Guru di sanggah kemimitan /kemulan yang disertai dengan korban untuk Sang Panca Maha
Bhuta agar Memberi keselamatan manusia
2. Hari Raya Tumpek Landep ( Untuk Senjata )
Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep,hari pemujaan Sang Hyang Pasupati ( Sang
Hyang Siwa ),yaitu Dewa penguasa senjata. Dilakukan upacara pemujaan di “prapen”( tempat
membuat senjata,sarana tranportasi). Tujuan
upacara ini adalah agar semua alat-alat tersebut bertuah dan berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Hari Raya Galungan dan Kuningan
Hari raya Galungan adalah hari raya untuk memperingati kemenangan dharma melawan
adharma.
Rangkaian pelaksanaan Hari Raya Galungan :
a. Tumpek Wariga (tubuh-tumbuhan)
Dilaksnakan pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga. Disebut pula hari Tumpek Uduh, Tumpek
Pengarah, Tumpek Pengatag, Tumpek Bubuh. Upacara selamatan kepada Sang Hyang Sangkara,
sebagai dewa penguasa tumbuh-tumbuhan agar menghasilkan hasil yang melimpah untuk bekal
persiapan hari raya Galungan. Mengaturkan sesajen banten yang berisi bubur sumsum sebagai
lambang kesuburan.
b. Sugihan Jawa
Dilaksanakan setiap Wraspati Wage Wuku Sungsang. Sugihan Jawa adalah hari pembersihan
bhuana agung( alam Semesta )upacar selamatan kepada Sang Hyang Dharma untuk memohon
kesucian alam semesta dan kesucian Bhuana Alit ( umat manusia ) Agar terhindar dari
kesengsaraan.
c. Sugihan Bali
Dilaksanankan setiap Sukra Kliwon Wuku Sungsang. Pada saat ini melakukan upacara mohon
tirtha pembersihan pada Sang Maha Muni ( orang suci ) untuk membersihkan segala papa
pataka yang ada pada diri kita sendiri.
d. Hari Penyekeban
Dilaksanakan pada Redite Paing Wuku Galungan. Pada hari ini nyekeb ( memeram, pisang atau
tape untuk persiapan hari raya Galungan ), sebagai simbol pengekangan diri agar tidak tergoda
Sang Bhuta Galungan. Untuk mengganggu ketentraman bhatin manusia Sang Bhuta Galungan
turun kedunia
e. Hari Penyajaan
Dilaksanakan setiap Soma Pon Wuku Dungulan. Pada hari ini umat hindu membuat jaja
uli,begina dan lainnya. Kata jaja berarti saja yang mengandung maksud sungguh-sungguh akan
melaksanakan hari raya Galungan. Hari ini turun lagi Sang Bhuta Dungulan oleh karena itu Sang
Bhuta Kala bertambah lagi seorang, maka dari itu kita harus lebih waspada lagi.
f. Hari Penampahan Galungan
Dilaksanakan setiap Anggara Wage Wuku Dungulan. Pada hari ini melakukan penyemblihan
ternak atau binatang lainya untuk keperluan Yadnya dan keperluan pesta menyambut hari raya
Galungan. Sang Bhuta Amangkurat turun dengan tujuan menggoda umat manusia agar batal
melaksanakan hari raya Galungan, sehinga godaan semakin meningkat karena Sang Bhuta Kala
yang turun sudah tiga orang. Oleh karena itu kita harus betul-betul menjungjung tinggi dharma
niscaya kita akan menang melawan adharma. Penampahan berasal dari kata “ tampa “ yng
berarti junjung, maksudnya adalah kalau dharma sudah dijunjung maka adharma akan kalah, hal
ini disimbulkan dengan pembantaian babi dan ternak lainnya. Sore harinya dipasang sebuah
penjor Galungan sebagai simbolis gunung Agung atau simbol dari naga. Setelah itu dilakukan
natab banten pabyakaonan untuk menyucikan diri dan diharapkan bhuta matemahan Dewa
( Bhuta menjadi Dewa ).
g. Hari Raya Galungan
Dilaksanakan setiap Budha Kliwon Wuku Dungulan. Karena bhutakala sudah ditunfukan pada
hari penampahan maka kita merayakan hari raya Galungan dengan riang gembira.
Persembahan-persembahan yang serba utama kepada semua manifestasi Sang Hyang Widhi
Wasa. Karena dilaksanakan dengan suasana paling ramai dan paling meriah sehingga hari raya
Galungan disebut dengan hari “Pawedalan Jagat” atau hari “Otonan Gumi”.
Hari Raya Galungan lebih semarak lagi kalau jatuh bertepatan dengan hari purnama yang
disebut dengan hari raya galungan Nadi dengan ciri-cirinya adalah bambu batang penjornya
bagian bawah dikerik bersih dan di ujung bambu penjorbagian atas diisi dengan gerincing
( gongseng ) agar dapat berbunyi ngrincing kalau ditempuh angin,sehingga menimbuulkan suara
yang ramai dan meriah.
Tetapi sebaliknya Hari Raya Galungan bertepatan dengan :
1. Sasih Kapitu dan hari Tilem disebut masa Kalarau, pada hari raya galungan ini tidak
dibenarkan menghaturkan banten yang berisi tumpeng.
2. Sasih Kasanga dan kebetulan pula penampahan Galungan bertepatan dengan hari tilem,
maka pada hari raya Galungan tidak boleh makan daging / ikan berdarahdan jika melanggaraka
mengakibatkan merajalelanya penyakit hingga bertahun-tahun, karena dipastu oleh Sang Maha
Kala Raja, sebab Galungan Nara Mangsa namanya. Demikianlah pewarah-warah Sang Hyang
Widhi Wasa yang bergelar Bhatari Putri di Pura Dalem.
h. Hari umanis Galungan
Dilaksanakan setiap Wraspati Umanis wuku Dungulan. Pada hari ini melaksanakan penyucian diri
lahir dan bathin, lalu mengaturkan sesajen kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala
manifestasinya, mohon keselamatan bhuana agung dan buana alit. Setelah itu dilanjutkan
dengan mengunjungi sanak keluarga.
i. Hari Pemiridan Guru
Dilaksanakan setiap Saniscara Pon wuku Dungulan. Pada hari ini melakukan persembahyangan
kehadapan para Dewa, mengaturkan parama suksama karena berkat anugrah beliau kita dapat
merayakan hari raya Galungan dengan selamat dan meriah. Pada hari ini para Dewa kembali ke
kahyangan setelah meninggalkan anugrah berupa kedirgayusaan ( panjang umur ).
j. Hari Ulihan
Dilaksanakan setiap Redite Wage Wuku Kuningan. Pada hari ini melakukan persembahyangan
kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala manisfestasinya dan mengucapkan syukur atas karunia
yang telah dilimpahkan. Pada hari ini pula para dewa ke singgasananya masing-masing.
k. Hari Pamecekan Agung
Dilaksanakan setiap Soma Kliwon Wuku Kuningan. Pada hari ini mengaturkan sesajen kehadapan
para Bhuta Kala yaitu Sang Kala Tiga Galungan beserta para pengikutnya agar kembali
ketempatnya masing-masing dan memberi keselamatan kepada umat manusia.
l. Hari Penampahan Kuningan
Dilaksanakan setiap Sukra Wage wuku Kuningan. Pada hari ini melakukan penyembelihan hewan
ternak untuk persiapan menyambut Hari Raya Kuningan. Dan membuat sesajen untuk persiapan
persembahyangan hari raya Kuningan keesokan harinya.
m. Hari Raya Kuningan
Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon wuku Kuningan. Pada hari ini melakuka persembahyangan
kepada para dewa, para leluhur dengan mengaturkan sesajen yang berisi nasi yang berwarna
kuning sebagai simbolis kemakmuran. Karena telah dilimpahkan kemakmuran dan kalau sudah
makmur biasanya kita lupa dengan bahaya musuh yang tidak kelihatan akan mengancam dan
lupa mengaturkan sesajen kehadapan Sang Hyang Widhi. Untuk mencegah bahaya itu maka
memasang tamiang,kolem dan endongan sebagai simbolis menolak mala petaka waktu kita tidur
atau terlena dan sebagai pesembahan kepada para dewa yang akan pergi ke kahyangan. Waktu
menghaturkan sesajen nasi kuning sebelum tengah hari.
n. Hari Umanis Kuningan
Dilaksanakan setiap Redite Umanis wuku Langkir. Pada hari ini melakukan kunjungan keluarga
untuk saling maaf-memaafkan sambil berekreasi ke tempat-tempat hiburan bersama keluarga.
o. Hari Budha Kliwon Pegat warah / Pegat wakan
Dilaksanakan setiap Budha Kliwon wuku Pahang. Pegat warah berarti diam(mona)
Jadi pada hari ini adalah hariyang baik sekali untuk melaksanakan Mona Bratha
( Bratha Dhyana / Dhyana Pralina ) dan mempesembahkan sesajen kehadapan Sang Hyang
Widhi dan segala manisfestasinya. Sore harinya penjor Galungan dicabut sebagai peranda
bahwa rangkaian hari raya Galungan telah berakhir. Semua hiasan penjor dicabut dan dibakar.
C. CATUR ASRAMA
CATUR ASRAMA
A. PENGERTIAN
Catur Asrama terdiri atas dua kata yakni “ Catur”, yang berarti empat dan “Asrama”, berarti
tahapan atau jenjang.
Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa.
Atau catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup manusia
atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh
adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya,
tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan
B. BAGIAN – BAGIAN CATUR ASRAMA
1. BRAHMACARI ASRAMA
2. GRHASTA ASRAMA
3. WANAPRASTA ASRAMA
4. SANIASA / BHIKSUKA
B.1 BRAHAMACARI ASRAMA
Brahma cari terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan cari yang
berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan.
Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan.
Kehidupan para pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang
kedua. Mereka harus dibuat tabah dan sederhana dalam kebiasaan – kebiasaan mereka harus
bangun pagi – pagi , mandi melakukakn sandhya & java gayatri serta mempelajari kitab – kitab
suci.
Menurut ajaran agama hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa dilarang mengumbar hawa
nafsu sex. Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui melalui
istilah berikut :
1. Sukla brahmacari
Orang yang tidak kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu, melainkan karena
mereka sudah berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.
2. Sewala brahmacari
Orang yang menikah sekali dalam masa hidupnya
3. Kresna brahmacari
Pemberian ijin untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak memungkinkan
diberikan oleh sang istri, seperti isang istri tidak dapat menghasilkan keturunan, sang istri sakit-
sakitan, dan bila istri sebelumnya memberikan ijin.
B.1 GRHASTA ASRAMA
Tahapan yang kedua tentang grhasta / berumah tangga .tahapan ini dimasuki pada saat
perkawinan. Tahapan ini merupakan hal yang sangat penting, karena menunjang yang lainnya.
Perkawinan meerupakan salah satu acara suci bagi seorang Hindu. Istri merupakan rekan dalam
kehidupan ( Ardhangini ), ia tidak dapat melakukan ritual agama tanpa istrinya.
Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang erlandaskan dhrma dan dipergunakan
dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari penghasilannya untuk amal.
Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga :
1) Melanjutkan keturunan
2) Membina rumah tangga
3) Bermasyarakat
4) Melaksanakan panca yajnya :
Dewa Yajna : persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya
Rsi Yajna :persembahan pada para rsi, guru, maupun tokoh atau pemuka agama
Manusa yajnya :persembahan pada sesama manusia
Pitra Yajna : persembahan pada para leluhur
Bhuta Yajna :persembahan kepada para bhuta.
B.3 WANAPRASTHA ASRAMA
Tahapan yang ketiga wanaprstha, tahapan ini merupakan suatu persiapan bagi tahap akhir yaitu
sannyasa . setelah melepaskan segala kewajiban seorang kepala rumah tangga, ia harus
meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar kota untuk memulai
meditasi dalam kesunyian pada masalah spiritual yang lebih tinggi.
Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan
mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa
dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.
Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat masuki tahap wanapratha ini adalah: usia yang sudah
lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya
kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu
pengetahuan. Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan dan mampu
hidup mandiri.serta tidak bergantung lagi pada orang tua baik dibidang ekonomi maupun yang
lainnya.
B.4 SANNYASIN / BHIKSUKA
Tahap yang terkhir adalah sannyasin. Bila seseorang laki- laki menjadi seorang sannyasin, ia
meninggalkan semua miliknya, segala perbedaan golongan,segala upacara ritual dan segala
keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama tertentu. Ia hidup sendiri dan menghabiskan
waktunya dalam meditasi. Bila ia mencapai keadaan yang indah dari meditasinya yang
mendalam, ia mengembirakan dalam dirinya sendiri. Ia sepenuhnyaa tak tertarik pada
kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak suka, keinginan, keakuan,nafsu
,kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki visi yang sama dan pikiran yang
seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia mengembara dengan bahagia dan menyebarkan
brahma jnana atau pengetahuan sang diri. Ia sama ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan
dikecam, berhasil maupun gagal. Ia sekarang adalah atiwarnasrami yang mengatasi warna dan
asrama. Ia seorang laki – laki yang bebas sepenuhnya. Ia tak terikat oleh sutau kebiasaan adat
masyarakat.
Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia
adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang bebas. Mulialah tokoh
pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia.
C. APLIKASI PENERAPAN CATUR ASRAMA PADA JAMAN MODERN
Pada saat ini, asrama tak dapat dihidupkan secara tepat sesuai dengan aturan rincian kuno,
karena kondisinya telah banyak sekali berubah, tetapi dapat dihidupkan kembali dalam
semangatnya, terhadap kemajuan yang besar dari kehidupan yang modern.
Kedamaian dan aturan akan berlaku dalam masyarakat , hanya apabila semua melaksanakan
kewajiban masing – masing secara efektif. Penghapusan warna dan asrama akan memotong
akar dari kewajiban social masyarakat. Bagaimana bangsa dapat mengharapkan untuk hidup bila
warnasrama dharma tidak dilaksanakan secara tegar ?
Murid – murid sekolah dan perguruan tinggi seharusnya menjalani suatu kehidupan yang
murni , sederhana serta focus pada mengejar ilmu pengetahuan stinggi-tingginya.
Kepala rumah tangga seharusnya menjalani kehidupan sebuah grhasta yang ideal, ia
seharusnya melaksanakan pengendalian diri, welas asih, toleransi, tidak merugikan, berlaku
jujur,dan kewajaran dalam segala hal. Selain itu, dengan berbekal ilmu dan keterampilan yang
memadai yang didapat pada masa brahmacari, seseorang diharapkan mendapat profesi
menjanjikan sesuai dengan keahliannya atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan
sendiri. Melalui media itu umat dapat mencari artha dan kama yang didasarkan atas dharma.
Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk
mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta
umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ”hutan belantara”
itu berada di tengah-tengah kita. Agar umat mampu menghindari diri dari kobaran api hawa
nafsu, yang memang memerlukan pengendalian diri.
Pada tahapan bhiksuka atau sanyasin, umat sangat baik mendalami hal-hal yang bernuasa
spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dan diharapkan umat sudah harus
mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan keinginan duniawi dan dapat menjauhkan diri
dari sifat dan musuh yang ada dalam diri seperti sad ripu, sapta timira, sad atatayi, tri mala serta
yang sejenisnya
D. CATUR PURUSA ARTHA
Catur Purusa Artha berasal dari akar kata Catur yang berarti Empat, purusa yang berarti Jiwa,
dan Artha yang berarti Tujuan Hidup. Jadi, Catur Purusa Artha adalah Empat Tujuan hidup
manusia. Catur Purusa Artha memiliki kaitan yang erat dengan Catur Varga yang berarti empat
tujuan hidup manusia yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Uraian mengenai keterkaitan
Catur Purusa Artha dan Catur Varga, dapat kita temui dalam Susastera India yang telah ditulis
berabad-abad lamanya. Misalnya dalam Kitab Mahabharata atau Asta Dasa Parva. Karena kitab
kesusasteraan India banyak diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno (Kawi), maka uraian
tentang Catur Purusa Artha juga banyak ditemui dalam sumber-sumber jawa kuno lainnya, seperti
Kekawin Ramayana, Sarasamusscaya, dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut merupakan kitab yang banyak dibaca dan digemari sampai saat ini,
maka ajaran Catur Purusa Artha merupakan ajaran yang bersifat universal dan berlaku sepanjang
jaman. Di dalam Kitab Brahma Purana, dapat kita jumpai kutipan mengenai Catur Purusa Artha,
seperti disebutkan di bawah ini:
“dharmaarthakamamoksanam sariram sadhanam”
Artinya: Tubuh adalah alat untuk mendapat Dharma, Artha, Kama, dan Moksa.
Kutipan diatas menjelaskan bahwa manusia harus menyadari apa yang menjadi tujuan hidupnya,
apa yang harus dicarinya dengan badan yang dimilikinya. Semuanya tak lain adalah Catur Purusa
Artha itu sendiri. Berikut adalah bagian-bagian dari catur Purusa Artha beserta Penjelasannya:
1. Dharma
Kata Dharma berasal dari kata dhr yang berarti menjinjing, memelihara, memangku,
mengatur. Jadi, dharma dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengatur atau memelihara dunia
beserta semua makhluk. Menurut Santi Parva (109.11) bahwa semua yang ada di dunia ini telah
memiliki dharma dan diatur oleh dharma. Sebagai contoh, manusia yang telah memelihara dan
mengatur hidupnya untuk mencapai moksa adalah orang-orang yang telah melaksanakan dharma.
Artinya, bahwa kewajiban-kewajiban daripada sorang manusia adalah melaksanakan Dharma demi
mencapai moksa. Seperti yang diuraikan dalam kitab Sarassamuscaya berikut ini:
Artinya: jika Artha dan Kama yang dituntut, maka seharusnya, lakukanlah Dharma terlebih dahulu,
pasti akan diperoleh Artha atau Kama itu nanti, tidak akan ada artinya jika memperoleh Artha dan
Kama tetapi menyimpang dari Dharma.
E. CATURWARNA
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan
ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung
melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat
Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang
dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran
budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk
menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah
Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum
ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan
di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas
meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia.
Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat
tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch
adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang
telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak
berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu
pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi
andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar
agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut
Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya.
Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya
Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti
tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah
Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama
dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut
merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha.
Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno.
Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar
di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah
khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
1. Agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme
dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-
Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan
pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan
bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-
kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-
kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang
berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian
besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan
hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau
kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila,
Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra.
Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya
kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya
sastra yang muncul di Indonesia adalah:
1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,
2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.
Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada ± tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam
kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau “himpunan” yaitu:
Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:
Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau
“Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang
sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan
upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan
atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar
kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai
tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan
dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana
F. YOGA
Pengertian dan Bagian - Bagian Astangga Yoga
Astangga Yoga yaitu Delapan sikap yang harus dilaksanakan dalam melakukan
yoga/meditasi yang diajarkan oleh Bagawan Patanjali.
1. Yama, yaitu pengendalian diri tahap pertama dalam penahanan terhadap keinginan
atas nafsu.
3. Asana, yaitu mengatur sikap badan apakah duduk, berdiri atau yang lainnya dengan
disiplin.
4. Pranayama, yaitu sikap mengatur nafas dengan melalui tiga tahapan, yakni menarik
nafas (puraka), menahan nafas (kumbaka), dan mengeluarkan nafas (recaka), yang
semuanya dilakukan secara teratur.
6. Dhrana, yaitu sikap pemusatan pikiran dengan berusaha menyatukan pikiran dengan
Sang Hyang Widhi (Tuhan).
7. Dhyana, yaitu pemusatan pikiran yang terpusat yang tingkatannya lebih tinggi dari
Dharma.
Panca Yadnya terdiri Atas dua kata, yaitu: “Panca” artinya lima dan “Yadnya” artinya korban
suci atau persembahan suci. Jadi Panca Yadnya adalah lima persembahan suci yang tulus ikhlas.
Persembahyangan
b. Pitra Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada leluhur dan bhatara-bhatar
Tujuannya adalah menyucikan roh-roh leluhur agar mendapat tempat yang lebih baik.
c. Rsi Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada para Rsi dan guru untuk menjaga
kesejahteraannya. Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci. Pendeta atau
Sulinggih atau guru dapat juga disebut orang suci karena beliau merupakan orang bijaksana yang
memberikan bimbingan kepada murid-muridnya.
Penghormatan pada orang suci
e. Bhuta Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada Bhuta Kala atau makhluk
bawahan. Bhuta Kala adalah kekuatan-kekuatan alam yang bersifat negative yang perlu kita
lebur (somya) agar kembali pada sifat-sifat positif agar tidak mengganggu ketenangan hidup
umat manusia.
Pacaruan
1. Nitya Yadnya
Yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap hari. Yadnya ini antara lain;
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari.
Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana.
Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang
siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan
yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-
hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya
Yadnya.
1. Naimitika Yadnya
Yaitu Yadnya yang dilaksanakan secara berkala/ waktu-waktu tertentu. Khusus untuk yadnya ini
terutama yadnya dalam bentuk persembahan /upakara yaitu Upacara Piodalan, Sembahyang
Purnama dan Tilem, Hari Raya baik menurut wewaran maupun sasih.
Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada
orang pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya pengendalian
diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia
baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan sebagainya.
Disamping itu ada juga bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan
dengan waktu yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana,
tirtayatra.
H. CATUR MARGA
Catur Marga ialah empat jalan atau cara mengamalkan agama Hindu (Veda) dalam kehidupan
dan dalam bermasyarakat. Oleh karena keadaan dan kemampuan lahir-batin umat Hindu tidak
semua sama maka Veda mengajarkan Catur Marga (empat jalan) agar semua umat dapat
beragama sesuai kemampuannya.
Bagian-bagian Catur Marga antara lain :
Keempat jalan (marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat dan waktu sesuai kemampuan
seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan karena dalam prakteknya saling berkaitan.
Misalnya sembahyang , keempat cara (marga) itu dapat diamalkan sekaligus yaitu :
- rasa hormat atau berserah merupakan wujud bhakti marga.
- Menyiapkan sarana kebhaktian merupakan wujud karma marga.
- Pemahaman tentang sembahyang merupakan wujud jnana marga.
- Duduk tegak-tenang-konsentrasi merupakan wjud raja marga.
Jika direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan agama Hindu sangat
mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena agama Hindu dapat dilaksanakan :
- Dengan mempraktekan Catur Marga
- Oleh seluruh umat tanpa terkecuali
- Disegala tempat, waktu dan keadaan
- Tidak harus dengan materi
- Sesuai dengan kemampuan umat
- Sesuai dengan adat istiadat karena Hindu menjiwai adat istiadat.
Niwrtti marga dapat dilaksanakan dengan menekuni ajaran Yoga Marga. Pelaksanaan yoga
merupakan sadhana dalam mewujudkan Samadhi yyaitu penyatuan diri dengan Sang Hyang
Widhi. Yoga marga adalah suatu usaha untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi
beserta manifestasinya.
Upaya dalam mewujudkan pelaksanaan Niwrtti marga, penerapannya dapat dilaksanakan
melalui Yoga Marga dan Samadhi. Yoga mengajarkan pengendalian diri untuk mengarahkan
pikiran dapat bersatu dengan Sang Hyang Widhi. Orang yang sudah dapat melaksanakan ajaran
yoga dengan sungguh-sungguh disebut yogin. Sudah menjadi suatu kebasaan bagi seorang yogin
untuk mengendalikan pikirannya agar selalu jernih.
Astangga Yoga atau delapan tahapan ajaran yoga merupakan salah satu dasar untuk
melaksanakan ajaran Niwrtti marga. Pelaksanaannya hendaknya dengan sungguh-sungguh dan
penuh disiplin. Tahap demi tahap.
a)Yama.
Merupakan pengendalian diri pada bagian awal dalam penampilan lahir. Terdiri dari lima bagian
yang disebut Panca Yama.
1) Ahimsa, tidak menyakiti sesame makhluk hidup atau saling menyayangi antar sesame.
2) Brahmacari, masa belajar atau mencari ilmu pengetahuan
3) Satya, setia dan berperilaku jujur dalam kehidupan
4) Apari, tidak serakah dan tidak mementingkan diri sendiri
5) Asteya, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak mengambil hak orang lain
Selain itu terdapat 10 tahapan yang mesti dilaksanakan atau Dasa Yama dalam
sarasamusaya yaitu,
1) Anrcangsya, tidak mementingkan diri sendiri
2) Ksama, tahan akan panas dingin
3) Satya, tidak berdusta
4) Ahimsa, membahagiakan semua makhluk
5) Dama, sabar dapat menasehati diri sendiri
6) Arjawa, tulus hati dan berterus terang
7) Priti, sangat welas asih
8) Prasada, jernih hati
9) Madhurya,, pandangan dan perkaaan yang manis
10) Mardawa, lembut hati
Ajaran Dasa Yama dalam sarasamuscaya dan Panca Yama yang diuraikan dalam kitab
patanjali sutra baik digunakan untuk melaksanakan Niwrtti marga.
b) Nyama
Yaitu pengendaliaan diri dari dalam diri/rohani. Semakin sempurna kita melakukan ajaran ini,
semakin cepat kita menemuan diri kita sendiri, karena pengaruh duniawi semakin menipis
melekat pada diri kita. Ada lima bagian Panca Nyama yaitu,
1) Sauca, suci lahir batin
2) Santosa, kepuasan
3) Tapa, pengekangan diri
4) Swadhyaya, belajar
5) Iswarapranighana, bhakti kepada Sang Hyang Widhi
Dalam sarasamuscaya, ada Dasa Nyama yaitu,
1) Dana, pemberiaan
2) Ijya, pujaan kepada Dewa, leluhur dan lain lain
3) Tapa, pengekangan hawa nafsu jasmani
4) Dhyana, merenung memuja dewa Siwa
5) Swadhyaya, mempelajari Weda
6) Upasthanigraha, pengekangan nafsu syahwat
7) Brata, pengekangan nafsu terhadap makanan
8) Upawasa, pengekangan diri
9) Mona, tidak bersuara
10) Snana, melakukan pemujaan Tri Sandhya
c)Asana
Bertujuan untuk meredam gerak gerik tubuh , sehingga pikiran tidak akan diganggu oleh
gerakan-gerakan tubuh itu. Asana hendaknya dilakukan dengan menyenangkan, karena itu dapat
dilakukan berulang kali.
d) Pranayama
Merupakan pengaturan nafas. Tiga bagian pranayama yaitu
1) Puraka, memasukkan nafas
2) Kumbaka, menahan nafas
3) Recaka, mengeluarkan nafas
e)Pratyahara.
Adaalah pemusatan pikiran pada Sang Hyang Widhi.
f) Dharana.
Adalah usaha mengikatkan pikiran pada satu objek Sang Hyang Widhi agar ia dapat menetap dan
tidak goyah.
g) Dhyana
Adalah usaha melatih pikiran untuk tetap terpusat pada satu objek di dalamatau luar diri sendiri
dan sampai mengalirkan arus kkeuatan yang tidak pecah-pecah.
h) Samadhi
Terpusatnya pikiran pada diri sendiri (atman/brahman).
c. Kirti
Merupakan suatu usaha/kerja/karma dan pengabdian yang dilaksanakan oleh umat Hindu untuk
menghubungkan diri ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya. Kirti adalah wujud
kerja umat Hindu dalam melaksanakan swadharmanya, baik dharma Negara maupun dharma
agama. Seorang pekerja yang baik adlah mereka yang bekerja dengan tidak mengikatkan diri
pada hasil kerja. Kerja yang dilandasi harapan pada pekerjanya, bila tidak dapat mengisi
harapannya dia akan menderita. Wujud kirti umat Hindu dapat dilaksanakan dengan :
1) Membangun dna memelihara tempat suci
2) Memberikan dana punia kepada orang suci atau yang membutuhkan
3) Membuat dan menyiapkan sarana upacara
4) Melaksanakan aktivitas/ kerja bakti pada tempat suci
5) Dan kegiata lain yang berhubungan dengan aktivitas agama.
6) Berperan aktif mensukseskan program pembangunan yang direncanakan pemerintah
7) Mewujudkan pembangunan fisik di berbagai sector dan bidang.
J. MOKSA
Tingkatan Moksa.
Disebutkan ada beberapa tingkatan ”moksa” yang diajarkan dalam ajaran agama Hindu.
Ajaran ini didasarkan pada keadaan ”atma” dalam hubungannya dengan Brahman.
Adapun bagian-bagiannya dapat dijelaskan sebagai berikut ;
1. Jiwamukti.
Jiwamukti adalah tingkatan moksa ataua kebahagiaan/kebebasan yang dapat dicapai oleh
seseorang semasa hidupnya, dimana atmanya tidak lagi terpengaruh oleh gejolak indrya
dan maya. Istilah ini dapat pula disamakan maksudnya dengan samipya dan sarupya.
2. Widehamukti.
Widehamukti adalah tingkat kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa
hidupnya, dimana atmanya telah meninggalkan badan wadagnya (jasadnya), tetapi roh
yang bersangkutan masih kena pengaruh maya yang tipis. Tingkat keberadaan atma pada
dalam posisi ini adalah setara dengan Brahman, namun belum dapat menyatu dengan-
Nya, sebagai akibat dari pengaruh maya yang masih ada. Widehamukti dapat disejajarkan
dengan salokya.
3. Purnamukti.
Purnamukti adalah tingkat kebebasan yang paling sempurna. Pada tingkatan ini posisi
atma seseorang keberadaannya telah menyatu dengan Brahman. Setiap orang akan dapat
mencapai posisi ini, apabila yang bersangkutan sungguh-sungguh dengan kesadaran dan
hati yang suci mau dan mampu melepaskan diri dari keterikatan maya ini. Istilah
Purnamukti dapat disamakan dengan sayujya.
Secara lebih rinci sesuai uraian di atas tentang keberadaan tingkatan-tingkatan moksa
dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa macam tingkatan. Moksa dapat dibedakan
menjadi empat jenis yaitu: Samipya, Sarupya (Sadarmya), Salokya, dan Sayujya.
Adapunpenjelasan keempat bagian ini dapat dipaparkan sebagai berikut ;
1. Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya
di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan oleh para Maharsi. Beliau dalam
melakukan Yoga Samadhi telah dapat melepaskan unsur-unsur maya, sehingga beliau
dapat mendengar wahyu Tuhan. Dalam keadaan yang demikian itu atman berada sangat
dekat dengan Tuhan. Setelah beliau selesai melakukan samadhi, maka keadaan beliau
kembali sebagai biasa, di mana emosi, pikiran, dan organ jasmaninya aktif kembali.
2. Sarupya (Sadharmya) adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang di dunia
ini, karena kelahirannya, di mana kedudukan Atman merupakan pancaran dari
kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri Rama dan Buddha dan Sri Kresna. Walaupun
Atman telah mengambil suatu perwujudan tertentu, namun ia tidak terikat oleh segala
sesuatu yang ada di dunia ini.
3. Salokya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, di mana Atman itu
sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dalam
keadaan seperti itu dapat dikatakan baliau Atman telah mencapai tingkatan Dewa yang
merupakan manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
4. Sayujya adalah suatu tingkat kebebasan yang tertinggi di mana Atman telah dapat
bersatu dengan Tuhan Yang Esa. Dalam keadaan seperti inilah sebutan Brahman Atman
Aikyam yang artinya: Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.
K. SUMBER SUMBERHUKUM HINDU
Beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya:
1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya.
2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana
Menurut catatan sejarah perkembangan hukum Hindu, periode berlakunya hukum tersebut
pun dibedakan menjadi beberapa bagian, antara lain:
1) Pada jaman Krta Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh Manu.
2) Pada jaman Treta Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh
Gautama.
3) Pada jaman Dwapara Yuga, berlaku (Hukum Hindu Manawa Dharmasastra) yang
ditulis oleh Samkhalikhita.
4) Pada jaman Kali Yuga, berlaku Hukum Hindu (Manawa Dharmasastra) yang ditulis oleh
Parasara.
Keempat bentuk kitab Dharmasastra di atas, sangat penting kita ketahui dalam
hubungannya dengan perjalanan sejarah hukum Hindu.
Menurut kitab Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, keberadaan titel hukum atau
wyawaharapada dibedakan jenisnya menjadi delapan belas (18), antara lain;
1. Rinadana yaitu ketentuan tentang tidak membayar hutang.
2. Niksepa adalah hukum mengenai deposito dan perjanjian.
3. Aswamiwikrya adalah tentang penjualan barang tidak bertuan.
4. Sambhuya-samutthana yaitu perikatan antara firman.
5. Dattasyanapakarma adalah ketentuan mengenai hibah dan pemberian.
6. Wetanadana yaitu hukum mengenai tidak membayar upah.
L. DASA YAMA DAN DASA NIYAMA LALU ADA PANCA YAMA DAN
PANCANIYAMA
DASA YAMA BRATA
Pengertian, sepuluh pengendalian diri mengarah kepada obyek diluar diri sendiri.
Bagian-bagiannya,
* Anresangsie, tidak mementingkan diri sendiri
* Ksama, suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan
* Satya, benar, jujur dan tidakk berdusta
* Ahimsa, tidak menyakiti dan tika membunuh
* Dama, sabar dan dapat menasehati diri sendiri
* Arjawa, tulus hati dan berterus terang
* Priti,cinta kasih sayang
* Prasada, berfikir dan berhati suci
* Mardurya, manis tutur dan panangannya
* Mardawa, rendah hati dan tidak sombong
DASA NYAMA BRATA
Pengertian, pengendalian diri yang sebagian besar mengarah kedalam diri sendiri
Bagian-bagiannya,
* Dana, berderma, beramal tanpa pamrih
* Ijya, pemujaan kepada sang Hyang Widhi dan Leluhur.
* Tapa, pengekanan nafsu jasmani dan tahan uji
* Dyana, tekun memusatkan pikiran kepada Sang Hyang Widhi
* Swadyaya, tekun mempelajari ajaran suci weda.
* Uspathanigraha, pengekangan hawa nafsu sexsual
* Brata, tata akan sumpah dan janji
* Mona, membatasi atau pengekangan perkataan
* Sauna, tekun melakukan penyucian diri dengan jalan mandi atau sembahyang.