Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua buah teori yaitu, (1) teori Analisis Wacana dan (2)
teori Sosiologi Sastra, termasuk dengan melakukan sejumlah pendekatan seperti (1) pendekatan
Filologis yang digunakan untuk mendeskripsikan naskah berupa lontar dan (2) pendekatan budaya,
dimana pendekatan ini berfungsi dalam menunjang teori Sosiologi Sastra. Dalam proses
pengumpulan data digunakan metode pustaka, yaitu metode pengumpulan data yang lebih banyak
dilakukan di perpustakaan. Ketika melakukan analisis data, metode yang digunakan adalah metode
hermeneutika atau sederhananya disebut penafsiran.Pada Bab IV dalam tesis ini menyajikan
deskripsi naskah dan teks Tutur A nggastya Prana seperti (1) kategori lontar, (2) jumlah lembar, (3)
jumlah halaman, dsb. Dengan pendekatan Filologis, naskah dan teks disempurnakan dengan
menggabungkan sejumlah data yang serupa dari penyalin yang berbeda, dan juga dilakukan
standarisasi teks. Kemudian pada Bab V, struktur teks berupa (1) struktur makro, (2) superstruktur,
dan struktur mikro. Pada Bab VI menjelaskan fungsi sosial teks bagi masyarakat Bali seperti (1)
profil penyalin naskah, (2) tradisi ritual keagamaan, (3) estetika religius, dan (4) kritik pranata sosial.
Selanjutnya pada Bab VII disajikan makna istilah dan konsep-konsep sastra tattwa dari teks sebagai
sebuah wacana. Kesimpulan dan saran terdapat pada Bab VIII yang merupakan intisari dari tesis ini.
Penulis menyarankan agar para peneliti sastra selanjutnya dapat mengupas makna-makna karya
sastra, sastra tradisional Bali khususnya secara lebih luas dan mendalam, agar ilmu pengetahuan
masa lampau dapat dinikmati kembali oleh anak dan cucu.
Abstract
This research was completed by using two theories, that are: (1) theory of Discourse Analysis, and
(2) theory of Sociology of Literature, including a number of approachs, that are: (1) Philological
approach that used to describe lontar manuscript, and (2) cultural approach that used to support the
theory of Sociology of Literature. In data collection process, used literature method, that means a
method of data collection is mostly done in library. When analyzing the data, used hermeneutics
method or usually called interpretation. In Chapter IV of this thesis presented manuscript and text
description of Tutur Anggastya Prana, such as: (1) lontar category, (2) number of sheets, (3) number
of pages, etc. Using the philological approach, manuscript and text enhanced by combining a
number of similar data from different copyist, and also the text was standardizied. Afterwards in
Chapter V, structure of the text such as (1) microstructure, (2) superstructure, (3) macrostructure. In
Chapter VI describes social functions of the text for Balinese society such as (1) copyist profile, (2)
tradition of religous rituals, (3) religious aesthetics, and (4) social critiques. In Chapter VII
presented meaning of terms and sastra tattwa concepts from the text as a discourse system.The
conclution and suggestions are presented in Chapter VIII which is the essence of this thesis. The
author suggests for next researchers can interpreted the meanings of literary works, especially
ancient Balinese literature more widely and deeply, in order that knowledge from the past can be
enjoyed by our generation.
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 31
konsonan maupun bunyi vokal. Berdasar- Siwaistik (dalam Sura, 1993), adalah se-
kan leksis dan beberapa ciri tertentu yang bagai berikut: A. Lontar-lontar Tattwa:
dapat menunjangnya, bahasa Bali dapat di- lontar-lontar jenis ini memuat ajaran filsafat
periodisasikan ke dalam tiga periode yaitu Ketuhanan, di samping itu juga ajaran ten-
bahasa Bali Kuno, bahasa Bali Tengahan, tang penciptaan alam semesta, ajaran ten-
bahasa Bali Baru. tang kelepasan dan sebagainya. B. Lontar-
Sastra Bali merupakan salah satu bentuk lontar Etika: lontar-lontar jenis ini berisi
pemberdayaan bahasa Bali sebagai wahana ajaran tentang etika, kebijakan tuntunan un-
ekspresi dari masyarakat Bali, yang telah tuk menjadi orang sadhu. C. Lontar-lontar
diwariskan turun temurun sebagai pesona Yadnya: lontar ini berisi petunjuk-petunjuk
kearifan masa lalu, yang di dalamnya tentang pelaksanaan yadnya, baik mengenai
terekam pengalaman estetika, spiritual, so- jenis banten atau sesajennya, perlengka-
sial, politik dan aspek-aspek lainnya dalam pannya dan sebagainya. D. Lontar-lontar
kehidupan masyarakat Bali. Puja: apabila lontar yadnya berisi petunjuk-
Sastra tulis (sesuratan) juga dikenal petunjuk pelaksanaan yadnya, maka lontar
dengan nama kesusastran sujana oleh puja berisi puja untuk menghantarkan
Wayan Budha Gautama (2007: 32). Sastra yadnya dalam upacara agama.
Bali dalam bentuk tulis merupakan Lontar Tutur A nggastya Prana masuk ke
rangkaian dari sastra Bali sebagai teks-teks dalam kategori lontar tattwa yang berarti
yang tertuang dalam naskah-naskah tulisan mengandung tentang filsafat ketuhanan.
tangan (manuskrip) maupun cetakan, yang Lontar ini berkisah tentang seorang
sebagian besar disalin dalam lontar. yogiswara bernama Ida Bhagawan Anggas-
Lontar adalah sebutan khas Bali untuk tya Prana yang telah mencapai pencerahan
sebuah teks yang ditulis tangan pada helai- sempurna. Beliau memiliki dua orang anak,
helai daun lontar (palm-leaf) atau dalam yang laki-laki bernama Sang Surabrata dan
sebutan lain dikenal dengan daun siwalan. yang perempuan bernama Sang Satyakreti.
Lontar dengan berbagai isi dan jenisnya Mereka berdua bertanya banyak hal kepada
merupakan salah satu warisan kekayaan ayahnya tentang hakikat kelahiran manusia.
sastra orang Bali yang memiliki arti yang Begitu pula dengan sang bhagawan yang
sangat penting dan strategis. dengan senang hati mewejangkan
Lontar di Bali umumnya bercorak pengetahuan tersebut kepada anaknya.
Siwaistik, atau menganut paham Siwa, hal Wejangan-wejangan inilah mengandung
ini begitu erat kaitannya dengan dasar konsep-konsep yang rumit dan makna yang
kepercayaan terhadap orang Hindu yang luas dan mendalam, maka disitulah
berkembang di Indonesia, Bali khususnya. menariknya teks lontar ini.
Adapun jenis-jenis lontar yang bercorak
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 32
Hal yang sangat utama yang mendasari 119-120). Menurut Abdul Chaer (2014:
penelitian ini adalah keinginan untuk 267), “wacana adalah satuan bahasa yang
mendapatkan makna-makna filosofis dan lengkap, sehingga dalam hierarki gramat-
konsep ajaran luhur dari lontar ini. Dengan ikal merupakan satuan gramatikal tertinggi
menginterpretasi (menafsirkan), maka atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang
penulis berharap makna-makna yang lengkap, maka dalam wacana juga berarti
terselubung dalam ajaran-ajaran Tutur A ng- terdapat konsep, gagasan, pikiran, bahkan
gastya Prana dapat terungkap dan di- ideologi yang utuh dan dapat dipahami
mengerti oleh masyarakat umum. Karena pembaca maupun pendengar.”
dengan terselubungnya makna pada Kemudian mengenai teks, dalam teori
sejumlah sastra-sastra Bali, menimbulkan bahasa, apa yang dinamakan teks tidak
banyak opini miring dalam masyarakat Bali lebih dari himpunan huruf yang membentuk
sendiri, seperti anggapan tidak masuk akal, kata dan kalimat yang dirangkai dengan sis-
imajiner, mitos, ilmu hitam, dll. Penulis tem tanda yang disepakatai oleh masyara-
ingin menjelaskan makna ajaran-ajaran ter- kat, sehingga sebuah teks saat dibaca dapat
sebut sehingga bisa dipahami dengan baik. mengungkap makna yang dikandungnya.
Meskipun terdapat pula beberapa hal ajaran Suatu karya sastra yang berwujud teks dan
yang sulit diterima akal sehat dan tidak tertulis dengan bahasa yang khas tidak akan
logis, hal itu menjadi sebuah batasan berfungsi apabila tidak ada pembacanya
tersendiri dalam penelitian ini. Kebijaksa- yang menjadi penyambut, penafsir, dan
naan jiwa dalam menerima keterbatasan pemberi makna.
merupakan salah satu jalan untuk menerima
isi ajaran secara utuh. KONSEP SASTRA TATTW A
Istilah sastra tattwa pada judul
2. KONSEP DAN LANDASAN TEORI penelitian ini berpadanan dengan istilah
KONSEP suluk yang berarti jalan ke arah
Konsep kesempurnaan batin, tasawuf, tarekat, dan
Konsep Wacana dan Teks mistik. Untuk memunculkan kesan yang
Sederhananya, pengertian wacana adalah lebih ke-Bali-an, maka istilah tattwa
suatu ide atau gagasan yang berusaha dianggap berpadanan dengan istilah suluk
disampaikan oleh pembicara atau penulis itu sendiri. Tattwa berarti ajaran tentang
kepada pendengar atau pembaca dengan filsafat ketuhanan. Lebih dari itu, tattwa
bahasa sebagai medianya. Dalam ranah lin- juga berarti tentang filsafat tentang diri
guistik, wacana digunakan untuk menggam- sendiri, atas dasar pemahaman Tuhan juga
barkan sebuah struktur yang luas melebihi bersemayam dalam diri sendiri, bahkan
batasan-batasan kalimat (Sunarto, 2001:
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 33
dimana saja. Dan apa saja di alam semesta Dijk membaginya ke dalam tiga tingkatan
merupakan bagian Tuhan itu sendiri. yang terdiri dari: 1) Struktur makro, ada-
lah makna global atau umum dari suatu teks
Landasan Teori yang dapat dipahami dengan melihat topik
Teori Analisis Wacana pembicaraan dari suatu teks, 2) Super-
Teori Analisis Wacana pada penelitian struktur, adalah kerangka suatu teks. Mak-
ini menggunakan teori Analisis Wacana sudnya adalah bagaimana struktur dan ele-
Van Dijk. Menurut Van Dijk dalam men wacana itu disusun dalam teks secara
menganalisis wacana, dapat dilakukan me- utuh, 3) Struktur mikro, adalah suatu
lalui pengabungan tiga analisis yaitu terdiri makna wacana yang dapat diamati dengan
dari (1) teks, (2) kognisi sosial, dan juga (3) cara menganalisis kata, kalimat, preposisi,
konteks sosial. Ketiga hal tersebut diadopsi anak kalimat, parafrasa, dan sebagainya.
dari pendekatan lapangan psikologi sosial, Ketiga struktur tersebut memiliki ranah
terutama untuk menjelaskan struktur dan pengamatan dan elemennya masing-masing,
proses terbentuknya suatu teks. seperti yang digambarkan pada tabel beri-
Dalam dimensi teks yang dianalisis Van kut:
Tematik
Struktur Makro Topik
(Apa yang dikatakan?)
Skematik
Superstruktur (Bagaimana pendapat disusun Skema
dan dirangkai?)
Semantik
Latar, detail, maksud, praang-
(Makna yang ingin ditekankan
gapan, nominalisasi
dalam teks)
Sintaksis
Aspek gramatikal, kohesi, kata
(Bagaimana pendapat disam-
ganti
paikan?)
Struktur Mikro
Stilistika
(Pilihan kata apa yang dipa- Leksikon
kai?)
Retoris
(Bagaimana penekanan dil- Grafis, majas, ekspresi
akukan?)
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 34
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 35
pemilihan kata, peristiwa yang sama dapat sastra dalam hubungannya dengan masalah-
digambarkan dengan kata yang berbeda. masalah sosial yang ada dalam masyarakat
sebagai bentuk fungsi sosialnya.
d. Retoris Wellek dan Warren (1956:84, 1990:111)
Retoris merupakan gaya interaksi pem- telah membagi sosiologi sastra sebagai beri-
bicara atau penulis ketika seseorang kut: 1) Sosiologi pengarang: profesi
berbicara atau menulis. Misalnya dengan pengarang, dan institusi sastra. Masalah
pemakaian kata-kata yang berlebihan yang berkaitan di sini adalah latar belakang
(hiperbolik), atau bertele-tele. Retoris juga sosial status pengarang, dan ideologi
mempunyai fungsi bersifat persuasif dan pengarang yang terlibat dari berbagai
berhubungan erat dengan bagaimana pesan kegiatan pengarang di luar karya sastra, ka-
itu ingin disampaikan kepada khalayak. rena setiap pengarang adalah warga
masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai ma-
Teori Sosiologi Sastra khluk sosial, 2) Sosiologi karya sastra:
Fokus perhatian sosiologi sastra adalah yang memasalahkan karya sastra itu sendiri
pada isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang menjadi pokok penelaahannya atau
lain yang tersirat dalam karya sastra itu apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa
sendiri dan yang berkaitan dengan masalah hal yang menjadi tujuannya, 3) Sosiologi
sosial. Menurut pendapat Wellek dan War- sastra yang memasalahkan pembaca dan
ren, sosiologi sastra memasalahkan karya dampak sosial karya sastra, pengarang di-
sastra itu sendiri, mengkaji apa yang tersirat pengaruhi dan mempengaruhi masyarakat.
dalam karya sastra dan apa yang menjadi
tujuannya dan mengkaji pembaca serta 3. PEMBAHASAN
pengaruh sosial karya sastra. Sosiologi kar- Deskripsi Naskah
ya sastra adalah kajian yang mengkaji karya
Tabel 2: Deskripsi naskah secara terperinci
Judul Tutur Anggastya Prana
Ukuran P: 44 cm, L: 3,5 cm
Jenis Media Lontar/Rontal/Ental/Siwalan
Kategori Tutur
Jumlah Lembar 26 lembar
Jumlah Halaman 24 halaman
Pengarang/penyusun Tidak diketahui
Penyalin I Wayan Raos (alm)
Lokasi Naskah Ditemukan Banjar Kedisan Kelod, Desa Kedisan, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali
Bahasa Naskah Bahasa Bali
Huruf Naskah Aksara Bali
Om Awighnam Astu Nama Siddham. Iki tutur Bhagawan Anggastya Prana, ngaran, Ida
Kalimat-Kalimat Awal Bhagawan Anggastya Prana, madruwē putra kalih diri, lanang asiki, istri asiki, sanē lanang
duwuran, mawasta Sang Sura Bratha, sanē alitan istri, mapesēngan Sang Satya Kreti
Yan wong wadon, angucapin nyamanē, mantra, Ong Nini Sang Sēda Rasa, Sang Sēda Sakti,
Kalimat-Kalimat Akhir
Sang Ratu Mas Kuwindha, Sang Ratu Aji Putra Putih, jalan madius, poma, poma, poma.
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 36
¿tutu(¾Á\ásÓípÉx.
<0<ýÁwifÂpsÓ¡nmsidÒ.÷køtutu(¾Vÿgwn/Á\ásÓípÉx,\,hødvgwn/Á\ásÓípÉ x,
ÿÿÿÿÿÿ¿mdɱewputÉklø;dirii,ln*hsikø,høsÓËùhsikø,senln*duwurn/,mwsÓs*´urbÉ q,
ÿÿÿÿÿÿ¿senhløtnÀi¿¿sÓËù,mp)es\nŠ*stêkÊtø,hødvgwn/Á\ásÓípÉx,
ÿÿÿÿÿÿ¿Sÿmpunæuput&wrnugÉhn/,sk&tpbÉq,mÉgϳibudÒ,m\Ég)p*ýkrsr,
ÿÿÿÿÿÿ¿rrisæunikputÉenln*høcÓËùhuumtu(,r&høhji,\,vgwn/Á\ásÓípÉ x,
Om Awighnam Astu Nama Siddham. Iki tutur Bhagawan Anggastya Prana, ngaran Ida Bhagawan
Anggastya Prana, madruwē putra kalih diri, lanang asiki, istri asiki, sanē lanang duwuran mawasta
Sang Sura Bratha, sanē alitan istri, mapesēngan Sang Satya Kreti, Ida Bhagawan Anggastya Prana
sampun puputing waranugrahan saking tapa bratha, meraga rsi Buddha, mangregepang Ong Kara
Aksara, raris punika putranē lanang istri umatur, ring i aji, ngaran Bhagawan Anggastya Prana
Ya Tuhan semoga tiada halangan. Ini merupakan nasihat dari Bhagawan Anggastya Prana. Beliau
memiliki dua orang anak, satu laki-laki, satu lagi perempuan. Si sulung laki-laki, bernama Sang Sura
Bratha, si bungsu perempuan bernama Sang Satya Kreti. Ida Bhagawan Anggastya Prana telah ber-
hasil memperoleh anugerah dēwata, buah dari tapa brata beliau, bergelar rsi Buddha/ Bodha,
menghayati aksara Ongkara (ý). Kemudian anaknya dengan hormat berkata kepada sang ayahanda,
Bhagawan Anggastya Prana;
Suntingan teks bagian isi/pertengahan (halaman 6)
6,ÿ¿¿ÿÿ¿¿sumwu(s*ϳibq,spunikøedw,enmÙ³Õd´byu,mtßhnÑdid´k×r,
ÿÿÿÿÿÿ¿¿÷køhk×nê,sº,b¸,tº,ö,÷¸,nº,½,´µ,wº,yº,mlø;enmÙ³ÕpZÇÿk×r,
ÿÿÿÿÿÿ¿¿÷køtsÓËnê,sºº,b¸,t¸,ö,÷º,mlø;enmÙ³ÕtÉøyk×r,keykøtsÓËnê,
ÿÿÿÿÿÿ¿¿ö,úº,½,mlø;enmÙ³ÕrÙviend,keykøtsÓËnê,ö,Á;,mlø;ehÁk×r,
ÿÿÿÿÿÿ¿¿÷køtsÓËnê,þ,puputænu\álnÀipun/,mlø;ewnÓ)nÓËøyk×r,eneRÿhnsÙrnê,
sumawur Sang Rsi Bratha, sapuniki dēwa, nē mawasta Dasa Bayu, matemahan dadi Dasa Aksara,
iki aksaranya, Sang, Bang,Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang, malih nē mawasta Pan-
ca Aksara, iki tastranya, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, malih nē mawasta Triyaksara, kayēki tastran-
ya, Ang, Ung, Mang, malih nē mawasta Rwa Bhinēda, kayēki tastranya Ang, Ah, malih Ēka Aksara,
iki tastranya, Ong, puput panunggalan ipun, malih wēnten Triyaksara Amsa, puniki hana
suaranya,'ng'
Sang Rsi Bratha menjawab, “Begini anakku, yang disebut Dasa Bayu (sepuluh energi),
dilambangkan dengan Dasa A ksara (sepuluh aksara suci) yaitu, Sang (sº), Bang (b¸), Tang (tº), Ang
(ö), Ing (÷¸), Nang (nº), Mang (½), Sing (´µ), Wang ( wº), Yang (yº). Yang disebut Panca A ksara
(lima aksara suci) yaitu, Sang (sº), Bang (b¸), Tang (tº), Ang (ö), Ing (÷¸). Juga ada yang disebut Tri-
yaksara/Tri Aksara (tiga aksara suci) yaitu, Ang (ö), Ung (û), Mang (½). Kemudian ada yang dise-
but aksara Rwa Bhinēda/Dwi A ksara (dua aksara suci) yaitu, Ang (ö) dan Ah (Á ;). Yang terakhir
disebut Ēka A ksara (aksara suci tunggal) yaitu, Ong (þ), selesailah penyatuan semuanya. Ada lagi
yang disebut Tri A ksara A msa/A ksara A msa berbunyi “ng”,
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 37
24,ÿÿÿnênÐputusnÐnÒh)mæt/,\,sp,kkøs*esdr³,hu\áÛ&r&h)pÒŒ,
ÿÿÿÿÿÿÿ¿s*esd´kÓø,hu\áÛ&r&bwutå)n/,s*rtumsСwinÒ,hu\áÛ&r&bwukøw,
ÿÿÿÿÿÿÿ¿s*rtuhjiputÉptø;,hu\áÛ&r&pu\С(pm\áhn/,hwekhød)m\d)g/,
ÿÿÿÿÿÿÿ¿r&snÓik&lød;,r&òdÀòdn/,ddiy´bÒ,bøsy\ucp/,r&snkÀørctu(,\,
ÿÿÿÿÿÿÿ¿shøhucpin/,sprisÐren,hjkßdës/,mdh(,mser,b\un/,
ÿÿÿÿÿÿÿ¿lu\À,mulø;,meTÿy,meHÿeTÿn/,myudÒ,
Nian kaputusan kanda empat ngaran, sapa, Kaki Sang Sēda Rasa, ungguing ring hep dada, Sang
Sēda Sakti, ungguing ring bahu tengen, Sang Ratu Mas Kuwindha, ungguing ring bawu kiwa, Sang
Ratu Aji Putra Putih, ungguing ring pungkur pamanggahan awakē ida mangadeg, ring cantiking
lidah, ring paled-ledan, dadi ya sabda, bisa ya ngucap, ring sanak ira catur, ngaran, sai ucapin,
sapari sekaranē, ajak madius, madaar, mesarē, bangun, lunga, mulih, matoya, maoton, mayudha,
“Berikut ini adalah cara dalam memanggil keempat saudara, inisiasikan dahulu, Kaki Sang Sēda Ra-
sa letakan (visualkan) di depan dada, Sang Sēda Sakti di bahu kanan, Sang Ratu Mas Kuwindha di
bahu kiri, Sang Ratu Aji Putra Putih di punggung, di tubuhmu mereka semua berada, pada anak
lidah/anak tekak, pada tenggorokan menjadi suara yang mampu berbicara, selalu ingatlah kepada
saudara-saudaramu itu, selalu ucapkan dan ajak di setiap aktivitas yang kalian kerjakan, ajak mandi,
makan, tidur, bangun, bepergian, pulang, ruwatan, otonan, berperang,
Struktur Makro silahkanlah!” “Hormat hamba kepada
Sang Maha Yakti (sebutan lain sang rsi),
Ranah pengamatan dari struktur makro
semoga kami diberkati, hamba ingin ber-
adalah tematik atau tema. Teks Tutur A ng- tanya kepada ayahanda tentang kese-
jatian manusia, bagaimana awal mulan-
gastya Prana terindikasi bahwa pokok pem-
ya, dan bagaimana semestinya?”.....
bicaraan mengandung dua tema yaitu (1) (halaman 1)
tema ketuhanan (divinity) dan (2) tema jas-
Dalam teks di atas terdapat kalimat per-
maniah (physical). Terlihat pada kutipan
tanyaan seperti berikut “Hamba ingin ber-
teks berikut:
tanya kepada ayahanda tentang kesejatian
manusia, bagaimana awal mulanya, dan
Transliterasi
.....sumawur Bhagawan Anggastya Pra- bagaimana semestinya?”, yang berarti
na, uduh anak ingsun kalih, apa pa- pokok pembicaraannya mengarah pada
milakun i dēwa ring bapa, agēwarahan
nanak, lamakan weruh sira bapa, matur manusia sebagai makhluk jasmani dan ma-
sang kalih pukulun Sang Maha Yakti, khluk Tuhan, atau sesuatu yang bersifat kei-
ēnak pada asung lugraha, ring kawula
pakulun, hana sedeng tinanya ranak lahian. Semakin jauh diamati, pada bagian-
sang rsi, satingkahē dados jadma, sam- bagian akhir dari teks, topik yang dibicara-
punapi kawitē dumun, sang apa ana-
wē,.....(halaman 1) kan mengarah pada urusan ritus keagamaan.
Itu berarti terdapat juga unsur sosial di da-
Terjemahan
.....Bhagawan Anggastya Prana menja- lamnya. Alasan ini diperkuat dari kutipan
wab; “Anakku sekalian, apa kiranya teks berikut:
yang ingin kalian ketahui dari ayahanda?
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 38
Terjemahan a. Pembukaan
.....lalu bagaimana jika bayi telah lepas Paragraf pembuka mencoba
tali pusarnya, adakah tata caranya?”
Menjawab sang rsi, “Ada anakku, yang mengarahkan pikiran si pembaca pada
demikian mohonkan pembersihan di gambaran awal terhadap isi teks. Paragraf
Dēwa Kemulan, dengan sesajen (banten)
yaitu sebuah daksina, dan nasi warna pembukaan di atas terdiri dari:
(nasi tumpeng putih dan kuning), serah 1) Sebuah teks doa si penulis kepada
terimakan kepada bayi secara simbolik,
kemudian percikan air suci (tirtha), juga Tuhan: “Om Awighnam Astu Nama Sid-
nasi warna (segehan panca warna, putih, dham.” yang berarti “Ya Tuhan semoga
kuning, merah, hitam, dan kombinasi
semuanya/brunbun) yang nantinya akan tiada halangan.”
dihaturkan di depan pintu rumah setelah 2) Sebuah teks yang memberikan gambaran
ari-ari dan luwu/lamas ditanam, sebe-
lum semua dilakukan, mohonkan dahulu umum tentang teks Tutur A nggastya
pada dewa untuk merestui air pembersi- Prana: “Iki tutur Bhagawan Anggastya
han, kemudian bersihkan (percikan)
semuanya, yēh bajangan (air bekas Prana” berarti “Ini merupakan wejangan
mencuci ari-ari dan luwu/lamas), pada Bhagawan Anggastya Prana.”
tempat melahirkan, ibu dan bapak sang
bayi, bajang colong (salah satu nama 3) Sebuah teks pengenalan tokoh: “.....Ida
kekuatan dari 108 yang menjaga bayi madruwē putra kalih diri, lanang asiki,
selama kandungan) pada tempat me-
nanam ari-ari dan luwu/lamas, lukat istri asiki, sanē lanang duwuran,
(ruwat) semuanya, matepung tawar, dan mawasta Sang Sura Bratha, sanē alitan
dibersihkan.....(halaman 21)
istri, mapesēngan Sang Satya Kreti.....”
Berdasarkan dua di atas sudah dapat yang berarti “Beliau memiliki dua orang
ditentukan bahwa pada teks Tutur A nggas- anak, satu laki-laki, satu lagi perempuan,
tya Prana mengandung tiga tema sekaligus, si sulung laki-laki bernama Sang Sura
(1) tema ketuhanan (divinity) dan (2) tema Bratha, si bungsu perempuan bernama
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 39
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 40
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 41
terampil, akan menyebabkan harta benda pronomina persona, atau yang lebih umum
habis dan atma menjadi tersesat. Se-
disebut juga kata ganti orang, dapat dilihat
baliknya, jika rsi/pendeta yang meruwat
melakukan dengan baik, beliau akan mam- pada kutipan berikut:
pu menuntun atma ke jalur semestinya,
bahkan bersamaan dengan keempat saudara
(Kanda Empat) dari orang yang meninggal Transliterasi
tersebut, sehingga memperoleh tempat se-
mestinya tergantung karma mereka.... .....ida madruwē putra kalih diri, lanang
(halaman 7) asiki, istri asiki, sanē lanang duwuran,
mawasta Sang Sura Bratha, sanē alitan
c. Penutup istri, mapesēngan Sang Satya Kreti.....
(halaman 0)
Penulis tidak menemukan paragraf
maupun kalimat yang mencerminkan akhir Terjemahan
.....beliau memiliki dua or ang anak, satu
dari teks ini. Hal tersebut disebabkan teks laki-laki, satu lagi perempuan. Si sulung
Tutur Anggastya Prana yang menjadi data laki-laki, bernama Sang Sura Bratha, si
bungsu perempuan bernama Sang Satya
induk penulis, bukanlah data yang utuh. Kreti.....(halaman 0)
b) Subtitusi
Struktur Mikro
adalah proses atau hasil penggantian un-
a. Sintaksis
sur bahasa oleh unsur lain dalam satuan
Sintaksis adalah tatabahasa yang
yang lebih besar untuk memperoleh unsur-
membahas hubungan antara kata dalam
unsur pembeda selain itu juga untuk men-
tuturan.
jelaskan suatu struktur tertentu
(Kridalaksana, 2008). Berikut adalah
1) Kohesi Gramatikal
contoh substitusi dalam teks Tutur
Pengertian kohesi gramatikal adalah ko-
Anggastya Prana:
hesi yang terbentuk oleh tata bahasa yang
terdiri dari referensi, substitusi, dan
Transliterasi
konjungsi. .....anē madan papa mati, anē mati salah
pati, sapunika dadi kunda tektek lalintah,
iris-iris poh,.....(halaman 11)
a) Referensi
adalah salah satu jenis kohesi gramatikal Terjemahan
.....papa mati adalah orang yang mengam-
dalam wacana, dalam hal ini adalah wacana bil jalan mati yang tidak pantas, jalan seper-
sastra berupa satuan lingual tertentu yang ti itu, kelak ter lahir sebagai lintah, iris-
iris poh (sejenis binatang melata).....
mengacu pada satuan lingual lain (suatu (halaman 11)
referen) yang mendahului atau mengikuti-
Pada kutipan di atas terdapat kata
nya. Referensi yang terdapat pada teks Tu-
sapunika (Ami; alus mider), dalam Kamus
tur Anggastya Prana diantaranya adalah
Bali-Indonesia memiliki arti leksikal
referensi persona. Referensi persona atau
“demikian itu”. Dalam terjemahan teks di
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 42
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 43
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 44
Brahma, Sang Hyang Wisnu, dan Sang saudara yang kelima sebagai pusatnya, yang
Hyang Siwa. maknanya sama dengan Kanda Pat dan Ca-
2) Nawa Sanga tur Sanak.
Nawa Sanga atau lengkapnya Dēwata 5) Dasa Aksara
Nawa Sanga juga disebut Nawa Dēwata Dasa Aksara adalah sepuluh (dasa)
adalah sembilan (nawa) entitas dewata pen- aksara suci wijaksara, diantaranya:
guasa sembilan wilayah. Delapan dian- Sang (sº), Bang (b¸), Tang (tº), Ang (ö),
taranya berada pada masing-masing penjuru Ing (÷¸), Nang (nº), Mang (½), Sing (´µ),
mata angin, dan satu pada poros tengah di Wang (wº), Yang ( yº).
alam semesta. Aksara wijaksara adalah suatu aksara inti
3) Panca Rsi dan Sapta Rsi suci (wija/bija= inti/benih) yang diyakini
Rsi atau Rishi adalah seorang suci yang oleh masyarakat Bali mengandung kesu-
mendapat wahyu dalam agama Hindu. Pan- cian, getaran energi magis, bersifat gaib,
ca berarti lima, sapta berarti tujuh. Panca dan spiritual religius
Rsi berarti golongan yang terdiri dari lima
sosok rsi, begitu pula dengan Sapta Rsi. Na- 4. SIMPULAN
mun rsi yang dimaksud pada pembahasan Kesimpulan dimulai dari struktur teks.
ini bukan mengacu pada suatu kelompok Struktur teks yang dimaksud adalah
orang, melainkan entitas ilahi. Panca Rsi menguraikan teks Tutur A nggastya Prana
dan Sapta Rsi yang dimaksud di sini adalah yang berdasar pada ranah pengamatan dan
golongan makhluk ilahi pada tingkatan elemen wacana Van Dijk sekaligus
alam tertentu. melakukan pendekatan intrinsik karya sas-
4) Kanda Pat tra. Struktur teks tersebut adalah:
Dalam Kamus Kawi-Bali yang disusun 1) Struktur Makro: r anah pengamatan
Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DATI I struktur ini adalah tematik atau tema.
Bali (1988: pada entri kanda), kanda berarti Dalam teks Tutur A nggastya Prana
bagian, sedangkan pat berasal dari kosa ka- ditemukan tiga tema sekaligus, yaitu (1)
ta papat, yang berarti empat. Sehingga, arti tema ketuhanan (divine) dan (2) tema
dari istilah Kanda Pat adalah empat bagian jasmaniah (physical), dan (3) tema so-
manusia. Istilah Catur Sanak bahkan mem- sial. Namun tema pokok/tema mayor
iliki makna personifikasi, yaitu catur berarti dari karya sastra ini adalah tema
empat, dan sanak berarti saudara, Catur ketuhanan (divinity).
Sanak berarti empat saudara gaib manusia. 2) Superstruktur: r anah pengamatan
Dalam istilah suluk Jawa atau Kejawen, struktur ini adalah skematik atau skema,
dikenal dengan istilah Sadulur Patpat Kali- yang terdiri dari: (1) kalimat pembukaan
mo Pancer yang memiliki arti empat teks, (2) isi teks, (3) penutup, dan (4)
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 45
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 46
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668