5741142
oleh
Dewa Ayu Sri Intan Wandini i*, I Nyoman Suwijaii, Ni Wayan Sumitriiii
IKIP PGRI Bali, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia
intandw909@gmail.com, inyoman.suwija63@gmail.com,
Sumitri2000@yahoo.com
Abstrak
Karya sastra Bali (Paribasa Bali) mempunyai potensi yang sangat besar dalam upaya
pembentukan karakter anak didik, sehingga anak didik memiliki karakter yang kokoh
berakar pada nilai-nilai budaya. Karya sastra (Paribasa Bali) adalah salah satu karya sastra
yang dapat dijadikan acuan dalam pendidikan karakter. Paribasa Bali yang mengandung
kearifan lokal diharapkan dapat memberikan kontribusi tersendiri dalam membentuk
karakter-karakter anak didik. Masalah yang dibahas dalam penelitin ini adalah (1)
bagaimanakah konsep kearifan lokal Bali (Paribasa Bali) mengajarkan pendidikan karakter
kepada peserta didik. (2) jenis-jenis pendidikan karakter apa saja yang ditemukan dalam
Paribasa Bali. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Digunakan juga
strategi survey bertujuan untuk mengumpulkan besar variabel melaui alat pengukur
wawancara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui konsep dan jenis-
jenis pendidikan karakter yang dapat diajarkan kepada anak didik melalui karya sastra
khususnya Paribasa Bali.
195
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
196
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
197
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
198
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
199
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
atau tidak langsung dan mengundang yaitu peduli dan selalu ingat dengan
pembaca untuk menafsirkan kualitas kewajiban menjadi seorang istri. Hal
dirinya lewat kata dan tindakannya. ini tampak pada kutipan berikut.
Lubdaka menjadi tokoh utama ialah Teked jumahné, enggal kurenané
tokoh yang paling banyak melukiskan nyambatsara, “Wih… Beli…
Nak ngudiang mara Beli teka?
interaksi dengan tokoh lain. Ditinjau Apa ke Beli Nemu baya di
alasé?” Masaut I Lubdaka kéné,
dari segi perwatakannya Lubdaka “Adi sayang… beli tusing mulih
dikisahkan memiliki watak sombong, ibi, sawiréh beli kapetengan di
alasé tur pajalan beliné, ngungsi
berkata kasar, dan pemarah. Hal ini lantas ka Alas. Tusing marasa
sagét suba sanja. (Suwija, 2019:
tampak pada kutipan berikut.
82).
Ada koné juru boros, madan
Lubdaka. Liatné salap, ngraos Terjemahan:
banggras, tur setata dengkak- Sesampainya di rumah, istri
dengkik. Solah ngapak-apak, Lubdaka langsung
nyapa-kadi-aku. Abedik sing ja menyambutnya, dan berkata
ngelah rasa welas asih, “Duh Beli kenapa baru datang?
morosin kidang, bojog, Apakah beli terkena bahaya di
irengan, muah ané lénan. hutan?” dijawablah oleh
(Suwija 2019: 81) Lubdaka, “Adi sayang…beli
Terjemahan: kemarin beli tidak pulang,
Seorang pemburu bernama karena beli sudah terlalu larut
Lubdaka, yang memiliki sifat malam di hutan dan beli tidak
keras, ketika berbicara pun mendapatkan hasil buruan.
selalu dengan nada yang tinggi Tidak terasa hari sudah sore.
dan ia selalu merasa bahwa ia
seorang yang paling pintar.
Ida Sang Hyang Yama
Sedikit pun tidak memiliki rasa
belas kasihan terhadap hewan merupakan tokoh tambahan kedua
yang ia bunuh seperti kijang,
monyet, dan hewan lainnya. dalam satua I Lubdaka, ditinjau dari
segi perwatakan, watak dari Ida Sang
Kutipan di atas menunjukan
Hyang Yama yaitu tidak mengetahui
Lubdaka seseorang yang memiliki
kebenarannya dan langsung
watak sombong, berkata kasar, dan
mengambil keputusannya sendiri,
pemarah.
tanpa mengetahui benar salahnya.
Istri Lubdaka merupakan
Hal ini tampak pada kutipan berikut.
tokoh tambahan dalam satua I Atman I Lubdaka malesat ka
Lubdaka ditinjau dari segi niskala, tur suba neked di
tengahing margasanga. Ditu
perwatakan, watak istri Lubdaka atman I Lubdaka begong,
200
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
201
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
202
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
203
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
204
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
205
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
206
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
Tahap Akhir
Berdasarkan kutipan di atas
Tahap akhir sebuah cerita atau
terlihat bahwa roh Lubdaka bahagia
dapat juga disebut sebagai tahapan
karena telah mendapatkan tempat di
pelarian. Bentuk penyelesaian sebuah
surga, karena sebelum meninggal ia
cerita dalam banyak hal ditemukan
telah menjalankan yoga semadi
oleh hubungan antar tokoh dan
majagra yang membuat dewa Siwa
konflik yang dimunculkan
mengampuni segala dosa yang ia
(Nurgiantoro, 2015: 205). Aristoteles
perbuat dimasa hidupnya sebagai
(dalam Nurgiantoro, 2015: 205)
seorang pemburu.
membedakan akhir sebuah cerita ke
dalam dua kemungkinan yaitu Amanat
kebahagian (happy end) dan Suharso & Retnoningsih
kesedihan (sad end). (2017: 32) mengemukakan amanat
Tahap akhir dalam satua I adalah sesuatu pesan atau wejangan,
Lubdaka menceritakan bahwa roh keseluruhan makna atau isi
Lubdaka pada akhirnya mendapatkan pembicaraan yang disampaikan
tempat yang baik yaitu di Surga. Hal kepada pembaca atau pendengar.
ini tampak pada kutipan berikut. Amanat yang terdapat di dalam satua
Aketo satuan I Lubdaka ané I Lubdaka dapat dilihat pada kutipan
laadné liu malaksana pelih,
dadi juru boros, mamati-mati berikut.
soroh buron tan padosa,
pamuputné maan koné ia genah
207
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
208
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
209
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
yang memiliki sifat keras, digunakan oleh para orang tua untuk
ketika berbicara pun selalu
dengan nada yang tinggi dan ia menidurkan anaknya dan
selalu merasa bahwa ia seorang dipergunakan sebagai media
yang paling pintar. Sedikit pun
tidak memiliki rasa belas komunikasi antara orang tua dan
kasihan terhadap hewan yang ia
bunuh seperti kijang, monyet, anak.
dan hewan lainnya”.
Fungsi Sebagai Didaktis
Kutipan di atas
(Mendidik)
menggambarkan seseorang yang
Fungsi didaktis (mendidik)
memiliki sifat sombong, keras, tidak
pada satua I Lubdaka, dimana pada
sopan, dan tidak memiliki rasa belas
satua ini mengajarkan dan mendidik
kasihan terhadap binatang tentu saja
agar bisa menyayangi makhluk
hal ini benar-benar mencerminkan
ciptaan Tuhan, tidak seenaknya
sikap yang tidak baik.
membunuh binatang yang tidak
satu bentuk karya satra Bali Hal tersebut dapat dilihat pada
nilai budaya dan moral juga memiliki Akéto satuan I Lubdakané ané
laadné liu malaksana pelih,
fungsi sebagai media hiburan. dadi juru boros, mamati-mati
soroh buron tan padosa,
Suharso & Retnoningsih (2017: 168) pamuputné maan koné ia genah
menyatakan bahwa hiburan adalah luih di swargaloka ulian
sasubané ia majagra
suatu hal yang menyenangkan dan ngiringang Ida Batara Siwa”
(Suwija 2019: 86)
dapat menyejukan hati yang susah Terjemahan:
dan lara. Unsur hiburan dalam satua Begitulah cerita si Lubdaka
yang sebelumnya melakukan
I Lubdaka dapat pula terlihat pada perbuatan sebagai pemburu
yang memburu binatang tidak
saat apa satu itu dituturkan. Biasanya
dosa. Pada akhirnya Lubdaka
penturan satua memilih waktu saat mendapatkan tempat yang baik
di Surga karena ia menjalankan
senggang sesusah orang melakukan yoga semadi majagra yang
aktivitas atau bekerja seperti pada bertepatkan dengan malam
Siwaratri (malam dewa Siwa).
malam hari. Pada zaman dulu satua
210
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
211
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
212
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
213
DOI: 10.5281/zenodo.5741142
214