Abstrak
Kujang merupakan pusaka hasil karya cipta budaya yang khas dari masyarakat
Sunda. Kujang lahir dari konsep kesuburan atas interpretasi masyarakat peladang
dan petani sebagai perwujudan dari rasa syukur mereka kepada Tuhan YME.
Setiap daerah memiliki pengaruh geografis, ekonomi, historis yang berbeda-beda,
maka dari itu Kujang disetiap wilayah pun akan berbeda dengan wilayah lainnya.
Disini penulis mengambil Kujang Ciung khas Sunda sebagai objek penelitian.
Kujang Ciung merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur ajaran falsafah dan
filsafat Sunda, sehingga membentuk identitas masyarakat Sunda. Penulis memilih
mengkaji Kujang Ciung dari aspek falsafah dan filsafat karena tiap-tiap bentuk,
tiap-tiap bagian, tiap-tiap material yang digunakan untuk membuat kujang
memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Sunda.
Abstract
Kujang is a heritage created by cultural creations that are typical of Sundanese
society. Kujang was born from the concept of fertility over the interpretation of
the cultivator community and farmers as a manifestation of their gratitude to God
Almighty. Each region has different geographical, economic, historical influences,
therefore Kujang in each region will be different from other regions. Here the
author takes the typical Sundanese Kujang Ciung as the object of research.
Kujang Ciung is an embodiment of the noble values of the teachings of
philosophy and Sundanese philosophy, thus forming the identity of the Sundanese
people. The author chose to study Kujang Ciung from philosophical and
philosophical aspects because each form, each part, each material used to make
kujang has a deep meaning for the Sundanese people
PENDAHULUAN
Perbedaan dari segi bentuk, fungsi dan nilai pada bentuk budaya kujang
memiliki dasar budaya yang mencerminkan karakteristik dari identitas masyarakat
pendukungnya. Kujang yang memiliki jenis dan kegunaan yang sama sekalipun
akan menampilkan citra bentuk yang berbeda-beda.
Tokoh yang paling representatif dalam penelitian ini yaitu Pak Darpan
Kandaga, beliau adalah seorang guru SMAN 1 yang paham mengenai kebudayaan
Sunda dan mengoleksi beberapa benda pusaka, salah satunya Kujang Ciung.
METODE
Kujang demikian mengakar pada budaya Sunda oleh karena itu dapat
ditelusuri dari aspek etimologis pengistilahan kujang, yang antara lain sebagai
berikut:
Dalam versi lain terdapat pendapat bahwa kujang berasal dari Istilah
Ujang. Ujang merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Sunda Kuno yang
berarti manusia. Dalam pemahaman yang lebih dalam ujang dapat dimaknai
sebagai manusia yang sempurna. Aspek makna simbolik ujang sebagai manusia
yang sempurna inilah yang diduga menjadi akar munculnya istilah kujang.
Istilah ujang sebagai akar lahirnya istilah kujang sayangnya tak lagi
banyak diketahui, bahkan istilah ujang di Sunda era sekarang lebih populer
digunakan untuk menyebut anak laki-laki, dimana penyebutan tersebut juga
menyimpan harapan untuk menjadi laki-laki yang sempurna.
Pengertian Kujang dari Aspek Bentuk
Bentuk dari suatu hasil kebudayaan perlu diamati dan dikaji dengan teliti
dan mendalam, karena melaluinya dapat dilihat sejauh mana pesan dan nilai yang
terkandung didalamnya. Kujang dengan segala aspek nilai keindahan yang khas
budaya Sunda pelukisannya didefinisikan secara tepat.
Dalam tradisi Indonesia tak ada karya seni yang dibuat semata untuk
keindahan, sebaliknya tak ada benda pakai (sehari-hari/upacara,
sosial/kepercayaan/agama) yang asal bisa dipakai, benda tersebut pasti indah.
Indahnya byukan sekedar memuaskan mata, tapi berkaitan dengan kaidah moral,
adat, tabu, agama dan sebagainya, selain bermakna sekaligus indah. Oleh karena
itu pada setiap bagian-bagian kujang memiliki suatu makna yang mendalam.
Seiring berjalannya waktu, kudi atau kujang yang lebih menekankan pada
tingkat kesakralannya hanya dibuat sesuai pesanan khusus para pemimpin atau
sultan terkait. Hal ini diilhami oleh kesaktian kudi atau kujang yang berasal dari
para dewata. Kudi atau kujang akhirnya menjadi bagian dari koleksi senjata suci
kerajaan, yang kemudian dikenal dengan istilah ampitan. Di Sunda kujang sebagai
senjata digunakan oleh Prabu Siliwangi. Ia adalah raja Pajajaran yang juga
menggunakan semacam kujang suci/sakral
Senjata ini juga disimpan sebagai senjata pusaka, yang digunakan untuk
melindungi rumah dari bahaya, dengan meletakannya di dalam sebuah peti atau
tempat tertentu dalam sebuah rumah, atau meletakan di atas tempat tidur.
Makna Kujang
Sebuah benda dapat dikatakan sebagai kujang bila terdiri dari tiga bagian
pokok yaitu:
Gambar 2. Bagian-bagian Kujang
Gambar 3. Bilah.
Waruga merupakan bagian pokok dari sebuah kujang . Bagian ini juga
biasa disebut sebagai ‘mata kujang’. Waruga dibuat dari bahan besi, baj, nikel
sebagai bahan pamornya dan dikerjakan dengan teknik tempa. Waruga sebuah
kujang biasanya cukup tajam dan runcing. Telah diungkapkan bahwa kujang lahir
dari buadaya masyarakat peladang sebagai sarana religius. Sesuai dengan
pemenuhannya akan sarana religius kujang dibuat (didesain) sedemikian rupa
akan kaidah-kaidah sarana ritual. Sebagaimana pemenuhan perannya,
bilah/waruga kujang dibuat dengan pencampuran besi dan nikel (bahan pamor),
namun untuk perannya yang lain tidak sedikit kujang yang dibuat dengan bahan
campuran besi dan nikel (bahan pamor), dan baja.
Papatuk (congo), yaitu bagian ujung kujang yang runcing. Papatuk berarti
paruh atau mulut.
Eluk (siih), yaitu bagian dari punggung bagian atas bilah kujang yang
berbentuk lekukan-lekukan.
Waruga, yaitu nama bilah kujang secara keseluruhan. Waruga berarti
badan.
Mata, yaitu lubang-lubang pada waruga/bilah kujang. Kujang yang
bermata empat disebut Mandala Rasa biasa disebut wesi kuning, bermata
empat pemegangnya para putri menak keraton.
Tonggong, yaitu mata bilah atau sisi tajam pada bagian punggung kujang.
Beuteung, yaitu mata bilah atau sisi tajam pada bagian perut kujang. \
Tadah, yaitu lengkung kecil pada bagian bawah perut bilah.
Paksi, yaitu bagian bilah yang masuk pada bagian hulu/lendean yang
gunanaya sebagi penguat.
Pamor, yaitu guratan-guratan ornamentik baik berupa figur tertentu atau
abstrak yang indah pada permukaan waruga/bilah karena percampuran
beberapa bahan logam dengan teknik tempa.
Rigi. Yaitu bagian kujang yang bentuknya menyerupai mata gergaji yang
biasa terletak di punggung dan pinggang waruga kujang.
2. Kowak (warangka)
Gambar 4. Warangka.
Gambar 5. Gagang.
Karena itu, hubungan suatu sistem kepercayaan dengan sebuah karya seni
dapat dijelaskan melalui arti dari lambang masing-masing bagian yang terdapat
pada karya seni itu sendiri. Dalam hal kudi/kujang dapat dilihat dari apa yang
disebut motif pamor, motif pegangan, dan tentunya dari bentuknya yang beragam.
Kujang ciung itu sendiri dibuat berdasarkan bentuk burung Ciung atau
burung Jalak. Burung Ciung bagi masyarakat Sunda dipercaya sebagai simbol
kharismatik, ketampanan dan simbol kejantanan. Oleh karena itu nama burung
Ciung juga pernah digunakan sebagai gelar raja Sunda yaitu Ciung Wanara
(burung Jalak dan Monyet). Kujang Ciung bermata satu ini diperuntukan bagi
para guru tangtu agama dan para pangwareg agama.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Internet
Ajilukisofyanblog, 2013. Kujang Sebagai Senjata Pusaka Tradisi Sunda.
https://ajilukisofyanblog.wordpress.com/2013/04/28/kujang-sebagai-
senjata-pusaka-tradisi-sunda-2/. (akses 23 Desember 2018)
Buku
Basuki Teguh Yuwono, 2013. Kujang Jejak Pesona Budaya Sunda. Surakarta: ISI
Press dan Padepokan Keris Brojobuwono, 2013.
Jurnal
Aris Kurniawan, 2014. Kajian Historis dan Filosofis Kujang. Bandung: Jurnal
ITENAS, Volume 2. No 1.
Wawancara
Darpan Kandaga, Budayawan Garut.
Tugas ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Kajian Seni Tradisi
Dosen Pengampu Mata Kuliah Kajian Seni Tradisi Dr. Anis Sujana & Agus Cahyana,
S.Sn., M.Sn.
Disusun Oleh :
Jl. Buah Batu No.212, Cijagra, Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40265