Anda di halaman 1dari 27

Outline Tugas Antropologi

Judul : Ketupat

Asal Usul Ketupat di Indonesia

Filosofi Ketupat

Beragam jenis Ketupat

Ketupat, Buras dan Lontong

http://bali.tribunnews.com/2018/06/14/sejarah-ketupat-dulu-dianggap-jimat-hingga-jadi-
makanan-khas-lebaran

TRIBUN-BALI.COM - Ketupat merupakan makanan yang selalu ada saat Lebaran tiba.
Makanan khas Indonesia ini seakan menjadi menu wajib untuk hidangan berkumpul bersama
keluarga saat Hari Raya Idulfitri.
Dikutip dari TribunStyle.com, sajian ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat
menyebarkan agama Islam di Jawa Tengah.
Sunan Kalijaga sendiri dikenal menggunakan budaya dan tradisi lokal untuk mengenalkan
agama Islam agar mudah diterima, termasuk lewat kuliner.
Awalnya, masyarakat lokal telah memiliki kebiasaan menggantung ketupat di depan pintu rumah
sebagai jimat keberuntungan.
Oleh Sunan Kalijaga, tradisi ini diubah dengan menjadikan ketupat sebagai sajian
bernuansa Islami untuk menghilangkan unsur mistisnya.
Sunan Kalijaga memang menjadi orang pertama yang mengenalkan ketupat sebagai sajian
khas Lebaran.
Ketupat merupakan nasi lontong yang dikemas di dalam janur yang dijalin sedemikian rupa.
Rupanya, ada berbagai jenis ketupat di Indonesia lho, berikut beberapa di antaranya, dikutip dari
Kompas.com dan sumber lainnya.
1. Ketupat Katan Kapau
Nama ketupat ini berasa dari Katan yang berarti ketan dan Kapau yang memiliki arti dari daerah
Kapau.
Dalam pengolahannya, ketupat yang berasal dari daerah Kapau, Sumatera Barat, ini berasal dari
ketan yang direbus menggunakan santan berbumbu.
Biasanya, ketupat ini dihidangkan dengan rendang dan gulai itik cabe hijau.
2. Ketupat Sipulut
Sama halnya dengan ketupat Katan Kapau, ketupat ini juga berasal dari Sumatera Barat.
Ketupat Sipulut biasanya dimakan bersama tapai ketan hitam atau rendang.
Sedangkan isinya agak lunak dan luarnya dilumuri santan yang mengental.
3. Ketupat Bareh
Ketupat khas Minang, Sumatera Barat, ini juga ada di pesisir barat Sumatera Utara, terutama di
daerah Sibolga.
Bukan dari ketan, ketupat ini terbuat dari beras putih dan direbus dengan santan.

4. Ketupat Palas
Ketupat Palas atau Pulut ini dibungkus menggunakan daun palas (palem) dan terbuat dari ketan.
Ketupat ini berasal dari Medan.
Pulut sendiri dalam Bahasa Medan berarti ketan.
Ketupat ini berbentuk segitiga dan dimakan dengan daging rendang maupun sirup gula merah.
Selain di Indonesia, ketupat ini juga terkenal di kawasan Malaysia.
5. Ketupat Glabed
Biasanya, ketupat yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah, ini disajikan dengan kuah kuning dan
kental.
Tempe goreng, kerupuk, dan sambal pedas biasanya menjadi hidangan pelengkap.
Selain itu, makanan ini juga bisa didampingi dengan lauk sate ayam bumbu atau sate kerang.
6. Ketupat Babanci
Ketupat Babanci banyak ditemukan di sekitar Jakarta dan merupakan makanan khas Betawi.
Penyajian ketupat ini dengan kuah santan yang dibumbui kemiri, bawang merah, cabai, bawang
putih, dan aneka rempah-rempah.
Sebagai pelengkap penyajian, biasanya ada daging sapi di dalamnya.
7. Ketupat Kandangan
Ketupat Kandangan dapat ditemukan di Kalimantan Selatan.
Biasanya, ketupat ini disajikan dengan kuah santan berwarna kekuningan dengan kuah mirip
opor.
Cara makan ketupat ini yang unik.
Meski berkuah, cara memakannya tidak menggunakan sendok, melainkan langsung dengan
tangan.
Penyajian Ketupat Kandangan biasanya didampingi dengan ikan haruan goreng atau ikan haruan
yang dimasak bumbu balado.(*)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Sejarah Ketupat, Dulu Dianggap Jimat
Hingga Jadi Makanan Khas Lebaran, http://bali.tribunnews.com/2018/06/14/sejarah-ketupat-
dulu-dianggap-jimat-hingga-jadi-makanan-khas-lebaran?page=4.

Editor: Eviera Paramita Sandi

https://travel.kompas.com/read/2017/06/25/130900327/ini.asal.usul.ketupat.hidangan.khas.lebara
n

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketupat menjadi hidangan wajib ada bagi masyarakat Muslim
Indonesia setiap Hari Raya Idul Fitri. Padahal, jika diamati hidangan ketupat sebenarnya tak ada
di negara-negara Timur Tengah. Dari mana sebenarnya tradisi makan ketupat ini berasal?
"Menurut cerita rakyat, ketupat itu berasal dari masa hidup Sunan Kalijaga, tepatnya di masa
syiar Islamnya pada abad ke-15 hingga 16. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya
sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai ke-Islaman," kata sejarawan kuliner sekaligus
penulis buku "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia", Fadly Rahman, saat
dihubungi KompasTravel, Sabtu (24/6/2017). Masyarakat Jawa dan Sunda menyebut ketupat
sebagai kupat yang berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Simbolisasi lain dari ketupat,
menurut Fadly, laku papat (empat laku) yang juga melambangkan empat sisi dari ketupat.
(BACA: Ketupat Berbungkus Janur dan Plastik, Apa Bedanya?) Namun begitu, Fadly tak
memungkiri jika ketupat bisa jadi berasal dari zaman yang lebih lama, yakni zaman Hindu-
Buddha di Nusantara. Merujuk pada zaman pra Islam, nyiur dan beras sebagai sumber daya alam
sudah dimanfaatkan untuk makanan oleh masyarakat di zaman tersebut. Juga di Bali hingga saat
ini menggunakan ketupat (orang Bali menyebutnya tipat) dalam ritual ibadah. "Secara tertulis
dalam prasasti yang diteliti oleh para ahli, tak disebut secara spesifikasi merujuk ke ketupat,
tetapi indikasi makanan beras yang dibungkus nyiur sudah dilakukan sebelum masa pra Islam,"
kata Fadly. Ketupat ahirnya tak hanya menjadi identitas di Indonesia melainkan juga di Asia
Tenggara khususnya negara Melayu, identik dengan Hari Raya Idul Fitri. "Di Islam, ketupat
dicocokkan lagi dengan nilai-nilai ke-Islaman oleh Sunan Kalijaga, membaurkan pengaruh
Hindu pada nilai nilai ke-Islaman, menjadi akulturasi yang padu antara keduanya," tambah
Fadly.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Asal Usul Ketupat, Hidangan Khas
Lebaran", https://travel.kompas.com/read/2017/06/25/130900327/ini.asal.usul.ketupat.hidangan.
khas.lebaran.
Penulis : Silvita Agmasari

https://faktualnews.co/2018/06/17/makna-filosofi-dan-sejarah-ketupat-sebagai-tradisi-
lebaran/85001/

KETUPAT tidak lepas dari perayaan Idul Fitri. Dalam perayaan Idul Fitri, tidak pernah pisah
dari perayaan Ketupat Lebaran. Istilah tersebut telah menjamur di semua kalangan umat Islam
terutama di pulau Jawa.
Ketupat atau kupat sangat identik dengan Hari Raya Idul Fitri. Betapa tidak, hampir setiap ada
ucapan selamat Idul Fitri tertera gambar ketupat. Apakah ketupat ini hanya sekedar pelengkap
hari raya saja ataukah ada sesuatu makna di dalamnya. Berikut beberapa catatan terkait ketupat
yang diperoleh FaktualNews.co dari beberapa sumber.
Sejarah Ketupat
Adalah Kanjeng Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga membudayakan dua kali Bakda. Yakni, Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda
Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. Pada hari yang disebut Bakda Kupat tersebut, di
tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat ada orang yang menganyam ketupat dari
janur ( daun kelapa muda).
Setelah selesai dianyam, ketupat diisi dengan beras kemudian dimasak. Selanjutnya, ketupat
yang sudah matang tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang
kebersamaan.
Arti Kata Ketupat
Dalam filosofi Jawa, ketupat Lebaran bukanlah sekedar hidangan khas Hari Raya Lebaran.
Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan
dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku Lepat
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang
Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan
ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua,
bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.
Laku Papat
Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Empat tindakan tersebut adalah Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan.
Arti Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan
Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang
artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.
Luberan bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum
miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib
dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.
Leburan maknanya adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen Lebaran, dosa dan
kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan
satu sama lain.
Laburan berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk
penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian
lahir dan batin satu sama lain.
Demikian itulah arti kata ketupat . Selanjutnya sebagaimana dilansir Islamidia.com, terkait
filosofi dari ketupat itu sendiri adalah sebagai berikut.
Filosofi Ketupat
1. Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat.
2. Kesucian hati. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini
mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala
kesalahan.
3. Mencerminkan kesempurnaan. Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan
dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak
Idul Fitri.
4. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan. Maka dalam pantun Jawa
pun ada yang bilang “KUPAT SANTEN“, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah
Mohon Maaf).
Itulah makna, arti serta filosofi dari ketupat. Betapa besar peran para Wali dalam
memperkenalkan agama Islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar. Seperti
tradisi Lebaran dan hidangan ketupat yang telah menjadi tradisi dan budaya hingga saat ini.
Secara umum ketupat berasal dan ada dalam banyak budaya di kawasan Asia
Tenggara. Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan
dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman janur (daun kelapa yang
masih muda). Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran, ketika
umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa.
Makanan khas yang menggunakan ketupat, antara lain kupat tahu (Sunda), ketupat
kandangan (Banjar), Grabag (Kabupaten Magelang), kupat glabet (Kota Tegal), coto
makassar (dari Makassar, ketupat dinamakan Katupa), lotek, serta gado-gado yang dapat
dihidangkan dengan ketupat atau lontong. Ketupat juga dapat dihidangkan untuk
menyertai santai, meskipun lontong lebih umum.
Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Di Filipina juga
dijumpai bugnoy yang mirip ketupat, namun dengan pola anyaman berbeda.
Ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal bersudut 7 (lebih umum) dan jajaran
genjang bersudut 6. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk
membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan
tidak terlalu tua.
Di antara beberapa kalangan di Pulau Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah
sebagai semacam jimat. Ada masyarakat yang memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di
hari biasa. Sehingga ketupat hanya disajikan sewaktu lebaran dan hingga lima hari
(Jawa, sepasar) sesudahnya. Bahkan ada beberapa daerah di Pulau Jawa yang hanya menyajikan
ketupat di hari ketujuh sesudah lebaran saja atau biasa disebut dengan Hari Raya Ketupat.
Di pulau Bali, ketupat (di sana disebut kipat) sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara.
Selain untuk sesaji, di Bali ketupat dijual keliling untuk makanan tambahan yang setaraf dengan
bakso. Terutama penjual makanan ini banyak dijumpai di Pantai Kuta dengan didorong keliling.
Tradisi ketupat (kupat) Lebaran, menurut cerita adalah simbolisasi ungkapan dari bahasa
Jawa ku = ngaku (mengakui) dan pat = lepat (kesalahan) yang digunakan oleh Sunan
Kalijaga dalam mensyiarkan ajaran Islam di Pulau Jawa yang pada waktu itu masih banyak yang
meyakini kesakralan kupat.
Asilmilasi budaya dan keyakinan ini akhirnya mampu menggeser kesakralan ketupat menjadi
tradisi Islam. Ketika ketupat menjadi makanan yang selalu ada di saat umat Islam merayakan
Lebaran sebagai momen yang tepat untuk saling meminta maaf dan mengakui
kesalahan. (Nasrullah Zulkarnain)
http://www.kujangbogor.com/sejarah-ketupat.html

Ketupat merupakan makanan khas yang paling banyak kita temui pada saat Lebaran yaitu
perayaan hari raya umat Islam. Bahkan ada sebagian masyarakat mengatakan tidak ada hidangan
ketupat ‘kurang afdol’ untuk makan di acara kumpul keluarga pada saat Lebaran, untuk itu
ketupat sudah menjadi tradisi hidangan yang disajikan pada saat Lebaran.

Namun apakah kita tahu sejarah dan filosofi ketupat?

Sejarah Ketupat

Sejarah Ketupat hadir bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, hal ini ada
pada saat pemerintahan kerajaan Demak.

H.J. de Graaf dalam Malay Annal, menurutnya ketupat itu merupakan simbol perayaan hari
raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15. De
Graaf menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas
budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Warna kuning pada janur dimaknai oleh
de Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur
Tengah dan merah dari Asia Timur.

Demak adalah salah satu kerajaan Islam pertama di Jawa, yang membangun kekuatan politik dan
penyiaran agama Islam dengan dukungan Walisongo(sembilan wali). Ketika menyebarkan Islam
ke pedalaman, Walisongo melakukan pendekatan budaya agraris, tempat unsur keramat dan
berkah sangatlah penting untuk melanggengkan kehidupan. Di sinilah pentingnya
akulturasi.Raden Mas Sahid, anggota Walisongo yang sohor dengan panggilan Sunan
Kalijaga, lalu memperkenalkan dan memasukkan ketupat, simbol yang sebelumnya sudah
dikenal masyarakat, dalam perayaan lebaran ketupat, perayaan yang dilaksanakan pada tanggal 8
Syawal atau sepekan setelah hari raya Idul Fitri dan enam hari berpuasa Syawal.

Filosofi Ketupat

Slamet Mulyono dalam Kamus Pepak Basa Jawa, menurutnya kata ketupat berasal dari kupat.
Parafrase kupat adalah ngaku lepat: mengaku bersalah. Janur atau daun kelapa yang
membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata “jatining nur” yang bisa diartikan hati
nurani. Secara filosofis beras yang dimasukan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu
duniawi. Dengan demikian bentuk ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan
hati nurani.

Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat (persegi) diartikan dengan kiblat papat limo
pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: timur, barat, selatan,
dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pacer (arah)
kiblat atau arah kiblat (salat).

Rumitnya anyaman janur untuk membuat ketupat merupakan simbol dari kompleksitas
masyarakat Jawa saat itu. Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi
seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial. Tapi ceritanya
jadi lain ketika terjadi krisis di saat lebaran; jurang sosial pun jadi jelas. Misalnya seperti
dikisahkan Rosihan Anwar.

Nama-nama Ketupat Sesuai Bahasa Daerah

bahasa Sunda: kupat

bahasa Jawa: kupat

bahasa Melayu/Indonesia: ketupat

bahasa Bali: tipat

bahasa Banjar: katupat

bahasa Betawi: tupat

bahasa Cebu: puso

bahasa Filipino: bugnoy

bahasa Kapampangan: patupat

bahasa Makassar: katupa’

bahasa Tausug: ta’mu

bahasa Tolitoli: kasipat


bahasa Minangkabau: katupek

bahasa sasak: topat

bahasa madura: ketopak

bahasa Gorontalo: atupato

https://www.pikiran-rakyat.com/hidup-gaya/2017/06/21/diperkenalkan-sunan-kalijaga-ternyata-
ketupat-adalah-singkatan-403751

PADA hari raya Idulfitri, tidak lengkap rasanya jika Anda tidak menyediakan ketupat sebagai
makanan hidangan. Ketupat merupakan salah satu panganan khas saat Lebaran dan biasanya
disajikan dengan opor ayam maupun hidangan bersantan lainnya.

Ketupat atau yang dalam tradisi Sunda dan Jawa diesebut kupat sangat identik dengan Idulfitri
meski kadang pula diasosiasikan dengan perayaan Iduladha.

Di mana ada ucapan selamat Idulfitri, hampir bisa dipastikan tertera gambar ketupat. Penyajian
ketupat pada hari raya ternyata menyimpan banyak makna.

Adalah Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan masyarakat Jawa dengan ketupat.
Sunan Kalijaga membudayakan pelaksanaan 2 meomen waktu yang disebut bakda yaitu bakda
Lebaran dan bakda kupat.

’Ngaku lepat’ artinya mengakui kesalahan dan ’laku papat’ artinya empat tindakan. Selain itu,
ketupat juga memiliki filosofi lainnya yaitu:

1. Mencerminkan beragam kesalahan manusia

Hal itu bisa terlihat dari rumitnya bungkusan atau anyaman ketupat.

2. Kesucian hati

Setelah ketupat dibuka, akan terlihat nasi putih. Hal itu mencerminkan kebersihan dan kesucian
hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.

3. Mencerminkan kesempurnaan
Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal itu dihubungkan dengan kemenangan umat Islam
setelah sebulan lamanya berpuasa Ramadan dan akhirnya merayakan Idulfitri.

4. Simbol permohonan maaf

Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, dalam pantun Jawa kadang
disebutka “kupa santen“ yang artinya ’Kulo lepat nyuwun ngapunten (Saya salah mohon maaf).

Itulah makna serta filosofi dari ketupat. Betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan
agama Islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar seperti tradisi Lebaran dan
hidangan ketupat yang telah mengakar hingga saat ini.***

https://historia.id/politik/articles/mengunyah-sejarah-ketupat-Pdag6

Ketupat hadir bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Ia punya makna yang
dalam dari sekadar sebuah makanan.

LEBARAN belum lengkap tanpa makan ketupat. Saat lebaran tiba, ketupat seolah menjadi menu
wajib yang mesti tersedia di meja makan. Namun bagaimana asal-asul sejarah ketupat?
Mengulas sejarah ketupat tidaklah semudah mengunyah ketupat itu sendiri.

Ketupat sudah lama dikenal di sejumlah daerah di Indonesia. Ini terlihat dari sejumlah makanan
khas yang menggunakan ketupat sebagai pelengkap hidangan. Ada kupat tahu (Sunda), kupat
glabet (kota Tegal), coto Makassar, ketupat sayur (Padang), laksa (kota Cibinong), doclang (kota
Cirebon), juga gado-gado dan sate ayam. Tapi tetap saja, tanpa ketupat di hari lebaran, terasa
kurang afdol.

Menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annal, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam
pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15. De Graaf
menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya
pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Warna kuning pada janur dimaknai oleh de
Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah
dan merah dari Asia Timur.
Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa, yang membangun kekuatan politik dan penyiaran
agama Islam dengan dukungan Walisongo (sembilan wali). Ketika menyebarkan Islam ke
pedalaman, Walisongo melakukan pendekatan budaya agraris, tempat unsur keramat dan berkah
sangatlah penting untuk melanggengkan kehidupan. Di sinilah pentingnya akulturasi. Raden Mas
Sahid, anggota Walisongo yang sohor dengan panggilan Sunan Kalijaga, lalu memperkenalkan
dan memasukkan ketupat, simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat, dalam perayaan
lebaran ketupat, perayaan yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah hari
raya Idul Fitri dan enam hari berpuasa Syawal.

Lebaran ketupat diangkat dari tradisi pemujaan Dewi Sri, dewi pertanian dan kesuburan,
pelindung kelahiran dan kehidupan, kekayaan dan kemakmuran. Ia dewi tertinggi dan terpenting
bagi masyarakat agraris. Ia dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan
Pajajaran. Dalam pengubahsuaian itu terjadi desakralisasi dan demitologisasi. Dewi Sri tak lagi
dipuja sebagai dewa padi atau kesuburan tapi hanya dijadikan lambang yang direpresentasikan
dalam bentuk ketupat yang bermakna ucapan syukur kepada Tuhan.

Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Beberapa
keraton di Indonesia, seperti Cirebon, Ubud, Surakarta, dan Yogyakarta tetap melestarikan
tradisi ini. Sebagai contoh upacara slametan atau syukuran panen di Jawa
disebut Sekaten atau Grebeg Mulud yang juga berbarengan dengan perayaan Maulid Nabi
Muhammad. Dalam upacara ritual semacam itu, ketupat menjadi bagian dari sesaji –hal sama
juga terjadi dalam upacara adat di Bali. Di masyarakat Jawa, ketupat sering digantung di atas
pintu masuk rumah sebagai semacam jimat atau penolak bala.

Tak heran jika kita melihat sejumlah tradisi di sejumlah daerah, yang berkaitan dengan agama
Islam, Hindu, maupun kepercayaan lokal. Di sejumlah daerah ada tradisi unik yang dinamakan
perang ketupat. Di Pulau Bangka perang ketupat dilakukan setiap memasuki Tahun Baru Islam
(1 Muharam). Di Desa Kapal, Badung, Bali, perang ketupat dimaksudkan untuk memperoleh
keselamatan dan kesejahteraan. Di Lombok, perang ketupat dilakukan sebagai ungkapan rasa
syukur atas keberhasilan panen dan menandai saat mulai menggarap sawah. Tradisi itu masih
bertahan hingga kini.

Tradisi lebaran ketupat, yang notabene berasal dari wilayah pesisir utara Jawa, tempat awal
penyebaran Islam, tak kuat pengaruhnya di pedalaman. Hanya sejumlah wilayah pesisir utara
yang hingga kini menganggap lebaran ketupat, biasa disebut “hari raya kecil”, sebagai lebaran
sebenarnya seperti Kudus, Pati, dan Rembang. Secara esensial, tak ada yang membedakan antara
lebaran ketupat dengan lebaran pada hari raya Idul Fitri. Keduanya punya makna yang sama.

Menurut Slamet Mulyono dalam Kamus Pepak Basa Jawa, kata ketupat berasal dari kupat.
Parafrase kupat adalah ngaku lepat: mengaku bersalah. Janur atau daun kelapa yang
membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata “jatining nur” yang bisa diartikan hati
nurani. Secara filosofis beras yang dimasukan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu
duniawi. Dengan demikian bentuk ketupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan
hati nurani.

Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat (persegi) diartikan dengan kiblat papat limo
pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: timur, barat, selatan,
dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pacer (arah)
kiblat atau arah kiblat (salat).

Rumitnya anyaman janur untuk membuat ketupat merupakan simbol dari kompleksitas
masyarakat Jawa saat itu. Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi
seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial. Tapi ceritanya
jadi lain ketika terjadi krisis di saat lebaran; jurang sosial pun jadi jelas. Misalnya seperti
dikisahkan Rosihan Anwar.

Dalam Sukarno, Tentara, PKI, Rosihan menulis catatan harian bagaimana lebaran pada 1961.
Ketika berangkat salat di Kebayoran Baru, di jalan dia melihat banyak becak yang didandani
dengan selongsong ketupat. Roshan berpikir para abang becak sedang merayakan lebaran. Tapi
seorang sopir jip bercerita bahwa para abang becak mendapatkan selongsong itu dari pasar-pasar
yang membuangnya karena tak laku. Beras, yang menjadi isi ketupat, tak terbeli oleh rakyat
karena harganya melambung.

Beruntunglah Anda kalau bisa menikmati lezatnya ketupat. Kini, ketupat juga tak harus
membuatnya dari janur. Anda bisa makan ketupat tanpa repot-repot menganyam daun janur.
Selongsong ketupat bisa diganti dengan bungkus plastik atau tabung kaleng khusus siap beli.
Selain harganya lebih murah, plastik lebih mudah didapatkan dan praktis. Tapi sebagian orang
tetap menggunakan janur karena citarasanya yang khas dan lebih alami.
http://www.esquire.co.id/article/2017/6/4599-Menyimak-Sejarah-Panjang-Terciptanya-Ketupat

Ketupat ternyata adalah produk budaya yang luhur.

Tidak hanya mudah didapati, olahan beras yang dibungkus dengan apik oleh daun kelapa ini
kerap dicintai oleh banyak kalangan. Ya memang, ketupat selalu ditunggu-tunggu umat Muslim
saat merayakan kemenangan di hari raya Idul Fitri. Namun di luar bentuknya yang khas, ketupat
ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang untuk bisa berada di keadaan sekarang.

Di Indonesia telah beredar banyak versi mengenai asal usul ketupat. Salah satunya yaitu yang
mengatakan bahwa ketupat pertama kali dihadirkan oleh Sunan Kalijaga di Pulau Jawa pada
tahun 1500-an. Kabarnya, Sunan Kalijaga membawa ketupat sebagai cara untuk berdakwah
tentang ajaran Islam, dan menggunakannya sebagai makanan khas untuk perayaan Lebaran.
Pemilihan ketupat pun tidak sembarangan. Bahan-bahan ketupat sangat mudah dan murah untuk
diperoleh warga, sehingga lebih mudah untuk mendekatkan diri ke warga setempat.

Namun, seorang sejarawan Betawi bernama Yahya Andi Saputra berkata bahwa ketupat sudah
dikenal di daerah pesisir pantai sebelum Sunan Kalijaga membuatnya populer. Dalam
wawancaranya dengan Merdeka, ia berkata bahwa masyarakat Betawi di masa lalu banyak yang
tinggal di pesisir pantai dan sudah akrab dengan pohon kelapa. Sehingga mereka pun
memanfaatkan semua elemen pohon kelapa, termasuk daunnya. Daun-daun yang masih muda
kemudian diolah untuk berbagai keperluan kuliner, termasuk lepet dan ketupat.

Ketupat opor ayam


Ternyata, anyaman ketupat yang rumit dan khas juga memiliki filosofi di baliknya. Salah satunya
percaya bahwa anyaman daun kelapa tersebut melambangkan rumitnya kesalahan-kesalahan
yang dilakukan oleh manusia. Namun saat dibelah, putihnya beras menunjukan kesucian hati
setelah diampuni dosa-dosanya oleh yang Maha Kuasa.

Sedikit berbeda, di filosofi Jawa ketupat memiliki arti yang lebih dalam lagi. Seperti yang
dilansir dari halaman Tempo, ketupat atau kupat berarti Laku Papat. Yang artinya adalah 4
tindakan: lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran atau sudah usai, berarti mendadakan
berakhirnya bulan puasa. Luberan atau melimpah yang mengajarkan bersedekah atas rejeki yang
melimpah. Leburan atau sudah habis, yakni sudah habis dosa-dosa dengan memaafkan kesalahan
satu sama lain. Dan terakhir, Laburan, yang berarti manusia harus senantiasa menjaga
kesuciannya.

Banyaknya sejarah dan filosofi mengenai ketupat menandakan begitu kaya budaya dari negeri
Indonesia, sehingga setiap daerah pun memiliki maknanya masing-masing atas ketupat. Tetapi,
siapa pun yang pertama kali membuatnya, kami harus berterimakasih atas terciptanya salah satu
kuliner khas Indonesia yang sangat lezat, bukan begitu?

TEKS: HAVIERA RAHMA


EDITOR: HAPPY FERDIAN
FOTO: DOK. ESQUIRE
http://polyglotindonesia.org/id/article/ketupat-sejarah-dan-filosofi

Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang
dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa (janur) yang masih muda.
Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Idul Fitri (Lebaran), ketika umat Islam
merayakan berakhirnya bulan puasa.

Ketupat pastinya menjadi salah satu menu makanan yang selalu ada setiap kali lebaran. Ketupat
atau kupat kependekkan dari ngaku lepat (mengaku salah), yang disimbolkan dengan anyaman
janur kuning yang berisi beras lalu dimasak.

Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat Jawa, beliau
membudayakan sebuah tradisi, yaitu setelah Lebaran, masyarakat setempat menganyam ketupat
dengan daun kelapa muda lalu disii dengan beras. Namun masyarakat Jawa sebelum kedatangan
islam, jauh sebelumnya nusantara sudah akrab dengan hidangan yang bernama ketupat atau tipat
atau apapun nama sebutannya, bahkan bukan tidak mungkin ketupat sudah ada sebelum asimilasi
agama Hindu.

Di pulau Bali, tipat juga sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara, mereka
menggabungkan antara agama Hindu dan budaya Jawa, daun kulit kelapa yang masih muda di
bentuk beraneka ragam yang melambangkan simbol ritual acara sembahyangan yang memiliki
makna filosofis mendalam untuk jagad mikrokosmik dan makrokosmik.

Menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annual, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam
pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15. De Graaf
menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya
pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Warna kuning pada janur dimaknai oleh de
Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah
dan merah dari Asia Timur.

Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa, yang membangun kekuatan politik dan penyiaran
agama Islam dengan dukungan Walisongo (sembilan wali). Ketika menyebarkan Islam ke
pedalaman, Walisongo melakukan pendekatan budaya agraris, tempat unsur keramat dan berkah
sangatlah penting untuk melanggengkan kehidupan. Di sinilah pentingnya akulturasi. Raden Mas
Sahid, anggota Walisongo yang sohor dengan panggilan Sunan Kalijaga, lalu memperkenalkan
dan memasukkan ketupat, simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat, dalam perayaan
lebaran ketupat, perayaan yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah hari
raya Idul Fitri dan enam hari berpuasa Syawal.

Lebaran ketupat sendiri diangkat dari tradisi pemujaan Dewi Sri, dewi pertanian dan kesuburan,
pelindung kelahiran dan kehidupan, kekayaan dan kemakmuran. Ia dewi tertinggi dan terpenting
bagi masyarakat agraris. Ia dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan
Pajajaran. Dalam pengubahsuaian itu terjadi desakralisasi dan demitologisasi. Dewi Sri tak lagi
dipuja sebagai dewa padi atau kesuburan tapi hanya dijadikan lambang yang direpresentasikan
dalam bentuk ketupat yang bermakna ucapan syukur kepada Tuhan.

Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Beberapa
keraton di Indonesia, seperti Cirebon, Ubud, Surakarta, dan Yogyakarta tetap melestarikan
tradisi ini. Sebagai contoh upacara slametan atau syukuran panen di Jawa disebut Sekaten atau
Grebeg Mulud yang juga berbarengan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad. Dalam
upacara ritual semacam itu, ketupat menjadi bagian dari sesaji hal sama juga terjadi dalam
upacara adat di Bali. Di masyarakat Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah
sebagai semacam jimat atau penolak bala.

Ketupat juga bukan sekadar makanan yang disajikan untuk menjamu para tamu pada hari raya
Idul Fitri maupun merayakan genapnya enam hari berpuasa sunah Syawal. Sebagian masyarakat
Jawa memaknai rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur sebagai bungkus beras,
mencerminkan kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan
kebersihan setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan
simbol kebersamaan dan kemakmuran.

Penggunaan janur sebagai kemasan pun memiliki makna tersembunyi.Janur dalam bahasa Arab
yang berasal dari kata “jaa a al-nur” bermakna telah datang cahaya. Sedangkan masyarakat Jawa
mengartikan janur dengan “sejatine nur” (cahaya). Dalam arti lebih luas berarti keadaan suci
manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan Ramadan.
Ketupat telah menjadi bagian budaya lintas ras, suku dan agama. Ia hadir untuk mengingatkan
betapa mulia dan bijaksana leluhur bangsa ini. Semoga lewat tulisan ini sejarah, filosofi dan
tradisi ketupat mampu menjembatani keaneragaman budaya serta mempersatukan kultur yang
berbeda.

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170624131559-262-223915/mencari-beda-
ketupat-lontong-dan-buras

Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah pernah merasakan gurih dan lezatnya buras? Makanan khas
masyarakat Bugis atau Makasar ini kerap kali jadi salah satu panganan wajib yang ada saat
momen lebaran tiba.

Buras yang juga dikenal dengan nama burasa ini sering kali disamakan dengan dua 'kawannya'
yang lain, yakni lontong dan ketupat.

Ketiganya memang sama-sama dibungkus daun. Ketiganya juga sama-sama terbuat dari beras,
sehingga sering dianggap jenis makanan yang sama. Bahkan, istilah lontong sayur pun kerap
muncul di hari raya Idul Fitri. Padahal jelas-jelas lontong sayur berbahan dasar ketupat yang
disiram dengan kuah opor.

Ketupat, lontong, dan buras, meskipun nampak sejenis kenyataanya ketiganya sangat berbeda.
Serupa tapi tak sama, berbahan dasar sama tapi tak berarti ketiganya bisa disamakan begitu saja.

Lontong

Panganan ini dibuat dari beras setengah matang dan dibungkus daun pisang. Lontong sering
ditemukan di kawasan pulau Jawa dan merupakan makanan khas asli Indonesia.
Lontong, di samping nasi, telah menjadi primadona juga sebagai pengganjal lapar karena
dianggap sebagai makanan yang mengenyangkan dan praktis.

Tinggal buka saja bungkusnya, lontong siap disantap dengan makanan lain seperti gorengan atau
tempe goreng mendoan. Rasa lapar pun seketika hilang tanpa Anda repot-repot harus mencari
piring dan sendok seperti saat memakan nasi.

Lontong sendiri biasanya berbentuk panjang dan dibungkus daun pisang untuk kemudian
dikukus hingga matang. Lontong memiliki aroma khas yang menggugah selera, campuran daun
pisang dan beras. Selain itu lontong juga memiliki ciri khas lain, yakni setelah matang berwarna
putih kehijauan di bagian luar yang berasa dari warna daun pisang.

Makanan ini memang tidak jauh berbeda dengan lontong, bahkan bentuk dan tampilannya pun
sama. Sama-sama dibungkus daun pisang dan dikukus hingga matang.

Yang membedakan makanan ini dengan lontong adalah komposisi dasar. Makanan ini, selain
terbuat dari beras setengah matang ada bahan dasar lain yang menjadi andalannya.

Pembuatan buras diawali dengan beras yang direbus setengah matang, tapi ketika direbus, beras
tersebut dicampur dengan air santan dan sedikit parutan kelapa.

Selain aroma yang wangi, buras juga memiliki rasa khas yaitu rasa gurih yang berasal dari santan
dan kelapa bercampur dengan beras. Tak heran makanan ini menjadi idola masyarakat Makasar.

Ketupat

Dari ketiga makanan ini, hanya ketupat paling berbeda. Ketupat tidak dibungkus dengan daun
pisang, tetapi dari daun janur (kelapa) yang dianyam. Ketupat juga tidak terbuat dari beras
setengah matang.

Dalam pembuatannya, beras yang telah dicuci langsung dimasukkan ke dalam anyaman daun
janur dan biasanya direbus dengan kisaran waktu empat hingga delapan jam.

Baik lontong, buras, maupun ketupat, ketiganya memang berbahan dasar utama beras. Ketiganya
juga kerap kali muncul setiap momen lebaran tiba, tapi meskipun begitu ketiga makanan ini tyda
serta merta bisa dikatakan sama, sebab ketiganya memiliki ciri khas, rasa, dan aroma tersendiri.

https://www.liputan6.com/citizen6/read/3557087/asal-mula-ketupat-menu-andalan-saat-
lebaran-di-indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Umat muslim sedang bersiap menyambut hari lebaran beberapa hari
lagi. Ada berbagai persiapan yang biasanya dilakukan untuk menyambut lebaran, salah satunya
adalah makanan.

Ketupat menjadi makanan wajib saat lebaran yang sudah menjadi tradisi masyarakat Tanah Air.
Ya, lebaran tak akan terasa lengkap tanpa adanya ketupat ya.

BACA JUGA

 Para Ibu, 5 Tips Ini Bisa Menjaga Ketupat Tidak Cepat Basi
 Unik, Kue Lebaran Rasa Rendang untuk Sajian Lebaran
 Hari Pertama Libur Panjang Lebaran, Jalanan Ibu Kota Lengang

Ketupat terbuat dari beras yang dibungkus dengan pembungkus yang terbuat dari anyaman daun
kelapa muda. Ketupat kerap dihidangkan bersama dengan opor, rendang, atau kentang balado.
Tak hanya Indonesia, berbagai negara di Asia Tenggara juga sering menghidangkan ketupat
seperti Singapura, Malaysia dan Filipina yang tentunya dihidangkan dengan cara berbeda.

Namun, pernahkah kalian bertanya-tanya, sebenarnya seperti apa asal-usul ketupat? Ternyata
ketupat sudah ada sejak zaman Hindu-Budha lo. Jauh sebelum ketupat menjadi bagian
tradisi lebaran masyarakat Indonesia.
Semua berawal dari Sunan Kalijaga abad ke-15, dimana ia menjadikan ketupat sebagai budaya
dan memaknainya dalam filosofi Jawa. Jika diartikan, ketupat adalah kependekan dari “ngaku
lepat” yang berarti mengakui kesalahan dan laku papat atau empat tindakan.

Jadi, maksud dari ketupat dihidangkan ketika lebaran berkaitan dengan pengakuan kesalahan dan
permintaan maaf yang kerap umat muslim lakukan di Hari Raya Idul Fitri.

Meski kerap dihidangkan ketika lebaran, bukan berarti kalian hanya akan menemui ketupat
setahun sekali ya. Hal ini lantaran ada banyak sekali kuliner nusantara yang menyajikan ketupat.
Sebut saja kupat tahu (Sunda), katupat kandangan (Banjar), grabag (Magelang), coto Makassar
(Makassar) dan masih banyak lainnya.

Reporter:

Lanny Kusumastuti

Sumber: Bintang.com

https://travel.kompas.com/read/2017/06/25/150600427/filosofi.indah.di.balik.sepotong.ketupat

Filosofi Indah di Balik Sepotong Ketupat SILVITA AGMASARI Kompas.com - 25/06/2017,


15:06 WIB Pedagang kulit ketupat tengah membuat kulit ketupat yang terbuat dari daun kelapa
di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2013)(Zico Nurradhid) JAKARTA, KOMPAS.com -
Ketupat, hidangan yang tak pernah absen dari meja makan di Hari Raya Idul Fitri bukan
makanan biasa. Selain lezat, di balik sepotong ketupat tersimpan filosofi yang begitu indah.
Mengingatkan kembali apa makna dari Hari Raya Idul Fitri bagi yang menyantapnya. "Menurut
cerita rakyat, ketupat itu berasal dari masa hidup Sunan Kalijaga, tepatnya di masa syiar
Islamnya pada abad ke-15 hingga 16. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya
sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai ke-Islaman," kata sejarawan kuliner sekaligus
penulis buku "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia", Fadly Rahman, saat
dihubungi KompasTravel, Sabtu (24/6/2017). (BACA: Ketupat Berbungkus Janur dan Plastik,
Apa Bedanya?) Ketupat atau disebut kupat oleh masyarakat Jawa dan Sunda, menurut Fadly,
mewakili dua simbolisasi yakni ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan, dan laku papat
atau empat laku yang juga tercermin dari wujud empat sisi dari ketupat. Empat laku tersebut
terdiri dari: 1. Lebaran (kata dasar lebar) berarti pintu ampun yang dibuka lebar terhadap
kesalahan orang lain. 2. Luberan (kata dasar luber) berarti melimpahi, memberi sedekah pada
orang yang membutuhkan. 3. Leburan (kata dasar lebur) berarti melebur dosa yang dilalui
selama satu tahun. 4. Laburan (kata lain kapur) yakni menyucikan diri, putih kembali layaknya
bayi. (BACA: Ini Asal Usul Ketupat, Hidangan Khas Lebaran) Hidangan pendamping ketupat,
lanjt Fadly, juga merupakan representatif lengkap asimilasi kuliner Nusantara yang terpengaruh
dari berbagai budaya luar. Seperti kuah kari yang dipengaruhi kuliner India, gulai yang
dipengaruhi Arab, balado dari pengaruh Portugis, semur dan kue kering dari pengaruh Belanda
juga Eropa, dan manisan dari pengaruh China. Di zaman lampau hantaran hidangan khas hari
raya juga sudah dilakukan oleh mayarakat multikultural di Indonesia. Menjadi tradisi yang
mengakar hingga saat ini, menjunjung tinggi toleransi di Tanah Air.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Filosofi Indah di Balik Sepotong
Ketupat", https://travel.kompas.com/read/2017/06/25/150600427/filosofi.indah.di.balik.sepotong
.ketupat.
Penulis : Silvita Agmasari

https://travel.kompas.com/read/2016/07/07/160400227/12.Bentuk.Ketupat.yang.Hampir.Punah

KETUPAT dibuat dari beras yang dibungkus dengan anyaman janur muda. Ketupat biasanya
menjadi teman makan opor ayam atau sambal goreng ati saat Lebaran. Namun, tahukah Anda
bahwa ada 12 bentuk ketupat yang hampir punah? Prof. Dr. Florentinus Gregorius Winarno,
seorang pakar ilmu teknologi pangan yang juga dikenal dengan nama F.G. Winarno ini
mengungkapkan bentuk ketupat asli dalam sebuah handout sederhana berjudul "Tumpeng
Offering", seperti dikutip dari SajianSedap.com. Untuk lebih lengkap, simak ulasannya berikut
ini. Ketupat Bagea Bentuk ketupat bagea hampir bundar dan helaian janur menjuntai di bagian
atas. Anyaman janur menyilang dan mirip dengan kue bagea, itu sebabnya ketupat ini diberi
nama ketupat bagea. Ketupat Bata Ketupat ini dikenal juga dengan nama Ketupat Luwar, dibuat
dari dua helai janur dan memiliki bentuk persegi panjang. Satu helai janur ada disatu sudut,
sedangkan satu helai lainnya ada di sudut lainnya yang bersebrangan. Ketupat bata seringkali
digunakan sebagai simbol tercapainya keinginan dan sebagai pengharapan agar jabang bayi
dapat lahir dengan mudah, serta selamat. Ketupat Bebek Ketupat ini berukuran kecil, dan bagian
bawah ketupat sedikit membulat. Bagian ujung ketupat dibiarkan agak panjang dan miring ke
atas, sehingga ketupat memiliki bentuk mirip dengan mulut bebek. Ketupat Debleng Ketupat
debleng dikenal juga dengan nama ketupat sintok, yang dijadikan simbol wanita cantik dan
berbudi luhur. Ketupat ini dibuat menggunakan empat helai janur, dengan helaian janur di dua
sudut yang berseberangan. Ketupat ini dibuat sebagai pengharapan anak perempuan yang akan
lahir akan cantik dan berbudi luhur. Ketupat Gatep Ketupat ini memiliki bentuk yang mirip
dengan ketupat bebek. Hanya saja ketupat ini memiliki bentuk yang lebih mirip dengan huruf D
kecil. Ketupat Geleng Ketupat ini memiliki bentuk yang sama seperti ketupat bata, yakni persegi
panjang. Hanya saja pada ketupat ini tidak ada satupun helaian janur yang menjuntai. Ketupat
Jago Jika biasanya ketupat dibuat dari dua helai janur, lain halnya dengan ketupat jago yang
dibuat dari delapan helai janur. Ketupat ini memiliki bentuk segitiga sama kaki, dengan ujung
ketupat menjuntai di bagian kiri. Serta sisa helaian janur diikat di bagian atas ketupat. Ketupat
jago biasanya disajikan saat acara empat bulanan, dengan harapan bila bayi yang dikandung laki-
laki akan menjadi seorang yang jago, watak kesatria, dan berkedudukan tinggi. Ketupat Pendawa
Ketupat pendawa memiliki bentuk segitiga dengan helaian janur berada di bagian ujung, dan
dikepang. Ketupat Sidalungguh Bentuk ketupat ini kecil dan mungil. Ketupat sidalungguh
biasanya digunakan saat acara syukuran empat bulan. Ketupat dijadikan simbol kandungan yang
sudah ditiupkan rohnya, sehingga jabang bayi diberi kedudukan atau dalam bahasa setempat
berarti sidolungguh. Kedudukan jabang bayi yakni manusia kecil. Ketupat Sari Ketupat sari
memiliki bentuk segitiga sama sisi, namun berukuran lebih kecil dibandingkan ketupat jago.
Helaian janur pada ketupat sari menjuntai di bagian sudut kiri dan kanan ketupat. Ketupat
Sidapurna Ketupat ini memiliki bentuk seperti huruf P terbalik, dan terlihat seperti kipas sate.
Bagian sudut ketupat dilipat mirip pita, yang berfungsi juga sebagai hiasan. Ketupat Tumpeng
Bentuk ketupat ini mirip dengan tumpeng yang mengerucut pada bagian atas, dan melebar pada
bagian bawah. Helaian janur yang tersisa menjuntai di bagian ketupat yang meruncing.
(SCI/SajianSedap.com/dari berbagai sumber)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "12 Bentuk Ketupat yang Hampir
Punah", https://travel.kompas.com/read/2016/07/07/160400227/12.Bentuk.Ketupat.yang.Hampir.
Punah.

https://travel.kompas.com/read/2016/07/05/210700427/Beragam.Jenis.Ketupat.Khas.Indonesia.I
ni.di.Antaranya.

KETUPAT awal-mulanya diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat menyebarkan Islam di Jawa.
Ketupat terkait erat dengan Ba’da Kupat atau Lebaran Ketupat yang dirayakan satu minggu
setelah Lebaran. Ada beragam jenis ketupat di Indonesia, berikut di antaranya: 1. Ketupat Bareh
Ketupat Bareh merupakan ketupat khas Minang, Sumatera Barat dan juga terdapat di pesisir
barat Sumatera Utara terutama di daerah Sibolga. Ketupat Bareh terbuat dari beras putih dan
direbus dengan santan yang membuat rasanya gurih. Biasanya dihidangkan bersama sambal
kelapa dan asam padeh ikan. 2. Ketupat Katan Kapau Nama ketupat ini berasal dari Katan yang
berarti ketan dan Kapau yang artinya dari daerah Kapau, Sumatera Barat. Ketupat ini berukuran
kecil dan terbuat dari ketan yang direbus menggunakan santan berbumbu. Ketupat ini bisa
dimakan sebagai makanan pencuci mulut atau dengan rendang dan gulai itik cabe hijau. 3.
Ketupat Sipulut Katupat Sipulut merupakan ketupat yang banyak kita temui di Sumatera Barat.
Ketupat ini biasa dimakan bersama tapai ketan hitam atau rendang. Isi ketupat Sipulut agak
lunak karena bagian luarnya dilumuri santan yang mengental. 4. Ketupat Palas atau Ketupat
Pulut Ketupat Palas atau Pulut dibungkus menggunakan daun palas (palem) dan terbuat dari
ketan. Ketupat ini berasal dari Medan. Pulut sendiri dalam bahasa Medan berarti ketan. Ketupat
ini berbentuk segitiga dan dimakan dengan daging rendang maupun sirup gula merah. Selain di
Indonesia, ketupat ini juga terkenal di kawasan Malaysia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beragam Jenis Ketupat Khas Indonesia,
Ini di
Antaranya...", https://travel.kompas.com/read/2016/07/05/210700427/Beragam.Jenis.Ketupat.Kh
as.Indonesia.Ini.di.Antaranya..
https://kumparan.com/@kumparanstyle/merayakan-tradisi-lebaran-ketupat-di-pesisir-nusantara

Sebagai negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia, perayaan Idul Fitri tentu menjadi
hajatan besar. Idul Fitri sebagai laku spiritual penting karena menjadi momen untuk umat Islam
kembali suci. Dalam kata Idul Fitri, tersingkap makna kata Id atau kembali dan Fitri atau suci.
Masyarakat Indonesia punya cara sendiri dalam memaknai apa itu kembali ke fitri. Kembali ke
fitri bisa berarti pulang ke rumah. Tahun ini, hampir 30 juta orang berbondong-bondong kembali
ke kampung halaman untuk melantunkan takbir bersama keluarga di Hari Raya. Kembali ke fitri
berarti juga ikhtiar menghapus salah yang pernah dilakukan sesama manusia.
Ternyata, perayaan hari besar Islam Idul Fitri di Indonesia bukan hanya tentang mudik ke
kampung halaman lalu silaturahmi dengan handai taulan di rumah. Salah satunya, tradisi yang
secara simultan dirayakan dalam sejarah Nusantara, bernama Lebaran Ketupat.
BACA JUGA

Sekelumit Sejarah Tiap Tradisi Idul Fitri

Perang Topat: Mempersatukan Perbedaan

Lebaran dan Ketupat acapkali menjadi kata yang ditemui saat momen Idul Fitri. Keduanya bukan
hanya hiasan yang mewarnai momen Idul Fitri, tapi sebuah kata penyerapan makna yang
dilahirkan dari perpaduan nilai Islam dan kebudayaan Nusantara.
Adalah Sunan Kalijaga yang menemukan istilah Ketupat dan Lebaran sebagai ornamen perayaan
Idul Fitri di Nusantara. Ketupat hadir untuk mempertegas makna Lebaran. Ketupat berasal dari
kupat yang merupakan parafrase ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Empat sisinya
menggambarkan empat nafsu manusia. Menyantap ketupat berarti menyambung harap bahwa
semua kesalahan manusia akan diampuni.
Jay Akbar pada Majalah Historia mengutip buku Malay Annals yang ditulis A.J Graaf
mengungkap bahwa ketupat telah menjadi bagian tradisi Idul Fitri Kerajaan Demak pada abad
15. Setelah itu, peradaban Islam di Nusantara menunjukkan bagaimana ketupat menjadi bagian
penting hingga saat ini. Ia menjadi makanan wajib yang dihidangkan bersama opor sesaat setelah
kita bermaaf-maafan dengan keluarga terdekat.
Lebaran Ketupat adalah momen perayaan tradisional di berbagai wilayah pesisir Indonesia yang
menggabungkan keduanya. Pada tujuh hari setelah hari-H Idul Fitri, masyarakat di beberapa
daerah datang berbondong-bondong ke pantai sembari membawa makanan yang telah disiapkan
dari rumah. Seremoni lebaran ketupat digelar dengan makan bersama.
Dalam buku Islam Pesisir karya Nur Syah, lebaran ketupat merupakan salah satu bentuk
akulturasi Islam dengan budaya Nusantara yang telah eksis sebelumnya, dan kemudian menjelma
menjadi ritual umat Islam di nusantara. Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan banyak terdiri
proses ibadah. Pada malam lailatulkadar, terdapat prosesi bernama maleman. Sedangkan hari
Idul Fitri sendiri diberi nama riyoyo. Barulah lebaran ketupat diadakan tujuh hari setelah 1
syawal.
Lebaran ketupat banyak dijumpai di pesisir Jawa Timur atau sering disebut dengan kupatan.
Tradisi serupa juga hadir di Pulau Lombok yang bernama Lebaran Topat. Dengan pola
penyebaran melalui Wali Songo yang bercirikan pendekatan kultural, ketupat hadir dengan
berbagai makna di baliknya.
Sebagai contoh di Lamongan yang terkisahkan Adeke Masjid Sendang Duwu. Tradisi ini
bermula sejak 1561 masehi ketika Sunan Drajat dan Sunan Sendang mengadakan jamuan kupat
lepet. Laku budaya ini terus berlanjut dengan Festival Lebaran Ketupat di Pantai Watu Kodok
setiap tahunnya.
Lebaran Ketupat juga ikut dirayakan di Pulau Lombok. Kesamaan tradisi dikarenakan Lombok
juga ikut mendapat pengaruh penyebaran Islam di Jawa. Islam Lombok mengenal dua
kepercayaan, yaitu Wetu Telu dan Wetu Lima. Keduanya dibedakan oleh perbedaan laku ibadah.
Dalam kata lain, Wetu Lima menjalankan salat lima waktu dan lima rukun Islam seperti Islam
kebanyakan.

BACA JUGA
Menyelami Filosofi Ketupat

Potret Indahnya Toleransi Beragama

Namun, keduanya memiliki kesamaan tradisi lebaran ketupat. Dikutip dari buku Islam Sasak:
Wetu Telu versus Wetu Lima karya Erni Budiyanti, kedua aliran kepercayaan memiliki budaya
lebaran ketupat sebagai seremoni menutup Ramadan.
Masyarakat Islam Sasak yang mendominasi populasi Islam di Lombok rutin menjalankan
seremoni Lebaran Ketupat. Momen ini digunakan untuk menutup rangkaian puasa Syawal di
tujuh hari setelah Hari Lebaran. Pada hari itu, warga Lombok akan menjalani rangkaian
seremoni mulai dari ziarah leluhur, zikir, hingga makan bersama di pantai.
Momen lebaran ketupat yang paling terlihat adalah penuhnya pantai-pantai utara di Jawa Timur
dan Lombok oleh masyarakat sambil menyantap ketupat. Meski memiliki kesan untuk berlibur,
makan ketupat di pantai adalah bentuk pertemuan agama dan tradisi khas Nusantara. Islam di
Nusantara tidak bisa serta merta dipisahkan dari pesisir.
Persebaran agama ini diawali dengan interaksi di pesisir pantai yang kemudian menjadi titik
awal simbol agama. Bukti jejak-jejak sejarah Islam masih banyak ditemukan di pesisir.
Contohnya adalah makam Sunan Bonang di pesisir Gresik, lokasi Islam Bayan di pesisir
Lombok Utara, dan makam Syaikh Ibrahim Asmaraqandi di Palang, Jawa Timur. Keberadaan
situs ini menunjang lestarinya perayaan lebaran di pesisir.

Semua artikel diunduh pada tanggal 02 Maret 2019 pkl.15:41-16:00

Anda mungkin juga menyukai