OLEH
COVER
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
2021
i
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................................... i
A. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
PEMBELAJARAN ................................................................................................. 13
C. SIMPULAN ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 19
ii
A. PENDAHULUAN
pemikiran para ahli, mulai dari Plato, Aristoteles, hingga Einstein, dan tokoh-tokoh
saintis lainnya adalah sesuatu yang membawa manusia pada system modernisme, yang
pada saat ini berada pada titik balik perubahan- peradaban yang penuh risiko. Suatu hal
mengalami gejala kemerosotan diberbagai lini kehidupan, ini terjadi akibat patologi
kuno. Ilmu yang selama ini dikaji dan dibanggakan sebagai hal yang ilmiah, tidak lebih
hanyalah reductive knowledge belaka, meski dalam hal tertentu telah banyak berjasa
pada kehidupan manusia, namun telah menimbulkan banyak sekali masalah baru dan
membuat kita meragukan apakah mampu membawa kita survive dalam menghadapi
Ketika para ilmuwan mulai khawatir, kasak kusuk atau bertanya-tanya akan
perubahan iklim di muka bumi tempat tinggal umat manusia ini yang mulai berubah.
Banyak orang sependapat betapa suhu bumi semakin memanas. Para pakar lingkungan
1
berkumpul dan sepertinya semua sepakat bahwa ini semua diakibatkan dari ulah
“tangan” manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi yang dibanggakan itu ternyata di
satu sisi memberikan dampak yang tidak hanya merusak alam, bahkan kerusakan alam
manusia saat ini yang dilanda arus globalisasi telah mengubah bukan hanya tata cara
kehidupan dalam bidang ekonomi tetapi juga dalam bidang sosial, budaya, dan politik
(Tilaar, 2002: 56). Banyak hal yang kita anggap biasa, banyak paradigma yang kita
anggap suatu kebenaran tiba-tiba menghilang tanpa bekas. Hal itu semua adalah bagian
dari dampak globalisasi. Saat ini sangat dirasakan hilangnya nilai-nilai tradisi dan nilai-
nilai moral sebagai pengikat kehidupan bersama yang makin hari makin melonggar,
seharusnya ahli dalam berbagai bidang, tidak lagi mampu menyelesaikan masalah-
masalah yang mendesak yang muncul di dalam bidang keahlian mereka. Para ahli
medis bingung dengan berbagai macam penyakit kanker, para ekonom tidak mampu
berbagai tindak kejahatan dan kasus kriminalitas yang semakin meningkat, dan
sebagainya.
2
Berbagai krisis multidimensional telah memasuki ranah dimensi-dimensi
intelektual, moral, dan spiritual yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah umat
manusia. Kini dimensi tersebut telah tampak di depan mata kita, yakni berbagai
fenomena sosial di mana masyarakat berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan
kasus KDRT, korupsi merajalela, dan berbagai penyakit sosial lainnya. Kajian berikut
ini akan menyoroti pentingnya kembali ke local wisdom untuk ditanamkan dalam dunia
pendidikan guna mengantisipasi berbagai persoalan pada era modern ini dan masa yang
akan datang.
B. KAJIAN TEORI
pada tahun 1980- an, ketika nilai-nilai budaya lokal yang terdapat dalam masyarakat
Indonesia sebagai warisan nenek- moyang sudah hampir habis digerus oleh
modernisasi yang menjadi kebijakan dasar pembangunan yang dilaksanakan oleh Orde
“Kearifan masa lalu sudah lama disisihkan dalam kehidupan modern karena dianggap
3
Pernyataan di atas senada dengan yang dikemukakan Antropolog Universitas
Padjajaran Adimihardja (2008: 77), saat ini menurut pandangan para perencana dan
nilai-nilai tradisi yang kemudian diganti dengan nilai-nilai baru dari luar yang
sesungguhnya asing bagi masyarakat itu. Semua hal yang berbau tradisi dianggap
Kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah sesuatu yang berakar pada masa
lalu dalam kehidupan tradisional lokal yang dijadikan rujukan bagi tatanan
wawasan atau cara pandang menyeluruh yang bersumber dari tradisi kehidupan.
Kearifan tradisional memiliki corak yang berbeda antara kelompok satu dengan
Sesungguhnya kearifan lokal adalah sesuatu yang dipandang sangat bernilai dan
melangsungkan hidup sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan, dan tata nilai yang
istilah. Istilah-istilah itu adalah antara lain, indigenous wisdom, tradisonal wisdom and
4
(traditional knowledge) sering disebut dengan pengetahuan masyarakat asli
setempat (local wisdom) atau kecerdasan setempat (local genius). Dalam Kamus
Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, “local” berarti setempat,
setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
Arif secara sederhana diartikan sebagai cerdas, pintar, cerdik, pandai, berilmu,
faham, mengerti, dan mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Di dalam kata
arti tersimpan makna bukan hanya pemanfaatan akal secara kognisi, tapi ada
pemahaman dan aplikasi secara benar dan tepat sehingga memberikan solusi terhadap
suatu permasalahan. Lokal mengandung kata ruang interaksi atau tempat atau
5
Menurut Ahimsa-Putra Budayawan UGM, kearifan dapat didefinisikan sebagai
persoalan dan/atau kesulitan yang dihadapi dengan cara yang baik dan benar (Ahimsa-
Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebagai perangkat pengetahuan dan praktik-
praktik baik yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya maupun dari pengalaman
suatu tempat, yang digunakan untuk menyelesaikan secara baik dan benar berbagai
Kearifan lokal juga dapat dikatakan sebagai usaha manusia yang menggunakan
akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi dalam ruang tertentu. Berbicara tentang kearifan lokal adalah juga
membicarakan warisan ajaran hidup yang disampaikan oleh para pendahulu suatu suku
atau bangsa bagi penerusnya. Warisan ajaran hidup itu melalui berbagai karya
(Koestoro, 2010: 122-123). Di antara karya tersebut berbentuk tertulis, karya seni
dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal
sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang
6
Hilangnya atau musnahnya kearifan lokal (local genius) berarti pula
bertahan dan berkembang menunjukkan pula kepribadian masyarakat itu. Oleh karena
itu penting sekali adanya usaha pemupukan serta pengembangan local genius tersebut
yang berfungsi dalam seluruh kehidupan masyarakat, baik dalam gaya hidup
masyarakat, dalam pola dan sikap hidup, persepsi, maupun dalam orientasi masyarakat
Konsep sistem kearifan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal
Pertama, dimensi pengetahuan lokal. Setiap masyarakat di mana pun mereka berada
selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya… Kedua,
dimensi nilai lokal. Untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat,
maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan
hidup (survival. Keempat sumber daya lokal. Sumber daya lokal pada umumnya adalah
sumber daya alam yaitu sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat terbarui.
Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan
7
masyarakat. Keenam, dimensi solidaritas kelompok lokal. Suatu masyarakat umumnya
melalui ritual keagamaan atau upacara dan upacara adat lainnya.” (Permana, 2010: 4-
6). Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan
manusia yang bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang
melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan
benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama bahkan melembaga (Yayuk,
2011: 305).
Kearifan lokal merupakan hasil kreativitas manusia yang turun temurun dari
generasi yang satu ke generasi berikutnya. Kearifan lokal itu pada dasarnya merupakan
bagian dari kebudayaan, maka setiap daerah atau etnis yang ada di Indonesia memiliki
kearifan lokal yang berbeda-beda. Sekalipun demikian tetap memiliki visi yang sama,
(Budimansyah, 2012: 314). Indonesia sangat kaya dengan berbagai kearifan lokal yang
Pentingnya kearifan masa lampau pada masa depan umat manusia telah
berulang kali dibahas dalam berbagai seminar dan program yang dilancarkan oleh
PBB, termasuk International Year of the World Indigenous People pada 1993 dan pada
Earth Summit di Rio de Janairo, Brazil pada 1992. Bahkan UNESCO dengan gigih
8
menyelamatkan dan memberikan perhatian warisan budaya lokal di seluruh penjuru
dunia melalui berbagai programnya, di antaranya World Heritage (Ming, 2009: 158).
Urgensi kearifan lokal dapat dilihat dari berbagai sisi. Secara filosofis, kearifan lokal
knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis (Hendrawan, 2011: 230).
Bersifat empirik karena merupakan hasil olahan masyarakat secara lokal, berdasar dari
seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu
Kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan dan pembentukan
jati diri bangsa secara nasional. Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu
budaya bangsa memiliki akar (Yayuk, 2011: 305). Berbagai nilai yang hidup pada masa
kini pada hakikatnya merupakan bentuk kesinambungan dari nilai-nilai itu juga yang
telah menghantarkan lahirnya komunitas masyarakat sekarang ini (Roza, 2011: 276).
Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam struktur sosial
masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-
rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi kehidupan, baik berhubungan dengan
2011: 230). Dengan demikian nilai-nilai kearifan lokal kiranya dapat dimanfaatkan
sebagai sumbang nilai terhadap kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang.
9
Ming (2009: 162-163) mengatakan bahwa mengabaikan kearifan lokal, apalagi
pusaka yang dapat dijadikan sumber inovasi dan kreativitas baru, tidak selamanya
Menurut Hayati (2011: 221), pada dasarnya kearifan lokal milik komunitas. Dalam
implementasinya lebih banyak diterapkan oleh masyarakat lokal, tradisional atau asli.
Selanjutnya kearifan lokal memiliki berapa fungsi yakni: 1). Konservasi dan
pelestarian sumber daya alam; 2). Pengembangan sumber daya manusia; 3).
sastra, dan pantangan; 5). Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian, dan
6). Bermakna etika dan moral. Menurut Rahyono (2009: 9), pembelajaran dan
pembelajaran kearifan lokal juga memiliki posisi yang strategis, disebabkan oleh: a).
Kearifan lokal merupakan pembentukan identitas yang inheren sejak lahir; b). Kearifan
lokal bukan sebuah keasingan bagi pemiliknya; c). Keterlibatan emosional masyarakat
memerlukan pemaksaan; e). Kearifan lokal mampu menumbuhkan harga diri dan
percaya diri; f). Kearifan lokal mampu meningkatakan martabat bangsa dan negara.
prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan
kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain
10
budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan
masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang
dan dilestarikan dengan cara- cara tradisional. Pengetahuan tersebut sering merupakan
pengetahuan yang sangat dasar, berasal dari pengalaman kehidupan sehari-hari dan
Bangsa Indonesia sejak zaman pra-Hindu sudah memiliki kepandaian dan kemampuan
tertentu (local genius) dan mampu pula mengembangkan pengaruh dari luar sesuai
dengan lingkungan setempat (local development). Hal tersebut terlihat dari berbagai
peninggalan budaya, baik berupa bangunan kuno seperti candi, arca, prasasti maupun
banyak yang akan hanyut dan hilang, sehingga tidak dapat digunakan sebagai
Perhatian terhadap kekayaan budaya lokal lambat laut tergerus oleh kemajuan zaman
11
kurikulum pendidikan dasar (SD) tercantum muatan lokal (local content) yang harus
diisi oleh penanaman kearifan lokal. Maka tidak sepantasnya sekolah menjadikan
bahasa asing (Inggris) sebagai muatan lokal. Kalau itu terjadi maka tepat sindiran
Alwasilah (2012), bahasa Inggris sudah menjadi muatan lokal (baca: kearifan lokal)
atau bangsa Indonesia tidak mampu mengenal kearifan lokalnya sendiri, hal yang
aneh?.
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, ternyata tidak memberikan berkah
dan pengaruh yang signifikan. Eksistensi sistem kearifan lokal dalam pengelolaan
sumberdaya alam saat ini memerlukan transformasi dan advokasi yang konsisten
dan serius agar mampu merubah kebijakan pemerintah untuk lebih progresif dan
akomodatif terhadap sistem kearifan lokal yang ada (Syafaat, dkk., 2008: vi).
12
452). Saatnya kini untuk memaksimalkan muatan lokal berupa kearifan lokal dalam
berbagai ranah seperti pengobatan, seni bela diri, lingkungan hidup, pertanian,
Berbagai kajian tentang kearifan lokal telah dilakukan oleh para ilmuwan. Dari
berbagai riset yang ada membuktikan bahwa kearifan lokal memiliki posisi yang
penelitian disertasi (Abbas, 2014), berikut di antara yang lainnya: Sukardi (2006)
pewarisan nilai-nilai sosial budaya dari suatu generasi kepada generasi baru
terpusat pada perhatian, sesuai dengan pemikiran yang berlaku di antara generasi
muda untuk menghadapi perubahan sosial yang disebabkan oleh industrialisasi dan
13
secara turun temurun dari para pendahulu kepada generasi berikutnya, pada dasarnya
nilai budaya tersebut tidak bertentangan dengan nilai budaya yang diusung masyarakat
modern, bahkan dapat menjadi pendorong orang Sunda untuk menjadi modern dengan
tidak perlu meninggalkan nilai budayanya. Kajian Duwiri tentang Makna Upacara Adat
Etnik Waropen. Duwiri (2009) menjelaskan bahwa upacara adat etnik Waropen pada
hakikatnya relevan dan dapat berkontribusi langsung pada pendidikan, baik sebagai
dan karakter anak bangsa yang bermoral. Studi Wali (2009) tentang Peranan Budaya
menyebutkan makna nilai budaya Siwalima merupakan tingkatan yang paling tinggi
karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup
dalam alam pikiran warga masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu
pedoman yang memberikan arahan dan orientasi kepada kehidupan warga masyarakat.
Matitaputty (2010) mengkaji Nilai-Nilai Kearifan Adat dan Tradisi Dibalik Ritual
Daur Hidup (Life Cycles) pada Masyarakat Suku Nualu di Pulau Seram. Kajian
Matitaputty menjelaskan bahwa upacara adat ritual daur hidup (life cycles) pada
di sekolah, baik itu secara konten, pendekatan, maupun sebagai tujuan khususnya
dalam pembelajaran. Nilai-nilai luhur yang ada dapat diaplikasikan langsung oleh
14
peserta didik dalam kehidupan mereka. Hal ini terlihat pada nilai-nilai budaya yang
Masyarakat Adat Kampung Kuta sebagai Sumber Pembelajaran. Menurut Effendi, nilai
Pembelajaran IPS. Budaya Sumang merupakan suatu budaya yang memiliki sejumlah
nilai dan berpotensi serta berkontribusi sebagai sumber nilai moral. Budaya Sumang
mengandung beberapa nilai sosial dan nilai religius yang merupakan hasil perpaduan
budaya dan agama yang bertujuan untuk membentuk etika, moral, dan akhlakul
karimah.
Secara umum, studi atau kajian riset yang disebutkan di atas hanyalah sebagian
kecil dari berbagai studi yang penah dilakukan oleh para peneliti, namun hal tersebut
memperlihatkan bahwa berbagai kearifan lokal yang terdapat pada berbagai daerah
cocok dan dapat dijadikan sebagai bahan ajar (local content) dalam pendidikan di
sekolah.
Desa Selat, Kecamatan Sukasada menyimpan kearifan lokal yang sangat beragam.
Salah satu bentuk keragaman kebudayaan dan tradisi di kalangan masyarakat setempat
15
yakni upacara Nawur Penempuh yang digelar bertepatan saat Purnama sasih Kalima,
seperti yang dilakukan beberapa hari lalu, Rabu 24 Agustus 2018. Namur Penempuh
dilaksanakan pada tanggal 25-26 Oktober 2018, di Pura Desa Selat. Tradisi yang
kesejahteraan khususnya bagi pria yang menikahi wanita asli Desa Selat. Rangkaian
upacaranya sendiri rutin digelar setiap 2 tahun dengan melibatkan puluhan pasangan
pengantin dan juga diikuti seluruh lapisan masyarakat desa adat Selat Panda Banten.
“Tradisi Nawur Penempuh sendiri tertulis dalam catatan awig-awig desa adat Selat,
namun lebih mengikat pada sebuah kewajiban, upacaranya dilakukan 2 tahun sekali”
Tradisi upacara Nawur Penempuh ini dilakukan oleh pihak keluarga besar
pengantin pria dan juga diikuti keluarga dari wanita asal desa selat ketika mereka sudah
dengan tingkat kemampuan ekonomi. Tujuan dari prosesi upacara itu sendiri adalah
sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada sang pencipta atas limpahan berkah dan
rezeki selama mengarungi bahtera rumah tangga. Biasanya pihak keluarga pengantin
pria memberikan berupa hewan babi guling jantan dan sarana dan prasarana banten
suci. Babi Guling yang dipersembahkan ke desa ialah bagian kepala dan paha bagian
kanan. Bagian lainnya dibawa kembali oleh pasangan keluarga pengantin. Warga
sangat menghormati dan menghaturkan puji syukur kepada leluhur atas keberhasilan
yang mereka capai selama hidupnya. Namun ada juga warga yang menghaturkan dan
mengikuti tradisi ini karena pemicu lain, seperti kehidupannya yang tidak tenteram
16
karena sakit hingga akhirnya meninggal.Kemudian dari keturunan mereka menanyakan
penyebabnya kepada orang pintar. Mereka mengetahui bahwa mereka lupa akan asal-
usul serta kewajibannya sebagai umat Hindu. Berkaitan dengan pembelajaran PKn
mengenai Hak dan Kewajiban sebagai warga negara, tradisi ini sangat mengedepankan
17
C. SIMPULAN
Modernitas yang pada mulanya menjadi alternatif bagi abad kegelapan masa lalu
rupanya telah melenceng jauh dari prinsip dasar kebudayaan, sungguh sangat ironis
yang telah terbukti sejak berabad-abad dan menjadi solusi terhadap berbagai
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat masa lalu. Kearifan lokal memiliki daya
berbagai problem sosial budaya yang terus menggerogoti bangsa Indonesia, pada
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Hermawan, I. 2008. Kearifan Lokal Sunda dalam Pendidikan (Kajian
terhadap Aktualisasi Nilai-Nilai Tradisi Sunda dalam Pendidikan IPS di
Sekolah Pasundan dan Yayasan Atikan Sunda). Disertasi FPIPS SPs UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Kemendiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan
Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Pusat Kurikulum.
Koestoro, dkk. 2010. “Kearifan Lokal” dalam Arkeologi Seri warisan Budaya
Sumatera Bagian Utara No. 0510. Medan: Balai Arkeologi.
Lubis, N. H. 2002. “Menggali Kembali Kearifan Tradisional untuk Mencegah
Disintegrasi Bangsa Indonesia”, dalam Sumijati, dkk (ed.). Integrasi,
Moral Bangsa dan Perubahan. Yogyakarta: Unit PPP FIB UGM dan
Sinergi.
Maryani, E. 2011. “Kearifan Lokal sebagai Sumber Pembelajaran IPS dan
Keunggulan Karakter Bangsa”, dalam Suryadi, K., dan Maliha, E,
(ed.) Prosiding Konvensi Nasional Pendidikan IPS ke-1. Bandung:
FPIPS UPI.
Matitaputty, J. K. 2010. Nilai-Nilai Karifan Adat dan Tradisi dibalik Ritual Daur
Hidup (Life Cycles) pada Masyarakat Suku Nualu di Pulau Seram
sebagai Sumber Pembelajaran IPS (Studi Etnografi: Di Desa Tamilou
Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah). Tesis FPIPS SPs UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Mattulada , H. A. 2000. “Aktualisasi dan Revitalisasi Kearifan Tradisional
sebagai Upaya Pemeliharaan
Integrasi Nasional.” Makalah Silaturrahmi Nasional. 4-5 Agustus 2000. Bandung.
Ming, D. C., Et. All (peny). 2009. Kearifan Lokal yang Terkandung dalam
Manuskrip Lama Kertas Kerja Pilihan daripada Simposium Antarbangsa
Pernaskahan Nusantara di Bima tahun 2007. Bangi: ATMA UKM.
Permana, R.C.E. 2010. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Mitigasi
Bencana. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Pora, S. 2014. “Tinjauan Filosofis Kearifan Lokal Sastra Lisan Ternate” dalam
Jurnal Uniera Vol 3 No. 1. ISSN. 2086-0404. Tobelo: LPPM Universitas
Halmahera.
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.
Roza, E. 2011. “Naskah sebagai Bukti Kearifan Lokal Suku Bangsa Serumpun
Indonesia-Melayu”, dalam Mappangara, S. (ed). Sejarah, Budaya, dan
20
Arkeologi Seminar Internasional Serumpun Melayu V 8-9 Juni.
Makassar: FIB dan UKM.
Safa, A. (ed.). 2011. Restorasi Pendidikan di Indonesia Menuju Masyarakat
Terdidik Berbasis Budaya. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Sibarani, R. 2012. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan.
Jakarta: ATL. Sukardi, T. 2006. Perubahan Sosial di Banyumas (1830-
1900): Aplikasi Pembelajaran Nilai-nilai Sejarah dalam Kerangka
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Disertasi FPIPS SPs UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Sutanto, J. 2004. Kearifan Kuno di Zaman Modern Penyejuk Manusia
dalam Mencari Kebenaran. Bandung: Hikmah.
Syafaat, R., dkk. 2008, Negara, Masyarakat Adat, dan Kearifan Lokal. Malang:
In-Trans Publishing.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Wali, P. 2009. Peranan Budaya Siwalima sebagai Perekat Sosial Masyarakat
Maluku di Kota Ambon (Studi Deskriptif Analitik terhadap
Pengembangan Nilai Budaya Pendidikan IPS). Tesis FPIPS SPs UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Yayuk, R. 2011. “Kearifan Lokal Melayu dalam Folklor Banjar”, dalam
Mappangara, S. (ed). Sejarah, Budaya, dan Arkeologi Seminar
Internasional Serumpun Melayu V 8-9 Juni. Makassar: FIB dan UKM.
SUMBER ONLINE
http://selat-buleleng.desa.id/index.php/first/artikel/163-Nawur-Penempuh-Tradisi-
Desa-Pakraman-Selat-Pandan-Banten.
https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/70-apakah-makna-
sebenarnya-naur-sesangi
21