Anda di halaman 1dari 19

TOKOH SEMAR DALAM MITOLOGI TANAH JAWA

Dipresentasikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Pada Program Magister (S2)

COVER

OLEH

1. I Gede Agus Ariana. S.Ag. / NIM. 2125111002


1. I Nyoman Untung Eka Hariawan, S.I.Kom. / NIM. 2125111003
2. Agus Setiyawan, S.Pd / NIM. 2125111005
3. Gusti Ayu Agung Sri Wahyuni, S.Pd / NIM. 2125111007
4. Ninuk Eka Awitaningsih, S.Pd / NIM:2125111008
5. Arifki Septia Budi, S.Pd / NIM: 2125111009

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Dr.s. I Nengah Duija, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU


PROGRAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN
SINGARAJA
2021

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Perkembangan IPTEK di Indonesia bersifat sekuler, menenggelamkan


banyak kepercayaan masyarakat terhadap suatu peristiwa yang sudah diyakini
sejak dulu dan akan terjadi sesuatu apabila tidak dilaksanakan. Akulturasi budaya
yang meninggalkan bukti objektif juga telah dianggap sejarah kuno bagi setiap
masyarakat yang sudah terseret arus modernisasi.

Doktrin dari beberapa ideologi barat berhasil menyempitkan paradigma


berbagai kalangan agar hidup dengan panduan rasionalitas. Diskriminasi atas
masyarakat yang berusaha memegang teguh; mitos adalah suatu budaya menganut
kepercayaan cerita turun – temurun yang benar adanya, diklaim sebagai minoritas
yang sesat. Problema yang telah terjadi itu perlu adanya pemahaman tentang
klarifikasi agar tak ada keberagaman yang menjadi pertentangan publik.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian...............................................................3
1.4 Pembatasan Masalah.................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.................................4

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................6

3.1 Asal-usul tokoh Semar dalam sejarah Jawa Kuna....................................6


3.2 Filosofis tokoh Semar Terhadap Budaya Spiritual Nenek Moyang Jawa.9
3.3 Eksistensi tokoh Semar Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa................11
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................13

4.1 Kesimpulan...................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesia merupakan Bangsa dengan beraneka ragam budaya
mulai dari seni, adat istiadat, mitos, cerita rakyat, bangunan tempat tinggal dan
tempat ibadah, pakaian dan hiburan masyarakat pada jaman dahulu. Dari
keanekaragaman budaya tersebut khususnya pada masyarakat Jawa lekat dengan
mitos yang berkembang. Mitos dituturkan masyarakat Jawa secara turun temurun.
Mitos berkembang di masyarakat Jawa merupakan hasil dari sisa-sisa
kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme di masyarakat Jawa sebelum
mengenal kepercayaan terhadap Tuhan. Hal tersebut ditandai dengan kepercayaan
masyarakat percaya terhadap benda-benda keramat seperti, benda hidup dan
benda mati serta terkait adanya ketokohan dimana dalam peranan atau wataknya
yang selalu memancarkan nilai-nilai kebijaksanaan hidup dimasa lampau.

Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap mitos melahirkan beragam


pemahaman di masyarakat. Wilayah di Jawa khususnya memiliki mitos-mitos
yang diyakini. Mitos tersebut telah dijadikan pandangan hidup, ditaati, dipuja, dan
diberikan tempat istimewa. Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap mitos terjadi
sebelum mengenal adanya Tuhan.
Bangsa Indonesia merupakan Bangsa dengan beraneka ragam budaya mulai
dari seni, adat istiadat, mitos, cerita rakyat, bangunan tempat tinggal dan tempat
ibadah, pakaian dan hiburan masyarakat pada jaman dahulu.
Sebut saja wayang, wayang merupakan salah satu karya seni dan hiburan
popular di masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Wayang merupakan hasil
budaya yang harus dilestarikan karena banyak mengandung makna mendalam
tentang hubungan sosial dalam kehidupan khususnya adanya ketokohan dalam
Pewayangan yang dikenal dengan Penunggu Tanah Jawa dimana tokoh tersebut
selalu memberikan wejangan yang memiliki inspirasi terkait kisah kehidupan
sejarah adanya tanah Jawa yang terkenal sejak adanya kerajaan Majapahit.
Didalam seni Pewayangan terdapat tokoh Tokoh Semar yang berbeda daripada
yang lain, kehadiran tokoh Semar sangat diidolakan oleh para penonton. Pikiran,
ucapan dan tindakan tokoh Semar dianggap pantas untuk diperhatikan,

1
2

diteladani dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jawa memberi


apresiasi yang tinggi kepada tokoh Tokoh Semar yang mampu memberi inspirasi
untuk menuntun langkah pada jalan kebaikan.
Tokoh Semar sering ditampilkan sebagai tokoh yang selalu memancarkan
nilai- nilai kebijaksanaan hidup. Para satria utama mendapat wejangan dari tokoh
Semar agar tercapai segala cita-citanya. Fungsi tokoh Semar memang sebagai
penasehat dan hamba sahaya yang sangat setia.
Sumukti berpendapat bahwa tokoh Tokoh Semar merupakan kebijaksanaan
dalam pengertian daya pikiran manusia paling terkonsentrasi (2005:1). Hal ini
tidak dapat dipungkiri bahwa tokoh Semar adalah pengejawantahan Dewa Ismaya.
Keistimewaan tokoh Tokoh Semar inilah yang membuatnya mendapat ruang
khusus bagi kehidupan sebagian masyarakat Jawa.
Berangkat dari beberapa fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan
mengenai siapa sebenarnya tokoh Tokoh Semar dan bagaimana asal-usul tokoh
tersebut. Sebelum lebih jauh membahas tentang asal-usul tokoh Tokoh Semar,
maka perlu dipahami terlebih dahulu bahwa tokoh Tokoh Semar dalam hal ini
diasumsikan sebagai sebuah mitos. Tetapi dalam makalah ini tidak
mempersoalkan asal-usul tokoh Semar karena banyak berbagai versi yang
kesemuanya sama sama kuat, yang pertama bersumber dari beberapa buku
mengatakan bahwa tokoh Semar sudah ada sejak dulu, tokoh Semar merupakan
seseorang yang dulu benar-benar hidup dan dijadikan panutan oleh nenek moyang
kala itu, karena kepribadiannya yang luhur tokoh Semar diabadikan oleh nenek
moyang dalam bentuk figur tokoh Semar seperti yang ada sekarang ini.
Hampir semua orang-orang yang sudah sepuh dari suku jawa mengenal
sosok tokoh Semar. tokoh Semar merupakan tokoh Punakawan dalam
pewayangan, selain mengetahui dari pewayangan, adapula yang mengenalnya
melalui dunia mistis dan juga kebatinan. Namun, generasi sekarang banyak yang
tidak tau mengenai tokoh Semar yang dikatatakan sebagai pamomong tanah Jawa.
Dalam cerita wayang, tokoh Semar dikatakan sebagai tokoh asli Indonesia karena
tidak ditemukan dalam cerita Mahabharata atau Ramayana dari India.
Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali
ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala.
3

Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam
Candi Sukuh yang berangka tahun 1439. Asal-usul tokoh Semar juga memiliki
beberapa versi, namun semua percaya tokoh Semar sebagai dewa turun dari langit
dan menyatu dengan kehidupan manusia. tokoh Semar memiliki tugas
membimbing manusia untuk memiliki budi pekerti dan menjunjung tinggi
kebenaran. Karena tugasnya, tokoh Semar juga disebut sebagai Dewa Pamonging
Satriya, Sinamar Dadi Kawula (Dewa pengasuh kesatriya yang menyamar
sebagai hamba). Seperti dikisahkan dalam kitab-kitab Manikmaya, Kandha dan
Paramayoga, tokoh Semar berasal dari alam kadewatan (Jagad Dewa).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan segala latar belakang masalah yang disajikan di atas, maka
masalah pokok yang dapat dikaji dalam penulisan/perancangan ini adalah:
1. Bagaimanakah asal-usul tokoh Semar dalam sejarah Jawa Kuna?
2. Bagaimana filosofis tokoh Semar terhadap budaya spiritual nenek moyang
Jawa?
3. Bagaimana Eksistensi tokoh Semar Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian


2. Mengetahui asal-usul tokoh Semar dalam sejarah Jawa Kuna;
3. Mengetahui filosofis tokoh Semar terhadap budaya spiritual nenek moyang
Jawa; dan
4. Mengetahui Eksistensi tokoh Semar Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa.

1.4 Pembatasan Masalah


Makalah ini hanya membahas tokoh Tokoh Semar dan ajaran yang dibawanya
serta hubunga tokoh Semar dengan budaya spiritual nenek moyang Jawa pada
jaman dulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Dr. Serruireir yang mengatakan bahwa “Wayang tokoh Semar berasal dari
India” munculah sarjana besar yang menyanggah dan menggugurkan pendapar
Dr. Serruireir dalam suatu mimbar ilmiah, yaitu teori yang diajukan oleh Dr.
Godard Areno Johanes Hazeu pada tahun 1897. Bahwa teori dari Dr. Serruireir
tidak dapat dipertahankan dengan penjelasan sebagai berikut: pertunjukan bayang-
bayang di jawa yang kemudian disebut wayang adalah ciptaan orang-orang
Indonesia di jawa. Khusus mengenai tokoh Semar dan anak-anaknya baik nama
maupun cara mempertunjukkan dan bentuknya, menunjukkan bahwa mereka
berasal dari Indonesia asli, bukan berasal dari india.
Menurut Dr. Hazeu, tokoh Semar selalu tampil dalam setiap Drama,
tampak bahwa nama-nama mereka sangat kuno bahkan tidak dapat didefinisikan
secara pasti arti nama tersebut. Dan boneka-boneka wayang yang menggambarkan
tokoh Semar, memiliki tipe yang berlainan sekali dengan tokoh yang digambarkan
di India. Terutama tokoh Semar tampil dalam posisi yang lebih dari sekedar
pelawak atau pelayan biasa. tokoh Semar senantiasa melindungi tuannya,
termasuk keturunan Pandawa yang disegani dan dihormati. Ia juga senantiasa
memberi nasehat-nasehat yang bijak kepada leluhur dan anak cucu mereka. tokoh
Semar lebih mengetahui kejadian yang akan terjadi, sehingga tuan-tuannya selalu
minta nasehat dari tokoh Semar jika mereka menemui kesulitan. Bahkan tokoh
Semar sanggup terbang ke kahyangan.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam banyolan atau lawak yang khusus dan khas itu dapat diketahui bahwa itu
merupakan peninggalan jaman purba, dan jelaslah bahwa tokoh Semar merupakan
nama dari seorang leluhur (nenek moyang) Jawa asli yang bayangannya sudah
dipertunjukan dalam permainan wayang dari jaman purba itu yang sifatnya sudah
religius atau keagamaan. (Dikutip: “apa dan siapa tokoh Semar”:26, Dr. Sri
Mulyono).
Menurut Niels Mulder (1983), orang jawa kelihatannya tidak dapat
membayangkan konsep alam semesta tanpa adanya Yang Maha Kuasa.
5

Meskipunsejumlah orang tertentu menganut atau terpengaruh oleh Theravada


(hinayang) Buddhisme, kebanyakan orang memerlukan adanya akar dari mana
5

asalnya, sehingga timbulah pengakuan mereka terhadap sesuatu yang bersifat


“kedewaan”.
Unsur-unsur pandangan hidup tradisional Jawa yang telah terpengaruh
budaya India memiliki perbedan yang terlihat dalam berbagai struktur sosial. Ini
mencerminkan nilai-nilai orang hindu. Di pihak lain Bhudisme mengatakan orang
bebas melakukan apapun asalkan tanggung jawab kepada akibat dari
perbuatannya. Sama halnya jawa mengakui bahwa penderitaan adalah
konsekuensi dari perbuatan sendiri. Hampir semua orang jawa percaya pada
“karma” karena mereka punya konsep yang berbunyi: “sapa nandur ngundhuh
wohing kang tinandur”. Maksudnya orang yang menanam biji akan menuai hasil
tanamannya di kemudian hari.
Brandon, 1970 wayang ini adalah salah satu bentuk Drama dan teater yang
paling rumit dan halus, yang secara terus menerus dikembangkan oleh generasi ke
generasi. Teknis untuk perlengkapan wayang kulit dan teknik pementasan wayang
bersifat jawa kuno dan tidak dipinjam dari suatu bahasa india. Karena alasan ini
teater bayang-bayang yang dikenal sebagai wayang, kiranya tidak mungkin
didatangkan dari india. Brandon, 1970:14) dan (Sri Mulyono, 1982: 81)
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Asal-usul tokoh Semar dalam sejarah Jawa Kuna

Sang Hyang Wenang berputra satu yang bernama Sang Hyang Tunggal.
Sang Hyang Tunggal kemudian beristri Dewi Rekatawati putrid kepiting raksasa
yang bernama Rekata. Pada suatu hari Dewi Rekatawati bertelur dan dengan
kekuatan yang menetap dari Sang Hyang Tunggal. Telur tersebut terbang
menghadap Sang Hyang Wenang, akhirnya telur tersebut menetas sendiri dengan
berbagai keajaiban yang menyertainya, dimana kulit telurnya menjadi Tejamantri
atau Togog, putih telur nyamenjadi Bambang Ismaya atau tokoh Semar dan
kuning telurnya menjadi Manik maya yang kemudian menjadi Bhatara Guru.
Dalam riwayat lain telur tersebut menetas menjadi langit, bumi dan cahaya
atau teja. Sehingga dikatakan bahwa tokoh Semar adalah tokoh dominan sebagai
pelindung bumi. Togog dari kerak telur menggambarkan bahwa hidup laksana
kulit sebagai pelindung isi. Disini Togog ditugaskan untuk membimbing dan
mengontrol tokoh-tokoh yang buruk, semisal Bala Kurawa.
Tokoh Semar berasal dari putih telur sebagai pencermin hidup yang suci
yang lebih mementingkan isi dari pada wadahnya. Ia selalu memihak kebenaran
dan keadilan, meluruskan yang bengkok, jujur, sederhana. tokoh Semar
ditugaskan untuk membimbing tokoh yang baik-baik seperti pandawa lima.
Manik Maya Kuning telur perlambang kekuasaan, menjadi raja kahyangan dengan
gelar sang Hyang Jagat Giri Nata atau Betara Guru.
Mereka bertiga sangat sakti dan semua ingin berkuasa seperti Ayahandanya
Sang Hyang Tunggal, akan tetapi menjadi perdebatan sehingga menimbulkan
pertengkaran. Dikisahkan (Manikmaya) yang sebenarnya ia pun mempunyai
keinginan yang sama dengan mereka, Manikmaya mengajukan usul perlombaan
untuk menelan gunung kemudian memuntahkannya kembali. Dari sini banyak
pelajaran yang dapat diambil karena gunung itu merupakansesuatu untuk
menancapkan atau mengokohkan kedudukan dibumi akan tetapi diperlombakan
untuk ditelan walau kemudian untuk dimuntahkan kembali. Kemudian pelajaran
yang diambil adalah janganlah memperebutkan sesuatu yang bukan haknya serta
janganlah terhasut oleh usul yang nampaknya baik dan masuk akal.
7

Tejamantri yang mulai perlombaan pertama ternyata gagal untuk menelan


gunung, dikarenakan tidak cukup ilmunya maka terjadi perubahan terhadap
mulutnya. Bambang Ismaya kemudian berusaha untuk menelan sebuah gunung
dan berhasil akan tetapi sesuatu yang sudah ditelan pasti akan berubah dan
Bambang Ismaya tidak dapat memuntahkannya kembali sehingga terjadi
perubahan fisik pada perutnya yang membesar. Secara ilmu memadai akan tetapi
kurang untuk memuntahkannya kembali.
Karena menelan gunung inilah maka bentuk tokoh Semar menjadi besar,
gemuk dan bundar. Proporsi tubuhnya sedemikian rupa sehingga Nampak sebagai
orang cebol. Manik maya dalam cerita tidak dikatakan mengikuti perlombaan
meski ia sendiri yang mengusulkan perlombaan ini, Ia di kabarkan malah pergi
memberitahukan perihal kedua kakaknya kepada Sang Hyang Wenang. Atas
berita dari Manikmaya tersebut Sang Hyang Wenang membuat keputusan bahwa
Manik mayalah yang akan menerima mandat sebagai penerus dan menjadi raja
para dewa.
Akibat termakan hasutan dan tidak dapat menguasai diri Bambang Ismaya
dan Tejamantri harus turun kebumi, untuk memelihara keturunan Manikmaya,
keduanya hanya boleh menghadap Sang Hyang Wenang apabila Manik maya
bertindak tidak adil. Dari sini terlihat dengan termakan isu adu domba ternyata
Bambang Ismaya dan Tejamantri turun harkat derajatnya hanya sebagai pelindung
keturunan Manikmaya, semoga kita dapat mengambil pelajaran disini dan semoga
bangsa kita ini jangan mau diadu domba lagi.
Dalam cerita tokoh Semar Gugat terjadi perselisihan antara Bhatara Guru
yang menyamar menjadi Resi Wisuna dengan tokoh Semar dimana Bhatara Guru
kehilangan nalarnya karena rasa kasih sayang terhadap anaknya Bhatara Kala.
tokoh Semar mengalami perang tanding dengan Resi Wisuna yang tidak lain
adalah Bhatara Guru/adiknya sendiri, dimana tokoh Semar terkena senjata Trisara
sehingga menyebabkan tokoh Semar gugat ke Sang Hyang Wenang.
Sang Hyang Wenang kemudian mengganti nama-nama mereka.
1. Manikmaya menjadi Bhatara Guru.
2. Tejamantri berubah menjadi Togog.
3. Bambang Ismaya berubah nama menjadi tokoh Semar.
8

Tokoh Semar dianggap sebagai simbol ketentraman dan keselamatan hidup


juga dianggap sebagai simbol manusia Jawa. Bahkan dalam kitab Jangka
Jayabaya tokoh Semar digunakan untuk menunjuk penasihat raja-raja di tanah
Jawa yang telah hidup lebih dari dua ribu lima ratus tahun. Ki Luhur tokoh Semar
tiada lain adalah Ki Sabdapalon dan Ki Nayagenggong, dua saudara kembar
penasihat spiritual raja-raja. tokoh Semar merupakan sosok yang sangat misterius,
seolah-olah antara nyata dan tidak nyata, tapi jika melihat tanda-tandanya, orang
yang menyangkal akan menjadi ragu. Entah kenapa dalam cerita pewayangan,
sang Resi Abiyoso dan berikut Ayahnya, kakeknya, juga anak-anaknya sampai
cucu-cucunya kesemua keturunannya itu memanggilnya kakang, terhadap Ki
tokoh Semar Badranaya.
Maya adalah sebuah cahaya hitam, cahaya hitam tersebut untuk
menyamarkan segala sesuatu.
1) Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
2) Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
3) Yang bukan dikira ya.
4) Yang bersemangat (wanter) hatinya, hilang semangatnya (ilang
kewanterane), sebab takut kalau keliru.
5) Maya atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut tokoh Semar artinya
tersamar, atau tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, tokoh Semar adalah putra Sang Hyang
Wisesa, ia diberi anugerah Mustika Manik Astagina, yang mempunyai 8 daya,
yaitu:Tidak pernah lapar
1) Tidak pernah mengantuk
2) Tidak pernah jatuh cinta
3) Tidak pernah bersedih
4) Tidak pernah merasa capek
5) Tidak pernah menderita sakit
6) Tidak pernah kepanasan
7) Tidak pernah kedinginan
Kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau
kuncung. tokoh Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu: Bhatara tokoh
9

Semar, Bhatara Ismaya, Bhatara Iswara, Bhatara Samara, Sanghyang Jagad


Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk
menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi
manusia di alam dunia.

3.2 Filosofis tokoh Semar Terhadap Budaya Spiritual Nenek Moyang Jawa
Banyak sekali ajaran yang dibawakan oleh nenek moyang kita yang
dianggap kuno ternyata memiliki karya sastra dengan muatan sosio spiritual
menakjubkan. Sebuah karya adiluhung, karya pujangga jawa yang menawarkan
jalan keselamatan dan kebahagiaan sebuah jalan yang sangat dirindukan
keberadaannya oleh segenap manusia di sepanjang zaman. Melalui karya
bervisualkan figur tokoh Semar dalam pewayangan yang banyak mengandung
Wewarah (ajaran atau nasehat).
Dalam tokoh Semar menganjurkan Manusia memohon dan mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Esa dengan “Eling lan Percoyo, Sumarah lan seumeleh
lan mituhu” kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sumarah: berserah, pasrah, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan sumarah, manusia di harapkan percaya dan yakin akan kasih sayang dan
kekuasaan Gusti Kang Murbeng Dumadi, Bahwa Dialah yang mengatur dan akan
membrikan kebaikan dalam kehidupan kita. Keyakinan bahwa apabila kita
menghadapai gelombang kehidupan maka Tuhan akan memberikan jalan keluar
yang terbaik bagi kita. Seperti gelombang kehidupan adalah ujian untuk sebuah
perjalanan spiritualitas.
Sumeleh artinya patuh dan bersandar kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atau Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sebagai umat hanya lah berusaha dan
keberhasilannya tergantung Kuasa Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan sumeleh
ini manusia di harapkan tak mudah putus asa dan teguh dalam usahanya. Bekerja
tanpa memikirkan hasilnya, semua kembali kepada-Nya.
Mituhu artinya patuh taat dan disiplin patuh dan menaati setiap larangan-
Nya dan disiplin dalam mengaji diri dan mengaji rasa satu ciri Khas tokoh
Punakawan yang sampai saat ini tidak akan lenyap. Punakawan yang selalu lucu
dan nyeleneh. Dan petuah tokoh Semar, Kaki tokoh Semar, Sang Hyang Ismaya.
Eyang Ismaya yang paling sering di ungkapkan kepada cucunya para pejalan
10

spiritual yang ditemaninya adalah Ojo Dumeh, Ojo Gumunan, Eling Lan
Waspada. Bekti Marang Gusti Maha Agung. Gusti Kang Murbeng Dumadi. Ojo
Dumeh, Ojo Gumunan, Eling lan Waspodo merupakan satu kesatuan yang
dipahami secara utuh, sehingga manusia di harapkan menjadi pasrah dan yakin
kepada kekuasaan Tuhan serta menjadi bijaksana, sederhana dan hati hati.
Manusia menjadi “Bisa Merasa, bukan Merasa Bisa”.
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang tokoh Semar,
jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.
Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka dalam lakon tokoh Semar mbabar jati diri mengandung
ajaran tentang sangkan paraning dumadi “asal dan tujuan hidup” manusia. (Ir Sri
Mulyono, apa dan siapa tokoh Semar, : 85)
Dalam etika Jawa disebutkan bahwa tokoh Semar dalam pewayangan
adalah punakawan abdi/pamomong yang paling dicintai. Apabila muncul di depan
layar, tokoh Semar disambut oleh gelombang simpati para penonton. Seakan-akan
para penonton merasa berada dibawah pengayomannya. (Sesuno, 1988:188).
Simpati para penonton itu ada hubungannya dengan mitologi Jawa atau Nusantara
yang menganggap bahwa tokoh Semar merupakan tokoh yang berasal dari Jawa
atau Nusantara (Hazeu dalam Mulyono 1978:25). tokoh Semar merupakan dewa
asli Jawa yang paling berkuasa (Brandon dalam Suseno, 1988:188). Meskipun
berpenampilan sederhana, sebagai rakyat biasa, bahkan sebagai abdi, tokoh Semar
adalah seorang dewa yang mengatasi semua dewa. tokoh Semar adalah dewa yang
ngejawantah ‘menjelma’ (menjadi manusia) yang kemudian menjadi pamong para
Pandawa dan ksatria utama lainnya yang tidak terkalahkan.
Oleh karena para Pandawa merupakan nenek moyang raja-raja Jawa
(Poedjowijatno, 1975:49). tokoh Semar diyakini sebagai pamong dan danyang
pulau Jawa dan seluruh dunia (Geertz 1969: 264). tokoh Semar merupakan pribadi
yang bernilai paling bijaksana berkat sikap bathinnya dan bukan karena sikap
lahir dan keterdidikannya (Suseno 1988:190). tokoh Semar merupakan pamong
yang Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Ngawe (sepi akan maksud, rajin dalam bekerja)
dan Memayu Hayuning Bawana (menjaga kedamaian dunia (Mulyono, 1978:119
dan Suseno 1988:193)
11

Dari segi etimologi, Joinboll (Mulyono, apa dan siapa tokoh Semar,
1978:28) berpendapat bahwa tokoh Semar berasal dari sar yang berarti sinar
cahaya. Jadi tokoh Semar berarti suatu yang memancarkan cahaya atau dewa
cahaya, sehingga tokoh Semar disebut juga Nurcahya atau Nurrasa. tokoh Semar
juga dapat dijadikan simbol rasa eling ‘rasa ingat’ (timoer 1994:4), yakni ingat
kepada Yang Maha Pencipta dan segala ciptaan-Nya yang berupa alam semesta.
Oleh karena itu sifat ketuhanan dari tokoh Semar dijadikan simbol aliran
kebatinan Sapta Dharma (Mulyono, apa dan siapa tokoh Semar, 1978:35). Dari
tokoh tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas, dimengerti dan dihayati
sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa. tokoh
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-
kamurkan Mardika: yang artinya “merdekanya jiwa dan sukma”, maksudnya
dalam keadaan Merdeka tidak dijajah oleh Hawa nafsu dan keduniawian, agar di
dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang
sejati itu di dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing Kadonyan, ora samar
marang bisane sirna durka murkamu) artinya: “dalam menguji Budi pekerti
secara sungguh-sungguh, maka akan dapat mengendalikan dan mengarahkan
hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.

3.3 Eksistensi tokoh Semar Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa


Dikalangan spiritual Jawa, tokoh wayang tokoh Semar ternyata dipandang
bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan simbolis tentang
KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan
pengertian tentang tuhan yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian
ini tidak lain hanyalah sebagai suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak
jaman prasejarah adalah bangsa yang Religius dan ber-Ketuhanan yang Maha Esa.
Konon Kaki tokoh Semar adalah kakek moyang yang pertama dan
digambarkan sebagai perwujudan dari orang Jawa yang pertama. Karena
mendapat “tugas khusus” dari Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan YME), maka
Kaki tokoh Semar memiliki kemungkinan untuk terus hadir dengan keberadaan
pada setiap saat, kepada siapa saja dan kapan saja menurut apa yg dikehendaki.
(wawancara: bapak Sutajab tokoh spiritual kejawen)
12

Dari beberapa uraian yang telah disampaikan, bahwa tokoh wayang tokoh
Semar benar benar berasal dari indonesia asli dan berasal dari nenek moyang
nusantara. Dan nenek moyang kita sebenarnya sudah mengetahui tentang konsep-
konsep keTuanan jauh sebelum pengaruh Hindu, Budha dan Islam datang, dan
setelah Islam datang banyak sekali budaya-budaya jawa yang di luruskan sesuai
dengan syariah agama Islam lewat para wali sembilan, salah satunya hasil
kulturasi antara budaya jawa denga ajaran Islam adalah figur tokoh Semar
tersebut. Dari figur tokoh Semar, dapat diambil banyak sekali ajaran dan konsep
hidup dalam kearifan tradisional.
Tokoh Semar bukan hanya suatu tokoh kesayangan mitologi religius
nusantara tetapi juga merupakan suatu konsepsiyang mempunyai nilai filsafat
yang cukup menarik untuk dipelajari. Suatu maha karya nenek moyang yang
mengandung ajaran luhur dan arif. Hal ini merupakan warisan budaya leluhur
yang wajib (diuri-uri) dilestarikan dan dipelajari ajaran yang terkandung
didalamnya. Sebuah karya adiluhung, karya pujangga jawa yang menawarkan
jalan keselamatan dan kebahagiaan sebuah jalan yang sangat dirindukan
keberadaannya oleh segenap manusia di sepanjang zaman.
Dalam pewayangan yang sering digelar, tokoh Semar selalu tampil dan
dipertontonkan oleh dalang. Walaupun banyak yang kurang paham, karena
perkembangan jaman dan arus globalisasi yang semakin pesat dan telah tampak
nilai-nilai budaya leluhur yang semakin pudar an kuran diminati sehingga
menjadikan tokoh Semar dan pewayangan semakin surut, danderasnya budaya
barat yang masuk ke indonesia, lambat laun membawa generasi indonesia
menjauh dari budaya sendiri, sedikit demi sedikit budaya barat melunturkan
budaya ketimuran, termasuk di dalamnyanilai-nilai budaya jawa.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Wayang tokoh Semarter nyata sebuah karya sastra yang memiliki


muatan sosio-spiritual menakjubkan. Melalui karya bervisualkan figur
tokoh Semar banyak mengandung wewarah (ajaran atau nasehat).
Sebuah karya adiluhung, karya pujangga jawa yang menawarkan jalan
keselamatan dan kebahagiaan sebuah jalan yang sangat dirindukan
keberadaannya oleh segenap manusia di sepanjang zaman.
2. Tokoh wayang tokoh Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta
historis, tetapi lebih symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang
dari expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan
pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain adalah suatu bukti
yang kuat bahwa orang Jawa sejak dahulu adalah Relegius dan ber
keTuhan-an yang Maha Esa.
3. Bagi para spiritual jawa atau kejawen hingga saat ini Figur tokoh Semar
digunakan sebagai perlambang tuntunan atau pedoman yang mereka
anut bahkan gambar tokoh Semar dianggap sakral karena mereka
percaya bahwa tokoh Semar adalah cikal bakal nenek moyang orang
jawa.Hingga saat ini tokoh Semar masih tetap eksis di kalangan
masyarakat baik dalam bentuk tontonan wayang maupun sebagai
simbol tertentu, dan masih menarik perhatian untuk dikaji dan diteliti
oleh para ilmuwan dan budayawan sebagai salah satu khasanah ilmu
budaya jawa yang luhur.
4. Walaupun banyak yang kurang paham terutama muda-mudi, karena
perkembangan jaman dan arus globalisasi yang semakin pesat dan telah
tampak nilai-nilai budaya leluhur yang semakin pudar dan kurang
diminati sehingga menjadikan tokoh Semar dan pewayangan semakin
surut di kalangan pemuda, dan derasnya budaya barat yang masuk ke
Indonesia, lambat laun membawa generasi indonesia menjauh dari
14

budaya sendiri, sedikit demi sedikit budaya barat melunturkan budaya


ketimuran, termasuk di dalamnya nilai-nilai budaya jawa.
14

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Dr. Sri 1975.Apa dan Siapa tokoh Semar. Jakarta: Gunung Agung;

Sumukti, Tuti. 2005. tokoh Semar Dunia batin Orang Jawa. Yogyakarta: Galang
Press;

Mulkhan, Dr. Abdul Munir. 2003. Strategi Sufistik tokoh Semar. Yogyakarta:
Kreasi Wacana;

Hardjiwiyogo. 1989. Sejarah Wayang Purwo.Jakarta: Balai Pustaka;

M.Hum, Dr. Purwadi. 2004. Dakwah Sunan Kalijaga. 2004.

Anda mungkin juga menyukai