Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan sebuah komunikasi seni yang yang hidup bersama-sama

dengan bahasa, tanpa bahasa sastra tidak mungkin ada. Melalui bahasa, sastra dapat

berkreasi sendiri sebagai sastra lisan dan sastra tulis, sastra lisan mengandung hasil

kebudayaan lisan dalam masyarakat, tradisional, yang isinya dapat disejajarkan

dengan sastra tulis dalam masyarakat modern. Sifat karya sastra ini dapat diwariskan

secara turun temurun dan dalam wujud tulisan pula, misalnya pantun, cerita rakyat,

dongeng, legenda dan mite.

Sastra lisan mengandung nilai-nilai kebudayaan, berbicara tentang

kebudayaan, Louis Leahy (1989: 24) berpendapat bahwa kebudayaan itu sendiri

merupakan keistimewaan manusia dibandingkan dengan makluk lain atau dengan

perkataan lain berbicara tentang perkembangan khas manusiawi yang berasal dari

penggunaan intelegansi dan kebudayaan yang dimilikinya. Kebudayaan sangat erat

hubungannya dengan masyarakat.

Sesuai dengan hakikat dan martabat setiap makluk hidup, manusia pun

memiliki dorongan untuk mempertahankan dan melestarikan kehidupannya termasuk

naluri untuk melestarikan keturunan. Karena itulah, maka manusia mengajarkan

1
tradisi kepada generasi penerusnya, melalui tutur kata dan teladan hidup yang baik

dan lewat pendidikan keluarga

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita

sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali

dianggap sebagai sejarah kolektifen. Walaupun demikian karena tidak tertulis, maka

kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga seringkali jauh berbeda dengan

kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk

berkontruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-

bagiannya yang mengandung sifat-sifat folklor.

Pudentia (1992: 79) mengemukakan bahwa, legenda adalah cerita yang

dipercayai oleh beberapa penduduk setempat yang benar-benar terjadi, sedangkan

menurut Wiliam R Bascom (2004: 53-54), legenda adalah cerita yang mempunyai

ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tapi tidak

dianggap suci, Oleh karena itu, legenda atau cerita rakyat yang terjadi pada masa

lampau menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka

ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimilki masing-masing

bangsa. Begitupun yang terjadi pada masyarakat Malaka dan Lo’omaten khususnya

sangat kental dengan nilai –nilai kebudayaannya sastra lisan dalam suku Asanafore.

Nilai-nilai yang terdapat pada Legenda Loomaten masyarakat Malaka

khususnya suku Asanafore apabila dikaji berdasarkan struktur akan menemukan sifat
2
universal. Cerita tentang asal mulanya Lo’omaten sudah dipercaya oleh masyarakat

bukanlah hal baru bagi mereka tetapi sudah menjadi suatu kepercayaan seperti asal

mula nama daerah “Lo’omaten”. Lo’omaten adalah sebuah dusun yang letaknya

dalam wilayah pemerintahan Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten

Malaka. Lo’omaten mempunyai fungs penting yang diakui sejak jaman dahulu kala .

Seperti yang dijelaskan informan Bapak Samuel Gabriel Loasana selaku kepala suku

Asanafore menjelaskan bahwa “Lo’omaten “berasal dari dua kata, yaitu kata Lo’o

yang berarti tempat dan maten merupakan singkatan dari hamaten artinya

memutuskan sehingga kata Lo’omaten berarti tempat memutuskan masalah.

Masa penjajahan sampai masa pemerintah Swirijaya, Lo’omaten masuk dalam

dusun urut nomor satu pemerintahan kefetoran Umalor sehingga Lo’omaten

merupakan tempat pilihan berkumpulnya para raja, tua adat (fukun) untuk

merundingkan semua sengketa dan pembangunan dalam wilayah Malaka. Lo’omaten

juga tempat yang memutuskan semua kasus-kasus yang tidak dapat diselsaikan di

wilayah kerajaan yang lain sehingga Lo’omaten tempat semua masalah yang tidak

dapat diselesaikan di wilayah lain, maka akan selesaikan tuntas di Lo’omaten.

Lo’omaten juga merupakan tempat yang keramat sehingga ketika melewati

Lo’omaten dan menjatuhkan barang, mereka harus memberitahukan kepada kepala

suku agar melaksanakan ritual adat Boluk Malar( memanggil kembali jiwa). Setelah

itu, bisa mengambil kembali barang yang jatuh. Ritual tersebut bertujuan untuk

3
memanggil kembali jiwa mereka karena masyarakat Lo’omaten mempercayai bahwa

barang yang jatuh sama seperti jiwa mereka yang jatuh atau hilang dari dirinya.

Namun, kajian Legenda yang menceritakan Asal-usul nama daerah

“Lo’omaten” belum berkembang begitu jelas jejaknya dalam dunia ilmu

pengetahuan. Kajian tersebut masih terbatas pada usaha mencari nilai-nilai luhur

dalam berbagai mitos yang dipercayai oleh masyarakat Lo’omaten khususnya suku

Asanafore. Nilai-nilai luhur ini dianggap oleh masyarakat Lo’omaten khususnya

suku Asanafore sebagai suatu yang sakral; sebagai “pusaka” warisan nenek moyang.

Hal ini perlu dilestarikan dan diaktualisasikan atau dicari reveransinya dengan

kehidupan masa kini. Peneliti memilih mengkaji Legenda ini karena belum pernah ada

yang mengkaji sebelumnya. Selain itu, Juga memiliki daya tarik tersendiri karena berasal

dari desa peneliti sendiri serta menarik hati untuk diteliti lebih lanjut.

Oleh karena itu, masih sangat diperlukan kajian –kajian legenda yang lebih

serius dan teoritis di negeri kita untuk dapat mengungkapkan makna serta

menampilkan berbagai dimensi baru bagi kita. Sebab suatu legenda acapkali tidak

hanya merupahkan sebuah dongeng yang tanpa arti atau sekedar alat penghibur di

waktu senggang saja tetapi kita bisa memaknai nilai-nilai luhur yang terkandung

didalamnnya yang berlaku untuk segalah zaman. Oleh karena itu, legenda itu perlu

untuk digali sebelum terlanjur punah karena digusur oleh modernisasi terlebih lagi

dengan semakin besarnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin

4
menjauhkan kalangan muda sebagai generasi penerus tidak berminat untuk

menekuni apa lagi memahami legenda daerah sendiri sehingga sentuhan-sentuhan

budaya asing mulai semakin kerap terjadi. Jika demikian, tidak mustahil bahwa akan

mengakibatkan semakin tersisihnya tradisi asli daerah, termasuk di dalamnya legenda

Lo’omaten, maka itu, setiap pemilik dan penikmat sastra daerah patut memiliki

kemampuan untuk mempertahankan kebenaran dan kebudayaan serta tidak angkuh

untuk mengembangkan diri secara kreatif, sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih mendalam tentang Legenda Lo’omaten di Desa Sikun, Kecamatan Malaka

Barat, Kabupaten Malaka.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah

pokok dalam penelitian ini adalah;

1. Bagaimanakah Struktur Legenda dalam cerita Asal –Usul nama

“Lo’omaten” Desa Sikun Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka?

2. Bagaimanakah Fungsi Legenda Dalam Cerita Asal-usul’’ Lo’omaten’’ di

Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka?

1.3 Tujuan Penelitian

5
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif maka tujuaan umum

dalam penelitian ini adalah menemukan dan mendeskripsikan struktur naratif

Legenda Lo’omaten , secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menemukan dan mendeskripsikan Struktur dari Legenda “Lo’omaten”.Desa

Sikun Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.

2. Menemukan dan mendeskripsikan Struktur Fungsi Legenda nama

“Lo’omaten, Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:

1 Manfaat Teoritis

Dengan menemukan dan mendeskripskan Struktur naratif Legenda Lo’omaten

dapat memperkaya khasana sastra khususnya sastra lisan penelitian ini juga

bermanfaat sebaga rujukan peneliti-peneliti sastra lisan

2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat:

a) sebagai referensi bagi penelitian lanjutan

b) Membantu para pembaca dan penulis sendiri untuk memahami nilai-

nilai kebudayaan khususnya struktur naratif dalam legenda Lo’omaten

sebagai sastra lisan

c) Maupun nilai-nilai kesustraan pada umumnya.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

7
2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Penulis

terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh) Dulce Bere

(Skripsi 2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur dan fungsi Tutur

Adat Tase Tawaka dalam Upacara penerimaan tamu kehormatan (Bupati) di Desa

Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu.

Masalah yang dikaji Dulce Bere adalah bagaimana Stuktur dan fungsi Tutur

Adat (Tase Tawaka), dalam Upacara penerimaan tamu kehormatan (Bupati)

masyarakat Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaen Belu. Dengan tujuan

mendeskripsikan bangun struktur Tase Tawaka (Tutur adat) dalam upacara

penerimaan tamu kehormatan (Bupati) di Kecamatan Lamaknen, Kabupeten Belu.

Teori yang digunakan Dulce Bere adalah sastra lisan dan pendekatan struktural.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukan

bahwa terbitan dan terjemahan penelitian Dulce Bere berbeda dengan penelitian yang

Peneliti lakukan. Pada objek penelitian yang dapat diuraikan Dulce Bere yang

meneliti tentang Analisis struktur dan fungsi adat Tase Tawaka dalam upacara

penerimaan tamu kehormatan atau Bupati di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen,

Kabupaten Belu. 2) Marianus Bana Elu ( Skripsi, 2013). Dalam penelitiannya yang

berjudul Analisis Struktur Tuturan Ritual ”Tsef Ane Kla’uf’’’ Sastra Lisan Meto Di

Desa Bakitolas, Kecamatan Nai’Benu, Kabupaten Timor Tengah Utara.

8
Masalah yang dikaji oleh Bana Elu adalah bagaimanakah bangun struktur

Ritual”tsef Ane Kla’uf sastra lisan Meto di Desa Bakitolas, Kecamatan Nai’benu

Kabupaten Timor Tengah Utara. Tujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan

struktur Ritual”tsef Ane Kla’uf sastra lisan Meto di Desa Bakitolas, Kecamatan

Nai’benu, Kabupaten Timor Tengah Utara. Teori yang digunakan oleh Marianus

Bana Elu adalah Teori Struktural Metode yang digunakan adalah metode deskriptif

kulitatif. Hasil penelitiannya berupa diksi atau pilihan kata, larik/baris, bait/kuplet,

gaya bahasa, makna kias, makana lambang, dan makna utuh atau totalitas makna.

Persamaannya sama-sama menggunakan teori sastra lisan dan pendekatan struktural.

Sedangkan Peneliti meneliti tentang Struktur dan fungsi dari Asal mulanya Legenda

Lo’omaten di Suku Asanafore pada masyarakat Malaka, Desa Sikun, Kecamatan

Malaka, Kabupaten Malaka

2.2 Konsep

Untuk mempermudah dalam memahami tulisan ini, maka peneliti akan

menjelaskan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan judul diatas agar tidak

menimbulkan kesalahpahaman bagi pembaca.

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan

warga dan kebudayaan yang disebarkan dari dan diturun-temurunkan secara lisan

atau dari mulut ke mulut, (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan sendiri memiliki nilai-nilai

yang luhur dalam masyarakat lebih-lebih pada kebudayaan yang ada dalam

masyarakat.
9
2.2.1 Struktur

Struktur adalah sesuatu yang disusun atau dibangun, selanjutnya Piaget (Via

Hawkles dalam Prapopo, 2000: 119) mendefinisikan bahwa struktur sebagai

keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian membentuknya tidak dapat berdiri

sendiri.

2.2.2 Fungsi

Fungsi adalah karya sastra lisan maupun tulisan dapat mementaskan suatu

nilai kehidupan manusia yang diperoleh melalui pemahaman yang tinggi. Secara

umum, fungsi sastra lisan dapat dikategorikan atas 4 golongan, yaitu: fungsi religius,

fungsi sosial, fungsi edukatif, dan fungsi kultural, (Semi, 1998: 17).

Selain itu, fungsi sastra lisan dapat bernilai apabila sastra lisan itu diterima

oleh masyarakatnya. Sastra memiliki nilai apabila:

1. Karya sastra memberi kegembiraan dan kepuasan batin.

2. Karya sastra dapat abadi karena kebenaran-kebenaran hakiki selalu ada.

3. Karya sastra adalah karya seni yang indah dan memenuhi kebutuhan

manusia terhadap nilai keindahan.

4. Karya sastra memberi penghayatan yang mendalam terhadap apa yang

kita ketahui.

2.2.3 Legenda

10
Legenda (Latin Legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh empunya

cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali

dianggap sebagai “Sejarah”kolektif (folk history). Walaupun demikian karena tidak

tertulis,maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh

berbedah dengan kisah aslinya. Atau dengan kata lain, legenda atau cerita rakyat

adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki

kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang

dimiliki masing-masig bangsa

Dalam KBBI (2005), Legenda adalah cerita rakyat pada jaman dahulu yang

ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Eemis, legenda adalah cerita

kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-

angan.

2.2.4 Suku Asanafore

Suku Asanafore merupakan salah satu Suku Lembaga yang berada di Wilayah

Malaka.

2.2.5 Lo’omaten

Cerita tentang asal mulanya Lo’omaten sudah dipercaya oleh masyarakat

bukanlah hal baru bagi mereka tetapi sudah menjadi suatu kepercayaan seperti asal

11
mula nama daerah “Lo’omaten”. Lo’omaten adalah sebuah dusun yang letaknya

dalam wilayah pemerintahan Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten

Malaka. Lo’omaten mempunyai fungsi penting yang diakui sejak jaman dahulu kala.

Seperti yang dijelaskan informan Bapak Samuel Gabriel Loasana selaku kepala suku

Asanafore menjelaskan bahwa “Lo’omaten “berasal dari dua kata, yaitu kata Lo’o

yang berarti tempat dan maten merupakan singkatan dari hamaten artinya

memutuskan sehingga kata Lo’omaten berarti tempat memutuskan masalah.

2.2.6 Masyarakat Malaka

Masyarakat Malaka merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami suatu

wilayah dan memiliki adat istiadat yang sangat kuat , sehingga antara masyarakat

tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang sangat erat dengan Legenda

Asal-usul Lo’omaten itu berada di masyarakat Lo’omaten itu sendiri.

2.2.7 Desa Sikun

Desa sikun adalah suatu kesatuan hukum di mana bermukiman suatu

masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintah sendiri.

2.2.8 Kecamatan Malaka Barat

Kecamatan Malaka Barat merupakan sejumlah Suku bangsa yang memiliki

pandangan tersendiri tentang wujud tinggi yang menciptakan alam semesta beserta

segalah isinya dengan Luas wilayah

12
a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wewiku

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Toianas

c. Sebelah Utara Berbatasan dengan Kecamatan Weliman

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Pantai Selatan Sastra Lisan menurut

Hutomo (1991: 2 dalam Oki, 2003: 2) mendefinisikan sastra lisan sebagai

kesustraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan turun –temurun secara

lisan dari mulut ke mulut.

2.2.9 Kabupaten Malaka

Kabupaten Malaka adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Indonesia. Malaka merupakan hasil pemakaran dari Kabupaten Belu, dengan

luas wilayah 160,63 km2’ jumlah penduduk 186.622.

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Timor Leste

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Timur Tengah Selatan

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Belu

d. Sebelah Selatan berbatan dengan Pantai Selatan.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Sastra lisan

Sastra lisan adalah kesusatraan yang mencankup ekspresi kesusatraan warga

suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurun secara lisan dari mulut ke

mulut, (Hutomo, 1991: 2). Sastra lisan merupakan wadah hikmah tradisional yang

13
mengandung konvensi nilai, adat istiadat, dan berbagai norma yang berlaku di

masyarakat, ( Taum, 1999: 2). Sedangkan Udin (1996: 1), menyatakan sastra lisan

adalah seperangkat pertunjukan penuturan lisan yang melibatkan penutur dan

khalayak. Teori yang digunakan adalah teori sastra lisan dan pendekatan dengan

struktural.

2.3.2 Struktural

Teori ini menekankan fungsi karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom,

atau sebagai kesatuan yang organik. Makna keseluruhan sastra tersebut

(taum,1997b:37). Bagi setiap peneliti sastra, analisis struktural merupakan tugas

utama atau pekerjaan pendahuluan karena karya sastra merupakan dunia dalam kata

yang mempunyai kebulatan makna instrinsik yang hanya dapat dan di pahami dan di

nilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam

keseluruhan karya sastra.menurut teeuw. (1988b:61) analisis struktur merupakan

sebuah tahap penelitian sastra yang sukar di hindarkan sekalipun kita menggunakan

kerangka –kerangka teori yang lain.Hal ini di sebabkan karena analisis struktur

memungkinkan kita mencapai hasil yang optimal,yang merupakan persyarat bagi

pengkajian lainnya. Bagian –bagian karya sastra di anggap hal yang esensial dalam

proses signifikasi keseluran makna karya sastra (Robson 1988:32). Analisis struktural

lebih memperhatikan ciri -ciri sastra lisan

14
Permasalahan yang dihadapi dalam pendekatan struktural adalah struktur

karya sastra bersifat multi dimensional, berlapis –lapis dan sering kali hierarkis

(teeuw 1988b: 363). Lagi pula yang dimaksud dengan struktur itu ada

persedalam bacaan. Struktur bacaan hanya nampak orang yang mampu melihat

hubungan unsur –unsur bacaan itu. Unsur – unsur karya sastra juga bersifat

samar dan tidak ilmiah. Ini berarti aspek –aspek mana yang perlu dicermati

dalam penelitian sastra sangat tergantung pada objek penelitian dan tujuan

penelitian itu sendiri.

2.3.3 Fungsi Sastra Lisan

Kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 245) mendefinisikan bahwa fungsi

adalah kegunaan suatu hal. Fungsi yang maksud di sini adalah kegunaan karya sastra

yang mencangkup beberapa aspek di antaranya fungsi sastra sosial dan fungsi

pendidikan.

Bascom dan Dundes (dalam Endraswara, 2009: 126), Mengemukakan sastra

lisan atau folklor lisan mempunyai empat fungsi:

1) Sebagai bentuk hiburan,

2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan,

3) Sebagai alat pendidikan anak –anak,

4) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat kan

selalu dipatuhi anggota kolektifnya.


15
Dalam bidang sastra lisan, Sudikan (2001: 119) mengumukakan Teori Fungsi

itu dipelopori oleh Willian R. Bascom, Alan Dunde

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


16
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan secara holistik dan

dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konsep yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah, (Moleong, 2010: 6).

Salah satu ciri penelitian deskriptif kualitatif, yaitu bersifat deskriptif, artinya data

yang dikumpulkan berupa kata-kata daan bukan angka-angka, (Moleong, 2010: 11).

Alasannya untuk mengetahui secara jelas bagaimana cerita yang diungkapkan

oleh tua adat sehingga nama Lo’maten bisa di ketahui oleh banyak orang secara

diturun – temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut).

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data Primer adalah data pokok atau inti dari penelitian ini, yang bersumber

dari informan. Data primer penelitian ini berupa Asul-usul Legenda

“Lo’omaten” yang diperoleh langsung dari informan utama.

3.2.1.1 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari wawancara atau informan pendamping.

3.2.2 Sumber Data

17
Orang-orang yang dipilih sebagai informan adalah tua-tua adat atau pemuka

masyarakat yang mengetahui betul tentang Asal-usul Legenda Lo’omaten. Tidak

menutup kemungkinan juga bagi Peneliti untuk memilih informan lain untuk

memperkuat informasi tentang Asal-usul Legenda Lo’omaten, yang dilakukan lewat

wawancara dan dapat dipilih 2 sebagai informan dan tentunya, informan yang

diwawancarai dalam penelitian ini harus memenuhi syarat-syarat seperti yang

dikemukakan oleh Samarin (1988: 22) sebagai berikut:

a) Pria dan Wanita yang berumur 50-60 tahun

b) Asli Tetun

c) Menguasai bahasa Daerah dan bahasa Indonesia

d) Mengetahui betul tentang Asal-usul Legenda Lo’omaten

e) Sekurang-kurangnya berpendidikan SD

f) bersedia memberikan informasi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teknik penelitian lapangan

18
Teknik penelitian lapangan yang digunakan oleh peneliti dengan

mengadakan kunjungan ke lokasi untuk mendapatkan gambaran awal tentang

lokasi penelitian dan situasi masyarakat setempat.

b. Teknik pencatatan atau perekaman

Dengan teknik ini, peneliti merekam hasil yang dituturkan oleh

informan tentang Asal-usul Legenda Lo’omaten yang dipilih, sekaligus

mencatat istilah-istilah khusus yang didapat oleh informan.

c. Teknik wawancara

Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan penutur atau tua adat

(makoan) serta tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui informasi tentang

Asal-usul Legenda Lo’omaten. Wawancara ini dilakukan secara struktural,

yaitu berdasarkan daftar pertanyaan yang disusun. Berdasarkan teknik

pengumpulan data ini, maka perlengkapan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tape recorder, kaset, buku catatan dan pena.

d. Teknik observasi

Dalam mengadakan observasi, peneliti melakukan pengamatan secara

langsung di lapangan, khususnya di masyarakat Lo’maten yang mengetahui

Legenda untuk mencari keterangan mengenai data yang diteliti.

3.4 Teknik Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian yang ada peneliti, dapat menganalisis dengan

menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:


19
3.1.1 Jadwal Penelitian

Jadwal yang digunakan dalam penelitian ini terhitung sejak dikeluarkannya

surat penelitian.

Jangka Waktu/Bulan
No Kegiatan Tahun 2018
I II III IV V
1. Persiapan Proposal 
2. Bimbingan proposal 
3. Seminar proposal 
4. Revisi proposal  

5. Pengurusan izin 

6. Penyiapan instrumen penelitian  

7 Tahap penelitian 

a) Transkripsi

b) Setelah data dialihbahasakan data yang bentuk tertulis Peneliti

menerjemahkan teks terssebut menjadi 2 bagian, yaitu : terjemahan harafiah

dan terjemahan bebas.

c) Terjemahan

Teks tersebut menuliskan rumusan cerita ini dalam bentuk bahasa Tetun

Fehan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan ke dalam Indonesia

baku.
20
d) Analisis

Setelah data-data diterjemahan, peneliti menganalisis struktur dalam cerita

Asal-usul Legenda Lo’omaten tersebut dengan menggunakan teori sastra

lisan dan pendekatan strukturalisme analisis terhadap struktur Legenda

tersebut penelitian ini.

e) Kesimpulan

Data yang telah dianalisis, kemudian disimpulkan sesuai dengan masalah

penelitian.

3.5 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah teknik

informal. Penerapan teknik informal dalam penyajian hasil analisis data dengan

menggunakan kata-kata biasa, (Sudaryanto, 1993: 145). Oleh karena itu, penyajian

hasil analisis data dalam penelitian ini dirumuskan dengan kata-kata biasa.

     

21
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung;Sinar Baru.

Djanandjaja, James. 199. Folklor Indonesia, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:Grafiti


Press.

Djamaris, Edwar. 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra


Nusantara;Sastra Daerah             di Sumatra. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa;Depdikbud.

Hutomo, Saripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Lisan.
Jatim:Hiski.

Nort, Winfried. 2006. Semiotik. Surabaya;Airlangga University Perss.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa. Yogyakarta:


Duta Wacana University Press.
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

22
Oky, Maria Prisila.2003 Struktur Kata Sastra Lisan Meto pada masyarakat Meto di

Bakitolas.SKRIPSI. FKIP Undana

23

Anda mungkin juga menyukai