Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan sebuah komunikasi seni yang hidup bersama-sama

dengan bahasa,tanpa bahasa sastra tidak mungkin ada. Melalui bahasa, sastra

dapat berkreasi sendiri sebagai sastra lisan dan sastra tulis, sastra lisan

mengandung hasil kebudayaan lisan dalam masyarakat, tradisional, yang isinya

dapat disejajarkan dengan sastra tulis dalam masyarakat modern. Sifat karya sastra

ini dapat diwariskan secara turun temurun dan dalam wujud tulisan pula, misalnya

pantun, cerita rakyat, dongeng, legenda dan mite.

Sastra lisan mengandung nilai-nilai kebudayaan, berbicara tentang

kebudayaan, Louis Leahy (1989: 24) berpendapat bahwa kebudayaan itu sendiri

merupakan keistimewaan manusia dibandingkan dengan makluk lain atau dengan

perkataan lain berbicara tentang perkembangan khas manusiawi yang berasal dari

penggunaan intelegansi dan kebudayaan yang dimilikinya. Kebudayaan sangat erat

hubungannya dengan masyarakat.

Sesuai dengan hakikat dan martabat setiap makluk hidup, manusia pun

memiliki dorongan untuk mempertahankan dan melestarikan kehidupannya

termasuk naluri untuk melestarikan keturunan. Karena itulah, manusia

1
mengajarkan tradisi kepada generasi penerusnya,melalui tutur kata dan teladan

hidup yang baik dan lewat pendidikan keluarga

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya

cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering

kali dianggap sebagai sejarah kolektifen. Walaupun demikian karena tidak tertulis,

maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga seringkali jauh berbeda

dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai

bahan untuk berkontruksi sejarah,maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu

bagian-bagiannya yang mengandung sifat-sifat folklor.

Pudentia (1992:79) mengemukakan bahwa,legenda adalah cerita yang

dipercayai oleh beberapa penduduk setempat yang benar-benar terjadi, sedangkan

menurut Wiliam R Bascom (2004:53-54), legenda adalah cerita yang mempunyai

ciri-ciri yang mirip dengan mite,yaitu dianggap benar-benar terjadi tapi tidak

dianggap suci, Oleh karena itu, legenda atau cerita rakyat yang terjadi pada masa

lampau menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang

beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimilki

masing-masing bangsa. Begitupun yang terjadi pada masyarakat Malaka dan

Lo’omaten khususnya sangat kental dengan nilai –nilai kebudayaannya sastra lisan

dalam suku Asanafore.

Nilai-nilai yang terdapat pada Legenda Lo’omaten masyarakat Malaka khususnya

apabila dikaji berdasarkan struktur akan menemukan sifat universal . asal mula

2
nama Lo’omaten merupakan sebuah nama tempat yang terletak di Desa Sikun

Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka. Nama Lo’omaten diambil dalam

perundingan dari empat suku yang mempunyai peranan massing-masing dalam

urusan adat atau perundingan masalah-masalah yang terjadi di Loomaten, yang

terdiri dari :

1. Suku Asa Nafore

Sebagai orangtua dalam hal mengambil keputusan jika diperhadapkan

dengan masalah yang terjadi di Lo’omaten

2. Suku Uma Klaran

Sebagai penerima tamu yang terkait dengan masalah-masalah yang terjadi

dan mengantar kepada suku Asa Nafore untuk di perundingkan

3. Suku Skaeleon

Sebagai juru masak untuk menyiapkan hidangan untuk tamu-tamu yang

datang

4. Suku Kun Leon

Sebagai hamba untuk membantu segala urusan di Loomaten

Dari semua tugas telah dibagi dan disepakati dibentuklah Lo’omaten

3
yang artinya Loo : tempat, maten (hamaten) yang artinya : memutuskan yang

berarti tempat untuk memutuskan semua masalah-masalah yang terjadi wilayah

Sikun akan diselesaikan secara tuntas di Loomaten.

Lo’omaten sangat kental dengan nilai –nilai kebudayaan sastra lisan yang

menceritakan ada sebuah Hutan Terlarang yang berada di Lo’omaten sangat

dipercayai oleh masyarakat agar tidak boleh memasuki hutan tersebut secara

sembarangan hal tersebut dipercayai karena dulu ada sebuah kisah tentang

seorang anak kecil yag bernama Manek yang jiwanya terkunci di dalam hutan

terlarang saat mencari kayu bakar manek melihat sisi lain dari pada hutan yang ia

sering mencari kayu bakar ternyata hutan itu dijaga oleh seekor Ayam jantan

merah (Manu Aman Mean) dan manek juga melihat sebuah ruangan yang sangat

megah seperti istana Manek pun sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya tanpa

berpikir panjang Manek pun langsung melahap semua makanan yang tersedia di

meja berlapis emas tersebut makanan itu pun dimakan habis oleh Manek,

Manekpun merasa mengantuk karena kekeyangan dan manekpun tertidur. Dalam

tidurrnya, Manek bermimpi Ia melihat banyak orang bersarung hitam sedang

meronggeng dan menari tanpa memakai baju. Ia juga melihat orang-orang

yang berada dalam hutan tersebut menari sambil berteriak-teriak dan menyembah-

nyembah sebuah pohon besar yang tidak lain adalah pohon yang tumbuh dekat

dengan lorong tempat di mana Manek masuk saat mereka menari dan

meronggeng. Di situ, terdapat pula sebuah batu besar. Kemunculan batu itu

4
bersamaan dengan sinar terang disertai teriakan dan tangisan. Semua yang berada

di sekitar pohon beringin itu langsung berlutut dan menyembah sambil memohon

berkat kehidupan yang baik, dijauhkan dari sakit penyakit dan hasil panen yang

berlimpah, curah hujan yang cukup di saat musim kemarau. Manek berusaha lari

sekuat-kuatnya. Namun, Manek tidak bisa menggerakan kakinya. Bahkan, ketika

berteriak, Manek mendengar kembali suaranya sehingga terbangun dari

mimpinya. Ketika bangun, sekonyong-konyong bukan lagi di dalam hutan, tetapi

di dalam istana yang megah. Padahal, ketika sadar, Manek berada tepat di samping

pohon beringin, Manekpun berlari meninggalkan hutan itu tanpa membawa kayu

bakarnya. Sesampainya di rumah, Manek tertidur. Ibu Manek menjenguk

Manek di kamar. Badannya terasa panas dan merontak seperti ayam yang

disembelih dan belum mati seratus persen. Ketika peristiwa tersebut diketahui

oleh kepala suku, barulah mereka melaksanakan ritual adat untuk menyembuhkan

Manek dengan memotong ayam jantan merah di dalam hutan, ayam tersebut

disembelih di bawah pohon beringin setelah itu, dibakar dan dihidangkan dengan

sirih pinang. Selanjutnya, memanggil kembali roh Manek karena ketika

memasuki Alas Lulik rohnya telah terkunci di sana dan sudah menyatu dengan

penghuni Alas Lulik. Agar roh Manek pulang, harus digantikan dengan ayam

jantan merah sehingga Manek dilepaskan. Sejak kejadian tersebut, semua

masyarakat Loomaten tidak sembarangan untuk masuk ke dalam Alas Lulik,

kecuali ada acara untuk Sadan Uma Lulik atau (pelaksanaan pengatapan rumah

5
adat) dan mengambil daun atau kayu untuk keperluan pembangunan rumah adat.

secara sembarangan ada beberapa suku yang mempunyai tugas dan peranannya

masing-masing .

Namun, kajian Legenda yang menceritakan Asal-usul nama daerah

“Lo’omaten” belum berkembang begitu jelas jejaknya dalam dunia ilmu

pengetahuan. Kajian tersebut masih terbatas pada usaha mencari nilai-nilai luhur

dalam berbagai mitos yang dipercayai oleh masyarakat Lo’omaten khususnya suku

Asanafore. Nilai-nilai luhur ini dianggap oleh masyarakat Lo’omaten khususnya

suku Asanafore sebagai suatu yang sakral; sebagai “pusaka” warisan nenek

moyang. Hal ini perlu dilestarikan dan diaktualisasikan atau dicari reveransinya

dengan kehidupan masa kini. Peneliti memilih untuk mengkaji Legenda ini karena

belum pernah ada yang mengkaji sebelumnya. Selain itu, Juga memiliki daya tarik

tersendiri karena berasal dari desa peneliti sendiri untuk diteliti lebih lanjut.

Oleh karena itu, masih sangat diperlukan kajian –kajian legenda yang lebih

serius dan teoritis di negeri kita untuk dapat mengungkapkan makna serta

menampilkan berbagai dimensi baru bagi kita. Sebab suatu legenda acapkali tidak

hanya sebuah dongeng yang tanpa arti atau sekedar alat penghibur di waktu

senggang saja tetapi kita bisa memaknai nilai-nilai luhur yang terkandung

didalamnnya yang berlaku untuk segala zaman. Oleh karena itu, legenda itu perlu

untuk digali sebelum terlanjur punahkarena digusur oleh modernisasi terlebih lagi

dengan semakin besarnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

6
semakin menjauhkan kalangan muda sebagai generasi penerus tidak berminat

untuk menekuni apa lagi memahami legenda daerah sendiri sehingga sentuhan-

sentuhan budaya asing mulai semakin kerap terjadi. Jika demikian,tidak mustahil

bahwa akan mengakibatkan semakin tersisihnya tradisi asli daerah, termasuk di

dalam legenda Lo’omaten, maka itu, setiap pemilik dan penikmat sastra daerah

patutmemiliki kemampuan untuk mempertahankan kebenaran dan kebudayaan

serta tidak angkuh untuk mengembangkan diri secara kreatif, sehingga peneliti

tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang Legenda Lo’omaten di Desa

Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah

pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. bagaimanakah struktur legenda dalam nama“Lo’omaten” Desa Sikun,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka?

2. bagaimanakah fungsi legenda dalam cerita ’’Lo’omaten’’ di Desa Sikun,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif maka tujuan umum

dalam penelitian ini adalah menemukan dan mendeskripsikan struktur naratif

Legenda Lo’omaten, secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

7
1. menemukan dan mendeskripsikan Struktur dari Legenda “Lo’omaten”.

Desa Sikun Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.

2. menemukan dan mendeskripsikan struktur fungsi legenda nama

“Lo’omaten, Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:

1 Manfaat Teoritis

Dengan menemukan dan mendeskripskan Struktur naratif Legenda

Lo’omaten dapat memperkaya khasana sastra khususnya sastra lisan

penelitian ini juga bermanfaat sebaga rujukan peneliti-peneliti sastra lisan

2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat:

a) sebagai referensi bagi penelitian lanjutan

b) Membantu para pembaca untuk memahami nilai-nilai kebudayaan

khususnya struktur naratif dalam legenda Lo’omaten sebagai sastra

lisan

c) Maupun nilai-nilai kesustraan pada umumnya.

1.5 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi identifikasi

masalah dalam penelitian ini sebagai breikut:

8
1. mengetahui Strukturalisme Greimas dalam Legnda Lo’omaten

2. Bagaimana keterkaitan antara Struktur Greimas dan fungsional yang

terdapat dalam Legenda Lo’omaten

1.6 Batasan Masalah

Dalam setiap penelitian batasan masalah sangat di perlukan agar penulis tidak

menyimpang dari permasalahan. Dalam kajian strukturalisme pada “Legenda

Lo’omaten ’’ di batasi masalah sebagai berikut: wujud unsur instrinsik dan

keterkaitan antar unsur instrinsik dalam Kajian Strukturalisme Legenda

Loomaten.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Penulis terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

(Dulce Bere (Skripsi 2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur

9
dan fungsi Tutur Adat Tase Tawaka dalam Upacara penerimaan tamu kehormatan

(Bupati) di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu.

Masalah yang dikaji Dulce Bere adalah bagaimana Stuktur dan fungsi

Tutur Adat (Tase Tawaka), dalam Upacara penerimaan tamu kehormatan (Bupati)

masyarakat Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaen Belu. Dengan tujuan

mendeskripsikan bangun struktur Tase Tawaka (Tutur adat) dalam upacara

penerimaan tamu kehormatan (Bupati) di Kecamatan Lamaknen, Kabupeten Belu.

Teori yang digunakan Dulce Bere adalah sastra lisan dan pendekatanstruktural.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukan

bahwa terbitan dan terjemahan penelitian Dulce Bere berbeda dengan penelitian

yangPeneliti lakukan.Pada objek penelitian yang dapat diuraikan Dulce Bere yang

meneliti tentang Analisis struktur dan fungsi adat Tase Tawaka dalam upacara

penerimaan tamu kehormatan atau Bupati di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen,

Kabupaten Belu. 2) Marianus Bana Elu ( Skripsi, 2013). Dalam penelitiannya yang

berjudul Analisis Struktur Tuturan Ritual”Tsef Ane Kla’uf’’’ Sastra Lisan Meto Di

Desa Bakitolas, Kecamatan Nai’Benu, Kabupaten Timor Tengah Utara.

Masalah yang dikaji oleh Bana Elu adalah bagaimanakah bangun struktur

Ritual”tsef Ane Kla’uf sastra lisan Meto di Desa Bakitolas, Kecamatan Nai’benu

Kabupaten Timor Tengah Utara. Tujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan

struktur Ritual”tsef Ane Kla’uf sastra lisan Meto di Desa Bakitolas, Kecamatan

Nai’benu, Kabupaten Timor Tengah Utara. Teori yang digunakan oleh Marianus

10
Bana Elu adalah Teori Struktural Metode yang digunakan adalah metode deskriptif

kulitatif. Hasil penelitiannya berupa diksi atau pilihan kata, larik/baris, bait/kuplet,

gaya bahasa, makna kias, makana lambang, dan makna utuh atau totalitas makna.

Persamaannya sama-sama menggunakan teori sastra lisan dan pendekatan

struktural. Sedangkan Peneliti meneliti tentang Struktur dan fungsi dari Asal

mulanya Legenda Lo’omaten di Suku Asanafore pada masyarakat Malaka, Desa

Sikun, Kecamatan Malaka, Kabupaten Malaka

2.2 Konsep

Untuk mempermudah dalam memahami tulisan ini, maka peneliti akan

menjelaskan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan judul diatas agar tidak

menimbulkan kesalahpahaman bagi pembaca.

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan

warga dan kebudayaan yang disebarkan dari dan diturun-temurunkan secara lisan

atau dari mulut ke mulut, (Hutomo, 1991: 1). Sastra lisan sendiri memiliki nilai-

nilai yang luhur dalam masyarakat lebih-lebih pada kebudayaan yang ada dalam

masyarakat.

2.2.1 Struktur

Struktur adalah sesuatu yang disusun atau dibangun, selanjutnya Piaget

(Via Hawkles dalam Prapopo, 2000: 119) mendefinisikan bahwa struktur sebagai

keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian membentuknya tidak dapat berdiri

sendiri.

11
2.2.2 Fungsi

Fungsi adalah karya sastra lisan maupun tulisan dapat mementaskan suatu

nilai kehidupan manusia yang diperoleh melalui pemahaman yang tinggi. Secara

umum,fungsi sastra lisandapat dikategorikanatas 4 golongan, yaitu: fungsi religius,

fungsi sosial, fungsi edukatif, dan fungsi kultural, (Semi, 1998: 17).

Selain itu, fungsi sastra lisan dapat bernilai apabila sastra lisan itu diterima

oleh masyarakatnya.Sastramemiliki nilai apabila:

1. Karya sastra memberi kegembiraan dan kepuasan batin.

2. Karya sastra dapat abadi karena kebenaran-kebenaran hakiki selalu

ada.

3. Karya sastra adalah karya seni yang indah dan memenuhi kebutuhan

manusia terhadap nilai keindahan.

4. Karya sastra memberi penghayatan yang mendalam terhadap apa yang

kita ketahui.

2.2.3 Legenda

Legenda (Latin Legere)adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh

empunya cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda

sering kali dianggap sebagai “Sejarah” kolektif (folk history). Walaupun demikian

karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering

kali jauh berbedah dengan kisah aslinya. Atau dengan kata lain,legenda atau cerita

rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang

12
memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan

sejarah yang dimiliki masing-masig bangsa

KBBI (2005 : ), Legenda adalah cerita rakyat pada jaman dahulu yang ada

hubungannya dengan peristiwa sejarah.Menurut Eemis, legenda adalah cerita kuno

yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-

angan.

2.2.4 Suku Asanafore

Suku Asanafore merupakan salah satu Suku Lembaga yang berada di

Wilayah Malaka.

2.2.5 Lo’omaten

Cerita tentang asal mulanya Lo’omaten sudah dipercaya oleh masyarakat

bukanlah hal baru bagi mereka tetapi sudah menjadi suatu kepercayaan seperti asal

mula nama daerah “Lo’omaten”.Lo’omaten adalah sebuah dusun yang letaknya

dalam wilayah pemerintahan Desa Sikun, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten

Malaka. Lo’omaten mempunyai fungsi penting yang diakui sejak jaman dahulu

kala. Seperti yang dijelaskan informan Bapak Samuel Gabriel Loasana selaku

kepala suku Asanafore menjelaskan bahwa “Lo’omaten “berasal dari dua kata,

yaitu kata Lo’o yang berarti tempat dan maten merupakan singkatan dari hamaten

artinya memutuskan sehingga kata Lo’omaten berarti tempat memutuskan

masalah.

2.2.6 Masyarakat Malaka

13
Masyarakat Malaka merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami

suatu wilayah dan memiliki adat istiadat yang sangat kuat , sehingga antara

masyarakat tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang sangat erat

dengan Legenda Asal-usul Lo’omaten itu berada di masyarakat Lo’omaten itu

sendiri.

2.2.7 Desa Sikun

Desa sikun adalah suatu kesatuan hukum dimana bermukiman suatu

masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintah

sendiri.

2.2.8 Kecamatan Malaka Barat

Kecamatan Malaka Barat merupakan sejumlah Suku bangsa yang memiliki

pandangan tersendiri tentang wujud tinggi yang menciptakan alam semesta beserta

segalah isinya dengan Luas wilayah

a. Sebelah Timur berbatasan dengan KecamatanWewiku

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Toianas

c. Sebelah Utara Berbatasan dengan Kecamatan Weliman

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Pantai Selatan Sastra Lisan menurut

Hutomo (1991:2 dalam Oki, 2003: 2) mendefinisikan sastra lisan sebagai

14
kesustraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan turun –temurun

secara lisan dari mulut ke mulut.

2.2.9 Kabupaten Malaka

Kabupaten Malaka adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Indonesia. Malaka merupakan hasil pemakaran dari Kabupaten Belu,

dengan luas wilayah 160,63 km2’ jumlah penduduk 186.622.

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Timor Leste

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Timur Tengah Selatan

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Belu

d. Sebelah Selatan berbatan dengan Pantai Selatan.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 A.J Greimas : Skema Aktan dan Model Fungsional

Algirds Julius Greimas (1997-1992) adalah seorang ahli bahasa dan ahli

semiotika yang berasal dari Lithunia dan banyak meneliti mitologi Lithuania.

Greimas adalah profesor pada Ecolo des Hautes Etudes en Scienses sociales

(EHES) di Paris, Perancis.sejak tahun 1965, dia memimpin penelitian linguistik-

semiotik di Paris, yang kemudian menjadi dasar berkembangnyan aliran semiotik

paris. Greimas dikenal sebagai pelopor ‘semiotic square’(semiotika segi empat)

dalam teori signifikan dan penemu skema naratif aktansial.

2.3.2 Strukturalisme Greimas

15
Strukturalisme adalah aliran dalam studi sastra yang tertumpu pada teks

sebagai bidang kajiannya. Teuuw (dalam Jabrohim, 1996:11) mengemukakan

bahwa Greimas adalah seorang peneliti dari Perancis penganut teori strukturalisme

,mengembangkan Teori Strukturalisme Greimas menjadi strukturalisme menjadi

Strukturalisme Naratif. Naratologi Greimas merupakan perpaduan antara model

paradigma Levi Strauss dan Propp pada mitos dengan menggunakan teori

Greimas ini. Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi yang hampir sama, Greimas

menerapkan pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam.

2.3.3 Fungsi Sastra Lisan

Kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 245) mendefinisikan bahwa fungsi

adalah kegunaan suatu hal. Fungsi yang maksud di sini adalah kegunaan karya

sastra yang mencangkup beberapa aspek di antaranya fungsi sastra sosial dan

fungsi pendidikan.

Bascom dan Dundes (dalam Endraswara, 2009: 126), Mengemukakan sastra

lisan atau folklor lisan mempunyai empat fungsi:

1) Sebagai bentuk hiburan,

2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan,

3) Sebagai alat pendidikan anak –anak,

4) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakatkan

selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

16
Dalam bidang sastra lisan, Sudikan (2001: 119) mengumukakan Teori

Fungsi itu dipelopori oleh Willian R. Bascom, Alan Dunde

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, dan tindakan secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konsep yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah, (Moleong, 2010: 6). Salah satu

ciri penelitian deskriptif kualitatif, yaitu bersifat deskriptif, artinya data

yang dikumpulkan berupa kata-kata daan bukan angka-angka, (Moleong,

2010: 11).

Alasannya untuk mengetahui secara jelas bagaimana cerita yang

diungkapkan oleh tua adat sehingga nama Lo’maten bisa diketahui oleh

17
banyak orang secara diturun – temurunkan secara lisan (dari mulut ke

mulut).

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data Primer adalah data pokok atau inti dari penelitian ini, yang bersumber

dari informan. Data primer penelitian ini berupa Asul-usul Legenda

“Lo’omaten”yang diperoleh langsung dari informan utama.

3.2.1.1 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari wawancara atau informan pendamping.

3.2.2 Sumber Data

Orang-orang yang dipilih sebagai informan adalah tua-tua adat atau

pemuka masyarakat yang mengetahui betul tentang asal-usul legenda

Lo’omaten. Tidak menutup kemungkinan juga bagi peneliti untuk memilih

informan lain untuk memperkuat informasi tentang asal-usul legenda

Lo’omaten, yang dilakukan lewat wawancara dan dapat dipilih 2 sebagai

informan dan tentunya, informan yang diwawancarai dalam penelitian ini

harus memenuhi syarat-syarat seperti yang dikemukakan oleh Samarin

(1988: 22) sebagai berikut:

18
a) Pria dan Wanita yang berumur 50-60 tahun

b) Asli Tetun

c) Menguasai bahasa Daerah dan bahasa Indonesia

d) Mengetahui betul tentang asal-usul legenda Lo’omaten

e) Sekurang-kurangnya berpendidikan SD.bersedia

memberikan informasi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik observasi

Dalam mengadakan observasi, peneliti melakukan pengamatan secara

langsung di lapangan, khususnya di masyarakat Lo’maten yang

mengetahuiLegenda untuk mencari keterangan mengenai data yang

diteliti.

2. Teknik Pencatatan atau Perekaman

Dengan teknik ini, peneliti merekam hasil yang dituturkan oleh

informan tentang asal-usul legenda Lo’omaten yang dipilih, sekaligus

mencatat istilah-istilah khusus yang didapat oleh informan.

3. Teknik Wawancara

Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan penutur atau

tua adat (makoan) serta tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui

informasi tentang Asal-usul Legenda Lo’omaten. Wawancara ini

19
dilakukan secara struktural, yaitu berdasarkan daftar pertanyaan yang

disusun.Berdasarkanteknik pengumpulan data ini, maka perlengkapan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tape recorder, kaset, buku

catatan dan pena.

3.4 Teknik Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian yang ada penulis, dapat menganalisis

dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

3.5 Jadwal Penelitian

Jadwal yang digunakan dalam penelitian ini terhitung sejak

dikeluarkannya surat penelitian.

Jangka Waktu/Bulan
No Kegiatan Tahun 2018
I II III IV V
1. Persiapan Proposal 
2. Bimbingan proposal 
3. Seminar proposal 
4. Revisi proposal  
5. Pengurusan izin 
6. Penyiapan instrumen penelitian  
7 Tahap penelitian 

a) Transkripsi

b) Setelah data dialih bahasakan data yang bentuk tertulis Peneliti

menerjemahkan teks tersebut menjadi 2 bagian, yaitu : terjemahan

harafiah dan terjemahan bebas.

20
c) Terjemahan

Teks tersebut menuliskan rumusan cerita ini dalam bentuk bahasa Tetun

Fehan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan kedalam Indonesia

baku.

d) Analisis

Setelah data-data diterjemahan, penulis menganalisis struktur dalam cerita

Asal-usul Legenda Lo’omaten tersebut dengan menggunakan teori sastra

lisan dan pendekatan strukturalisme analisis terhadap struktur Legenda

tersebut penelitian ini.

e) Kesimpulan

Data yang telah dianalisis, kemudian disimpulkan sesuai dengan masalah

penelitian.

3.6 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah teknik

informal. Penerapan teknik informal dalam penyajian hasil analisis data dengan

menggunakan kata-kata biasa, (Sudaryanto, 1993: 145). Oleh karena itu, penyajian

hasil analisis data dalam penelitian ini dirumuskan dengan kata-kata biasa.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

21
4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis akan menganalisis

hasil dari penelitian tentang Legenda Lo’omaten di Desa Sikun,

Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka. Dalam cerita Legenda

Lo’omaten terdapat banyak hal-hal mistis yang terjadi di Lo’omaten

yang dipercayai oleh masyarakat setempat,namun sejauh ini banyak

generasi yang belum mengetahui cerita legenda Lo’omaten sehingga

menganggap bahwa Lo’omaten itu suatu tempat yang tidak mempunyai

arti apa-apa seperti tempat lainya. Mengenai struktur Legenda

Lo’omaten penulis akan menjelaskan secara terperinci.

4.1.1 Hasil dan Pembahasan

A. Terjemhan harafiah

Lo’omaten hanesan nu fatin ida mak iha desa sikun kecamatan malaka

barat kabupaten malaka.naran Lo’omaten hola hosi dale hamutu nosi

fukun nain hat iha laran nia mak hola naran bah Lo’omaten no fukun

hat mak tama iha laran bet ranaran fatin nia loomaten.fukun hat nia no

beran ida -idak iha laran mak bodik lia lulik no dale hamutu lia –lia

mak iha Lo’omaten nia ma’ak:

1. Fukun asanafore

Nia mak ina ama bodik hakotu lia mai bet awan rafoni hasoru no lia

mak dadi iha Lo’omaten

22
2. Fukun uma Klaran

Nia mak simu banaka mak kait no lialia mak dadi iha no nodi nela bah

fukun bot Asa nafore bet hodi dale hamutu

3. Fukun skaeleon

Nia mak nalahan bet hodi hein ema banaka sia mak at mai

4. fukun kun leon

nia mak ata bodik naliku buat hotu-hotu iha Lo’omaten

Nosi karian hotu-hotu mak fae nia nosi dale hamutu dadi naran a

Lo’omaten mak nu Loo temi Loo “ :fatin maten(hamaten) mak ita

temi;hakotu mak temi fatik bet hakotu lia hotu-hotu maak dadi iha leo

sikun nebe hodi hakotu lia ne mos iha leo Lo’omaten

fukun bot asanafore nase’i nak uluk hatuda bah belanda musuh-musuh

itak a wain mak ratene hai dalan fila hia abat laran no ratene hai

fila ,ai laran nia no rai nain mak krakat la’a liu nebe no ema mak tama

rabelak bah abat laran ,na mak no ema matan na kroman bele nare ai

laran nia lahos nanaran ai laran mai bes fatik ida mak diak laliu mai

bes matan lahare .nosi hotu-hotu abat laran no ai laran lulik no hai

ema tama rabelak

Lo’omaten no ai kanaoik mak diak la’a liu hori uluk mak rak ai kanoik

nia mak Lo’omaten mak Lo’omaten ne fatin mak lulik bot ema fiar bah

23
iha fatin nia bah tuku bah loron nia.nu iha too no ema lao liu tuir fatin

na tuir hai aturan a mak ema ralaok nia hati netan susar mak bot

nudar mak iha alas lulik iha Lo’omaten klo nia nola ai tahan no ai

maran iha ai laran lulik a nia hati netan susar bot,bet nia bele nabusik

nela brai ida nia musti nalo mama no bolu kmalar iha fatin ukun bot

asa nafaore bodik ema mak fiar musti nodi mane aman mean no mama

bet nalo mama iha fatik nia koa no tatahan ai maran bet nia kdok nosi

buat mak dia hai nia nalo mama.

Buat e halo tan uluk no hahalok mak nu ne’e no bah o’oan kiik mak ema

bolu rak manek bah nola ai maran manek et foti ai mak nia kesi tau bah

kbas a bet nodi lao mak nia nare buat ida mak makukun manek et noi

lao lai bet fila uma ni naneo bet nakara tama bah iha laran na ,nia et

foin tama nare kalatak mak bot laliu hanesan manu aman mean bot ma

nu hare hai niakan isi lolon,ni ma manek natama liu ain nah nare buat

klot makukun nia manek nare kakerattan iha ai laran ne mak nia tama

sai buka ai maran ne no brain mak it hare nu iha lalean ,iha ne bah

manek nare wain hahak mak ema tau iha hadak mak len nosi

mas,manek mos noran srebak no buat mak nare nia .na neo hai na kleu

manek mos na na mos hahak hotu—hotu mak iha hadak nia.hahak ni

mos manek na na mos ,manek noran bah matan dukur tian tan na wain

resi iha toba manek nia a manek mei nak nare ema wain iha ai laran

24
nia rananu lau rodi bidu rak louk bah ai bot mak ai nia manek mai bet

tama tuir nia nare sia bidu rak soke hare no fatuk mak bot laliu sai nosi

rai laran no buat mak lakan sia hotu-hotu kaur rodi tanis mak iha ai nia

leon a sia mos rak nia rak serak bet fo moris mak diak, kdok hosi

moras,fo sia kosar wen mak diak fo sia udan too tinan lorofalin ,manek

mos sarebak no mak nia nare. Manek mos nakaas an nalai iha mei

laran manek labele foti ai kain.bah loron nia manek nahuk rona nika

nia kan lian no nader nika nosi niakan me’i no nia mos nader hotu nia

nare nia ia hai uma mak ilas nia hai tian mais nia iha ai hun bot sorin

manek mos nalai nela abat laran nia la nodi ai maran,to’o uma manek

toba manek nia kan inan nare manek iha kean isin na manas nodi kiki

nudar manu aman ema kodas kakorok ,ba loron n ia lia ne too fukun bot

a foin sia ratene ne rak laok lulik lian bet rodi radiak manek rodi koa

manu aman mean iha abat laran.manu nia koa iha hali leon bot ,hotu

nia sia tunu no hakserak no fuik no bua foin sia ralo lulik bet hodi bolu

hika kmalar manek nia kan tan ba loron nia bah tama bah abat laran a

kmalar a kesi mate kleu basuk iha nia tan neon nah ida no rai nain ihac

abat laran nia,ne be halo bet manek kmalar a fila misti seluk no manu

aman mean na be bet rabusik rika manek fila.na ton ba loron nia ema

hotu-hotu iha Lo’omaten lao rabelak hai iha abat laran nia,mai bes no

25
kdahur bet sadan uma lulik no bah hola tahan ai bet itakan sasa bodik

uma lulik.

B. .Teks Naratif Lo’omaten

Lo’omaten merupakan sebuah nama tempat yang terletak di Desa

Sikun Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Malaka. Nama Lo’omaten

diambil dalam perundingan dari empat suku dan proses pengambilan

nama untuk Lo’omaten suku-suku yang terlibat untuk menamai tempat

tersebut Loomaten mempunyai peranan penting massing-masing yaitu:

5. Suku Asa Nafore

Sebagai orangtua dalam hal mengambil keputusan jika diperhadapkan

dengan masalah yang terjadi di Loomaten

6. Suku Uma Klaran

Sebagai penerima tamu yang terkait dengan masalah-masalah yang

terjadi dan mengantar kepada suku Asa Nafore untuk dirundingkan

7. Suku Skaeleon

Sebagai juru masak untuk menyiapkan hidangan untuk tamu-tamu yang

datang

8. Suku Kun Leon

Sebagai hamba untuk membantu segala urusan di Lo’omaten

Dari semua tugas telah dibagi dan disepakati dibentuklah Lo’omaten.

26
Loo artinya: tempat, maten (hamaten) yang artinya : memutuskan yang

berarti tempat untuk memutuskan semua masalah-masalah yang terjadi wilayah

Sikun akan diselesaikan secara tuntas di Loomaten.

Kepala suku Asa Nafore menceritakan bahwa dulu pada masa

penjajahan Belanda musuh-musuh kita banyak yang tersesat di dalam Alas lulik

(hutan keramat) dan tidak menemukan jalan pulang, hutan tersebut mempunyai

penghuni yang sangat jahat. Jika orang yang mempunyai mata yang terang

akan melihat bahwa hutan itu bukanlah sembarang hutan tetapi merupakan

sebuah istana yang sangat megah namun tak kasat mata. Dari semua kejadian

tersebut, Hutan Alas Lulik tidak dimasuki orang secara sembarangan karena

dianggap sebagai hutan keramat..

Dahulu kala yang konon, diceritakan bahwa Lo’omaten merupakan tempat

keramat yang diyakini oleh masyarakat setempat pada waktu itu, di mana

ketika seseorang melewati tempat tersebut dan melanggar aturan yang berlaku

akan mendapat malapetaka, seperti Alas Lulik (hutan terlarang) di Loomaten.

Jika mengambil daun atau kayu bakar di dalam hutan tersebut, akan

mendapatkan malapetaka, dan untuk mehindari hal tersebut harus melakukan

ritual Bolu Kmalar ( memanggil pulang jiwa) Hutan Terlarang (Alas Lulik),

dan ritual bagi pelanggar aturan menebang atau memotong dahan pohon dalam

Hutan Terlarang (Alas Lulik). Pelaksanaannya adalah pelanggar membawa

27
seekor ayam merah dan sirih pinang agar dihindarkan atau diselamatkan dari

sial atau malapetaka yang seharusnya dipikul.

Hal ini dilakukan karena dulu kejadian yang sama pernah terjadi.

Seorang anak kecil yang bernama Manek memasuki kayu Alas Lulik untuk

mengambil kayu bakar saat Manek mengangkat kayu yang telah diikat dan

meletakkannya di bahunya untuk dibawa pulang. Tiba-tiba ia melihat sebuah

lorong yang sangat gelap sehingga Manek mengulurkan niatnya untuk pulang

ke rumah. Rasa penasaran mendorongnya ingin masuk dan melihat ada apa di

dalam lorong tersebut. Ketika hendak masuk, ia melihat sebuah bayangan yang

sangat tinggi dan besar berdiri di belakangnya. Bayangan tersebut menyerupai

ayam jantan merah, Manek melihat ayam itu berjalan mendahuluinya

Manekpun melangkahkan kakinya megikuti arah ayam jantan merah itu

berjalan. Tiba-tiba ayam jantan itu menghilang. Meskipun ketakutan, Manek

memberanikan dirinya untuk masuk lebih ke dalam. Manek terkejut dengan

apa yang dilihatnya karena hutan tempat masuk-keluar untuk mencari kayu

bakar ternyata mempunyai sisi lain, yakni menyerupai istana megah. Di sana,

Manek melihat banyak makanan yang dihidangkan di meja yang sangat

mengkilat berlapis emas. Meskipun terkejut dengan apa yang dilihatnya, tanpa

berpikir panjang Manekpun langsung melahap sampai ludes semua makanan

yang tersedia di atas meja berlapis emas tersebut. Sehabis makan, Manekpun

merasa mengantuk luar biasa karena kekenyangan dan Manekpun tertidur pulas.
28
Dalam tidurrnya, Manek bermimpi melihat banyak orang bersarung hitam

sedang meronggeng dan menari tanpa memakai baju. Ia juga melihat

orang-orang yang berada dalam hutan tersebut menari sambil berteriak-teriak

dan menyembah-nyembah sebuah pohon besar yang tidak lain adalah pohon

yang tumbuh dekat dengan lorong tempat di mana Manek masuk. Di situ,

terdapat pula sebuah batu besar. Kemunculan batu itu bersamaan dengan sinar

terang disertai teriakan dan tangisan. Semua yang berada di sekitar pohon

beringin itu langsung berlutut dan menyembah sambil memohon berkat

kehidupan yang baik, dijauhkan dari sakit penyakit dan hasil panen yang

berlimpah, curah hujan yang cukup di saat musim kemarau. Manek berusaha

lari sekuat-kuatnya, namun tidak bisa menggerakan kakinya. Bahkan, ketika

berteriak, Manek mendengar kembali suaranya sehingga terbangun dari

mimpinya. Ketika bangun, sekonyong-konyong bukan lagi di dalam hutan,

tetapi di dalam istana yang megah. Padahal, ketika sadar, Manek berada tepat di

samping pohon beringin, Manekpun berlari meninggalkan hutan itu tanpa

membawa kayu bakarnya. Sesampainya di rumah, Manek tertidur. Ibu Manek

menjenguk Manek di kamar. Badannya terasa panas dan merontak seperti ayam

yang disembelih dan belum mati seratus persen. Ketika peristiwa tersebut

diketahui oleh kepala suku, maka mereka melaksanakan ritual adat untuk

menyembuhkan Manek dengan memotong ayam jantan merah di dalam hutan.

Mereka bergegas menuju ke Alas Lulik membawa ayam jantan merah. Ayam

29
tersebut disembelih di bawah pohon beringin. Setelah dibunuh, ayam tersebut

dibakar dan dihidangkan dengan sirih pinang sebagai sesajian. Selanjutnya,

kepala suku Asanafore memanggil kembali roh Manek yang terkunci dan telah

menyatu dengan penghuni Alas Lulik. Ayam jantan merah itu sebagai simbol

pengganti roh Manek sehingga roh Manek bisa dilepaskan dan dibawa pulang

ke rumah. Sejak kejadian tersebut, semua masyarakat Loomaten tidak

sembarangan untuk masuk ke dalam Alas Lulik, kecuali ada acara untuk Sadan

Uma Lulik atau (pelaksanaan pengatapan rumah adat) dan mengambil daun atau

kayu untuk keperluan pembangunan rumah adat.

Terjemahan Harafiah dan Terjemahan Bebas

Lo’omaten hanesan nu fatin ida mak iha naran Lo’omaten hola


Lo’omaten sama seperti tempat satu ada ini nama Lo’omaten ambil

Nosi dale hamutu fukun nain hat iha laran nia mak hola naran
dari bicara bersama kepala raja empat di dalam itu yang ambil nama

bah Lo’omaten no fukun hat bet ranaran fatin nia Lo’omaten


pergi Lo’omaten dan kepala empat supaya menamai tempat itu Lo’omaten

fukun hat nia no beran ida –idak iha laran mak bodik lia
kepala empat itu dan kekuatan satu-satu di dalam untuk urusan masalah

lulik no dale hamutu lia – lia mak iha Lo’omaten


pamali dan bicara bersama masalah- masalah yang di Lo’omaten

30
nia ma’ak: Fukun Asanafore nia mak ina ama bodik hakotu
seperti: Kepala A sanafore dia yang mama bapa untuk putuskan

lia mai awan rafoni hasoru no lia mak dadi iha Lo’omaten
masalah datang besok lusa bertemu dan masalah yang jadi di Lo’omaten

Fukun uma Klaran nia mak simu banaka mak kait no lia
Kepalah Rumah Tengah dia yang terima tamu yang kaitan dengan masalah

mak dadi iha no nodi nela bah fukun bot Asa nafore bet
yang jadi ada dan bawah tinggal pergi kepala besar Asanafore supaya

hodi dale hamutu Fukun Skaeleon nia mak nalahan bet hodi
agar bicara bersama Kepala Skaeleon dia yang masak supaya bawah
hein ema banaka sia mak at mai fukun kun Leon
tunggu orang tamu mereka yang akan datang Kepala Kun Leon

nia mak ata bodik naliku buat hotu-hotu iha Lo’omaten nosi
dia yang hamba untuk melihat agar semua-semua di Lo’omaten dari

karian hotu-hotu mak fae nia nosi dale hamutu dadi narana Loomaten
kerja semua-semua yang bagi dia dari bicara bersama jadi nama Loomaten

mak nu Loo temi Loo “ : fatin maten (hamaten) mak ita temi;
seperti Loo sebut Loo “tempat mati (memutuskan) yang kita sebut:

hakotu mak temi fatik bet hakotu lia hotu


putuskan yang sebut tempat supaya putuskan masalah semua

maak dadi iha leo sikun nebe hodi hakotu lia ne mos iha leo
yang jadi di sekitar Sikun untuk jadi putuskan Masalah ini pun ada sekitar

Lo’omaten fukun bot Asanafore nase’i nak uluk hatuda bah


Lo’omaten kepala besar Asanafore kasih naik duluan perang agar

Belanda musuh-musuh itak a wain mak ratenehai dalan fila


Belanda musuh-musuh kita banyak yang tahu tidak jalan pulang

Iha abat laran no ratene hai fila , ai laran nia no rai nain
Di dalam hutan dan tau tidak pulang, kayu dalam itu ada tanah raja

31
mak krakat la’a liu nebe no ema mak tama rabelak
yang jahat sangat dimana ada orang yang masuk sembarang

bah abat laran ,na mak no ema matan na kroman bele nare
pergi hutan dalam nya yang ada orang mata ada terang bisa lihat

ai laran nia lahos nanaran ai laran maibes fatik ida mak diak
kayu dalam dia bukan sembarang kayu dalam tetapi tempat satu yang bagus

laliu maibes matan lahare nosi hotu-hotu abat laran


sekali tetapi mata tidak lihat dari semua-semua hutan dalam

no ai laranlulik nohai ema tama rabelak Lo’omaten no brain


ada kayu pemali tidak ada orang masuk sembarang Lo’omaten ada sebuah

aikanaoik la’aliu hori uluk mak rak ai kanoik diak nia


cerita bagus sekali dari dulu yang bilang sebuah cerita it u dia

mak Lo’omaten mak ne fatin mak lulik bot ema fiar bah
ihayang Lo’omatenyang ini tempat yang pemali besar orang percya pergi di

fatin nia bah tuku bah loron nia. Too no ema lao liu tuir
tempat itu pergi pas pergi waktu itu sampai dengan orang jalan terus ikut

fatin na tuir ha’i ukun a mak ema ralaok nia hati netan susar mak
tempatnya ikut aturan yang orang jalankan itu nanti dapat musibah yang

bot nudar mak iha alas lulik iha Lo’omaten klo nia nola ai
besar seperti yang ada hutan pemali di Lo’omaten kalau dia ambil kayu

tahan no ai maran iha ai laran lulik ania hati netan susar bot, bet
daun dan kayu kering di kayu dalam pemali dia nanti dapat celaka besar agar

nia bele nabusik ida nia musti nalo mama no bolu kmalar iha fatin ukun
dia bisa lepaskan satu itu harus buat siri dan panggil jiwa di tempat kuasa

bot asa nafore bodik ema mak fiar musti nodi manu aman mean
besar asa nafore untuk orang yang percaya harus bawah ayam jantan merah

no mama bet nalo mama iha fatik ni koa no tatahan ai maran

32
dan siri agar buat siri di tempat dia potong dengan dahan kayu kering

bet nia kdok nosi buat mak diak hai nia nalo
supaya itu jauh dari hal yang tidak baik dia buat

mama Buat e hal o tan uluk no hahalok mak nu ne’e mos


sesaji Hal ini buat karena dulu ada perbuatan yang sepert ini juga

no o’oa kiik mak ema bolu rak manek bah nola ai


dengan anak kecil yang orang panggil bilang manek pergi ambil kayu

maran manek et foti ai mak nia kesi tau bah kbas


kering manek mau angkat kayu yang dia ikat taruh di punggung

bet nodi lao mak nia nare buat ida mak makukun manek
supaya bawah jalan yang dia liat sesuatu satu yang gelap manek

et noi lao lai bet fila uma ni naneo bet nakara tama
mau tidak jalan dulu supaya pulang rumah itu pikir supaya senang masuk

iha laran na ,nia et foin tama nare kalatak mak bot laliu hanesan
di dalam itu, dia baru mau masuk liat bayangan yang besar sekali seperti

manu aman mean bot ma nu hare hai niakan isi lolon, nima manek
ayam jantan merah besar lalu ke liat tidak wujud isi diri, lalu manek

natama liu ain nah nare buat klot makukun nia Manek nare kakeratan
masuk terus kakinya lihat suatu sempit gelap itu Manek lihat kaget

iha ai laran ne mak nia tama nare wain hahak mak ema tau
di kayu dalam ini yang dia masuklihat banyak makanan yang orang taruh

hahak hotu iha hadak mak len nosi Mas Manek mos noran
makanan semua di meja yang licin dari Mas Manek pun rasa

srebak no buat mak nare nia, naneo ha’ina kleu Manekmos nana mos
terkejut denganapa yang lihat itu, pikir tidak lama Manekpun makan habis

33
mak iha hadak nia.hahak, ni mos Manek na na too mos , Manek noran
yang di meja itu makan di habis Manek makan sampai habis, Manek rasa

bah matan dukur tian tan na wainresi iha toba Manek nia
pergi mata mengantuk sudah karena makan banyak ada tidur Manek dia

Manek mei nak nare ema wain iha ai laran nia rananu lao
Manek mimpi bilang lihat orang banyak di kayu dalam itu nyanyi jalan

Rodi bidu raklouk mai bet tuir nia nare sia bidu rak soke
Sambil nari sembah datang supaya dia masuk mereka nari ronggeng

Hare no fatuk ma bot laliu sai nosi rai laran no buat mak
Lihat ada batu yang besar sekali keluar dari tanah dalam ada suatu yang

lakan sia hotu kaur rodi tanis mak iha ai leon


nyalah mereka semua teriak juga menangis yang di kayu beringin

a sia mos raknia rakserak bet fo moris mak diak, kdok fo sia
mereka juga berlutut sembah supaya kasih hidup yang baik, jauh Kasih merek

, hosi moras kosar wen mak diak fo sia udan too tinan lorofalin
dari sakit keringat air yang baik kasih mereka ujan saat musim kemarau

,Manek mos sarebak no mak nia nare. Manek mos nakaas an nalai iha
Manek pun kaget dengan yang dia lihat, Manek pun berusaha agar lari di

mei laran Manek labele foti ai kain bah loron nia Manek nahuk
mimpi dalam Manek tidak angkat kaki pada saat itu Manek teriak

rona nika nia kan lian no nader nika nosi niakan me’i
dengar kembali dia punya suara dan bangun kembali dari diapunya mimpi

nia mos nader hotu nia nare nia ia hai uma mak ilas nia
dia pun bangun semua dia lihat dia bukan lagi rumah yang bagus itu

34
hai tian mais nia iha ai hun bot sorin Manek mosnalai nela abat laran
tapi dia ada kayu batang besar samping, Manekpun lari tinggal hutan dalam

la nodi ai maran, Manek toba Manek nia kan inan nare Manek
dia bawah kayu kering Manek tidur Manek dia punya mama lihat Manek

kean isin na manas nodi kiki nudar manu aman ema


kamar badannya panas bawah menggigil seperti ayam jantan orang

kodas , ba loron nia lia ne too fukun bot a foin ratene


potong leher, pada saat itu masalah itu sampai kepala besar baru tahu

bet rak laok lulik bet rodi radiak Manek rodi koa
jadi menjalankan pemali agar bawah sembuh Manek bawah potong

manu aman mean iha abat laran. manu nia koa iha hali leon
ayam jantan merah di hutan dalam, ayam itu potong di beringin naungan

bot , hotu nia sia tunu no hakserak no fuik no bua


besar, lalu itu mereka bakar dan sesajian dengan siri dan pinang

sia ralo lulik bet hodi bolu hika kmalar Manek nia kan
tan
mereka buat adat agar bawah panggil kembali jiwa Manek dia punya

tan nia loron nia bah tama iha abat laran a kmalar a kesi mate
karena pada waktu dia pergi masuk di hutan dalam jiwanya ikat mati

kleur basuk iha nia tan nah ida no rai nain iha abat laran
lama sekali di dia karena makan satu dengan tanah tuan di hutan dalam i

nia , ne be halo bet Manek kmalar a fila misti seluk no manu


itu, ini pun buat agar Manek jiwanya pulang harus ganti dengan ayam

aman mean na be rabusik rika Manek fila naton loron nia,


jantan merah itu agar lepas kembali Manek pulang Dari saat itu,

. ema hotu-hotu iha Lo’omaten lao rabelak hai iha abat laran nia
orang semua-semua di Loomaten jalan tidak sembarang di hutan dalam itu

35
Maibes no kdahur bet sadan uma lulik no bah hola tahan
tetapi ada acara untuk atap rumah pamali dan pergi ambil daun

ai bet itakan sa-sa bodik uma lulik


kayu Supaya kita punya, apa-apa untuk rumah pemali

Tabel 1 Pola Aktansial Greimas


PengirimO Objek Penerima

(sender) (object) (receiver)

Subjek

(subject)

Pembantu Penentang

(helper) (opponent)

1. Pengirim (Sender)

Kepala suku Asanafore, Manu Aman Mean (ayam jantan merah)

36
2. Objek (Object)

Alas Lulik (hutan keramat), Manu Aman Mean (ayam jantan merah)

3. Penerima (Receiver)

Manek, kepala suku Asanafore, masyarakat Asanafore

4. Subjek (subject)

Manek

5. Pembantu ( helper)

Kepala Suku Asa Nafore, Manu aman mean (ayam jantan merah)

6. Penentang (Oponent)

Kepala suku Asanafore, Manek , masyarakat Lo’omaten

Tabel Struktur Fungsional

I II III
Situasi Transformasi Situasi Akhir
Tahap Uji Tahap Utama Tahap
Awal
Kecakapan Kegemilan

gan
Manek Manek melihat Manek bermimpi Ketika sadar, kepala suku Asanafore

37
memasuki ayam itu melihat banyak Manek berada memanggil kembali roh

Alas Lulik berjalan orang bersarung tepat di Manek yang terkunci

untuk mendahuluinya hitam sedang samping dan telah menyatu

mengambil Manekpun meronggeng pohon dengan penghuni Alas

kayu bakar melangkahkan dan menari tanpa beringin, Lulik. Ayam jantan

saat kakinya megikuti memakai baju. Ia Manekpun merah itu sebagai

Manek arah ayam jantan juga melihat berlari simbol pengganti roh

mengangk merah itu orang-orang yang meninggalkan Manek sehingga roh

at kayu berjalan. Tiba- berada dalam hutan itu tanpa Manek bisa dilepaskan

yang telah tiba ayam jantan hutan tersebut membawa dan dibawa pulang ke

diikat dan itu menghilang. menari sambil kayu bakarnya. rumah

meletakka Meskipun berteriak-teriak Sesampainya

nnya di ketakutan, dan menyembah- di rumah,

bahunya Manek nyembah sebuah Manek

untuk memberanikan pohon besar yang tertidur.

dibawa dirinya untuk tidak lain adalah

pulang. masuk lebih ke pohon yang

Tiba-tiba dalam. tumbuh dekat

ia melihat dengan lorong

sebuah tempat di mana

lorong Manek masuk

38
yang

sangat

gelap

sehingga

Manek

mengulurk

an niatnya

untuk

pulang ke

rumah

4.1.2 Analisis Struktur Fungsional Legenda Lo’omaten

Berikut ini akan dilakukan analisis struktur aktan dan fungsional Greimas

terhadap Legenda Lo’omaten.

(1) Dahulu kala yang konon, diceritakan bahwa Lo’omaten merupakan tempat

keramat yang diyakini oleh masyarakat setempat pada waktu itu, di mana

ketika seseorang melewati tempat tersebut dan melanggar aturan yang

39
berlaku akan mendapat malapetaka, seperti Alas Lulik (hutan terlarang) di

Loomaten.

(2) Jika mengambil daun atau kayu bakar di dalam hutan tersebut, akan

mendapatkan malapetaka, dan untuk mehindari hal tersebut harus

melakukan ritual Bolu Kmalar ( memanggil pulang jiwa) dari Alas Lulik

(hutan terlarang), dan ritual bagi pelanggar aturan menebang atau

memotong dahan pohon dalam Alas Lulik (hutan terlarang)

(3) Pelaksanaannya adalah pelanggar membawa seekor ayam merah dan sirih

pinang agar dihindarkan atau diselamatkan dari sial atau malapetaka yang

seharusnya dipikul. Hal ini dilakukan karena dulu kejadian yang sama

pernah terjadi.

(4) Seorang anak kecil yang bernama Manek memasuki Alas Lulik untuk

mengambil kayu bakar saat Manek mengangkat kayu yang telah diikat dan

meletakkannya di bahunya untuk dibawa pulang.

(5) Tiba-tiba ia melihat sebuah lorong yang sangat gelap sehingga Manek

mengulurkan niatnya untuk pulang ke rumah. Rasa penasaran

mendorongnya ingin masuk dan melihat ada apa di dalam lorong tersebut.

(6) Ketika hendak masuk, ia melihat sebuah bayangan yang sangat tinggi dan

besar berdiri di belakangnya. Bayangan tersebut menyerupai ayam jantan

merah.

40
(7) Manek melihat ayam itu berjalan mendahuluinya. Manekpun

melangkahkan kakinya megikuti arah ayam jantan merah itu berjalan.

(8) Tiba-tiba ayam jantan itu menghilang. Meskipun ketakutan, Manek

memberanikan dirinya untuk masuk lebih ke dalam.

(9) Manek terkejut dengan apa yang dilihatnya karena hutan tempat

masuk-keluar untuk mencari kayu bakar ternyata mempunyai sisi lain,

yakni menyerupai istana megah.

(10) Di sana, Manek melihat banyak makanan yang dihidangkan di meja yang

sangat mengkilat berlapis emas. Meskipun terkejut dengan apa yang

dilihatnya, tanpa berpikir panjang Manekpun langsung melahap sampai

ludes semua makanan yang tersedia di atas meja berlapis emas tersebut.

(11) Sehabis makan, Manekpun merasa mengantuk luar biasa karena

kekenyangan dan Manekpun tertidur pulas.

(12) Dalam tidurrnya, Manek bermimpi melihat banyak orang bersarung

hitam sedang meronggeng dan menari tanpa memakai baju.

(13) Ia juga melihat orang-orang yang berada dalam hutan tersebut menari

sambil berteriak-teriak dan menyembah-nyembah sebuah pohon besar

yang tidak lain adalah pohon yang tumbuh dekat dengan lorong tempat

di mana Manek masuk. Di situ, terdapat pula sebuah batu besar.

(14) Kemunculan batu itu bersamaan dengan sinar terang disertai teriakan

dan tangisan. Semua yang berada di sekitar pohon beringin itu langsung

41
berlutut dan menyembah sambil memohon berkat kehidupan yang baik,

dijauhkan dari sakit penyakit dan hasil panen yang berlimpah, curah

hujan yang cukup di saat musim kemarau.

(15) Manek berusaha lari sekuat-kuatnya, namun tidak bisa menggerakan

kakinya.

(16) Bahkan ketika berteriak, Manek mendengar kembali suaranya sehingga

terbangun dari mimpinya.

(17) Ketika bangun, sekonyong-konyong bukan lagi di dalam hutan, tetapi di

dalam istana yang megah. Padahal, ketika sadar, Manek berada tepat di

samping pohon beringin,

(18) Manekpun berlari meninggalkan hutan itu tanpa membawa kayu

bakarnya. Sesampainya di rumah, Manek tertidur.

(19) Ibu Manek menjenguk Manek di kamar. Badannya terasa panas dan

merontak seperti ayam yang disembelih dan belum mati seratus persen.

(20) Ketika peristiwa tersebut diketahui oleh kepala suku, maka mereka

melaksanakan ritual adat untuk menyembuhkan Manek dengan

memotong ayam jantan merah di dalam hutan.

(21) Mereka bergegas menuju ke Alas Lulik membawa ayam jantan merah.

Ayam tersebut disembelih di bawah pohon beringin.

(22) Setelah dibunuh, ayam tersebut dibakar dan dihidangkan dengan sirih

pinang sebagai sesajian. Selanjutnya, kepala suku Asanafore memanggil

42
kembali roh Manek yang terkunci dan telah menyatu dengan penghuni

Alas Lulik.

(23) Ayam jantan merah itu sebagai simbol pengganti roh Manek sehingga

roh Manek bisa dilepaskan dan dibawa pulang ke rumah.

(24) Sejak kejadian tersebut, semua masyarakat Lo’omaten tidak

sembarangan untuk masuk ke dalam Alas Lulik, kecuali ada acara untuk

Sadan Uma Lulik atau (pelaksanaan pengatapan rumah adat) dan

mengambil daun atau kayu untuk keperluan pembangunan rumah adat

4.1.3 Skema Aktansial

Penerima Objek Pembantu

Ayam jantan Kepala suku


Manek
merah Asanafore

Subjek

Manek

Penentang
Objek
Lo’omaten
Hutan
terlarang
43
Situasi awal pada skema aktan dimulai dari perkataan kepala Suku Asanafore

bahwa tidak boleh sembarang orang masuk hutan larangan karena akan

menyebabkan malapetaka. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut.

Fukun bot Asanafore nase’i nak uluk hatuda bah Belanda musuh-

musuh itak a wain mak ratene hai dalan fila hia abat laran no ratene hai fila

,ai laran nia no rai nain mak krakat la’a liu nebe no ema mak tama rabelak bah

abat laran ,

Kepala Suku Asanafore menceritakan bahwa dulu pada masa penjajahan

Belanda musuh-musuh kita banyak yang tersesat di dalam hutan keramat dan

tidak menemukan jalan pulang, hutan tersebut mempunyai penghuni yang

sangat jahat .

Tahap kecakapan pada transformasi

Tahap ini ditandai dengan penjelasan kepala suku Asanafore tentang

kisah seorang anak kecil bernama Manek yang hilang dalam hutan terlarang.

Hal tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

Maran Manek et foti ai mak nia kesi tau bah kbas a bet nodi lao mak

nia nare buat ida mak makukun manek et noi lao lai bet fila uma ni naneo bet

44
nakara tama bah iha laran na , no nia et foin tama nare kalatak mak bot laliu

hanesan manu aman mean bot ma nu bolu Manek bet et tama bah abat laran a

bet Manek tama iha laran a, mais manu aman mean nia lao uluk natudu dalan,

Manek foti ai kain lao tuir manu aman mean nia teki-tekis manu nia lakon.

Manek mengangkat kayu yang telah diikat dan menaruh di bahunya

untuk di bawah pulang ia melihat sebuah lorong yang sangat gelap Manek

hendak mengulurkan niatnya unutuk pulang ke rumah namun rasa penasaran

yang membuatnya ingin masuk dan melihat ada apa di dalam lorong tersebut.

Ketika ia hendak masuk, ada sebuah bayangan yang sangat tinggi dan besar

berdiri di belakangnya. Bayangan tersebut menyerupai ayam jantan merah,

Manek melihat ayam itu berjalan mendahuluinya Manek melangkahkan

kakinya megikuti ayam jantan merah itu tiba-tiba ayam itu menghilang.

Tahap utama pada transformasi ditandai dengan bertemunya Manek

dengan penghuni hutan dan istana yang sangat megah dalam hutan larangan.hal

tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut

45
Manek nakaas oan isi lolon a natama liu bah laran nah nare buat klot

makukun nia manek nare kakerattan iha ai laran ne mak nia tama sai buka ai

maran ne no brain mak it hare nu iha lalean .

Manek memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam. Manek terkejut

dengan apa yang dilihatnya karena hutan yang sering ia masuk keluar mencari

kayu bakar ternyata mempunyai sisi lain, yakni menyerupai istana megah.

Tahap Kegemilangan pada Transformasi

Tahap ini ditandai dengan kepulangan roh Manek di kamar tidak

sadarkan diri dan kepala suku melaksanakan ritual adat dan Manekpun sadar

kembali.

Situasi akhir

Pada skema aktan ditandai dengan kejadian yang menimpa Manek

dijadikan sebagai teguran supaya jangan sembarangan masuk hutan larangan.

Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini:

Sejak kejadian tersebut, semua masyarakat Lo’omaten tidak

sembarangan untuk pergi masuk ke dalam hutan keramat, kecuali ada acara atap
46
rumah adat( Sadan Uma Lulik ) dilakukan ritual dan pergi mengambil daun atau

kayu untuk keperluan rumah adat.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Legenda Lo’omaten mempunyai keistimewaan dari peran toko

Manek yang ada di dalam ceritanya. Setelah legenda Lo’omaten dianalisis

menggunakan Teori Stukturalisme A. J. Greimas dalam cerita Legenda

Lo’omaten struktur aktannnya sudah kompleks jadi dapat disimpulkan bahwa

alur cerita Legenda Lo’omaten bisa dikatakan memenuhi struktur dari Teori

Greimas.

5.2 Saran
47
Penelitian ini berjudul “ Stuktruralisme Legenda Dalam Lo’omaten ” .

penelitian ini membahas struktur naratif dengan mencari struktural aktan yang

terdapat pada cerita tersebut. Hal yang dapat disoroti dalam cerita ini tidak

hanya tentang struktur peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitiaan lebih

mendalam Struktural Legenda Lo’omaten dengan menemukan topik

permasalahan yang lain seperti nilai, karakter toko dan nilai moral.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung; Sinar Baru.

Djanandjaja, James. 199. Folklor Indonesia, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:


Grafiti Press.

Djamaris, Edwar. 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra


Nusantara; Sastra Daerah di Sumatra. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa; Depdikbud.

Hutomo, Saripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Lisan.
Jatim:Hiski.

Nort, Winfried. 2006. Semiotik. Surabaya;Airlangga University Perss.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa. Yogyakarta:


Duta Wacana University Press.

Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

48
Oky, Maria Prisila. 2003 Struktur Kata Sastra Lisan Meto pada Masyarakat Meto
di Bakitolas. SKRIPSI. FKIP Undana

49

Anda mungkin juga menyukai