Anda di halaman 1dari 7

WARAHAN RADEN INTAN

DISUSUN OLEH :
1. HENI DWI RISMA YUNI
2. NABILA DEWI
3. RESTIANA
4. RIKA
KELAS : XI IPS 2
MAPEL : BAHASA LAMPUNG

SMA NEGERI 2 KALIANDA


LAMPUNG SELATAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan
makalah Sejarah Sumpah Pemuda.
Harapan saya agar Makalah ini dapat menambah khasanah dan wawasan,
peninggalan-peninggalan, kebudayaan serta sejarah bangsa kita sendiri agar kita
semua dapat lebih mengenal dan mencintai sejarah perjuangan bangsa kita dan
memupuk rasa Nasionalisme yang semakin terkikis oleh derasnya arus Globalisasi
yang semakin deras mendera bangsa kita.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu
guru atas bimbingannya selama di Sekolah, serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Makalah ini sampai selesai.
Dan saya menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dari makalah
yang saya susun ini, untuk itu saya mengharapkan kritik dan sarannya demi
kesempurnaan Makalah saya dimasa yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cerita prosa rakyat merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah di Indonesia yang
perlu mendapat perhatian, pemeliharaan, dan pengembangan, baik dari masyarakat
pemiliknya maupun dari pemerintah, karena cerita prosa rakyat ini juga merupakan salah
satu bentuk aset kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional, tennasuk kebudayaan
daerah, harus diusahakan agar senantiasa menjiwai perilaku masyarakat dan pelaksana
pembangunan, serta membangkitkan sikap kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial
dan disiplin, serta pantang menyerah. Kebudayaan nasional yang merupakan puncak-
puncak kebudayaan daerah harus mengangkat nilai budaya daerah yang luhur, menyaring
dan menyerap nilai budaya dari luar yang positif, sekaligus menolak nilai budaya yang
merugikan pembangunan dalam upaya menuju ke arah kemajuan adab dan mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia (GBHN, 1993: 38).

Cerita prosa rakyat merupakan salah satu bentuk (genre) folklor yang diwariskan secara
turun-menurun oleh nenek moyang ke generasi selanjutnya untuk diketahui, dipahami,
dan dilaksanakan dalam perilaku kehidupan. Hal ini berkaitan dengan pendapat S.O.
Robson (1978), yang memandang bahwa kajian terhadap sastra terdahulu itu penting
karena merupakan perbendaharaan pemikiran dan warisan nenek moyang yang mungkin
sangat berguna bagi kehidupan umat manusia pada masa sekarang ini. 1 Cerita prosa
rakyat mempunyai kegunaan sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan
proyeksi keinginan terpendam. Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa cerita pros a
rakyat wakhahan pun perlu mendapat perhatian. Apalagi, menurut hemat penulis,
penelitian-penelitian tentang cerita prosa rakyat wakhahan ini belurn banyak dilakukan di
Provinsi Lampung. Kalaulah ada, penelitian itu bel urn menjawab permasalahan yang
dikemukakan penulis dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penuIis merasa perlu
mengadakan peneIitian tentang cerita prosa rakyat wakhahan ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Warahan (Wakhahan)

Warahan adalah sastra tutur berasal dari daerah Lampung. Warahan disampaikan oleh satu
orang yang disebut pewarah. Pada awalnya warahan tidak disertai musik, namun pada
perkembangannya diiringi dengan alat musik tradisional yang disebut gambus lunik.
Warahan atau disebut juga wawarahan dalam bahasa Lampung berarti berita atau cerita. Pada
masa lalu warahan dipertunjukkan di depan penonton dengan menggunakan penerangan
lampu semprong. Warahan menyampaikan kisah-kisah seperti kepahlawanan, asal mula suku
Lampung dan cerita anak-anak.

Wawaghahan (Warahan), yaitu cerita berirama. Ciri-ciri wawaghahan terlihat pada irama yang
menyertai cerita tersebut, dan sifatnya liris (dipengaruhi pribadi dan emosi si pembawa
cerita). Istilah Wawaghahan dikenal di Lampung Barat, sering kita dengar dari pembawa cerita
(prosa) berirama, biasanya dibawakan oleh seorang nenek untuk cucu-cucunya, dengan irama
sedemikian rupa, menaik dan menurun, menimbulkan kesan tertentu. Si pendengar akan
terhanyut olehirama yang mengiringi cerita yang disampaikan itu. Prosa berirama yang
berasal dari daerah Liwa, misalnya, Si Cambai, Lindung Cumuk (= Belut Tercelup), dll.
Warahan biasanya dilakukan pada saat sedang bekerja, seperti memetik cengkih atau menuai
padi. Pada zaman dahulu, warahan dibawakan oleh orangtua ataupun kakek nenek dengan
dikelilingi anak cucunya. Cerita rakyat berbentuk warahan ini, antara lain Radin Jambat, Anak
Dalom, dan Sanghakhuk.Isi wawaghahan bersifat mendidik, menyadarkan semua orang agar
berbuat baik, karena siapapun orangnya jika berbuat baik akan memperoleh ganjaran
setimpal.Warahan terdapat dalam berbagai bentuk, antara lain dongeng, hikayat, epos, mitos.

B. Bentuk Warahan

Kisah Danau Ranau dan Sebuah Nama Ranau

Danau Ranau dan Sebuah Nama Ranau adalah salah satu bentuk dongengdalam cerita rakyat
Lampung yang sangat banyak, dongeng ada yang berbentuk legenda adapula yang berbentuk
fabel. Kisah-kisah yang berbentuk legenda, antara lain Kisah Putri Petani yang Cerdik,
Betung Sengawan, Incang-Incang Anak Kemang, Si Bungsu Tujuh Bersaudara, dan Berdirinya
Keratuan Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih. Sedangkan dongeng yang berbentuk fabel,
antara lain Dongeng Puyuh dan Kerbau dan Dongeng Merak dan Gagak.

Kisah Buay Selagai

Kisah Buay Selagai adalah cerita rakyat Lampung yang berbentuk hikayat,adapun kisah-
kisah lainnya yang berbentuk hikayat, yaitu Kisah Si Raden dan si Batin, Si Luluk, Sekh
Dapur, Sidang Belawan, dan AbduMuluk Raja Hasbanan.

Radin Intan
Radin Intan adalah cerita rakyat Lampung yang berbentuk epos. Epos diyakini memiliki
dasar cerita yang bersifat realita. Isinya menyangkut suatu peristiwa kepahlawanan yang
benar-benar terjadi atau diyakini sebagai kebenaran yang pernah berlangsung di masa silam
Epos yang terkenal dalam cerita rakyat Lampung adalah cerita kepahlawanan Radin Intan.
Kisah ini diyakini nyata dan terdapat keturunan Radin Intan yang hidup sampai saat ini.

Cerita Si Pahit Lidah

Cerita Si Pahit Lidah adalah asalah jenis cerita rakyat Lampung yang berbentuk mitos. Mitos
biasanya dihubungkan dengan cerita mengenai peristiwa gaib, kepercayaan masyarakat yang
bersifat takhayul ataupun cerita mengenai kehidupan dewa-dewa. Kisah seperti ini ada dalam
cerita rakyat suku Lampung, yaitu kisah Sukhai Cambai, Cerita Anak dalom, dan Raksasa
Dua Bersaudara

C. Fungsi Warahan

Berdasarkan keterangan inforrnan/narasumber yang dapat dipercaya dari Kedondong,


Abu Huroiroh (1997), wakhahan merupakan bagian seni pertunjukan rakyat Lampung
yang memiliki fungsi utama sebagai alat untuk menyampaikan berita dan petuah-petuah
yang berguna bagi masya rakat dalam bentuk hiburan. Jika ditinjau dari aspek isi cerita
dan teknik penyampaiannya yang komunikatif antara si pewakhah dan si pendengar atau
penonton, wakhahan dapat disebut bentuk kesenian rakyat Lampung yang memiliki
fungsi sebagai berikut:

1. sebagai tontonan atau hiburan;


2. sebagai sarana pendidikan dalam arti luas;
3. sebagai pembangkit rasa estetik atau keindahan;
4. sebagai pembangkit semangat patriotik;
5. sebagai media penerangan;
6. sebagai media untuk mengumpulkan massa. Informan lain (Said Arifin)
menyebutkan bahwa fungsi wakhahan secara umum adalah sebagai alat
informasi/penerangan, alat pendidikan, dan alat hiburan.

D. Sejarah Radin intan

Raden Intan adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Lampung.  Saat Inten
berusia 16 tahun, ia telah disumpah untuk menjadi ratu di Lampung pada 1850.  Setelah
menjabat sebagai ratu, Inten pun dibujuk Belanda dirinya akan diampuni dan disekolahkan,
namun Inten menolaknya. Tahun 1851, Belanda mengirim pasukan sejumlah kurang lebih
400 orang guna merebut benteng pasukan Radin Inten II di Merambung, namun Belanda
berhasil dikalahkan. 
Masa Muda

Radin Inten II lahir di Kuripan, Lampung, 1 Januari 1834.  Radin Inten adalah putra tunggal
dari Radin Imba II (1828-1834).  Saat Inten lahir, ayahnya, Radin Imba II, tengah ditangkap
oleh Belanda dan dibuang ke Timor.  Penangkapan ini dilakukan karena Imba memimpin
perlawanan bersenjata guna menentang kehadiran Belanda dalam menjajah Lampung. Setelah
sang ayah wafat, di usia 16 tahun, Radin Inten II ditunjuk untuk memimpin Lampung,
menggantikan posisi sang ayah.

Perjuangan

Setelah dilantik sebagai Ratu Lampung pada 1850, Inten langsung dihadapkan dengan
serangan dari pihak Belanda beserta ratusan pasukannya.  Dalam melakukan perlawanan,
Radin Inten II mendapat bantuan dari beberapa daerah lain, seperti Banten.  Salah satu tokoh
Banten adalah H. Wakhia. Radin Inten II mengangkat Wakhia untuk menjadi penasihatnya. 
Wakhia menggerakkan perlawanan di daerah Semangka dan Sekampung sembari menyerang
pos-pos militer Belanda.  Sementara Radin Inten II berusaha memperkuat benteng-benteng
yang sudah ada dan membangun benteng-benteng baru.  Dari setiap serangan yang didapat,
Radin Inten II selalu berhasil mengalahkan Belanda.  Sampai akhirnya, Belanda dan Inten
membuat sebuah perjanjian untuk tidak saling menyerang.  Namun, perjanjian ini ternyata
hanyalah sebuah taktik yang dilakukan Belanda untuk melancarkan serangan besar-besaran
terhadap Kota Lampung. Pada 1856, Belanda pun berangkat dari Batavia menggunakan 9
kapal perang, 3 kapal pengangkut alat perang, dan puluhan kapal lain.  Serangan besar dari
Belanda ini dipimpin oleh Kolonel Welson. Pasukan Radin Inten II berusaha melawan
Belanda secara gerilya.  Tetapi, Belanda tidak kehabisan akal. Belanda telah membayar dan
memperalat salah satu pasukan Radin Inten II untuk mengatur posisi di mana Belanda bisa
menyergap dan mengalahkan Radin Inten II. 

Akhir Perjuangan Rencana yang dilakukan oleh pihak Belanda rupanya berhasil.  Radin Inten
II berusaha sekuat tenaga untuk melawan Belanda, namun akhirnya ia harus gugur di tangan
Belanda. Kekalahan ini disebabkan oleh kurangnya senjata dan kalah jumlah.  Radin Inten II
wafat pada 5 Oktober 1856 di usia 22 tahun.  Atas jasa-jasanya, Radin Inten II dinobatkan
sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 082 Tahun 1986 pada 23 Oktober
1986. 
BABIII
PENEUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada Bab III, penulis dapat mengemukakan beberapa simpulan sebagai
berikut.

1. Yang dimaksud dengan wakhahan adalah jenis sastra lisan (folklor) Lampung yang
diekspresikan penyampaiannya dan di dalamnya mengandung tujuan-tujuan tertentu.
2. Sejarah lahirnya wakhahan secara pasti tidak ada, tetapi yang jelas sudah ada sejak
adat Lampung ada dan waktunya sudah lebih dari seratus tahun. Sekarang,
masyarakat sudah banyak yang tidak mengenalnya dan hanya sebagian kecil dari
mereka yang masih menggunakannya.
3. Cara penyampaian wakhahan ada empat cara, yaitu
 pada waktu orang tua atau kakek capaidan rninta dipijati oleh anak at au cucunya;
 pada waktu orang tua atau kakek mempunyai waktu senggang, mereka
mengumpulkan anak-anak yang belum baligh;
 pada waktu mengasuh anak. dan
 pada waktu acara Jaga Damar (Muli-Makhanai).
4. Bentuk wakhahan yang ditemukan ada empat, yaitu
 prosa (dongeng dan legenda);
 puisi (prosa yang dipuisikan);
 drama tutur, dan
 sendratari.
5. Nilai-nilai yang dikandung dalam struktur wakhahan terbukti banyak yang berisi nilai
pendidikan yang luhur, untuk mendidik manusia agar menjadi manusia yang
berrnoral, beretika, berrnasyarakat, dan bertakwa.

Anda mungkin juga menyukai