Anda di halaman 1dari 5

FOLKLOR: KULIAH PENGANTAR

Folklor dapat muncul dan hidup di tengah-tengah masyarakat karena folklor merupakan
sebagian budaya kelompok yang berproses secara turun-temurun dengan menggunakan media
lisan dalam penyebarannya. Hal ini senada dengan Danandjaja (1997:2) yang menyatakan
bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-
temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik
dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device).
Pernyataan di atas, senada dengan Endraswara (2013:21) yang menyatakan bahwa
istilah turun-temurun memang menjadi ciri penting dalam folklor. Pewarisan folklor dari nenek
moyang pasti melalui proses panjang. Pewarisan folklor secara turun-temurun merupakan
kesatuan yang menjadi ciri. Ras dan Robson (dalam Hidayati, 2009:45-46) menyatakan bahwa
folklor memiliki lapisan realitas tersendiri; di antara yang lainnya, folklor tidak menggunakan
hubungan sebab dan akibat, tetapi memiliki cara merasakan tempat dan waktu tersendiri sertra
mempertimbangkan sesuatu sebagai nyata atau tidak dengan cara tersendiri. Dari segi bentuk,
folklor memilik kenyataan tersendiri dalam mengemas bentuk dan strukturnya juga berbeda
dengan realitas bentuk yang lain.
Folklor merupakan pengetahuan yang sarat makna dengan pesan-pesan tersembunyinya
yang dapat dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan tersebut muncul dari
pengalaman yang penuh ajaran dan ajakan untuk berbuat baik atau pelajaran menanggapi mana
yang baik dan mana yang buruk. Endraswara (2013:1) menyatakan bahwa folklor memang
sebuah alat didik, antara lain untuk menanamkan pendidikan karakter. Hal tersebut
menjelaskan bahwa folklor dapat memberikan ajaran, pendidikan dan pengembangan karakter
bagi manusia.
Oleh karena itu, Folklor merupakan bagian dari kebudayaan kolektif yang hidup,
berkembang dan menjadi bagian dari masyarakat. bentuk yang menjadi bukti pemikiran
masyarakat dengan diwariskan secara turun temurun dan menjadi salahsatu alat didik bagi
masyarakat.
Folklor atau cerita rakyat adalah cerita yang berkembang dan hidup di kalangan
masyarakat. Cerita rakyat berkembang secara turun-temurun dan disampaikan secara lisa. Oleh
karena itulah, cerita rakyat sering pula disebut sebagai sastra lisan. Pada umumnya, cerita
rakyat bersifat anoni atau pengarangnnya tidak dikenal. Jenis-Jenis Cerita rakyat ialah Cerita
Binatang, Cerita Asal-Usul (Legenda), Cerita Pelipur Lara, dan Cerita Jenaka.
Cerita binatang atau Fabel adalah cerita yang tokoh-tokohnya berupa binatang dengan
peran layaknya manusia. Binatang-binatang dapat berbicara, makan, minum dan berkeluarga
sebagaimana layaknya manusia. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa fabel tidak
semata-mata sebagai cerita binatang, tetapi sebagai metamorfosis kehidupan manusia. Adapun
maksud dari penggambaran melalui binatang adalah supaya kisah itu tidaksampai
menyinggung orang yang mendengar atau membacanya.
Definisi Dan Pengertian Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar
terjadi yang ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan keajaiban,
kesaktian, dan keistimewaan tokohnya. Bila melihat dari Definisi Dan Pengertian Legenda
maka Legenda dapat di bagi menjadi empat kelompok, yaitu
1. Legenda keagamaan
2. Legenda kegaiban
3. Legenda perseorangan
4. Legenda lokal.
Sage adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan
keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah:
Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dan lain-lain.
Mitos adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa
yang terjadi di dunia lain (kayangan) dan dianggap benar–benar terjadi oleh empunya cerita
atau penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia,
bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan
sebagainya. Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari Indonesia dan ada juga yang berasal dari
luar negeri.
Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi. Hal-hal yang perlu diketahui
mengenai dongeng adalah:
1. Dongeng dalam pengertian yang lebih luas merupakan pengungkapan diri manusia, tempat
mencari hiburan dan memenuhi angan-angannya
2. Dalam Ensiklopedi Indonesia, dongeng memiliki pengertian cerita singkat tentang hal-hal
aneh dan tidak masuk akal, berbagai keajaiban dan kesaktian yang biasanya mengisahkan
dewa, raja, pangeran, dan putri
3. Pada umumnya, dongeng tidak diketahui pengarangnya dan terkadang hanya diketahui
nama pengumpul/ penyadurnya
4. Berdasarkan muasalnya, dongeng berasal dari bangsa Thai di Yunan, tetapi kemudian
tersebar ke seluruh Asia Tenggara. Di Indonesia, dongeng tersebut tersebar dari Aceh
hingga Maluku Tenggara.
Cerita pelipur lara adalah cerita yang fungsinya adalah untuk menghibur hati
pendengarnya. Dalam cerita terbut, diceritakan hal-hal yang indah-indah yang penuh dengan
fantasi, dan juga penuh dengan impian yang menawan, misalnya mengenai kehidupan istana,
keajaiban-keajaiban senjata keramatdan juga sakti, putri yang cantik, dan lain sebagainya.
Cerita jenaka adalah jenis cerita rakyat yang menceritakan mengenai kebodohan atau
sesuatu yang lucu, misalnya cerita Pak Pandir, Pak Belalang, dan Cerita Si Kabayan. Cerita
jenaka berisi sindiran-sindiran yang ditujukan kepada tokoh-tokoh tertentu yang ada dalam
masyarakat dan juga memiliki makna yang tersirat di balik ceritanya.
Ciri-ciri cerita rakyat adalah
1. Dikisahkan atau diceritakan secara turun-temurun
2. Tidak jelas siapa pengarangnya oleh karena sifatnya yang anonym
3. Tinggi dengan pesan moral
4. Memiliki nilai budaya/tradisi
5. Mmpunyai banyak versi yang berbeda
6. Memiliki banyak hal-hal yang tidak bias diterima dengan logika
7. Tersebar turun-temurun dari mulut ke mulut
8. Pada awalnya dokumentasi sangat kurang dan padaumumnya dikisahkan secara lisan
9. Sering mirip dengan cerita rakyat dari daerah lain.
Mempelajari sejarah lewat folklor mirip belajar sejarah lewat tambo. Folklor dan tambo
adalah senada karena keduanya memuat sumber kisah.Agar sumber kisah itu lebih terpercaya,
pencipta tambo dan folklor sering memasukkan tokoh, tempat, dan setting sejarah. Pada situasi
semacam ini, berarti folklor dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah. Dalam folklor penuh
dengan serentetan peristiwa yang bersifat imajinatif, meskipun bersangkut paut dengan sejarah.
Ahli folklor yang telah banyak membeberkan teori analisis sejarah dalam folklor adalah
Vansina. Dua judul buku yang ditulisnya berjudul Oral Tradition a Study in Historical
Methodology dan Oral Tradition as History adalah karya besar yang mempelajari sejarah lewat
folklor, khususnya tradisi lisan. Asumsi dasar dari wilayah kajian ini adalah, folklor merupakan
salah satu sumber sejarah. Folklor diciptakan tidak lepas dari sejarah lingkungan sosial budaya.
Oleh sebab itu, mengungkap folklor sama juga halnyamengungkap aspek sejarah.
Hal yang senada juga sering dilakukan oleh filolog, arkeolog, antropolog, dan sosiolog.
Ahli folklor yang telah mencoba menerapkan penelusuran folklor dari aspek sejarah adalah
Hutomo (1999: 278-290) melalui bukunya yang berjudul Filologi Lisan. Sesuai judul buku ini,
dia mengungkap sejarah keraton Pajajaran menurut naskah Jawa Timur. Metode yang
digunakan dalam analisis ke arah filologi. Inti dari penelitian tersebut, hendak
menginformasikan bahwa keraton Pajajaran juga terdapat dalam folklor Kentrung. Kentrung
adalah seni tutur yang diiringi alat bunyi-bunyian sederhana. Alat tersebut berupa kendang dan
beberapa terbang (berukuran besar dan kecil). Bila seni ini dilakukan oleh seorang penutur
(yang disebut dalam kentrung atau tukang kentrung), maka alat bunyi-bunyian yang
digunakannya cukup terbang saja. Kentrung yang demikian dinamakan kentrung tunggal.
Genre cerita kentrung itu beraneka warna. Salah satu genre itu berupa cerita-cerita yang
berkaitan dengan unsur-unsur sejarah. Salah satu unsur sejarah yang muncul dalam khasanah
cerita kentrung adalah nama kerajaan Pajajaran. Unsur ini dikenal, misalnya, melalui cerita
yang berjudul Jaka Wanara atau Siyung Wenara dan Surya Kembar. Cerita Jaka Wanara atau
Siyung Wanara, sebagaimana yang ditemukan di daerah Kediri melalui dalang Kentrung yang
bernama Ponirah, adalah versi lain dari cerita Siyung Wanara yang terdapat dalam cerita
ludruk. Cerita ini pun merupakan versi lain dari cerita Ciung Wanara yang ditulis oleh Ajip
Rosidi berdasarkan penuturan “Cerita Pantung Sunda”.
Berbeda dengan cerita Siyung Wanara, cerita Surya Kembar belum diketahui naskah
tertulisnya. Adapun intisari cerita ini adalah sebagai berikut:
Swarsa Kusuma, atau Siliwangi, raja Pajajaran, bersedih hati karena tidak mempunyai
putra. Setelah ia berdoa memohon pada dewata, maka istrinya yang pertama, Dewi
Krendhahan, melahirkan dua orang putra laki-laki. Akan tetapi, istrinya yang kedua, Dewi
Kencong, iri hati. Kedua putra Dewi Krendhahan dicuri oleh Dewi Kencong. Sebagai gantinya
diletakkan pada tempatnya dua ekor anak anjing.
Raja Pajajaran, yang menyangka Dewi Krendhahan melahirkan anak anjing,
mengusirnya dari istana Pajajaran. Ketika kedua putra Dewi Krendhahan hendak dibunuh oleh
Dewi Kencong, mereka ditolong Bethari Durga dan mereka diserahkan kepada Bathara Guru.
Oleh Bethara Guru mereka diberi nama Surya Kembar dan Arya Kembar serta dimasukkan ke
dalam kawah Candradimuka. Setelah besar dan kuat mereka diserahkan oleh Bathara Guru
kepada Nyai Demang Sari di Desa Lembu Peteng. Tidak lama kemudian mereka pergi pergi
ke Pajajaran membunuh Dewi Kencong dan menolong ibu mereka. Keluarga Raja pajajaran
kemudian hidup bahagia.
Cerita tersebut di atas biasanya diceritakan pada pesta tingkepan (hamil tujuh bulan)
atau pada pesta setelah kelahiran. Jadi, cerita ini berfungsi sebagai topangan harap orangtua
terhadap masa depan anaknya. Anak yang sedang dikandung atau anak yang baru dilahirkan
diharapkan dapat seperti putra Pajajaran, Surya Kembar dan Arya Kembar, yaitu membela
orangtua dan menumpas kejahatan di dunia.
Folklor yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dalam suatu
masyarakat, memiliki fungsi yang sangat mendasar (penting) bagi masyarakat pendukungnya.
Menurut Iskandar, dkk (2004) trandisi lisan melukiskan kondisi fakta mental tradisi masyarakat
yang mendukungnya, simbol identitas bersama masyarakatnya sehingga menjadi simbol
solidaritas dari masyarakatnya, dan menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu kolektif, baik
sebuah marga, masyarakat maupun suku bangsa. seperti yang dikemukakan oleh Danandjaja
(1983) yang mengutip pendapat dari Bascom menyatakan bahwa bentuk-bentuk folklor
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif
2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan
3. Sebagai alat pendidik anak
4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi
anggota kolektifnya.

Anda mungkin juga menyukai