KELAS/SEMESTER : H/2
NIM : 1901140061
A. Pengertian Sastra
Sastra merupakan wujud gagasan kreatif seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang
berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Karya sastra itu sendiri bersifat dinamis
berjalan dengan perkembangan masyarakat karena sastra itu hasil ciptaan seseorang yang merupakan bagian
dari masyarakat. Di dalam masyarakat seorang individu menjalani berbagai macam kejadian yang ia alami.
Dari kejadian yang dialami pada dunia nyata itulah sebagai dasar ide dalam penulisan karya sastra. Sastra
memiliki nilai dan kekhasan tersendiri dalam perkembangan sastra. Sastra sebagai karya fiksi memiliki
pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan-angan dari pengarang saja,
melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam
pikirannya.
B. Jenis Sastra
Jenis-jenis sastra, yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan adalah kesusatraan yang mencakup
ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari
mulut ke telinga). sastra lisan mempunyai akar yang berkaitan erat dengan sejarah Bangsa Indonesia, baik
aspek sosio-kultural, moral, religi, hingga aspek politik. Indonesia sebagai negara yang terdiri atas berbagai
suku bangsa yang memiliki banyak ragam budaya tercermin dalam gaya dan pola hidup masing-masing
daerah. Kebudayaan merupakan ciri khas suatu bangsa yang melambangkan jati diri bangsa tersebut yang
harus dijaga dan dilestarikan oleh segenap warga negara Indonesia. Budaya yang ada di Indonesia
mempunyai keunikan yang berbeda-beda di setiap daerah. Indonesia adalah negara yang kaya akan nilai-
nilai budaya dan kearifan lokal yang diwariskan secara turuntemurun. Salah satu kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat Indonesia adalah sastra lisan. Sastra lisan mengungkapkan peristiwa yang mengandung
nilai moral, keagamaan, adat-istiadat, fantasi pribahasa, nyanyian, cerita rakyat, dan mantra. Sastra lisan
bagian dari ilmu folklore. Danandjaya (1991:1) Folk adalah sinonim dengan kolektif yang juga memiliki
ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai
kesatuan masyarakat; dan yang dimaksudkan dengan lor adalah tradisi folk, yaitu sebagai kebudayaan yang
diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat.
Menurut Atmazaki (2007:138) menyatakan bahwa sastra lisan mempunyai banyak fungsi. Dengan sastra
lisan, masyarakat purba atau nenek moyang umat manusia mengekspresikan gejolak jiwa dan renungannya
tentang kehidupan. Emosi cinta diungkapkan lewat puisi-puisi sentimental, binatang buas dihadang dan
dijinakkan dengan mantra-mantra, asal-usul nama daerah, hukum adat, dan macam-macam kearifan yang
dicurahkan melalui berbagai mitos, dongeng, tombo, dan riwayat yang berhubungan dengan asal-usul suatu
benda, binatang atau tumbuh-tumbuhan berdasarkan gejala-gejala yang terdapat pada alam atau rupanya
sekarang ini, disebut etiologi (Djamaris, 1990: 47). Etiologi tempat atau kejadian suatu tempat merupakan
cerita tentang asal-usul atau penamaan tempat atau kejadian yang terdapat dalam beberapa daerah. Cerita
rakyat asal-usul nama daerah, misalnya cerita rakyat di pulau Sumatera, yaitu asal-usul Lonceng Cakra
Donya Banda Aceh, asal-usul Kera Putir di Gunung Panjang Aceh Tengah, asal-usul Goa Loyang Pukes
Aceh Tengah, asal-usul nama Negeri Tapak Tuan Aceh Selatan, asal-usul terjadinya Danau Toba di
Sumatera Utara, asal-usul nama beberapa Kota dan Nagari Sumatera Barat, asal-usul nama Kota Palembang
Sumatera Selatan, asalusul nama Kepulauan Riau, dan asalusul nama Bukit Tambun Tulang Kerinci di
Bengkulu (Ananda, 1995:8).
a) Isi cipta sastrayang bersifat fantastis, istana sentries, dan didaktis. Isi yang fantastis
mengambarkan bahwa masyrakat pada waktu itu sangat diwarnai oleh kepercayaan animisme
dan dinamisme. Isi yang istana sentries, maksudnya ceritanya berkisar pada pengisahan istana
tentang keluarga raja yang sangat baik. Adapun sifat didaktisnya tampil karena ceritanya
berusaha menggurui dan menanamkan nilai-nilai pendidikan pada penikmatnya,
b) Bahasanya banyak menggunakan bahasa klise sebagai variasinya. Sering pula setiap cerita
diawali dengan kata-kata seperti, konon, khabarnya, pada zaman dahulu kala dan lain-lain, dan
c) Nama-nama pengarang sering tidak disebutkan, sehingga hasil sastranya kebanyakan anonim.
Hal ini terjadi karena masyarakat lama cenderung bersifat kolektif, tidak muncul secara
individual. Apabila ia berani tampil secara individual akan dinilai sebagai orang yang tak tahu
adat. (Badudu (dalam Rahmawati, 2012: 21)).
Cerita-cerita rakyat disampaikan dengan maksud untuk mendidik, mengungkapkan sejarah, mengetahui
asal-usul suatu tempat, dan lain-lain. Jadi, tujuan bercerita dapat digabarkan seperti berikut ini (Rahmawati,
2012: 22):
a) Agar cerita dapat diwariskan secara turun temurun sehingga tetap terjaga kelestariannya dan
tidak dapat dilupakan oleh generasi selanjutnya,
b) Agar mengetahui asal usul nenek moyangnya sehingga tetap menjaga keakrabannya tali
persahabatan,
c) Agar orang dapat mengetahi keadaan kampunghalamannya, baik keadaan alam maupun adat
istiadatnya. Jadi, cerita itu bertujuan untuk memberi keterangan tentang mengapa suatu tempat,
gunung, sungai, diberi nama tertentu, dan mengapa pula orang dilarang melakukan sesuatu, baik
tindakan maupun sikap tertentu,
d) Agar orang mengetahui benda atau barang pusaka yang ada pada suatu tempat sebagai bukti
peninggalan sejarah yang merupakan kekayaan budaya pada masa silam,
e) Agar orang dapat mengambil pengalaman cerita itu, misalnya sebagai nasihat atau tuntunan
hidup. Jadi bagaimana memupuk kerja sama untuk mencapai tujuan dan mengatasi segala
tantangan, saling menghargai, tidak memandang enteng orang lain atau saudara, jangan
terburuburu mengambil keputusan dalam menghadapi suatu permasalahan, dan merupakan
nasihat dalam ruma tangga.
Fungsi cerita rakyat menurut Danandjaja (Uniawati, 2009: 16-17) adalah sebagai berikut:
a) Sebagai saluran untuk memelihara dan menurunkan buah pikiran suku yang mempunyai sastra
itu, juga merupakan cerminan alam pikiran, pandangan hidup serta ekspresi rasa keindahan
masyarakat yang memilikinya. Itulah yang disebut nilai budaya daerah. Cerita rakyat atau
dongeng biasanya diceritakan oleh orang tua atau pencerita untuk membuat anak terlelap yang
diceritakan pada saat anak hendak tidur. Dongeng pengantar tidur tidak terbatas pada sala satu
jenis dongeng yang kita kenal,
b) Sebagai penyalur ketegangan yang ada pada masyarakat. Fungsi ini dapat dilihat melalui
dongeng lelucon yang bersifat menghina bangsa atau suku lain. Misalnya, cara orang cina totok
yang berbahasa Indonesia bagi orang Indonesia dianggap sangat lucu karena mereka tidak dapat
mengucapkan huruf r dengan benar,
c) Sebagai protes sosial atau kendali masyarakat. Fungsi ini dapat dilihat melalui dongeng lelucon
yang bersifat menyindir orang-orang yang korupsi. Misalnya, dongeng berantai yang
mengisahkan seorang polisi lari terbirit-birit lari ketakutan karena diburu OPSIT (Operasi Tertib)
karena ia termasuk aparat yang suka memeras rakyat,
d) Sebagai pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan. Fungsi ini dapat dilihat melalui dongeng
mengenai binatang cecak yang menghianati Nabi Muhamad SAW. Cerita rakyat ini menceritakan
untuk membenarkan tindakan anak-anak kampung di jawa timur yang pada setiap hari jumat legi
menyumpit cecak yang berwarna abu-abu,
e) Sebagai media hiburan. Fungsi ini hampir dilihat pada setiap cerita rakyat atau dongeng. Hal itu
disebabkan oleh isi dongeng yang cenderung disukai dan digemari oleh anak-anak pada
umumnya adalah cerita rakyat mengenai kisah “Cinderella atau Bawang Merah dan Bawang
Putih” karena isi dari kedua dongeng ini sangat mengharukan tetapi akhirnya berakhir dengan
kebahagiaan,
f) Sebagai alat pendidikan. Fungsi ini dapat dilihat cerita rakyat yang menceritakan atau
mengisahkan kecerdikan atau kelicikan sang kancil. Cerita rakyat ini mengajarkan pada anak-
anak bahwa menghadapi musuh yang lebih kuat harus dipergunakan akal bukan dengan tenaga
fisik.
DAFTAR RUJUKAN
Esma Junaini, JURNAL ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERITA RAKYAT SELUMA,
Bengkulu, Agustus 2017
Irzal Amin, JURNAL CERITA RAKYAT PENAMAAN DESA DI KERINCI, Padang, Februari 2013
Sulaiman Siregar, JURNAL ANALISIS NILAI SOSIOLOGIS SASTRA DALAM CERITA RAKYAT SI
BAROAR MANDAILING SUMATERA UTARA, Medan