Anda di halaman 1dari 17

Karya Tulis

Mari kita berkarya lewat tulisan!

Beranda

Cerbung-Sudiarsu

Cerpen

Puisi

Minangkabau

Analisis Kaba

Wisata Sumbar

Friday, 2 October 2015


Analisis Psikologi Sastra Cerpen Perempuan Balian Karya Sandi Firly

A. Pendahuluan
Sastra merupakan hasil pemikiran pengarang berdasarkan realitas sosial budaya suatu
masyarakat, oleh karena itu dalam karya sastra banyak menceritakan interaksi antarmanusia
dan dengan lingkungannya. Karya sastra juga merupakan salah satu ungkapan rasa estetis
yang peka dan kelembutan jiwa yang besar oleh pengarang terhadap alam sekitarnya.
Pengarang yang memiliki imajinatif yang tinggi dan dilandasi kesadaran dan tanggung jawab
dari segi kreativitas sebagai karya seni dapat memberikan gambaran kehidupan.
Sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu pengungkapan kehidupan
melalui bentuk bahasa. Sastra merupakan hasil ciptaan tentang karya kehidupan dengan
menggunakan bahasa imajinatif dan emosional. Karya sastra merupakan refleksi hati nurani
sastrawan dalam pembeberan estetika untuk mendapatkan perhatian bersama.
Manusia adalah sumber dari sastra dan psikologi, maka pada manusia lah pertautannya
dapat ditemukan. Antara psikologi dan sastra merupakan dua sisi yang saling berpasangan,
berbeda tetapi saling melengkapi karena terpaut dengan hal yang sama. Psikologi suatu ilmu
yang mengandalkan analisis, sedangkan sastra lebih mengandalkan sistesis

Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan untuk
membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya
dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi. Dengan
memfokuskan pada karya sastra, terutama fakta cerita dalam sebuah fiksi atau drama,
psikologi karya sastra mengkaji tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya
sastra.
Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang kaya akan aspek psikologi. Objek
penelitian ini adalah cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly yang diterbitkan oleh
Kompas pada 24 Juni 2012. Cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly menceritakan
tokoh aku yang menceritakan tentang balian di Kalimantan seorang perempuan muda yang
tidak pernah terjadi sebulumnya. Bahkan perempuan muda itu telah diaanggap gila
sebelumnya. Tokoh aku datang ke perkampungan tempat balian itu untuk melakukan
penelitian (mencari tempat yang banyak mengandung emas) dan sekaligus melihat balian.
B. Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana unsur alur, penokohan,
dan latar dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly serta bagaimana aspek-aspek
psikologis tokoh dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly.

C. Tujuan
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan
dari kajian bidang ilmu sastra, terutama kajian kumpulan cerpen sehingga dapat bermanfaat
bagi usaha pengembangan teori-teori sastra mengenai disiplin ilmu psikologi sastra. Sesuai
permasalahan yang diuraikan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk
mengidentifikasi unsur penokohan, alur, dan latar dalam cerpen Perempuan Balian karya
Sandi Firly serta untuk mengetahui dan mendeskripsikan aspek-aspek psikologis tokoh dalam
cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly.
D. Kerangka Teori
1. Hakikat Cerpen
Cerpen merupakan prosa fiksi (rekaan) yang memiliki cakupan panjang tulisan diantara
cerpen pendek dan cerpen panjang. cerpen merupakan tulisan berbentuk prosa naratif
(karangan bebas narasi) yang berisi cerita khayal/fiksi dan disajikan secara ringkas. Meskipun
dalam cerpen mengalami perkembangan bentuk dari segi penulisan, pada cerpen tetap

ditemukan kesatuan unsur fiksi yaitu alur cerita, amanat, tema, karakter, nada, suasana,
bahkan pada gaya penulisan.
Cerpen juga berbeda dengan novel. Cerpen mengisahkan unsur-unsur fiksi dengan bahasa
yang singkat. Sedangkan novel cenderung untuk mengungkapkan karakter melalui suatu
rangkaian bahasa yang panjang yang dilukiskan penuh dengan tindakan/perilaku atau
perasaan di bawah tekanan, dengan ukuran tujuan cerita terpenuhi ketika pembaca mengenali
suatu karakter tokoh secara benar-benar alami (atau kadang-kadang juga sebuah situasi yang
begitu terasa benar-benar alami). Oleh karena itu, secara tidak disadari penulisan karakterisasi
dan alur cerita pada roman/novel dengan sendirinya memerlukan bahasa yang panjang dan
mendetail.
Berdasar pendapat di atas dapat dibuat simpulan bahwa cerpen adalah sebuah karya sastra
berbentuk prosa naratif (karangan bebas narasi) yang berisi cerita khayal/fiksi dan disajikan
secara ringkas
2. Struktur Cerpen
a. Penokohan
Penokohan fiksi modren bersifat dinamis. Hanya nama tokoh yang tidak berubah,
sedangkan pisik dan psikis, kebiasaan dan gaya berbicara dapat berubah sehingga seluruh
karakter tokoh berubah. Menurut Muhardi dan Hasanuddin WS (1992:26), perubahan
penokohan harus diberi situasi dan kondisi yang beralasan dan perubahan watak tokoh dapat
berlangsung karena terjadi perubahan latar cerita. Dalam fiksi, tokoh memainkan beberapa
peran dalam sebuah novel. Permasalahan novel tidak muncul melalui tokoh, tetapi melalui
pertemuan dua peran yang berpasangan atau berlawanan. Tokoh dalam karya rekaan selalu
mempunyai sikap, sifat, tingkah laku, atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada
tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan.
Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang bisa menempuh: (a) teknik analitik,
yakni dengan menceritakan perwatakan tokoh secara langsung; dan (b) teknik dramatik
dengan mengemukakan karakter tokoh melalui penggambaran fisik dan perilakunya,
lingkungan kehidupannya, tata kebahasaannya, jalan pikirannya, serta perannya dengan tokoh
lain.
b. Alur atau Plot
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk dari tahapan-tahapan peristiwa. Alur yang
baik ialah alur yang memiliki kausalitas diantara peristiwa dalam sebuah fiksi, karena
hubungan alur satu dengan yang lainnya menunjukkan hubungan sebab-akibat. Menurut
Muhardi dan Hasanuddin WS (1992:28) alur adalah hubungan antara satu peristiwa atau
sekelompok peristiwa dengan peristiwa atau sekelompok peristiwa lain. Menurut

Ramadansyah (2011:112) alur merupakan suatu rangkain peristiwa cerita secara susulmenyusul/sebab-akibat yang berusaha memecahkan konflik di dalam cerita ke dalam situasi
yang seimbang dan harmonis.
Muhardi dan Hasanuddin WS (1992:29) membagi karakteristik alur atas dua bagian,
yaitu:
Alur konvensional adalah jika peristiwa yang disajikan lebih dahulu selalu menjadi penyebab
munculnya peristiwa yang hadir sesudahnya. Peristiwa yang muncul kemudian selalu
menjadi akibat dari peristiwa yang diceritakan sebelumnya. Alur inkonvensional adalah
peristiwa yang diceritakan kemudian menjadi penyebab peristiwa yang diceritakan
sebelumnya, atau peristiwa yang diceritakan lebih dahulu menjadi akibat dari peristiwa yang
diceritakan sesudahnya.
c. Latar
Latar adalah penanda identitas permasalahn fiksi yang mulai samar diperlihatkan alur
atau penokohan (Muhardi dan Hasanuddin WS, 1992:30). Latar berfungsi untuk memperjelas
suasana, tempat, dan waktu peristiwa itu berlaku. Dalam membangun masalah, latar harus
saling menunjang dengan alur dan penokohan. Latar yang konkret berhubungan dengan tokoh
yang konkret, sedangankan latar yang abstrak biasanya berhubungan dengan tokoh-tokoh
yang abstrak.
Latar akan menentukan watak dan karakter tokoh dan latar juga harus bersatu dengan
tema dan plot, sehingga dapat menghasilkan cerita yang padat dan berkualitas. Jadi, latar
bersangkutan dengan alur dan penokohan.
1) Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan. Unsur tempat yang
dipergunakan bisa berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau lokasi
tertentu tanpa nama jelas.
2) Latar waktu, berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3) Latar sosial, berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh
yang bersangkutan, misalnya

rendah, menengah, atau atas. Latar sosial mencakup

penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat


kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan berkaitan tempat serta waktu yang melatari peristiwa.
d. Tema
Tema adalah inti permasalahn yang hendak dikemukakan pengarang (Muhardi dan
Hasanuddin WS, 1992:38). Dalam karya fiksi terdapat banyak peristiwa yang disampaikan
pengarang, tetapi hanya ada satu tema sebagai intisari dari rangkaian permasalahan itu.
Akantetapi bagi peneliti dan kritikus, penentuan tema bukanlah tugasnya. Tugas seorang

peneliti atau kritikus ialah mencari sebanyak-banyaknya permasalahan kemanusiaan dan


nuansa sosial budaya masyarakat dalam karya sastra.
3. Pendekatan Analisis Fiksi
a. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif merupakan suatu pendekatan yang hanya menyelidiki karya sastra
itu sendiri berdasarkan teksnya (Muhardi dan Hasanuddin WS, 1992:45). Pendekatan ini
sangat berpegang pada otonom pada karya sastra dengan unsur di luar karya sastra, sehingga
tidak perlu lagi menyelidiki unsur di luar karya sastra.
b. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik merupakan suatu pendekatan setelah menyelidiki karya sastra
sebagai sesuatu yang otonom dan menghubungkannya dengan realita objektif. Meskipun
karya sastra ialah karya yang otonom, tetapi tetap saja karya sastra berangkat dari kenyataan
sehari-hari. Pendekatan mimetik merupakan sebuah pendekatan yang berusaha menelaah
tentang keadaan suatu masyarakat dalam karya sastra. Oleh sebab itu, karya sastra dikatakan
sebagai mirror of society. Dalam kajian ini, pendekatan mimetik termasuk dalam sosiologi
sastra.
c.

Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang mencari hubungan antara karya sastra
dengan pegarangnya, karena pengarang merupakan faktor penting dalam proses penciptaan
karya sastra (prosa). Pendekatan ekspresif menganggap pengarang merupakan objek utama
dalam penelitian, karena bagaimanapun karya sastra adalah ekspresi dari pengarangnya.
Pendekatan ekspresif didukung dan berkembang dengan alasan sebagai: (a) pengarang
menggambarkan cara berfikir masyarakat pada zamannya, dan (b) pengarang dianggap
penguasa terhadap karya ciptaannya karena dia yang menentukan watak, masalah, tokoh, dan
bahasa dalam karyanya itu sendiri.

d. Pendekatan Pragmatis
Pendekatan pragmatis merupakan pendekatan yang memandang pentingnya hubungan
hasil temuan dalam karya sastra dengan pembaca sebagai penikmat. Pendekatan pragmatis
beranggapan bahwa unsur penentu pemberian makna sebuah karya sastra adalah pembaca.
Tujuan dari pendekatan ini ialah melihat sampai sejauh mana karya sastra memberi mamfaat
dan kenikmatan kepada pembaca. Oleh sebab itu, pembaca merupakan faktor yang hakiki
dalam menentukan makna sastra.
4. Psikologi Sastra

Sastra adalah analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek atau
keterlibatan psikologi atau kejiwaan. Menurut Roekhan (dalam Endraswara, 2008:9798),
psikologi sastra menyangkut tiga pendekatan yakni pendekatan tekstual, pendekatan reseptifpragmatik, dan pendekatan ekspresif. Penelitian psikologi sastra ini difokuskan pada masalah
tekstual dengan menggunakan pendekatan tekstual untuk mengkaji aspek psikologis tokoh
dalam karya sastra.
Psikologi sastra merupakan gabungan dari teori psikologi dengan teori sastra. Sastra
sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang
nampak lewat perilaku tokoh-tokohnya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan
menggunakan pendekatan psikologi. Antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan
lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional, demikian menurut Darmanto Yatman
( dalam Aminuddin, 1990:93). Pengarang dan piskolog kebetulan memiliki tempat berangkat
yang sama, yakni kejiwaan manusia. Keduanya mampu menangkap kejiwaan manusia secara
mendalam. Perbedaannya, jika pengarang mengungkapkan temuannya dalam bentuk karya
sestra, sedangkan psikolog sesuai keahliannya mengemukakan dalam bentuk formula teoriteori psikologi.
Psikologi sastra adalah suatu kajian yang bersifat tekstual terhadap aspek psikologis
sang tokoh dalam karya sastra. Sebagaimana wawasan yang telah lama menjadi pegangan
umum dalam dunia sastra, psikologi sastra juga memandang bahwa sastra merupakan hasil
kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, yang diabdikan untuk kepentingan
estetis. Karya sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di
dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun
suasana rasa/emosi Roekhan (dalam Aminuddin, 1990:88-91).
Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2012:124), kepribadian terdiri atas tiga aspek, yaitu:
id, ego, dan superego. Id berada di alam bawah sadar, dan sama sekali tidak ada kontak
dengan realitas. Ego menghasilkan perilaku yang didasarkan atas prinsip kenyataan,
sedangkan superego mengacu pada moralitas kepribadian. Id adalah aspek psikologis dan
merupakan sistem original di dalam kepribadian. Pedoman id adalah menghindarkan diri dari
ketidakenakan dan mengejar keenakan yang disebut dengan prinsip kenikmatan. Id tergambar
dari pikiran-pikiran liar seseorang yang berasal dari alam bawah sadar, Ego berpegang pada
prinsip kenyataan dan bereaksi dengan proses sekunder.
Tujuan prinsip kenyataan adalah mencari objek yang tepat untuk mereduksikan
tegangan yang timbul dalam organisme. Ego dipandang sebagai aspek eksekutif atau
pengelolaan kepribadian karena mengontrol jalan yang ditempuh dan memilih kebutuhan-

kebutuhan yang dapat dipenuhi (Suryabrata, 2012: 126). Superego adalah aspek sosial
kepribadian. Superego merupakan kesempurnaan dari kesenangan karena superego dapat pula
dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya menentukan apakah sesuatu itu benar
atau salah, dan pantas atau tidak, dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan
moral masyarakat (Suryabrata, 2012: 127). Mekanisme pertahanan ego adalah cara yang
ekstrim untuk menghilangkan tekanan kecemasan ataupun ketakutan yang berlebihan
(Suryabrata, 2012: 144).
E. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.
Penelitian kualitatif menggunakan metode-metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara,
atau penelaah dokumen. Penelaah dokumen adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan menelaah dokumen yang ada untuk mempelajari pengetahuan atau fakta yang hendak
diteliti. Menurut Semi (1993:23) penelitian yang kualitatif dilakukan tidak dengan
mengutamakan pada angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap
interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Dengan menggunakan metode ini
diharapkan akan dapat memperoleh gambaran tentang masalah yang akan diteliti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Semi
(1993:24) penelitian yang kualitatif bersifat deskriptif artinya data yang terurai dalam bentuk
kata-kata atau gambar-gambar, bukan bentuk gambar-gambar. Dalam penelitian kualitatif
sangat dipentingkan laporan bahasa verbal karena semua interpertasi dan kesimpulankesimpulan disampaikan secara verbal.
F. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa psikologi sastra juga
memandang sastra sebagai hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa,
diabdikan untuk kepentingan estetis, di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang
pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa/emosi. Fenomena kejiwaan sebagai
proyeksi pemikiran pengarang nampak lewat perilaku tokoh-tokoh ceritanya, sehingga
karya teks sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi.
Pembahasan terhadap cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly dimulai dengan
analisis struktur kemudian dilanjutkan dengan analisis psikologi sastra. Analisis struktur
diarahkan pada tiga unsur, yaitu penokohan, alur, dan latar. Ketiga unsur ini berfungsi
sebagai pendukung analisis psikologi sastra.

1. Penokohan dalam Cerpen Perempuan Balian Karya Sandi Firly

Penggambaran karakter tokoh dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly,
menggunakan teknik analitik dan teknik dramatik. Lihat pada kutipan berikut:
a. Teknik Analitik
Sebelum peristiwa malam itu yang akan kuceritakan nanti, Idang
dikenal sebagai perempuan kurang waras. Kerap mengamuk kesurupan,
dan meracau menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang aneh.
b. Teknik Dramatik
Dengan wajah agak memerah, orang tua itu berucap, Kalian anak muda ini, tahu apa
kalian tentang balian. Kalian lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan
ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak menjadi balian. Setelah
membayar kopinya, lelaki tua itu pun pergi meninggalkan warung sambil menggerutu,
Celaka celaka celaka.
Berikut ini dideskripsikan gambaran perwatakan tokoh inti yaitu Aku, seorang
perempuan muda (idang), Damang Itat/lelaki tua, anak usia empat tahun, seorang ibu
muda, dan dua lelaki.
a.

Aku, merupakan tokoh yang menceritakan tentang perempuam balian. Tokoh aku
merupakan seorang peneliti yang ditugaskan di daerah tersebut, termasuk melihat
pertunjukan balian.

Aku melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung. Aku
harus segera memulai perjalanan sebelum matahari meninggi. Tugasku selama dua minggu
melakukan penelitian, termasuk menyaksikan upacara balian, sudah berakhir.
b.

Perempuan muda (idang), merupakan seorang perempuan yang dikenal sebagai


seorang yang kurang waras dan telah ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.

Sebelum peristiwa malam itu yang akan kuceritakan nanti, Idang dikenal sebagai
perempuan kurang waras. Kerap mengamuk kesurupan, dan meracau menceritakan tentang
mimpi-mimpinya yang aneh. Kepada orang-orang ia sering mengatakan, Ada ular-ular
besar menyusup dalam mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam
mimpiku. Dalam mimpi juga aku sering bertemu Ayah.
c.

Damang Itat/lelaki tua, merupakan lelaki tua yang umurnya sudah lebih dari satu
abad dan tidak suka dengan kehadiran perempuan muda yang diaanggap kurang
waras sebagai idang.

Dialah damang, yang konon usianya sudah lebih satu abad. Wajahnya yang penuh kerutan
waktu mengingatkan pada rekahan-rekahan batang pohon tua dalam hutan terdalam.
Damang Itat, begitulah orang-orang Meratus memanggilnya, yang malam itu akan menjadi
pemimpin upacara aruh.

d. Anak usia empat tahun, merupakan orang sakit yang menderita sakit yang parah
dan harus segera diobati.
Tubuh kecil kurus anak usia empat tahun itu seperti kehilangan daging dan air. Hanya
tulang-tulang berbalut kulit kering layaknya kulit kayu tua mengerut keras, yang cepat
meretas seperti ilalang terbakar di musim kemarau yang mengerontangkan ceruk kehidupan.
Warna kulitnya kuning serupa kunyit. Hanya matanya masih menyimpan kilat hidup, meski
juga sudah meredup dalam napas yang beringsut ingin melepaskan rongga dadanya yang
tipis, membayangkan keretak kayu lapuk. Jari-jari sapu lidinya menjentik pelan pada lantai
beralas lampit, mengikuti irama tari tiga balian.
e.

Seorang ibu muda, merupakan ibu dari anak usia empat tahun yang sedang sakit
parah.
Seorang ibu muda yang telah kehabisan air mata terduduk lemas di
sudut belakang balai. Kantung matanya menebal, rambut terbiarkan
tergerai kusut berhari-hari tak tersisir tangan dan dilembutkan minyak
jelantah. Ialah ibu si anak yang kini nyawanya tengah di awangawang dalam pertolongan para balian yang terus menari dan
merapalkan mantra-mantra.

f.

Dua lelaki, merupakan tokoh yang berada di warung yang memperbincangkan


tentang idang seorang perempuan dengan seorang laki-laki tua.

Setelah lelaki tua itu agak jauh, seorang dari lelaki di warung berucap, Mungkin ia
kecewa dan malu karena tak mampu menyembuhkan anak itu, meski diupacarai selama tiga
malam.
2. Alur dalam Cerpen Perempuan Balian Karya Sandi Firly

Karakteristik alur dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly ialah alur
konvensional. Pengarang lebih dahulu menggambarkan penyebab terjadinya suatu
peristiwa, dimana seorang perempuan yang dianggap krang waras menjadi idang.
Adapun penyebab dari peristiwa dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly
tergambar dalam kutipan berikut:
Idang dikenal sebagai perempuan kurang waras. Kerap mengamuk
kesurupan, dan meracau menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang
aneh
Ia suka memanjat pohon, hal yang hanya pantas dan perlu
kekuatan seperti dimiliki anak laki-laki
Ini menyalahi adat. Tidak pernah ada seorang perempuan, apalagi
perempuan itu dianggap gila, bisa menjadi seorang balian. Ini alamat
mendatangkan bencana, ucap seorang lelaki tua di warung kepada
dua lelaki yang lebih muda...
3. Latar dalam Cerpen Perempuan Balian Karya Sandi Firly

Ada tiga latar yang diteliti dalam cerpen ini, yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial.
a. Latar Tempat
1) Pegunungan Meratus
Idang memang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya yang hidup di pegunungan
Meratus.
2) Balai Atiran
Balai Atiran terang benderang. Orang-orang mulai berdatangan memasuki rumah besar
panggung itu
3) Belahan hitam hutan Kalimantan Selatan
Balai itulah cahaya benderang satu-satunya di belahan hitam... hutan Kalimantan Selatan
yang sebenarnya tak lagi perawan.
4) Sebuah kampung kecil
Sebuah kampung kecil, yang malam itu menghelat upacara ritual untuk si sakit.
5) Warung
Ini alamat mendatangkan bencana, ucap seorang lelaki tua di warung kepada dua
lelaki yang lebih muda.
b. Latar Waktu
Peristiwa yang disampaikan oleh tokoh aku, terjadi pada malam hari dan hari-hari setelah
peritiwa pada malam itu.
Sebelum peristiwa malam itu yang akan kuceritakan nanti,
Balai itulah cahaya benderang satu-satunya di belahan hitam hutan Kalimantan Selatan
yang sebenarnya tak lagi perawan. Sebuah kampung kecil, yang malam itu menghelat
upacara ritual untuk si sakit.
Orang sekampung tidak pernah melupakan malam itu.
c.

Latar Sosial
Latar sosial dalam Cerpen Perempuan Balian Karya Sandi Firly ialah di sebuah
perkampungan kecil dekat gunung di hutan Kalimantan Selatan yang masih percaya tahayul.
atau hanya mengandalkan terang langit di atas jalan yang membelah hutan pegunungan
Meratus
Balai itulah cahaya benderang satu-satunya di belahan hitam hutan Kalimantan Selatan
yang sebenarnya tak lagi perawan Sebuah kampung kecil, yang malam itu menghelat
upacara ritual untuk si sakit
Kalian lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan ditimpa bencana. Dan itu
karena perempuan gila yang hendak menjadi balian....

Pembahasan terhadap cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly melalui psikologi
sastra ialah dengan id, ego, dan superego.
1. Id
Id tergambar dari pikiran-pikiran liar seseorang yang berasal dari alam bawah sadar atau bisa
dikatakan id adalah dorangan-dorongan yang bersifat biologis, lebih singkatnya keinginan
a.

seserorang. Dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly juga terdapat id.
Tokoh aku yang ingin meninggalkan kampung tempat upacara balian dan pada saat itu
latarnya di warung.
Aku melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung.

b.

Seorang perempuan muda (idang), keinginan untuk diperhatikan dan diterima dalam
masyarakat, tetapi kerena dia telah diaanggap pembawa sial, maka masyarakat menjahuinya,
sehingga dia menceritakan hal-hal mistis sekedar menunjukkan bahwa dia juga punya teman.
Akan tetapi hal itu yang membuat masyarakat beranggapan kalau dia kurang waras.
Kepada orang-orang ia sering mengatakan, Ada ular-ular besar menyusup dalam
mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi juga
aku sering bertemu Ayah.
Aku banyak menemukan makhluk-makhluk aneh di sana. Mereka bersahabat, ceritanya
kepada teman-teman sebaya, yang karena cerita semacam itu pula menyebabkan ia
perlahan-lahan dijauhi teman-temannya. Namun ia mengaku tak pernah merasa kesepian.
Teman-temanku di dunia lain jauh lebih banyak, seseorang bercerita kepadaku menirukan
ucapannya.

c.

Damang Itat/lelaki tua, tidak terima akan kehadiran idang atau balian perempuan yang
berhasil menyembuhkan penyakit orang, padahal dia sudah susah peyah mengobati orang
tersebut. Maka dia ingin menyingkirkan idang perempuan muda tersebut dengan
mempropokasi masyarakat.
Ini menyalahi adat. Tidak pernah ada seorang perempuan, apalagi perempuan itu
dianggap gila, bisa menjadi seorang balian. Ini alamat mendatangkan bencana, ucap
seorang lelaki tua di warung kepada dua lelaki yang lebih muda.

d. Seorang ibu muda yang ingin mengobati anaknya dari penyakit hingga dia rela menunggu
lamanya pengbatan atau upacara walaupun itu berhari-hari.
Seorang ibu muda yang telah kehabisan air mata terduduk lemas di sudut belakang balai.
Kantung matanya menebal, rambut terbiarkan tergerai kusut berhari-hari tak tersisir tangan
dan dilembutkan minyak jelantah. Ialah ibu si anak yang kini nyawanya tengah di awangawang dalam pertolongan para balian yang terus menari dan merapalkan mantra-mantra.
2. Ego
Ego menghasilkan perilaku yang didasarkan atas prinsip kenyataan. Prinsip kenyataan
adalah mencari objek yang tepat untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme.

Ego dipandang sebagai aspek eksekutif atau pengelolaan kepribadian. Bisa dikatakan ego
adalah suatu perbuatan yang tampak.
a. Tokoh aku meninggalkan kampung, kerana alasannya pergi ke kampung itu sudah
terpenuhi.
Aku melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung. Aku
harus segera memulai perjalanan sebelum matahari meninggi
Selama perjalanan meninggalkan kampung di pinggiran hutan pegunungan Meratus itu,...
b. Seorang perempuan muda (idang), karena ingin diperhatikan perempuan muda itu membuat
ulah-ulah sehingga membuat orang melihatnya, dan sekedar menunjukkan kalau dia punya
teman di hutan, maka dia selalu pergi ke hutan.
Kerap mengamuk kesurupan, dan meracau menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang
aneh.
Idang memang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya yang hidup di pegunungan
Meratus. Ia suka memanjat pohon, hal yang hanya pantas dan perlu kekuatan seperti
dimiliki anak laki-laki. Ia juga kerap melakukan perjalanan sendiri ke hutan-hutan terdalam,
hutan-hutan terlarang.
c.

Damang Itat/lelaki tua, karena ingin menyingkirkan idang perempuan muda, damang Itat
mempropokasi masyarakat dengan melontarkan ancaman atau bencana yang akan diterima
kampung.
Dengan wajah agak memerah, orang tua itu berucap, Kalian anak muda ini, tahu apa
kalian tentang balian. Kalian lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan
ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak menjadi balian.

d. Seorang ibu muda, karena ingin menyembuhkan anaknya yang sedang sakit, ibu muda itu
rela menunggu berhari-hari walau badannya tidak sanggup lagi menahannya.
Seorang ibu muda yang telah kehabisan air mata terduduk lemas di sudut belakang balai.
Kantung matanya menebal, rambut terbiarkan tergerai kusut berhari-hari tak tersisir tangan
dan dilembutkan minyak jelantah. Ialah ibu si anak yang kini nyawanya tengah di awangawang dalam pertolongan para balian yang terus menari dan merapalkan mantra-mantra.
Kepala perempuan itu terkulai miring ke kiri bersandar pada bahu seorang ibu yang
menjaganya.
3. Superego
Superego merupakan kesempurnaan dari kesenangan karena superego dapat pula dianggap
sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah,
dan pantas atau tidak dilakukan. Superego juga dapat dikatakan sebagai pengontrol (nilai
agama, sosial, dan lain-lain)

a.

Tokoh aku, lebih memilih diam ketika terjadi pembicaraan yang dia dengar di warung,
karena dia merasa perbincangan tersebut tidak akan mempengaruhi hasil penelitiannya.
Aku melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung. Aku
harus segera memulai perjalanan sebelum matahari meninggi. Tugasku selama dua minggu
melakukan penelitian, termasuk menyaksikan upacara balian, sudah berakhir.

b. Seorang perempuan muda (idang), dia memilih masuk secara tiba-tiba ke dalam acara balian
sebagai idang dan berhasil mengobati anak yang sakit parah.
Seorang perempuan muda tiba-tiba menghambur ke tengah upacara, menari-menari.
Mulutnya merapal mantra-mantra yang tak pernah terbaca oleh balian mana pun juga,
dengan diiringi denting gelang di kedua tangannya
Tapi malam itu, Idang, seorang perempuan muda yang dianggap gila, menyeruak ke
tengah-tengah upacara. Menari-nari, menyanyi, merapalkan mantra-mantra yang
sebelumnya tidak pernah dibaca para balian.
c.

Damang Itat/lelaki tua, dia lebih memilih pergi ketika apa yang dia katakan tidak diubris oleh
masyarakat.
Setelah membayar kopinya, lelaki tua itu pun pergi meninggalkan warung sambil
menggerutu, Celaka celaka celaka.

d.

Seorang ibu muda, dia telah siap akan apa yang akan terjadi terhadap apa yang akan
menimpa anaknya.
Walau jauh di lubuk hati, ia sebenarnya telah mulai memupuk kerelaan bila sewaktu-waktu
sang anak diambil sang ilah
Dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly memperlihatkan sifat seseorang
yang ingin diterima dan diperhatikan, keteguhan orang tua kepada anaknya, sifat seseorang
yang tersingkir dari profesinya, dan sifat seseorang tidak mau ikut capur terhadap
permasalahan orang lain.

1.

Sifat seseorang yang ingin diterima dan diperhatikan, yaitu tokoh perempuan muda yang
menceritakan hal-hal mistis, mempunyai teman yang banyak, dan berprilaku yang membuat
orang melihatnya. Hingga akhirnya dia membuktikan apa yang dia bicarakan selama ini
betul-betul adanya dan berhasil mengobati orang, walaupun dengan cara tiba-tiba.
...Idang dikenal sebagai perempuan kurang waras. Kerap mengamuk kesurupan, dan
meracau menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang aneh. Kepada orang-orang ia sering
mengatakan, Ada ular-ular besar menyusup dalam mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi
ular yang menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi juga aku sering bertemu Ayah.
Seorang perempuan muda tiba-tiba menghambur ke tengah upacara, menari-menari.
Mulutnya merapal mantra-mantra yang tak pernah terbaca oleh balian mana pun juga,
dengan diiringi denting gelang di kedua tangannya

Tapi malam itu, Idang, seorang perempuan muda yang dianggap gila, menyeruak ke
tengah-tengah upacara. Menari-nari, menyanyi, merapalkan mantra-mantra yang
sebelumnya tidak pernah dibaca para balian.
2. Keteguhan orang tua kepada anaknya, yaitu keteguhan hati orang tua yang selalu menunggu
pengobatan anaknya sampai sembuh walau badannya sudah lemas dan tak terurus.
Seorang ibu muda yang telah kehabisan air mata terduduk lemas di sudut belakang balai.
Kantung matanya menebal, rambut terbiarkan tergerai kusut berhari-hari tak tersisir tangan
dan dilembutkan minyak jelantah. Ialah ibu si anak yang kini nyawanya tengah di awangawang dalam pertolongan para balian yang terus menari dan merapalkan mantra-mantra.
Kepala perempuan itu terkulai miring ke kiri bersandar pada bahu seorang ibu yang
menjaganya.
3.

Sifat seseorang yang tersingkir dari profesinya, yaitu tokoh Damang Itat/orang tua yang
berusaha mempengaruhi masyarakat agar perempuan muda sebagai idang yang balian pada
malam sebelumnya dan berhasil menyembuhkan anak yang sudah sakit parah, tidak dipakai
untuk kesekian kalinya.
Ini menyalahi adat. Tidak pernah ada seorang perempuan, apalagi perempuan itu
dianggap gila, bisa menjadi seorang balian. Ini alamat mendatangkan bencana, ucap
seorang lelaki tua di warung kepada dua lelaki yang lebih muda.
Dengan wajah agak memerah, orang tua itu berucap, Kalian anak muda ini, tahu apa
kalian tentang balian. Kalian lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan
ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak menjadi balian. Setelah
membayar kopinya, lelaki tua itu pun pergi meninggalkan warung sambil menggerutu,
Celaka celaka celaka.

4.

Sifat seseorang tidak mau ikut capur terhadap permasalahan orang lain, yaitu tokoh aku
yang tidak memperdulikan perbincangan orang-orang pergi meninggalkan kampung setelah
urusannya selesai. Dia hanya perduli akan penelitian yang baru saja dia selesaikan yaitu
mencari tempat dimana terdapat emas dan akan dilaporkan kepada perusahaan besar.
Aku melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung. Aku
harus segera memulai perjalanan sebelum matahari meninggi. Tugasku selama dua minggu
melakukan penelitian, termasuk menyaksikan upacara balian, sudah berakhir.
Entah, makna apa yang harus aku pahami. Namun aku tahu, sebentar lagi hutan tak jauh
dari kampung itu akan dibongkar oleh sebuah perusahaan besar untuk mengeruk emas hitam
dari perutnya.

G. Kesimpulan
Beberapa tokoh muncul dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly. Namun
tidak semua tokoh digambarkan aspek Psikologinya. Tokoh yang wataknya diungkapkan ada
4 tokoh yaitu Aku, seorang perempuan muda (idang), Damang Itat/lelaki tua, seorang ibu

muda. Peristiwa ini merupakan gambaran dari proses penyelesaian konflik, dimana karakter
aku tidak mampu untuk mengetahui maksud dari perkataan lelaki tua bahwa akan datang
bencana pada hutan, padahal dia tahu hutan tersebut akan dijadikan tambang emas.
Struktur kepribadian tokoh dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly memiliki
tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego. Ketiga unsur dari struktur kepribadian tersebut
memengaruhi tingkah laku, pola pikir, dan kejiwaan para tokoh utama dalam cerpen
Perempuan Balian karya Sandi Firly. Dari analisis psikologi di atas, dapat diketahui bahwa
para tokoh memiliki id yang kuat. Mereka cenderung ingin melepaskan diri dari segala
permasalahannya yang mereka rasakan dalam hidup tanpa melihat realita yang ada.
Mekanisme pertahanan ego ditemukan dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly,
meskipun usaha mereka berhasil. Pada superego, tokoh telah memilih berdasarkan
pertimbangannya untuk melakukan suatu hal.

Daftar Pustaka
Aminuddin. 1990. Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra. Sekitar Masalah Sastra. Beberapa Prinsip
dan Model Pengembangannya. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh Malang.
Endraswara,Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.
Muhardi dan Hasannuddin. 1992. Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP Padang Press.
Ramdhansyah. 2011. Paham dan Terampil Berbahasa dan Bersastra Indonesia. Bandung: Dian Aksara
Press.
Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitiann Sastra. Bandung: Penerbit ANGKASA.
Suryabrata, Sumadi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Firly,

Sandi.
2012.
Perempuan
Balian.
Kompas.
(https://cerpenkompas.wordpress.com/2012/06/24/perempuan-balian/#more-1603) Diunduh
pada 10 Desember 2014.
Posted by Aadiaat Makruf at 08:10
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Penelitian Sastra
No comments:
Post a Comment
Newer Post Older Post Home

Subscribe to: Post Comments (Atom)

Labels

Analisis Kaba (1)

Cerbung Sudiarsu (1)

Minangkabau (3)

Penelitian Sastra (3)

Wisata Sumbar (3)

About Me

Aadiaat Makruf
View my complete profile

Pengunjung
Translate

75

Total Pageviews
1797
Powered by

Translate

Blog Archive

2015 (8)
o August (2)
o September (4)
o October (2)

Analisis Psikologi Sastra Cerpen Perempuan Balian ...

FORMASI IDEOLOGI BUDAYA DALAM NOVEL ANDIKA


CAHAYA ...

2016 (3)
Travel template. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai