Anda di halaman 1dari 9

Dampak Intelekstual Nilai Budaya, Sosial dan Agama Dalam Karya Sastra

Ajeng Retno Ariani

Universitas Ahmad Dahlan

ajengretnoariani1901@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini menganalisis mengenai hubungan intertekstual antara cerpen Robohnya


surau kami karya A.A Navis dan Burung kecil Bersarang di Pohon karya Kuntowijoyo serta
teks hipogram yamg berisikan kisah-kisah yang jadul. Serta hubungan interteksdengan teks
sastra yang baru dan teks sastra yang mendahuluinya menarik dan penting dikaji untuk
melihat bagaimana sebuah teks ditransformasikan serta sejauh apa perubahan struktur dan nilai-
nilai dalam proses transformasi tersebut. Analisis hubungan antar teks pada penelitian ini,
menggunakan pendekatan Intertekstual. Pengkajian menghasilkan simpulan bahwa teks cerita
pendek Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis dan Burung Kecil Bersarang di Pohon Karya
Kuntowijoyo memiliki hubungan interteks. Intertekstualitas pada Cerpen ‘Robohnya Surau
Kami’Karya A.A Navis dan‘Burung Kecil Bersarang di Pohon’ Karya Kuntowijoyo”.

PENDAHULUAN

Cerpen adalah karya fiksi yang mengkisahkan sebuah kehidupan imajinasi dengan
menggunakan unsur instrinsik,mencakup dari isi unsure instrinsik. Karya sastra yang berkaitan
dengan intelekstualitas merupakan analisis pada pembaca dengan karya sastra yang telah dibaca. Bagi
penulis yang menciptakan karya sastra intelekstual adalah membuat kemiripan yang tertera dari
cerpen yang satu dengan cerpen yang lain. Hal ini bukan salah satu hasil karya sastra yang meniru.

Sebuah karya yang mengandung inlekstual yaitu bentuk dari balasan si pembaca kepada suatu
karya yang telah dibaca. Selain itu, intelekstual yang paling primer yaitu mendalami dan meneruskan
makna dari karya sastra tersebut. Karya itu disebut sebagai tindakan, penyerapan, dan perubahan dari
karya sastra yang lainnya. Masalah intelekstual mulai dari pengaruh, pengambilan, ataupun meniru itu
salah satu hal yang dapat diperoleh makna dari sekian karya yang dianggap perbedaan dengan karya
sastra yang lain yang dapat dijadikan hipogramnya. (LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI, n.d.)

Pada karya sastra ada pula yang dinamakan apresiasi, yang seharusnya memandang, atau
menyanjung. Seiring pada kemajuan memiliki arti yang menetapkan pada kegiatan tertentu seperti
memahami dan menyenangi, serta mempertaruhkan sebuah kehormatan atas nilai yang tinggi, dan
memerankan sosok yang lebih tanggap, dan menghargai secara kritis. Apresiasi prosa fiksi merupakan
suatu kegiatan untuk memahami prosa fiksi, menaruh sebuah apresiasi dengan nilai yang diatas rata-
rata tentang karya fiksi, sebagai orang yang tanggap tentang nilai prosa fiksi, serta menguraikan
dengan berfikir terhadap prosa fiksi.

Kegiatan apresiasi merupakan unsur pemahaman dalam kehidupan sehari-hari yang dimana
seseorang dipertemukan dengan dasar yang sama, melalui karya fiksi dasar yang tampak biasa oleh
penulis diberi makna yang di anjurkan pada pembaca dengan menggunakan cara yang besar.
Pewujudan makhluk berbudaya dan melaksanakan karya sastra fiksi dengan menerima pengetahuan
imajinasi yang lebih baik, dengan cara mengeksplorasi karya fiksi dalam kehidpan seseorang menjadi
lebih bermakna.

Karya fiksi yang telah dibacanya merupakan sebuah gambaran, apabila seorang melihat
pergelaranseperti wayang, semestinya telah mengeahui kisahnya. Tetapi dengan setiap menyaksikan
pertunjukan dengan memiliki cerita yang sama, para penikmatnya tersebut memperoleh inovasi lagi
yang tidak dirasakan seperti pengetahuan sebelum melihatnya. Dan dengan adanya keberanian yang
artistik itu merupakan salah satu upaya memperluas karya yang ditepati dengan cara-cara yang
khusus yang dibedakan dengan pengamat lainnya. (Kaswari, 1967)

Pada cerita Robohnya Surau Kami adalah salah satu penulisan dari A.A. Navis bersejarah, sebab
kandungan cerita sama persis sangat berhubungan pada kontemporer, walaupun periode sudah
berganti . penggabungan cerita penuh terbit pada nilai sosial. Seperti cerpen dengan judul Robohnya
Surau Kami. Cerpen ini juga mendeskripsikan mengenai aktivitas seseorang yang taat melakukan
ibadah serta menyembah kepada Tuhan semasa hidupnya. keadaan ini menurut A.A Navis
merupakan hal yang sangat mementingkan dirinya sendiri karena Tuhan tidaklahberkenan bagi
mereka yang enggan bertugas dan tidak bertanggung jawab dengan amanah yang telah diberi.
Membaca dan mempelajari sebuah karya sastra adalah sala satu aktivitas dari tindakanmengapresiasi
karya sastra. Selain itu karya sastra juga sebagai pemahaman kehidupan yang menggambarkan
kehidupan seseotang yang diperoleh dari lingkungan atau kegiatan di dalam masyarakat. Dengan
segala pembahasan yang disampaikan oleh pengarang pada cerpen yang tertulis pada karya sastra,
walaupun begitu tidak jarang ditemukan adanya karya sastra yang dituliskan oleh pengarang yang
beragam tetapi mempunyai hubungan antar karya tersebut.

Sebab karya tumbuh diantara kelompok adalah kesimpulan dari pembeberan vitalitas penulis
mengenai kehidupan, kejadian, maupun pengalaman hidup yang telah dirasakan selama hidup.
Cerpen adalah karya pertama A.A. Navis ini serta sekaligus mengangkat namanya sebagai penulis
atau sastrawan. Adapun, kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami Navis memprovokasi kepada
seseorang yang taat beribadah serta melupakan kewajiban yang lain, serta memprovokasi juga pada
mereka yang sekadar mencampuri tetapi tidak mengetahui hal apa yang telah diikutinya. Sang
pengarang A.A. Navis juga beranggapanketika dalam amanatnya bahwa ibadah itu tidak hanya
sekadar mengagungkan dan menyembah Pencipta, melainkan harus juga tidak menghirauaka
lingkungan disekitar. (Barella, 2010)

Dalam cerita “Burung Kecil Bersarang di Pohon” terdapat nilai religiusitas dengan pengalaman
analisis teks. Religius pada karya sastra ini diartikan sebagai keadaan tokoh utama yang senantiasa
menjaga dirinya dari segala sesuatu yang kotor karena sang tokoh utama ingin beribadah didalam
rumah Tuhan, tetapi karena perjalanan yang ia lalui justru ia berprasangka buruk kepada orang yang
ditemuinya di pasar.(Widiasih & Djokosujanto, 2020)

METODE

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang merupakan


penelitian yang menyangkut dengan temuan pada deskripsi yang rinci dengan metode
analisis deskriptif.
Penelitian yang mendasar melalui uraian yang mengatakan bahwa jalinan
interteks dengan cerita. Oleh sebab itu, pengkajian ini adalah kajian kualitatif
deskriptif. Didalam cerita “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis terkandung nilai
yang menyangkut pautkan beberapa gejala sosial yang berlaku. Dengan mengkaji
makna intelekstual menurut karya sastra tersebut, serta memfokuskan pada nilai
sosial yang menggambarkan tentang aktivitas pada masyarakat umumnya.
Dengan bersikap berserah diri lelaki paruh baya didalam cerita “Robohnya
Surau Kami” dan “Burung Kecil Bersarang di Pohon” karya Kuntowijoyo percaya
pada kemuliaan Tuhan menggunakan cara mempercayai bawha Tuhan itu benar
adanya. Sebagai implementasi beriman kepada kemuliaan Tuhan atas hidupnya.
(Pemikiran et al., 2018)
Tokoh Kakek didalam cerpen meminta kepada Tuhannya supaya dapat masuk
kedalam surga dengan cara beribadah dan berdoa kepada Tuhan. Sebagai pelaksanaan
pada kebesaran Tuhan, ibadah yang ditunaikan seorang hamba adalah selalu
mengingat dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan tujuan semua tidak
lain merupakan untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Tokoh Kakek
didalam cerita tersebut senantiasa menyerahkan seluruh pada Tuhan selalu berikhtiar
sebisanya agar dapat meluruskan hidup pada seluruh kesibukan yang ada dibumi
sudah disusun oleh-Nya.(Purbani, 2010)

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Intelekstual
1. Teori Intelekstual
Intelekstual merupakan suatu hubungan teks cerita yang tunggal dengan teks yang lain, dan
teks itu secara etimologis merupakan penggabungan atau susunan. Intelekstual merupakan
hubungan antar teks satu dengan teks yang lain dan sama-sama berkaitan. Teks tersebut
merupakan gabungan kata yang membangun makna.
Karya sastra memiliki hubungan sejarah dengan karya lain dizamannya atau yang memulai.
Dalam menelaah suatu karya sastra hendaknya membandingkan karya yang sezaman, karena
sesuatu teks karya sastra yang sebelumnya berkaitan dengan karya lainya yang dapat menjadikan
tumpuan dalam intekstual. (Suwondo, 2010)

2. HIPOGRAM
Teks yang disusun sebagai intelekstual persamaan modelnya tidak ada batasannya, tetapi
intelektual memberikan peluang yang sangat luas bagi pengamat atau peneliti untuk
mendapatkan suatu hipogram. Hipogram merupakan karya yang memerankan suatu peran
yang penting, dan karya sastra selanjutnya disebut transformasi. Tidak hanya dapat dilakukan
antar novel dengan novel, tetapi Intelekstual dapat dilakukan antara cerpen dengan cerpen.
Pada kenyataannya suatu karya sastra adalah balasan suatu pengambilan transformasi
tentang sesuatu yang menelah ada didalam karya lainnya. Balasan terkandung bersifat kata,
kalimat dan gagasan dalam teks transfomatif yang membuat para pembaca tidak lagi
mengingat akan karya yang menjadi tolak ukurnya.

3. Trasnformasi Teks
Trasnformasi merupakan perubahan mengenai suatu hal atau perubahan dengan keadaan
yang di dalamnya terdapat intelekstual yang seringkali disangkut pautkan dan terjadi hubungan
yang kontras, yang diakibatkan dengan mentransformasikan suatu petunjuk ke dalam cerita
yang berbeda.
Sistem yang dapat dikatakan transformasi sebgai sistem yang membentuk suatu teks,
dengan sumber yang didapat seseorang sastrawan dari bacaan yang dijadikan objek atau
pengetahuan, dan selanjutnya objek akan ditransformasikan menjadi suatu karya. Transformasi
dapat dijadikan apabila metode aktualisasi sebuah konsep penulis yang dapat menjadi faktor
subjektivitas penulis yang akan dijadikan terkenal.(Nurgiyantoro, 2003)

B. Unsur Intrinsik Pada Cerpen

1. Tema

Tema dalam cerita “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis yang disampaikan penulis
melewati cerita ini yaitu tentang masalah kejiwaan dan keagamaan pada saat menghadapi persoalan
dunia, serta diterangkan ke dalam motif sindiran yang menusuk kepada orang yang beragama, yang
paling utama bagi yang melaksanakan aturan Tuhan tanpa berupaya interpretasi yang cukup dalam
dengan cara berfikir logis sehingga seketika meninggalkan tindakan yang merugikan sebagai manusia
didunia.

Sedangakan tema dalam cerita “Burung Kecil Bersarang di Pohon” karya Kuntowijoyo tidak
jauh berbeda dengan cerpen sebelumnya yang mengenai religiusitas yang diartikan dengan
pengalaman dan penghayatan yang telah dianalisis.(Model et al., 2013)

2. Tokoh dan Penokohan

a. Aku

Tokoh yang sebgai Aku ini yang memiliki jalannya cerita, yaitu cerita berlingkar pada cerpen
terkandung pada sebuah cerita pendek. Sementara penulis yang menulis alur cerita di sini adalah A.A.
Navis melalui kisahnya sendiri sebagai penulis yang pembawaan jalan ceritanya yaitu pada tokoh aku.

Tokoh aku memiliki penjelasan tentang tokoh yang secara dramatik yaitu penulis tidak
menceritakannya secara terang-terangan, namun sifat dan sikapnya serta kelakuan tokoh.Tokoh ini
juga bertindak dalam cerita yang terkadang darinya dapat mendengar awal cerita si Kakek yang
membunuh dirinya secara tragis dan meggambarkan tokoh adalah seorang yang ingin tahu masalah
oran lain.

b. Kakek

Kakek disini adalah tokoh utama dalam cerita ini, yang mengisahkan seorang kakek yang
dikisahkan dengan tokoh Aku. Kakek yang bekerja sebagai penjaga surau dan taat beribadah selama
bertahun-tahun mengabdikan dirinya pada surau itu, meskipun si kakek tidak mendapatkan upah
sepeserpun.

Tokoh kakek menghidupi dirinya melalui sedekat dari orang-orang sekitarnya yang sekiranya
memperdulikan si kakek dan melalui penjualan ikan mas yang ada dikolam. Di usia yang tidak lagi
muda si kakek hidup sebatang kara dan menghabiskan waktunya untuk senantiasa beribah kepada
Tuhan dan tidak memikirkan dunianya lagi.

c. Ajo sidi

Tokoh yang sering berbohong dan tidak dapat untuk dipercayai bila ada perkataan yang keluar
dari mulutnya walaupun ia berbicara bersungguh-sungguh dan membicarakan mengenai apa itu
agama. Menurut dirinya ia lebih mementingkan duniawi dibanding dengan akhirat dan bekerja sangat
keras didunia. Bualannya dianggap sebagai sindiran kepada masyarakat beragama yang berada di
sekitarnya.

d. Haji Soleh

Perwatakan yang sama seperti tokoh Ajo Sidi dan mempunyai omong kosong terhadap tokoh
Kakek. Haji Saleh sengja ditulis dalam cerpen untuk menarik perbandingan tentang tokoh kakek. Ia
selama hidup adalah orang yang taat beribadah tak kenal waktu dan melupakan segala sesuatu
terutama melupakan keluarganya. Ia sangat berbangga hati karena ia sering beribadah dan akan
dimasukkan kedalam surga, tetapi nyatanya kehendak berkata lain.

Sedangkan dalam tokoh dan penokohan cerpen “Burung Kecil Bersarang di Pohon” adalah :

a. Lelaki Tua
Lelaki tua yang menjadi tokoh utama didalam cerpen dan seorang guru besar yang memahami
ilmu fiqih dan tauhid. Lelaki tua yang sering dijuluki dengan panggilan buya merupakan tokoh
uatama yang kebetulan akan menjadi imam pada shalat jumat.

seoranglaki-laki mendekat padanya.―Buya, kata


orangitu.Teranglah,sudahwaktunyakemasjid.Iaharusmengucapkankhotbah dan
menjadi imam.
b. Anak Kecil
Anak kecil yang mempunyai julukan Buyung mempunyai sifat yang sangat lugu seperti anak kecil
pada umumnya, yang berharap bantuan pada seorang kakek yang tak sengaja melewati jalan tersebut.
Lalu Buyung meminta untu mengambilkan burung yang pada saat itu sedang berada diatas pohon.
3. Alur
Jalan cerita yang digunakan penulis didalam cerita Robohnya Surau Kami untuk
menggambarkan sosok sang Kakek yang seakan terbawa oleh cerita Ajo Sidi dan Haji Saleh. Tokoh
Kakek disini pekerjaannya adalah menjaga surau dan terkadang dimintai tolong oleh para ibu-ibu
untuk mengasah pisaunya. Cerpen ini menceritakan tentang cerita yang berbingkai yang artinya kisah
yang digambarkan pada kisah yang berbeda pula.

Sedangkan plot yang dipakai penulis dalam cerita Burung Kecil Bersarang di Pohon
merupakan plot maju yang diawali serupa pada penggambaran seorang kakek yang merupakan guru
besar ilmu fiqih dan tauhid di sebuah universitas yang sedang berjalan menuju mesjid. Dalam
perjalanan si kakek melewati pasar yang kumuh yang dipenuhi oleh pedagang. Dalam hati kakek
melihat orang-orang yang berada dipasar merasa berkecambuk. Banyak kejadian yang dialami oleh si
kakek disepanjang perjalanannya.(Nurgiyantoro, 1998)

4. Latar
a. Latar Tempat
Latar didalam cerpen berada di suatu daerah, sekolah, hutan, bangunan dan sebaginya,
latar tempat yang dijelaskan oleh penulis sangat jelas seperti dikota, disurau, dan perkotaan.
Sedangkan Latar pada cerpen Burung Kecil Bersarang di Pohon adalah dirumah kakek, pasar dan
jalanan.

b. Latar Waktu
Waktu pada cerpen Robohnya Surau Kami tidak dijelaskan secara pasti dalam cerpen
tersebut, dalam penulisan cerpen ini bertuliskan pada tahun 1986 dan terdapat beberapa kutipan.
Sedangkan waktu didalam cerita Burung Kecil Bersarang di Pohon terhubung pada berbagai
masalah yang terjadi dalam karya fiksi.

c. Latar Peristiwa
Penulis didalam cerita Robohnya Surau Kami menggambarkan tentang Haji Saleh pada saat
Indonesia dijajah oleh bangsa asing, dimana seluruh hasil kekayaan yang Indonesia punya dibawa ke
negeri mereka serta rakyat yang menjadi kacau balau.

Sedangkan peristiwa pada cerita Burung kecil bersarang di pohon memiliki peristiwa yang
terjadi yang dialami oleh tokoh utama seperti diperkirakan peristiwa terjadi pada tahun 1970 pada saat
cerpen ditulis. Dan latar peristiwa juga mengaju kepada tokoh utama yang hendak berangkat kemesjid
dan melewati pasar, lalu bertemu dengan seorang anak kecil yang merengek minta diambilkan seekor
burung yang sedang berada di atas pohon.

d. Latar Sosial
Pada umumnya latar sosial menggambarkan keadaan yang terjadi di masyarakat sekarang
dan nilai sosial dan sikapnya, cara hidupnya serta bahasa dan kebiasaannya.

5. Sudut Pandang
Pandangan penulis terhadap cerpen robohnya surau kami adalah sebagai media untuk
menunjukkan para tokoh, latar, tindakan serta berbagai kejadian yang telah membentuk cerita. Dalam
cerpen Robohnya Surau Kami memiliki sudut pandang persona pertama pada tokoh Aku serta tokoh
tambahan.
Sedangkan sudut pandang pada cerpen burung kecil bersarang di pohon menggunakan sudut
pandang orang ketiga.

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan merupakan wahana untuk bercerita, dengan gaya yang terlihat
biasa disebut dengan cara pengungkapan yang memiliki ciri tersendiri. Selain itu penulis juga
mengungkapkan beberapa contoh atau kata kiasan pada teks, seperti majas personifikasi dan majas
hiperbola.
Sedangkan gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen burung kecil bersarang di pohon
diantaranya menggunakan pemajasan atau teknik untuk mengungkapkan bahasa. Dan ada
beberapa majas personifikasi dan hiperbola.

7. Amanat
Amanat dalam sebuah cerita dapat dituangkan oleh penulis sehingga dapat mendasari
seluruh cerita. Amanat yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis yaitu
menjaga dan jangan bermasabodoh kepada sesuatu yang telah dimiliki. Jangan terlalu cepat
berbangga hati dengan apa yang kita sudah perbuat dan tidak menyia-nyiakan apa yang telah
dimiliki serta tidak mementingkan diri sendiri.
Sedangkan amanat yang ada di dalam cerpen burung kecil bersarang di pohon mengenai
ajaran moral yang akan disampaikan oleh penulis kepada pembaca seperti, jangan pernah
menhakimi sesuatu tanpa melihat diri kita dan hendaknya tolong menolong pada sesama umat.
(Widiasih & Djokosujanto, 2020)

C. Analisis Intertekstual Cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis dengan
Cerpen “Burung Kecil Bersarang di Pohon” karya Kuntowijoyo.

Kajian yang terhadap pada sejumlah teks mempunyai hubungan yang tertentu, misalnya untuk
menemukan adanya hubungan unsurintrinsik seperti ide, gagasan dan lainnya pada teks yang
dikaji. Berikut ini adalah hubungan yang terkait pada intertekstual yang terdapat dalam cerpen
“Robohnya Surau Kami” dan “Burung Kecil Bersarang di Pohon”.

1. Perbandingan pada unsur-unsur Intrinsik

a. Tema

Memiliki kesamaan dalam topik cerita semacam akan ditulis pada unsure tersebut. Topik yang
ditemukan pada dua cerita tersebut merupakan tentang religiusitas atau tentang masalah jiwa
keagamaan yang dialami pada lakon utama yaitu seorang lelaki paru baya atau kakek.Pada
cerita Robohnya Surau Kami memiliki topic masalah keagamaan yang menimpa pada si kakek

b. Penokohan

seorang lelaki paruh baya atau seorang lelaki tua yang menjadi tokoh utama didalam cerpen.
Orang tua yang sama dengan orang tua lainnya yang semakin rajin melakukan ibadah kepada
Tuhan dikarenan separuh dari orang-orang yang beranggapan bahwa pada usia senja merupakan
saatnya seseorang untuk memperbaiki dirinya. Pada cerita Kuntowijoyo ini mengisahkan seorang
kakek yang menggambarkan kesungguhan dengan usia yang harus mencukupkan dirinya dan
merubah latar belakang yang berbeda.

Lelaki tua didalam cerita Robohnya Surau Kami dikisahkan menjadi penjaga surau pada
waktu muda dengan hidup yang digunakan untuk beribadah kepada Tuhan. Serta tidak
mempunyai keluarga dan tidak pula berkeluarga dikarenakan enggan berpaling untuk melakukan
ibadah kepada Tuhan. Untuk menutupi keperluan sehari-harinya tokoh kakek sekadar bergantung
kepada orang-orang disekitarnya yang memberinya makanan. Si kakek sangat mempercayai
bahwa Tuhan tidak akan membuat hamba-Nya kesulitan.

Sedangkan lelaki tua pada cerita Burung Kecil Bersarang di Pohon merupakan guru besar
agama dan tauhid serta menjadi pendidik disebuah universitas. Di lingkungan masjid kakek
disebut menggunakan panggilan buya. Kakek mempuyai rumah maupun keluarga, yang saat kecil
si kakek sangat menyukai permainan salah satunya adalah menangkap burung. Sehingga ketika
dirnya melihat seorang anak kecil membutuhkan pertolongannya untuk mengambilkan burung di
pohon si kakek teringat irinya sewaktu kecil.

c. Latar Tempat

Didalam cerpen Robohnya surau kami mempunyai latar tempat tidak disebutkan.

Sedangkan pada cerita burung kecil bersarang di pohon berada di Sumatera Barat.

2. Hipogram

Cerita robohnya surau kami mempunyai latar, serta memiliki tanggapan si penulis.
Dalam berbagai cerita tidak hanya mempercayai kesalahan sosial yang ada dalam masyarakat.

Sedangkan didalam cerita burung kecil bersarang di pohon memiliki tranformasi dari
cerita sebelumnya yang berkaitan dengan keagamaan dan kesalahan sosial.

PENUTUP

Kesimpulan

Pada penelitian yang sudah tuliskan oleh pengarang dapat diambil kesimpulan bahwa
cerita robohnya surau kami serta pada cerpen burung kecil bersarang di pohon memiliki makna
sama yaitu mengenai masalah sosial, keagamaan dan budaya. Adanya nilai keagaamaan dalam
cerpen tersebut mempunyai hubungan yang sama pula antar manusia dan Tuhan serta masyarakat
di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Barella. (2010). No Title210 ,3 ,‫ بیماریهایداخلی‬.‫ئئئئئ‬.


Kaswari. (1967). Profil pembelajaran Apresiasi prosa Fiksi Sebagai kegiatan Rekreatif dan Prokreatif.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI. (n.d.).

Model, A., Kooperatif, P., Tgt, T., Hasil, T., Bermain, B., Pada, B., Nugroho, W., Keguruan, F., Ilmu,
D. A. N., & Maret, U. S. (2013). Jurnal skripsi. Kajian Yuridis Terhadap Pemutusaan Kerja
Secara Sepihak, 1–19.

Nurgiyantoro, B. (1998). Teori Pengkajian Fiksi. 2–10.

Nurgiyantoro, B. (2003). Wayang Dalam Fiksi Indonesia. Humaniora, 15(1), 1–14.

Pemikiran, O., Utami, A., Mangunwijaya, Y. B., & Upaya, S. (2018). SASTRA DAN TEOLOGI:
Olahan Pemikiran Ayu Utami dan Y.B. Mangunwijaya Sebagai Upaya Pendekatan Teologis
terhadap Karya Sastra.

Purbani, W. (2010). Metode penelitian sastra 1. 1–13.

Suwondo, T. (2010). Kritik Sastra Indonesia dalam Jurnal Humaniora Tahun 2000-2008. Prosiding
Workshop Forum Peneliti Di Lingkungan Kemendiknas, March 2010, 472–490.
https://doi.org/10.5281/ZENODO.1256701

Widiasih, W., & Djokosujanto, A. (2020). Kaitan Konflik dan Nilai-Nilai Sosial dalam Novel Pasar
Karya Kuntowijoyo. Diskursus: Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 3(01), 63.
https://doi.org/10.30998/diskursus.v3i01.6685

Anda mungkin juga menyukai