Anda di halaman 1dari 10

PROBLEMATIK PENGULANGAN KATA (REDUPLIKASI) BAHASA INDONESIA

ARTIKEL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Problematik

Yang Dibina oleh Dr. Hasan Busri, M.Pd

Disusun Oleh :

Rosa Yuliana (21801071015)


Ajeng Dewi Prasasti (21801071031)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021
ABSTRAK

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan problematik pengulangan kata


(reduplikasi) bahasa indonesia yang meliputi: (1) problematik bentuk-bentuk yang
menyerupai kata ulang, (2) problematik proses reduplikasi pada kata ulang tertentu 3)
bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan merupakan hasil proses
pengulangan, 4) faktor terjadinya problematika reduplikasi Dalam berkomunikasi seharihari
sering digunakan berbagai bentuk kata. Salah satu bentuk kata yang sering digunakan dalam
kegiatan komunikasi tersebut adalah kata ulang. Kata ulang atau reduplikasi. Reduplikasi
atau bentuk pengulangan dalam bahasa Indonesia terjadi baik pada tataran fonologis,
morfologis, maupun dalam tataran sintaksis. Ada pun penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, karena tidak berbasis angka, akan tetapi berbasis deskripsi dan
fenomenasosial.

Kata kunci : problematika,reduplikasi,bahasa

PENDAHULUAN

Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi,
morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu
yang penting untuk dipelajari. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata dan pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata tehadap jenis kata dan makna kata. Morfologi merupakan bagian dari kajian
linguistik mikro untuk menelaah morfem dan kata serta kombinasi- kombinasinya.
Morfologi merupakan ilmu yang mengkaji pembentukan kata-kata. Seluruh elemen
berbahasa dipengaruhi oleh ilmu ini. Ketika kita hendak mengkomunikasikan sesuatu
kepada orang lain, penggunaan kata-kata yang tepat akan mudah dimengerti sehingga akan
terjadi kemudahan dalam memberi pemahaman pada apa yang akan disampaikan.

Dalam berkomunikasi sehari-hari sering digunakan berbagai bentuk kata. Salah satu
bentuk kata yang sering digunakan dalam kegiatan komunikasi tersebut adalah kata ulang.
Kata ulang atau reduplikasi. Reduplikasi atau bentuk pengulangan dalam bahasa Indonesia
terjadi baik pada tataran fonologis, morfologis, maupun dalam tataran sintaksis. Reduplikasi
dalam tataran fonologis tidak mengalami perubahan makna sehingga belum dapat dikatakan
sebagai sebuah kata ulang yang sesungguhnya. Hal ini terjadi karena pengulangannya hanya
pada pengulangan bunyi bukan pada pengulangan leksem. Lain halnya pada reduplikasi
morfologis yang pengulangannya terjadi pengulangan leksem. Reduplikasi merupakan
bentuk yang unik. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan klasifikasi pada
teori bahasa. Meskipun bentuknya kelompok kata, tetap masih dikelompokkan menjadi
sebuah kata, bukan frasa.

Reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk yang terjadi pada keseluruhan bentuk
dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem atau pun tidak (Muslich, 1990:
48). Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari
dasar meja), reuplikasi sebagian seperti lelaki 3 (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan
perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Di samping itu, dalam bahasa
Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana masih mencatat adanya reduplikasi semu, seperti
mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagi hasil reduplikasi, tetapi
tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang (Chaer,1994:182-183). Kata ulang semu
merupakan kata yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang itu. Jika tidak diulang,
komponennya tidak memunyai makna atau bisa juga memunyai makna lain yang tidak ada
hubungannya dengan kata ulang tersebut, Misalnya: hati-hati, tiba-tiba, kunang-kunang.

Sering juga muncul permasalahan dalam proses pembentukan kata ulang tersebut,
apakah bentuk alun-alun, anai-anai, simpang-siur, biri-biri dan kata yang sejenis ini dapat
dimasukkan sebagai kata ulang? Tentu saja hal ini sangat membingungkan bagi para
pemakai bahasa Indonesia yang masih awam berkaitan dengan menentukan bentuk dasar,
proses pengulangan, dan kata-kata yang menyerupai kata ulang dapatkah disebut kata ulang
atau bukan.

LANDASAN TEORI

Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik
secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Soedjito,1995:109) Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan
gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Ramlan, 1985:57)

Menurut (Muslich,1990:48) Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan


kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak.). Proses
reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun sebagiannya, baik
dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan yang
diulang merupakan bentuk dasar (Solichi,1996:9).
Ada pula yang berpendapat bahwa, reduplikasi ialah proses pembentukan kata,
dengan cara mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik baik
disertai perubahan bunyi atau tidak. Proses reduplikasi ini menghasilkan kata ulang, dan
kata ulang ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang bisa disebut kata ulang.

Terjadinya bentuk kata ulang itu melalui proses pengulangan. Proses pengulangan atau
reduplikasi ialah pengulangabn satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagainya, baik
dengan variasai fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan
satuan yang diulang merupakan bentuk (Kembar, 1983:55). Misalnya, kata ulang mobil-
mobil dari bentuk dasar mobil. Kata ulang bernyanyi-nyanyi dibentuk dari bentuk dasar
bernyanyi, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik.

Setiap kata ulang pasti mempunyai bentuk dasar. Oleh karena itu, ada beberapa kata
secara bentuk lahirnya seperti kata ulang, namun bila dianalisis berdasarkan tujuan
deskripsi bukan merupakan kata. Misalnya, mondar-mandir, sia-sia, compang-samping,
alun-alun, huru-hara. Contoh-contoh tersebut tidak tergolong kepada bentuk reduplikasi.
Hal itu terjadi karena bila kata-kata tersebut dideretkan secara morfologis tidak ada satuan
kata yang lebih kecil dari kata-kata tersebut.

PEMBAHASAN

1. Bentuk-bentuk yang menyerupai Kata Ulang

Ada beberapa bentuk yang sering dianggap sebagai kata ulang, tetapi sebenarnya
bentuk-bentuk tersebut oleh beberapa pakar bahasa tidak disebut sebagai kata ulang.
Kata-kata tersebut antara lain:

kupu-kupu

gado-gado

onde-onde

Bentuk-bentuk tersebut tidak pernah dijumpai berdiri sendiri dalam tuturan,


misalnya onde, kupu, gado yang sementara ini oleh orang awam dianggap sebagai
kata ulang, ternyata juga bukan merupakan kata ulang.

2. Bentuk Kata Yang Secara Fonemis Berulang, Tetapi Bukan Merupakan Hasil
Proses Pengulangan.
Alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-
alun.

Undang bukan merupakan bentuk dasar dari


kata undang-undang
bukan merupakan bentuk dasar dari kata
Cumi
cumi-cumi.
bukan merupakan bentuk dasar dari kata biri-
Biri
biri

Makna kata dari kata-kata di atas menurut KBBI adalah : 1. Alun-alun bermakna
tanah lapang yang luas di muka keraton atau di muka kediaman resmi bupati, dan
sebagainya, 2 undang-undang bermakna ketentuan dan peraturan negara yang dibuat
oleh pemerintah, disahkan oleh parlemen,ditandatangani oleh kepala negara dan
mempunyai kekuatan yang memikat,3 cumi-cumi bermakna binatang laut,termasuk
golongan binatang (Mosculla) tidak bertulang belakang, 4 biri-biri bermakna kambing
yang berbulu tebal dan ikal.

Kata-kata diatas secara fonemis berulang tapi bukan merupakan kata ulang
karena bukan termasuk kata dasar dan tidak dapat berdiri sendiri.

3. Proses Kata Ulang


a. Kata Ulang Berimbuhan
Kata ulang berimbuhan adalah kata yang dibuat dari bentuk dasar disertai dengan
kata imbuhan. Proses pengulangan kata yang yang sering menimbulkan permasalahan, di
antarnya: Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna
’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’. Yang ada makna
’sesuatu yang menyerupai bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu- satunya kemungkinan ialah
kata kereta-keretaan terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat
afiks –an. Contoh kata ulang yang lain sebagai berikut:
Bentuk Dasar Kata Ulang

Mobil mobil-mobilan

Gunung gunung-gunungan

Orang orang-orangan

Baju Baju- bajuan

Kereta Kereta- keretaan

Menurut Ramlan, proses tersebut dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor
makna. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna
’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’. Yang
ada makna ’sesuatu yang menyerupai bentuk dasar’. Begitu juga dengan kata mobil
menjadi mobil-mobilan, gunung menjadi gunung-gunungan, orang menjadi kata
orang-orangan, Baju menjadi kata Baju- bajuan.

b. Kata Ulang Berubah bunyi

Bentuk Dasar Kata Ulang

Sayur Sayur-mayur

Lauk Lauk-pauk

Warna Warna-warni

pada kata ulang berubah bunyi ini, perubahan bunyinya tidak terlalu banyak dan
bunyinya berhubungan dengan bunyi pada bentuk dasarnya. Kata di atas
merupakan bentuk kata ulang berubah bunyi, 1. Sayur-mayur bermakna berbagai
sayur. 2 Lauk-pauk bermakna berbagai lauk. 3 Warna-warni bermakna berbagai
warna . pada kata di atas kenapa tidak berbentuk kata ulang sayur-sayur.warna-
warna,dan lauk-lauk karena akan bermakna “banyak”, jadi, “banyak
sayur”,”banyak lauk” dan “banyak warna”.
c. Kata Ulang Sebagian

Bentuk Dasar Kata Ulang

Tangga Tetangga

Luhur Leluhur

Pohon Pepohonan

Daun Dedaunan

Kata diatas merupakan kata ulang sebagian karena setiap kata adalah suatu
bentuk ulangan pada suku awal (atau unsurnya) dari suatu kata asal. tetangga
tidak bermakna tangga-tangga. Sejatinya asal tetangga ialah (orang yang tinggal
di rumah dengan tangga). 1.Tetangga bermakna orang-orang yang tinggal
berdekatan. 2. Leluhur dari proses reduplikasi pada suku “lu” dari kata dasar luhur.
Selanjutnya mengalami pelemahan sehingga menjadi ‘e’. Dan kata ulang yang
terbentuk adalah leluhur.3. Pada kata pepohon, suku kata po diulang dan
diubah menjadi pe. Sementara itu, imbuhan –an dibubuhkan di akhir kata.
Dengan demikian, kata pohon telah direduplikasi menjadi kata ulang pepohonan.
4. Kata ulang ini merupakan kata ulang dari kata dasar daun yang direduplikasi
dan diubah huruf vokal suku kata awalnya dan diberi akhiran –an di akhir katanya
yang memiliki makna bebagaimacam daun.

d. Kata Ulang Seluruhnya


Jenis kata ulang ini adalah kata – kata yang mengalami proses reduplikasi secara
keseluruhan.

Bentuk Dasar Kata Ulang

Bapak Bapak-bapak

Ibu Ibu-ibu
Kakak Kakak-kakak

Dari kata di atas merupakan Kata ulang seluruhnya karena bentuk kata dasar
diulang kembali pada kata ulang dan memiliki makna tetap.

4. Reduplikasi Semantis

Reduplikasi semantis adalah pengulangan “makna” yang sama dari sebuah


kata yang bersinonim.

Kata Ulang

Cantik jelita

Alim ulama

Ilmu pengetahuan

Kita lihat kata ilmu pengetahuan dan kata kata alim dan ulama memiliki makna
yang sama. Demikian juga kata cerdik dan kata cendikia. Termasuk kedalam bentuk ini
adalah bentuk-bentuk seperti segar bugar, muda belia, tua renta, gelap gulita dan kering mersik.

SIMPULAN

Reduplikasi atau bentuk pengulangan dalam bahasa Indonesia terjadi baik pada
tataran fonologis, morfologis, maupun dalam tataran sintaksis. Pengulangan adalah proses
pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian,
baik dengan variasi fonem maupun tidak. sering juga muncul permasalahan dalam proses
pembentukan kata Tentu saja hal ini sangat membingungkan bagi para pemakai bahasa
Indonesia yang masih awam berkaitan dengan menentukan bentuk dasar, proses
pengulangan, dan kata-kata yang menyerupai kata ulang dapatkah disebut kata ulang atau
bukan. Setiap kata ulang pasti mempunyai bentuk dasar. Oleh karena itu, ada beberapa kata
secara bentuk lahirnya seperti kata ulang, namun bila dianalisis berdasarkan tujuan
deskripsi bukan merupakan kata. Misalnya, mondar-mandir, sia-sia, compang-samping,
alun-alun, huru-hara. Contoh-contoh tersebut tidak tergolong kepada bentuk reduplikasi.
Hal itu terjadi karena bila kata-kata tersebut dideretkan secara morfologis tidak ada satuan
kata yang lebih kecil dari kata-kata tersebut. Problematik reduplikasi atau penggulangan
kata yang terjadi aadalah Ada beberapa bentuk yang sering dianggap sebagai kata ulang,
tetapi sebenarnya bentuk-bentuk tersebut oleh beberapa pakar bahasa tidak disebut sebagai
kata ulang.

Permasalahan yang muncul dalam proses reduplikasi antara lain mengenai proses
reduplikasi pada kata ulang tertentu dan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan
merupakan hasil proses pengulangan, dan bentuk-bentuk yang menyerupai reduplikasi apakah
dapat digolongkan ke dalam bentuk reduplikai atau tidak. Permasalahan-permasalahan itu kiranya
dapat diatasi dengan membaca beberapa tulisan yang membahas reduplikasi. Selain itu, permasalah
seputar reduplikasi bisa juga diatasi dengan cara mengikuti diskusi ilmiah yang membahas
mengenai masalah-masalah kebahasaan pada umumnya dan lebih khusus lagi yang terfokus pada
masalah reduplikasi.

Demi menghindari adanya kesalahan atau kerancuan dalam berbahasa, disarankan


bagi pengguna bahasa untuk menggunakan tata cara yang umum dan banyak digunakan
oleh masyarakat. Namun, para pengguna bahasa juga harus mengoreksi lagi, apa tata cara
tersebut sesuai dengan stadar dan tata cara yang telah disepakati dalam konferensi.
Pemakaian bahasa yang umum belum tentu benar, justru karena pemakaiannya yang telah
menyeluruh itu kesalahannya jadi tidak tampak.

DAFTAR RUJUKAN

Muslich, Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa
Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.

Ramlan. 2001. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Solichi, Mansur. 1996. Hand-Out Morfologi. Malang: IKIP Malang.

Wawan.2011. (online) pada http://wawan.com/hubungan fungsi bahasa daerah dengan


bahasa -indonesia-blogger-indonesia-dan-asean-blogger/ (diakses pada tanggal 25 April
2021)

Anda mungkin juga menyukai