ARTIKEL
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi,
morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu
yang penting untuk dipelajari. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan bentuk kata atau struktur kata dan pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata tehadap jenis kata dan makna kata. Morfologi merupakan bagian dari kajian
linguistik mikro untuk menelaah morfem dan kata serta kombinasi- kombinasinya.
Morfologi merupakan ilmu yang mengkaji pembentukan kata-kata. Seluruh elemen
berbahasa dipengaruhi oleh ilmu ini. Ketika kita hendak mengkomunikasikan sesuatu
kepada orang lain, penggunaan kata-kata yang tepat akan mudah dimengerti sehingga akan
terjadi kemudahan dalam memberi pemahaman pada apa yang akan disampaikan.
Dalam berkomunikasi sehari-hari sering digunakan berbagai bentuk kata. Salah satu
bentuk kata yang sering digunakan dalam kegiatan komunikasi tersebut adalah kata ulang.
Kata ulang atau reduplikasi. Reduplikasi atau bentuk pengulangan dalam bahasa Indonesia
terjadi baik pada tataran fonologis, morfologis, maupun dalam tataran sintaksis. Reduplikasi
dalam tataran fonologis tidak mengalami perubahan makna sehingga belum dapat dikatakan
sebagai sebuah kata ulang yang sesungguhnya. Hal ini terjadi karena pengulangannya hanya
pada pengulangan bunyi bukan pada pengulangan leksem. Lain halnya pada reduplikasi
morfologis yang pengulangannya terjadi pengulangan leksem. Reduplikasi merupakan
bentuk yang unik. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan klasifikasi pada
teori bahasa. Meskipun bentuknya kelompok kata, tetap masih dikelompokkan menjadi
sebuah kata, bukan frasa.
Reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk yang terjadi pada keseluruhan bentuk
dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem atau pun tidak (Muslich, 1990:
48). Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari
dasar meja), reuplikasi sebagian seperti lelaki 3 (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan
perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Di samping itu, dalam bahasa
Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana masih mencatat adanya reduplikasi semu, seperti
mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagi hasil reduplikasi, tetapi
tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang (Chaer,1994:182-183). Kata ulang semu
merupakan kata yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang itu. Jika tidak diulang,
komponennya tidak memunyai makna atau bisa juga memunyai makna lain yang tidak ada
hubungannya dengan kata ulang tersebut, Misalnya: hati-hati, tiba-tiba, kunang-kunang.
Sering juga muncul permasalahan dalam proses pembentukan kata ulang tersebut,
apakah bentuk alun-alun, anai-anai, simpang-siur, biri-biri dan kata yang sejenis ini dapat
dimasukkan sebagai kata ulang? Tentu saja hal ini sangat membingungkan bagi para
pemakai bahasa Indonesia yang masih awam berkaitan dengan menentukan bentuk dasar,
proses pengulangan, dan kata-kata yang menyerupai kata ulang dapatkah disebut kata ulang
atau bukan.
LANDASAN TEORI
Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik
secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Soedjito,1995:109) Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan
gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Ramlan, 1985:57)
Terjadinya bentuk kata ulang itu melalui proses pengulangan. Proses pengulangan atau
reduplikasi ialah pengulangabn satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagainya, baik
dengan variasai fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan
satuan yang diulang merupakan bentuk (Kembar, 1983:55). Misalnya, kata ulang mobil-
mobil dari bentuk dasar mobil. Kata ulang bernyanyi-nyanyi dibentuk dari bentuk dasar
bernyanyi, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik.
Setiap kata ulang pasti mempunyai bentuk dasar. Oleh karena itu, ada beberapa kata
secara bentuk lahirnya seperti kata ulang, namun bila dianalisis berdasarkan tujuan
deskripsi bukan merupakan kata. Misalnya, mondar-mandir, sia-sia, compang-samping,
alun-alun, huru-hara. Contoh-contoh tersebut tidak tergolong kepada bentuk reduplikasi.
Hal itu terjadi karena bila kata-kata tersebut dideretkan secara morfologis tidak ada satuan
kata yang lebih kecil dari kata-kata tersebut.
PEMBAHASAN
Ada beberapa bentuk yang sering dianggap sebagai kata ulang, tetapi sebenarnya
bentuk-bentuk tersebut oleh beberapa pakar bahasa tidak disebut sebagai kata ulang.
Kata-kata tersebut antara lain:
kupu-kupu
gado-gado
onde-onde
2. Bentuk Kata Yang Secara Fonemis Berulang, Tetapi Bukan Merupakan Hasil
Proses Pengulangan.
Alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-
alun.
Makna kata dari kata-kata di atas menurut KBBI adalah : 1. Alun-alun bermakna
tanah lapang yang luas di muka keraton atau di muka kediaman resmi bupati, dan
sebagainya, 2 undang-undang bermakna ketentuan dan peraturan negara yang dibuat
oleh pemerintah, disahkan oleh parlemen,ditandatangani oleh kepala negara dan
mempunyai kekuatan yang memikat,3 cumi-cumi bermakna binatang laut,termasuk
golongan binatang (Mosculla) tidak bertulang belakang, 4 biri-biri bermakna kambing
yang berbulu tebal dan ikal.
Kata-kata diatas secara fonemis berulang tapi bukan merupakan kata ulang
karena bukan termasuk kata dasar dan tidak dapat berdiri sendiri.
Mobil mobil-mobilan
Gunung gunung-gunungan
Orang orang-orangan
Menurut Ramlan, proses tersebut dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor
makna. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna
’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’. Yang
ada makna ’sesuatu yang menyerupai bentuk dasar’. Begitu juga dengan kata mobil
menjadi mobil-mobilan, gunung menjadi gunung-gunungan, orang menjadi kata
orang-orangan, Baju menjadi kata Baju- bajuan.
Sayur Sayur-mayur
Lauk Lauk-pauk
Warna Warna-warni
pada kata ulang berubah bunyi ini, perubahan bunyinya tidak terlalu banyak dan
bunyinya berhubungan dengan bunyi pada bentuk dasarnya. Kata di atas
merupakan bentuk kata ulang berubah bunyi, 1. Sayur-mayur bermakna berbagai
sayur. 2 Lauk-pauk bermakna berbagai lauk. 3 Warna-warni bermakna berbagai
warna . pada kata di atas kenapa tidak berbentuk kata ulang sayur-sayur.warna-
warna,dan lauk-lauk karena akan bermakna “banyak”, jadi, “banyak
sayur”,”banyak lauk” dan “banyak warna”.
c. Kata Ulang Sebagian
Tangga Tetangga
Luhur Leluhur
Pohon Pepohonan
Daun Dedaunan
Kata diatas merupakan kata ulang sebagian karena setiap kata adalah suatu
bentuk ulangan pada suku awal (atau unsurnya) dari suatu kata asal. tetangga
tidak bermakna tangga-tangga. Sejatinya asal tetangga ialah (orang yang tinggal
di rumah dengan tangga). 1.Tetangga bermakna orang-orang yang tinggal
berdekatan. 2. Leluhur dari proses reduplikasi pada suku “lu” dari kata dasar luhur.
Selanjutnya mengalami pelemahan sehingga menjadi ‘e’. Dan kata ulang yang
terbentuk adalah leluhur.3. Pada kata pepohon, suku kata po diulang dan
diubah menjadi pe. Sementara itu, imbuhan –an dibubuhkan di akhir kata.
Dengan demikian, kata pohon telah direduplikasi menjadi kata ulang pepohonan.
4. Kata ulang ini merupakan kata ulang dari kata dasar daun yang direduplikasi
dan diubah huruf vokal suku kata awalnya dan diberi akhiran –an di akhir katanya
yang memiliki makna bebagaimacam daun.
Bapak Bapak-bapak
Ibu Ibu-ibu
Kakak Kakak-kakak
Dari kata di atas merupakan Kata ulang seluruhnya karena bentuk kata dasar
diulang kembali pada kata ulang dan memiliki makna tetap.
4. Reduplikasi Semantis
Kata Ulang
Cantik jelita
Alim ulama
Ilmu pengetahuan
Kita lihat kata ilmu pengetahuan dan kata kata alim dan ulama memiliki makna
yang sama. Demikian juga kata cerdik dan kata cendikia. Termasuk kedalam bentuk ini
adalah bentuk-bentuk seperti segar bugar, muda belia, tua renta, gelap gulita dan kering mersik.
SIMPULAN
Reduplikasi atau bentuk pengulangan dalam bahasa Indonesia terjadi baik pada
tataran fonologis, morfologis, maupun dalam tataran sintaksis. Pengulangan adalah proses
pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian,
baik dengan variasi fonem maupun tidak. sering juga muncul permasalahan dalam proses
pembentukan kata Tentu saja hal ini sangat membingungkan bagi para pemakai bahasa
Indonesia yang masih awam berkaitan dengan menentukan bentuk dasar, proses
pengulangan, dan kata-kata yang menyerupai kata ulang dapatkah disebut kata ulang atau
bukan. Setiap kata ulang pasti mempunyai bentuk dasar. Oleh karena itu, ada beberapa kata
secara bentuk lahirnya seperti kata ulang, namun bila dianalisis berdasarkan tujuan
deskripsi bukan merupakan kata. Misalnya, mondar-mandir, sia-sia, compang-samping,
alun-alun, huru-hara. Contoh-contoh tersebut tidak tergolong kepada bentuk reduplikasi.
Hal itu terjadi karena bila kata-kata tersebut dideretkan secara morfologis tidak ada satuan
kata yang lebih kecil dari kata-kata tersebut. Problematik reduplikasi atau penggulangan
kata yang terjadi aadalah Ada beberapa bentuk yang sering dianggap sebagai kata ulang,
tetapi sebenarnya bentuk-bentuk tersebut oleh beberapa pakar bahasa tidak disebut sebagai
kata ulang.
Permasalahan yang muncul dalam proses reduplikasi antara lain mengenai proses
reduplikasi pada kata ulang tertentu dan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan
merupakan hasil proses pengulangan, dan bentuk-bentuk yang menyerupai reduplikasi apakah
dapat digolongkan ke dalam bentuk reduplikai atau tidak. Permasalahan-permasalahan itu kiranya
dapat diatasi dengan membaca beberapa tulisan yang membahas reduplikasi. Selain itu, permasalah
seputar reduplikasi bisa juga diatasi dengan cara mengikuti diskusi ilmiah yang membahas
mengenai masalah-masalah kebahasaan pada umumnya dan lebih khusus lagi yang terfokus pada
masalah reduplikasi.
DAFTAR RUJUKAN
Muslich, Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa
Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.