Anda di halaman 1dari 9

PEMBELAJARAN SASTRA PERBANDINGAN DALAM

TINJAUAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI


Oleh : Arijalurahman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra bandingan adalah sebuah studi teks (across cultural). Studi ini merupakan upaya
interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan
tempat. Studi sastra bandingan adalah kajian yg berupa eksplorasi perubahan (vicissitude),
penggantian (alterna-tion), pengembangan (development), dan perbedaan timbal balik di
antara dua karya atau lebih (Siswanto, 2008: 19). Studi sastra perbandingan bukan merupakan
kajian yang menghasilkan teori, akan tetapi menggunakan teori sebagai media pengungkapan
(Siswanto, 2008:57).
Adapun dalam pembelajaran ilmu sastra, utamanya sastra perbandingan merupakan mata
kuliah yang biasanya diajarkan atau diampuhkan kepada mahasiswa perguruan tinggi untuk
jenjang strata satu. Pembelajaran sastra perbandingan,menitikberatkan pada pembelajaran
kontekstual.

Pengajaran

yang

kontekstual

dalam

sastra

perbandingan

berupaya

membandingkan dua karya atau lebih. Akan tetapi, sampai detik ini konsep pembelajaran
sastra perbandingan memang belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh para pembelajar.
Hal ini seringkali dimanfaatkan oleh orang yang kurang paham, sehingga menganggap
sastra perbandingan sebagai disiplin ilmu sastra yang kurang pekerjaan Maka dari itu, dalam
pembelajaran sastra perbandingan, pembelajar (mahasiswa) perlu diajarkan landasan dan
prinsip yang kuat untuk bisa memahami secara komprehensif seluk beluk dari ilmu sastra
khususnya dalam pembelajaran sastra perbandingan.
Penjelasan tentang prinsip-prinsip dasar ilmu sastra, mesti dimulai dari mempertanyakan
landasan dalam pembelajaran sastra, utamanya sastra perbandingan.Pertanyaan landasan
memperoleh ilmu sastra khususnya sastra perbandingan tersebut merupakan pertanyaan
fundamental sebagaimana dalam ilmu-ilmu lain. Pertanyaan fundamental tersebut merupakan
1

pertanyaan filosofis keilmuan, yang meliputi; (1) landasan ontologi, (2) landasan
epistemologi; dan (3) landasan aksiologi.
Pertama, landasan ontologi filsafat ilmu dalam pembelajaran sastra perbandingan
mempertanyakan obyek kajian dalam sastra perbandingan, apa hakikat dari obyek tersebut,
dan bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan subyek yang mengkajinya
(Suhariyadi, 2014: 13). Ada beberapa hal yang sangat mungkin menjadi problem dalam sastra
bandingan sebagai sebuah disiplin ilmu. Persoalan yang menyangkut konsep sastra
bandingan, tampaknya juga menjadi problem serius. Pusat perhatian utama dalam banyak
rumusan atau defenisi sastra bandingan pada umumnya terletak pada penekanan perbandingan
pada dua karya atau lebih.
Kedua, landasan epistemologi berusaha menjawab bagaimana memperoleh pengetahuan
yang berupa ilmu sastra khususnya dalam pembelajaran sastra perbandingan, bagaimana
prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar
tentang sastra perbandingan, apakah kebenaran sastra itu, serta cara dan sarana apa yang
digunakan untuk memperoleh ilmu yang disebut sastra perbandingan itu. Jawaban-jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membimbing ke arah pengungkapan epistemologi
dan metode pengkajian dalam sastra perbandingan. Suhariyadi (2014:14) menyatakan bahwa
epistemologi sastra bandingan memungkinkan segala teknik perbandingan, pemilihan subjek,
dan hal ihwal yang harus dibandingkan. Bagaimana seseorang menemukan unsur-unsur
bandingan sampai membuat kesimpulan, baik teoritik maupun praktik.
Ketiga, landasan aksiologis mempertanyakan tentang kegunaan atau nilai moral. Untuk
sastra perbandingan tersebut digunakan khususnya dalam pembelajaran? Bagaimana kaitan
penggunaan tersebut dengan kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah dalam
sastra perbandingan berdasarkan pilihan-pilihan moral? Sederet pertanyaan aksiologi tersebut
akan mengarahkan pengungkapan hubungan sastra perbandingan dan karya sastra sebagai
obyeknya dengan nilai-nilai moral (Endraswara, 2012: 1-2).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam
pembahasan ini adalah:

1. Bagaimanakah hakikat pembelajaran sastra perbandingan berdasarkan landasan ontologi,


epistemologi, dan aksiologi?
2. Bagaimanakah penerapan pembelajaran sastra bandingan dalam mengkaji karya sastra?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam pembahasan ini adalah :
1. Mendeskripsikan pembelajaran sastra bandingan berdasarkan landasan ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
2. Mendeskripsikan penerapan pembelajaran sastra bandingan dalam mengkaji karya sastra.
D. Manfaat
Pokok bahasan dalam makalah ini dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoritis
dan praktis. Berikut penjelasan kedua manfaat tersebut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesastraan.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan untuk mata kuliah sastra
perbandingan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi dosen, dapat dijadikan sebagai tolak ukur atau pertimbagan dalam
pengajaran sastra perbandingan.
b. Bagi mahasiswa, dapat menjadi referensi tambahan dalam menunjang dan
menamabah wawasan tentang pembelajaran sastra bandingan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pembelajaran Sastra Perbandingan Berdasarkan Landasan Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi.
1. Hakikat Pembelajaran Sastra Perbandingan Berdasarkan Landasan Ontologi.
Menurut Suriasumantri dalam Bakhtiar (2011:13) ontology membahasa tentang apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian
tentang teori ada. Berkaitan dengan filsafatilmu,

sastra bandingan dalam penelitian

umum serta dalam kaitannya dengan pembelajaran sastra perbandingan, merupakan bagian
dari ilmu sastra. Di dalamnya terdapat upaya bagaimana menghubungkan sastra yang satu
dengan yang lain, bagaimana pengaruh antarkeduanya, serta apa yang dapat diambil dan apa
yang diberikannya. Atas dasar inilah dalam proses pembelajaran sastra perbandingan yang
ditekankan adalah menghadirkan pembelajaran yang kontekstual yaitu dua jenis sastra yang
berbeda untuk dibandingkan.
Adapun objek kajian sastra perbandingan yang dijadikan sebagai acuan membandingkan
dua jenis sastra yang berbeda menurut Suripan Sadi Hutomo (1993: 9-11) adalah sebagai
berikut:
1. Membandingkan dua karya sastra dari dua Negara yang bahasanya benar-benar berbeda
2. Membandingkan dua karya sastra dari Negara yang sama dalam bahasa yang sama.
3. Membandingkan karya awal seorang pengarang di Negara asalnya dengan karya setelah
berpindah kewarganegaraannya.
4. Membandingkan karya seorang pengarang yang telah menjadi warga suatu Negara
tertentu dengan karya seorang pengarang dari Negara lain.
5. Membandingkan karya seorang pengarang Indonesia dalam bahasa daerah dan bahasa
Indonesia.
6. Membandingkan dua karya sastra dari dua orang pengarang berwarga Negara Indonesia
yang menulis dalam bahasa asing yang berbeda.

7. Membandingkan karya sastra seorang pengarang yang berwarga Negara asing di suatu
Negara dengan karya pengarang dari Negara yang ditinggalinya (kedua karya sastra ini
ditulis dalam bahasa yang sama).
2. Hakikat Pembelajaran Sastra Perbandingan Berdasarkan Landasan Epistemologi
Epistemologi berkaitan dengan tempat pijakan untuk memperoleh dasar-dasar ilmu
dengan menggunakan teori-teori sebagai jembatannya (Surajio 2013:102). Studi sastra
perbandingan bukan merupakan kajian yang menghasilkan teori, akan tetapi menggunakan
teori sebagai media pengungkapan (Siswanto, 2008:57). Salah satu teori yang bisa
digunakan dalam studi perbanding karya sastra adalah teori naratif. Teori naratif merupakan
salah satu teori modern yang dikembangkan dari teori klasik oleh beberapa ahli sastra dunia.
Teori yang berlandas terhadap strukturalisme ini menekankan pada proses naratologi pada
sebuah cerita atau teks dan pemaknaannya serta kaitannya dengan karya yang lain
(Siswanto.2008: 43).
Sebagai contoh, dalam studi perbandingan teks naratif karya sastra dengan film terdapat
dua hal yang menjadi fokus utama sebagai bahan kajian, yaitu kernel dan satelit. Kernel
merupakan peristiwa mayor saat naratif memunculkan inti atau pokok arahan peristiwa.
Kernel dalam karya sastra apabila dihilangkan akan merusak atau menghilangkan kelogisan
cerita dalam karya sastra tersebut. Satelit yaitu peristiwa minor, peristiwa dalam alur yang
dapat dihilangkan tanpa merusak atau menghilangkan kelogisan cerita dalam karya sastra
tersebut meskipun dengan menghilangkannya dapat mengurangi keestetikaan naratifnya.
Kernel dan satelit adalah dua bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep teori naratif
dalam proses analisis film sebagai hasil transformasi dari dongeng. Beberapa hal keterkaitan
antara satelit dan kernel adalah, (1) fungsi satelit adalah mengisi, menjelaskan, dan
melengkapi kernel; (2) satelit dapat berkembang seluas-luasnya tanpa batas, (3) jadi, satelit
berfungsi sebagai daging yang membungkus tulang kernel (Chatman, 1978:79).
3. Hakikat Pembelajaran Sastra Perbandingan Berdasarkan Landasan Aksiologi
Sastra perbandingan merupakan ilmu yang amat kompleks. Dengan mempelajari sastra
perbandingan mahasiswa akan mengerti pengaruh sastra perbandingan terhadapat cabang
ilmu sastra lain seperti sejarah sastra. Karena dalam pembelajaran sastra bandingan
5

ditekankan juga nilai historis, yakni adanya saling mempengaruhi antara karya sastra yang
satu dengan karya sastra lainnya, serta pengarang dengan pengarang lainnya. Selain itu,
pembelajaran sastra bandingan akan memupuk kreativitas dan inovasi mahasiswa dalam
membuat sebuah karya sastra yang inspirasinya dari karya sastra lain. Fakta telah
membuktikan, di era kontemporer ini begitu karya sastra yang muncul dan terinspirasi dari
karya sastra sebelumnya. Contohnya film-film yang diangkat dari dari novel, dongeng,
drama, dll.
B. Penerapan Pembelajaran Sastra Bandingan Dalam Mengkaji Karya Sastra
Dongeng dan film merupakan bentuk-bentuk dari teks naratif. Dalam studi
membandingkan dongeng dengan film, maka permasalahan-permasalahan yang dibahas
adalah, (1) Kernel & Satelit Karya Sastra tulis selaku hipogram dari film, (2) Kernel &
Satelit film selaku hasil transformasi dari Karya Sastra tulis (3) Perbedaan alur cerita,
penokohan, & setting waktu serta tempat. Penulis memilih permasalahan kedua sebagai alat
kajiannya dan teks naratif yang menjadi bahan kajiannya adalah dongeng dan film Hansel
and Grethel. Kemudian alasan pemilihan kedua teks naratif tersebut sebagai bahan
pembelajaran satra perbandingan adalah karena dongeng dan film tersebut merupakan
bagian dari teks naratif. Dongeng yang dipilih adalah dongeng Hansel and Grethel karya
Jacob Grimm dan Wilhem Grim tergabung dalam kumpulan dongeng keluarga yang
inspiratif yang diterbitkan Portico Publishing. Film yang dipilih adalah Hansel and Grethel
(Witch Hunter) yag disutradarai oleh Tommy Wirkola , dan diproduksi oleh Paramount
Pictures.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran sastra perbandingan,menitikberatkan pada pembelajaran kontekstual.
Pengajaran yang kontekstual dalam sastra perbandingan berupaya membandingkan dua karya
atau lebih. Atas dasar inilah dalam proses pembelajaran sastra perbandingan yang ditekankan
adalah menghadirkan pembelajaran yang kontekstual yaitu dua jenis sastra yang berbeda
untuk dibandingkan. Salah satu teori yang bisa digunakan dalam studi perbanding karya sastra
adalah teori naratif. Sebagai contoh, dalam studi perbandingan teks naratif karya sastra
dengan film terdapat dua hal yang menjadi fokus utama sebagai bahan kajian, yaitu kernel dan
satelit. Dengan mempelajari sastra perbandingan mahasiswa akan mengerti pengaruh sastra
perbandingan terhadapat cabang ilmu sastra lain seperti sejarah sastra. Selain itu,
pembelajaran sastra bandingan akan memupuk kreativitas dan inovasi mahasiswa dalam
membuat sebuah karya sastra yang inspirasinya dari karya sastra lain.
B. Saran
Pembelajaran sastra perbandingan merupakan ilmu yang amat kompleks. Kompleksitas
pembelajaran sastra perbandingan dipandang sebagai cabang pembelajaran sejarah sastra yang
menekankan nilai historis, yakni adanya saling mempengaruhi antara karya sastra yang satu
dengan karya sastra lainnya, serta pengarang dengan pengarang lainnya. Maka dari itu, sudah
semestinya para pembelajar utamanya dosen-dosen yang mengampu mata kuliah sastra
perbandingan harus memahami secara komprehensif materi-materi sastra perbandingan yang
akan diajarkan. Tidak hanya terfokus pada kajian untuk memperoleh persamaan dan
perbedaan dua karya sastra yang dibandingan. Akan tetapi, substansi yang diajarkan harus
memupuk jiwa kreatif, inovatif, dan kritis mahasiswa dengan menghadirkan sisi bahasan lain
dalam pembelajaran sastra perbandingan. Memperkuat teori naratif sebagai salah satu teori
dalam membandingkan dua karya sastra.
Jiwa kreatif, inovatif, dan kritis harus juga disadari dan dikembangakan sendiri oleh
mahasiswa dalam pembelajaran sastra perbandingan. Mahasiswa harus benar-benar sadar
akan banyaknya manfaat dari mempelajari sastra perbandingan. Pada akhirnya, para
7

mahasiswa minimal harus mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut dengan membuat


karya sastra yang terinspirasi dari karya sastra lain.

DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press.
Endraswara, Suwardi. 2012. Metodologi Penelitian sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Sastra Perbandingan: Antara Sastra Nasional, Sastra Dunia, Dan
Sastra Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jacob Grimm dan Wilhem Grimm. 2011. Hansel and Grethel (Kumpulan Dongeng Keluarga
Yang Inspiratif). Surabaya: PORTICO Publishing.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Suhariyadi. 2014. Pengantar pembelajaran Sastra. Malang: Pustaka Malang.
Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Judul
Sutradara
Rumah Produksi
Tahun Produksi

: Hansel and Gretel (Witch Hunters)


: Tomy Wirkola
: Paramount Pictures, New York
: 2014

Anda mungkin juga menyukai