Sastra Banding)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode sastra bandingan tidak jauh berbeda dengan metode kritik sastra, yang objeknya
lebih dari satu karya. Penekanan sastra bandingan adalah pada aspek kesejarahan teks. Itulah
sebabnya sastra bandingan bersifat positivistik. Kajiannya bercorak binari (duaan) dan
bertumpu pada rapport defaits, artinya perhubungan faktual antara dua buah teks yang diteliti
secara pasti. Kegiatan yang dilakukan juga menganalisis, menafsirkan dan menilai karena
objeknya lebih dari satu, setiap objek harus ditelaah, barulah hasil telaah tersebut
diperban dingkan. Bisa saja, peneliti melakukan analisis struktural kedua karya, baru
diperbandingkan. Dengan cara ini akan mempermudah peneliti melakukan bandingan.
Setidaknya akan mudah ditemukan unsur persamaan dan perbedaan setiap karya sastra.
Penelitian sastra bandingan dengan metode diakronis merupakan penelitian resepsi sastra
yang dilakukan terhadap tanggapan-tanggapan pembaca dalam beberapa periode. Namun,
periode waktu yang dimaksud masih berada dalam satu rentang waktu.
Penelitian resepsi diakronis ini dilakukan atas tanggapan-tanggapan pembaca dalam
beberapa periode yang berupa kritik sastra atas karya sastra yang dibacanya, maupun dari teks--
teks yang muncul setelah karya sastra yang dimaksud. Umumnya penelitian resepsi diakronis
dilakukan atas tanggapan pembaca yang berupa kritik sastra, baik yang termuat dalam media
massa maupun dalam jurnal ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perspektif dalam sastra banding ?
2. Apa yang menjadi subjek dan objek sastra bandingan ?
3. Apa persyaratan objek dan subjek sastra bandingan ?
4. Apa saja tahap-tahap analisis sastra banding ?
C. Manfaat
Mengetahui dan mendalami perspektif dalam sastra banding, subjek dan objek sastra
bandingan, persyaratan objek dan subjek sastra bandingan dan tahap-tahap analisis sastra
banding.
BAB II
PEMBAHASAN
D. Pengumpulan Data
Cara untuk pengumpulan data sastra bandingan memang tidak jauh berbeda dengan
penelitian sastra pada umumnya. Hanya saja, sastra bandingan membutuhkan tahap-tahap yang
lebih taktis. Salah langkah dalam pengumpulan data, hasil penelitian akan sia-sia. Pembacaan
harus terus menerus dilakukan sehingga memperoleh data akurat. Oleh karena itu langkah
pengumpulan data perlu dicermati agar menemukan data yang sahih dan valid. Belum tentu
seluruh unsur teks menjadi data sastra bandingan, sehingga unsur-unsur yang tidak relevan
dapat dianulir atau disingkirkan. Data sastra bandingan perlu pula disertai upaya
“merelevansikan” teks satu dengan yang lainnya.
Akurasi data didukung oleh penguasaan teori sastra, kririk sastra, sejarah sastra, dan
hubungan interdisipliner sastra. Ketidakmampuan menguasai berbagai persyaratan penelitian
sastra bandingan dapat menyulitkan peneliti. Berikut merupakan beberapa strategi
pengumpulan data yang dipertimbangkan:
a) Masalah karya sastra terjemahan yang umumnya menjadi tajuk awal data sastra bandingan.
Terjemahan sering memunculkan kreativitas, penyesuaian dengan lingkungan, penyelarasan,
dan sebagainya. Ada kalanya terjemahan lebih indah dari warna aslinya. Hal ini dapat
menggoda peneliti dalam pengumpulan data.
b) Pembatasan geografis secara sempit juga tidak pernah terwujud. Apa yang harus dilakukan
terhadap penulis yang menulis dalam bahasa yang sama tapi memiliki kewarganegaraan
bebeda? Karya para pengarang yang menulis dalam bahasa yang sama namun berkebangsaan
berbeda, bahkan dengan ide yang mirip, layak dijadikan sebagai sumber data bandingan.
Karena itu wajar membandingkan karya George Bernard Shaw dan karya H.L.Mencken, atau
antara karya O’Casy Sean dan karya Tennecesse Williams. Karya Tafik Ismail boleh
dibandingkan dengan karya Suparta Brata yang terampil menggunakan bahasa dialek Jawa
Timuran dapat dapat dibandingkan dengan karya Turiyo Regilputro yang menggunakan dialek
Banyumasan.
c) Sejauh mana persamaan diambil diantara perbedaan-perbedaan. Sastra Inggris dan Amerika
pada zaman kolonial, misalnya tidak memiliki perbedaan yang jelas. Demikianpun Maeterlinek
dan Verbaeren yang berkebangsaan Belgium tetapi keduanya menulis dalam bahasa Prancis.
Apakah penelitian hubungan karya mereka dengan simbolisme Prancis dianggap sebagai sastra
bandingan? Bagaimana pula dengan penulis Ireland yang menulis dalam bahasa Inggris dan
penulis Finland yang menulis dalam bahasa Swedia? Kesukaran yang sama juga terwujud
dalam penelitian mengenai kedudukan Ruben Dario dari Nicaragua dalam kesusastraan
Spanyol atau Gottfried Keller dari Switzerland dan Conrad Ferdinand Meyer, Adalbezt Stifteg
serta Hugo Von Hofmannsthal berkebangsaan Austria dalam kesusastraan Jerman. Lain pula
dengan penuliss Amerika T.S. Eliot dan Thomas Mann dari Inggris yang memiliki bahan dan
asal usul yang sama. Begitu pula kalau ada penulis dari Jawa tetapi telah lama tinggal di Jakarta
hingga menulis dalam bahasa Jawa versi Betawi. Persilangan budaya yang dipertaruhkan setiap
pengarang dapat mewarnai pengumpulan.
d) Ada juga penulis-penulis dari negara yang sama tetapi menulis dalam bahasa dan dialek yang
berlainan. Kesusastraan Wales berhubungan dengan kesusastraan Inggris, kesusastraan “Low
German” berhubungan dengan kesusastraan Jerman, kesusastraan Flenish berhubungan dengan
kesusastraan Prancis (Belgia), kesusastraan Sicila berhubungan dengan kesusastraan Italia, dan
sebagainya. Seorang pujangga besar, R.Ng Ranggawarsita, yang pernah menulis dengan
bahasa Belanda, tentu memiliki nuansa estetis yang berbeda. Darmanta Jatman yang menulis
puisi dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris, layak dijadikan sumber data.
Sumber data sastra bandingan sudah tidak terbatas pada empat hal di atas. Peneliti dapat
mengembangkan ke jalur-jalur yang lebih kecil. Peneliti dapat merumuskan langkah-langkah
berhadapan dengan objek penelitian. Ketika objek penelitian sudah dapat dipastikan memiliki
varian, baru mulai menerapkan langkah: menyejajarkan unsur kata yang ada kemiripan tulisan
dan bunyi, menyejajarkan unsur yang memiliki konteks yang sama. Unsur-unsur yang telah
disejajarkan kemudian digolongkan atau dipisahkan satu sama lain, lalu diberi tanda atau
nomor.
Konsep “kesejajaran”(aqality) amat penting dalam sastra bandingan. Kesejajaran yang
tampak realis memudahkan peneliti, sebaliknya kesejajaran yang irealis atau tak tampak
membutuhkan kecerdasan dan imajinasi. Oleh karena itu untuk menentukan materi akan
membutuhkan: memori bacaan yang telah dikuasai dan memori penguasaan teori atau konsep.
( 1) Mencermati karya sastra satu dengan lainya menelusuri pengaruh karya sastra satu dengan
yang lainya, termasuk disini adalah interdisipliner sastra bandingan, seperti sosiologi,
filsafat, psikologi;
( 2) Kategori yang mengkaji tema karya sastra.
( 3) Kategori yang menganalisis gerakan atau kecendrungan yang menandai suatu pradaban,
misalnya realisme dan renaissance,serta
( 4) Analisis bandingan antara genre satu dengan genre yang lain.
Analisis sastra bandingan memang sulit dilepas dari aspek pengaruh. Paling tidak ada enam
jenis pengaruh yang terdapat dalam karya sastra, yaitu pinjaman langsung,pengaruh budaya
asal, sastra dalam pengasingan, pengaruh negtif yang berupa penolakan pengarang terhadap
ide tertentu yang datang dari budaya lain, keberuntungan pengarang yang memengaruhi
pengarang lain, dan penghianatan kreatif para penerjemah dan editor. Sebenarnya keenam
pengaruh tersebut masih bisa di tambah dengan plagiarisme, epigonistis, dan pelesapan
halus. Ketiga hal yang disebut terakhir membedakan mana karya yang jujur, mana karya yang
kreatif, dan mana karya yang “kotor”. Tugas analisis sastra bandingan adalah menemukan
berbagai jenis pengaruh dan tidak mengambil kesimpulan yang menyesatkan. Pada saat
peneliti telah menemukan berbagai unsur pengaruh dalam suatu karya sastra, orisinalitas dapat
dilakukan dengan menggunakan metode analogi. Hubungan asosiatif antar karya.
Sastra bandingan memang tidak harus membandingkan lembar perlembar, kata per kata,
melainkan hanya perlu menghubungkan keseluruhan karya dan penekanan hal-hal penting
dengan kaidah bandingan. Penilaian okjektif dan subjektif digunakan sekaligusagar memproleh
interpretasi yang meyakinkan. Tidak satupun kriteria khusus diletakan ke atas peneliti,kecuali
teori yang pernah dikuasai sebelumnya.
Analisis menjadi ujung tombak keberhasilan penelitian. Analisis yang gagal tanpa
menemukan sesuatu yang signifikan, sastra bandingan seperti memasuki ruang kosong.
Hampa! Dalam bahasa sederhana, penulis sepakat dengan pemikiran analisis Guyard
(Madiyant, 1996:16-20) bahwa analisis sastra bandingan perlu mengambil jarak baik terkait
kebahasaan maupun kebangsaan. Tugas utama analisis sastra bandingan adalah meliputi
analisis pertukaran tema,ide,buku,atau pengalaman batin di antaranya dua karya. Syarat dasar
seorang analisis sastra bandingan sebagai berikut:
Seorang yang paham sejarah sastra, sekalipun tidak berarti seorang
sejarahwan. Culture history memang penting sebagai pegangan analisis, namun pengetahuan
kritik sastra juga tidak boleh diabaikan.
Penguasaan dan kepekaan mengnai dinamika sastra dan pertalian aantara sastra dalam deretan
kreativitas.
Perlu membaca karya dalam bahasa aslinya, baru menurut terjemahan, salinan, saduran, baik
disengaja maupun tidak disengaja.
Disisi lain, analisis sastra bandingan harus mampu menemukan fenomena orisinalitas dan
atau imitasi dari beberapa karya yang dibandingkan. Fokus analisis selalu dikaitkan antara teks
yang satu dengan teks yang lain. Sikap apriori dalam analisis sebaiknya dihindarkan,
sebaliknya analisis dilakukan secara mendalam agar mampu menemukan hipogram, tradisi,
dan afinitas yang memadai.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam penelitian sastra bandingan, ada beberapa metode yang harus diperhatikan antara
lain: Perspektif dalam sastra bandingan, subjek dan objek sastra bandingan, persyaratan objek
dan subjek sastra bandingan, pengumpulan data, pendekatan studi sastra bandingan, tahap-
tahap analisis sastra bandingan.
Perspektif adalah sudut pandang. Perspektif penelitian sastra bandingan terkait dengan
sudut pandang apa saja yang digunakan dalam bandingan. Perspektif ini akan menentukan
sejumlah paradigma penelitian secara menyeluruh. Perspektif dapat pula disebut sifat dan atau
arah studi sastra bandingan. Sastra bandingan memuat empat perspektif, yakni: Penelitian yang
berperspektif komperatif, Penelitian yang berperspektif historis, Penelitian yang berperspektif
teoritis, dan Penelitian yang berperspektif antardisiplin.
Yang dimaksud dengan objek adalah “bahan penelitian” yang menjadi fokus sastra
bandingan. Objek berkaitan dengan muatan apa yang terdapat dalam sastra, yang dominan dan
layak dibandingkan. Persoalan objek sastra bandingan dapat terkait dengan tema, tokoh, aspek
sosial, kecerdasan emosi, dan sebagainya. Sastra bandingan merupakan salah satu ranah studi
sastra yang memerlukan objek khusus. Objek ini perlu dipilih atau diseleksi agar penelitian
berjalan dengan maksimal. Dan sama halnya dengan metode pengumpulan data pada penelitian
objek yang lain.
Tidak pernah terbayangkan bahwa tidak semua karya sastra dapat dibandingkan secara
acak. Sastra bandingan seharusnya tidak sembarang, melainkan perlu menemukan diantara dua
karya atau lebih yang memiliki ciri-ciri kemiripan yang dinamakan varian. Ada tiga syarat
utama dalam sastra bandingan, yakni:
1) Varian bahasa, artinya dua karya yang bahasanya berbeda tetapi memiliki varian tema, latar,
tokoh, atau pesan yang lain
2) Varian wilayah, artinya dua karya atau lebih dari daerah berbeda namun memiliki varian,
misalnya ideologi, kultural, judul, dan sebagainya.
3) Varian politik, artinya dua karya atau lebih melukiskan kekuasaan yang berbeda.
Cara untuk pengumpulan data sastra bandingan memang tidak jauh berbeda dengan
penelitian sastra pada umumnya. Hanya saja, sastra bandingan membutuhkan tahap-tahap yang
lebih taktis. Salah langkah dalam pengumpulan data, hasil penelitian akan sia-sia. Pembacaan
harus terus menerus dilakukan sehingga memperoleh data akurat. Oleh karena itu langkah
pengumpulan data perlu dicermati agar menemukan data yang sahih dan valid. Belum tentu
seluruh unsur teks menjadi data sastra bandingan, sehingga unsur-unsur yang tidak relevan
dapat dianulir atau disingkirkan. Data sastra bandingan perlu pula disertai upaya
“merelevansikan” teks satu dengan yang lainnya. Akurasi data didukung oleh penguasaan teori
sastra, kririk sastra, sejarah sastra, dan hubungan interdisipliner sastra. Peneliti dapat
merumuskan langkah-langkah berhadapan dengan objek penelitian. Ketika objek penelitian
sudah dapat dipastikan memiliki varian, baru mulai menerapkan langkah: menyejajarkan unsur
kata yang ada kemiripan tulisan dan bunyi, menyejajarkan unsur yang memiliki konteks yang
sama.
Sastra bandingan tidak hanya besifat membandingkan karya-karya sastra saja, sehingga
diperlukan perspektif yang jelas agar hasilnya berkualitas. Pendekatan mengarahkan ketingkat
penekanan dalam pembahasan. Dalam penelitian yang bersifat komparatif, kemudian dijumpai
hal-hal yang historis, atau suatu penelitian yang bersifat teoritis, membutuhkan pendekatan
kritis. Pendekatan yang perlu diambil dalam studi sastra bandingan setidaknya meliputi tiga
macam yaitu: Pertama, sastra bandingan folkkoristik, Kedua, sastra bandingan
komparatif, Ketiga, sastra bandingan supratekstual.
Analisis sastra banding memerlukan ketelitian yang jernih. Adapun hal yang dibutuhkan
ketika menganalisis adalah konstruksi analisis harus jelas,tegas,dan mengarah ke sastra
bandingan. Analisir selalu menuju pada penemuan relasi antara dua karya atau lebih antara
karya sastra dengan aspek lain.kesejajaran menjadi tumpuan analisis.