Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS DENGAN TEORI MIMETIK CERPEN

ROBOHNYA SURAU KAMI

OLEH :
METHYA KHAIRUNNISA MANIKAM
16070835031

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016
A. Pendahuluan

1. Latar Belakang
Dalam sebuah karya yang besar akan terpancar pemikiran, kehidupan, dan tradisi
yang hidup dalam suatu masyarakat. Membicarakan permasalahan kesusasteraan secara
langsung membicarakan tentang suatu aspek kebudayaan. Kebudayaan dalam sebuah
masyarakat atau kelompok yang besar akan tetap berubah, sama ada perubahan itu
datangnya dari pemikiran kelompok itu sendiri ataupun pemikiran yang di bawa daripada
kelompok yang lain. Demikian halnya tentang apa yang terjadi di wilayah Nusantara,
wilayah yang terdiri daripada ribuan pulau dan setiap wilayah atau daerah yang tertentu
mempunyai budaya dan identitas yang tersendiri.
Masyarakat etnik di Nusantara ini telah ada semenjak ratusan tahun atau bahkan
ribuan tahun yang lampau. Selama itu pula mereka telah menumbuhkan, memulihara, dan
mengembangkan tradisi mereka. Masing-masing masyarakat etnik itu memiliki tradisi
yang berbeda. Seperti yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A.
Navis menceritakan kisah tentang seorang kakek yang menempati sebuah surau yang
terletak di ujung jalan selama bertahun-tahun. Di surau itu, kakek menghabiskan seluruh
waktunya untuk berbuat kebaikan dan mengabdikan dirinya kepada sang pemilik semesta
yaitu Allah SWT. Seorang tokoh bernama Aku juga menghiasi cerita ini, dia sering sekali
berkunjung ke tempat kakek dan menjadi akrab dengan kakek. Hingga suatu hari dia
melihat kakek murung di dalam surau. Ketika dia menanyakan apa yang sedang terjadi
dengan kakek, ternyata seorang bernama Ajo Sidi telah datang dengan pisau dan
mencemooh kakek karena kebaikannya namun lupa akan tugasnya sendiri di dunia. Ajo
Sidi mengatakan bahwa pada suatu hari Tuhan Allah akan bertanya dan menghakimi
kakek karena terlalu fokus sembahyang dan berbuat baik namun melupakan hubungannya
dengan sesama. Perkataan Ajo Sidi membuat kakek marah karena menurut kakek, dia
telah berbuat baik dan benar sesuai dengan yang Tuhan Allah perintahkan, tidak pernah
ada satu hal burukpun yang kakek lakukan. Akhirnya kakek termakan kata-kata yang
telah diucapkan oleh Ajo Sidi hingga akhirnya kakek meninggal dengan menggorok
lehernya sendiri dengan pisau cukur.
Cerpen ini menjadi terkenal setelah diberi penghargaan sastra majalah Kisah tahun
1955. Fenomena seperti diceritakan di cerpen Robohnya Surau Kami ini merupakan
fenomena teraktual yang banyak terjadi di situasi masyarakat dewasa ini. Tidak heran
karya ini selalu menjadi primadona dengan diwajibkannya dipelajari di sekolah-sekolah
sejak dini.

2. Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang, rumusan masalah makalah ini sebagai berikut.
1) Bagaimana nilai religiusitas dalam cerpen Robohnya Surau Kami?
2) Bagaimana data dan bukti aspek sosial dan nilai religiusitas dalam cerpen
Robohnya Surau Kami?
3) Bagaimana aspek sosial dalam cerpen Robohnya Surau Kami dengan aspek
sosial dalam dunia nyata?

B. Kajian Teori/Konsep

Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti meniru,tiruan'
atau perwujudan. Secara umum mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang
memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata.
Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu
karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian
dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari
daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut. Pengertian mimetik
menurut para ahli:

a. Plato Mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis)
atau pencerminan dari kenyataan.

b. Aritoteles Ia berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan


sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin
pengarangnya.

c. Raverzt Berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan


yang mengkaji karya sastra yang berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan
realita satau kenyataan.

d. Abrams Mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang


menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di
luar karya sastra.
Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai
konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni.
Plato menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang
sempurna dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia.
Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau
disentuh dengan panca indra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah,
misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam
bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu idea mengenai segitiga
tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnens
l979:13).

Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang
erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun seharusnya
keduanya menyarankan pada makna yang berbeda. Agama lebih menunjukkan pada
kelembagaan kbaktian kepada Tuhan dengn hukum-hukum yang resmi. Religiusitas, di pihak
lain, melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi
manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari
agama yang tampak, formal, dan resmi. (Mangunwijaya, 1982: 11-12

C. Pembahasan

1) Analisis nilai religiusitas cerpen Robohnya Surau Kami

Aspek sosial yang ada dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu lebih condong
kepada nilai religiusitasnya. Nilai religiusitas yang terdapat dalam cerpen ini dilihat dari
penggunaan latarnya yang berupa sebuah surau, suasana yang ditimbulkan kakek ketika
menyembah Tuhannya juga memperkuat nilai religiusitas yang ada dalam cerpen ini.
Bukan hanya itu, latar ketika Ajo Sidi menceritakan dan mengumpamakan ketika Kakek
sudah berada di akhirat pun menggambarkan Tuhan dan malaikatnya, termasuk nilai
religiusitas. Cerpen Robohnya Surau Kami ini menceritakan seorang kakek yang
tergoncang hatinya karena mendengar bualan dari Ajo Sidi tentang seorang yang taat
beribadah tetapi ketika mati ia dimasukan ke dalam neraka. Selama hidupnya kakek
selalu menghabiskan waktunya untuk menyembah kepada Allah dan tidak pernah
sekalipun ia meninggalkan ibadahnya. Akan tetapi ternyata keimanannya itu tergoyah
oleh bualan seorang yang tidak bertanggung jawab itu dan ia mengakhiri hidupnya
dengan jalan menggorok lehernya. Dalam cerpen ini tergambar dengan jelas kegelisahan
hati dengan teknik langsung. Dalam perspektif hukum islam kematian yang dialami sang
kakek sangat dilarang. Allah sangat membenci kaumnya yang melakukan bunuh diri dan
itu haram. Padahal kakek adalah seorang yang sangat kuat imannya tetapi ia tetap
melanggar apa yang Tuhan larang.

2) Data atau pembuktian nilai religiusitas cerpen Robohnya Surau Kami

Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."

Dalam cuplikan dialog tersebut, menggambarkan bahwa kakek mati karena bunuh diri
dan bunuh diri adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT.

Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari
tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji
Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya.
Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa
salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk."

Dalam cerpen ini nilai kereligiusan diperkuat melalui aktivitas tokoh seperti yang
digambarkan dalam tokoh kakek bahwa ketika sebelum meninggal kakek sangat rajin
beribadah, setiap harinya ia selalu memperingatkan warga untuk shalat dengan memukul
bedug di surau yang ia jaga. Kakek juga selalu menolong warga dengan membantunya
mengasah pisau dari situ ia dikasih imbalan berupa rokok atau sambal tetapi kakek tidak
pernah mengharapkannya dan ia selalu hanya membalasnya dengan tersenyum. Kakek
sendiri sudah tidak pernah memikirkan tentang kehidupan didunia ini bahkan ia juga
melupakan keluarganya. Untuk itu dalam bualannya Ajo Sidi menyindir seorang kakek
sebagai orang yang terkutuk.

Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di
sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun
ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.

Dalam cerpen ini untuk meningkatkan kereligiusan yang diusung, digunakan sebuah latar
yaitu surau yang digunakan untuk kakek tinggal dan mengabdikan dirinya kepada Allah
SWT.
Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya
semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu
mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling
memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat
saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku
menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka
pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat,
halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!"

Memang benar jika sebagai orang muslim yang beriman harus selalu menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan pesan itu tercermin dalam bagian awal
cerpen yang menceritakan kehidupan kakek yang selalu beribadah setiap waktu. Akan
tetapi, kita tidak boleh melupakan apa yang ada didunia ini, karena Allah sesungguhnya
membenci orang yang hanya memikirkan akhirat tetapi melupakan kehidupannya
didunia. Seperti apa yang diceritakan Ajo Sidi terhadap Kakek yang menceritakan
seorang haji yang bernama Haji Saleh walaupun ia setiap hari bersembahyang dan selalu
berdzikir tetapi karena ia melupakan kehidupannya sebagai manusia ia kemudian
dimasukan ke dalam neraka.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan.
Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.

Engkau?

Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.

Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.

Ya, Tuhanku.

Apa kerjamu di dunia?

Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.

Lain?

Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.

Lain.
Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu,
menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu
menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk
menginsafkan umat-Mu.

Nilai religius yang digambarkan dalam cerpen ini juga tentang hubungan manusia
dengan tuhan dan manusia dengan manusia. Cerpen ini menggambarkan semua itu
dengan unik karena ia juga menggambarkan sebuah kehidupan didunia lain. Tidak hanya
itu dalam cerpen Robohnya Surau Kami juga banyak terdapat daya imajinasi dilihat
dari adanya dialog-dialog dengan tuhan yang maha pencipta seperti pada bukti di atas.

3) Hubungan aspek sosial dalam Cerpen Robohnya Surau Kami dengan kehidupan nyata

Dalam kehidupan nyata, aspek sosial nilai religiusitas yang tergambar dalam cerpen
Robohnya Surau Kami sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari. Mungkin
memang tidak banyak orang seperti kakek yang selalu taat beribadah hingga melupakan
dunianya namunm masih ada yang seperti itu. Dalam Islam, kaum seperti itu disebut
kaum zuhud yaitu yang mengabdikan diri kepada Allah SWT dan mengabaikan atau
cenderung tidak peduli dengan kehidupan sosialnya dengan sesama namun bukan berarti
orang-orang seperti itu tidak peduli dengan orang lain, bukti dalam cerpen ini kakek tetap
membantu sesamanya ketika ada yang membutuhkan bantuan dan kakek dengan ikhlas
hati menerima imbalan seadanya, kadang hanya ucapan terimakasih saja.

4) Biografi Pengarang

A.A. Navis adalah seorang sastrawan Indonesia asal Sumatera Barat kelahiran tahun
1924. Prinsipnya menulis bukan untuk mencari ketenaran tetapi untuk satu visi yang
jelas: memperjuangkan agamanya yaitu islam. Hal ini terlihat jelas dalam karya-
karyanya yang kebanyakan bertemakan islam dan tak jarang mendapatkan penghargaan-
penghargaan sastra dari berbagai institusi. Ini menunjukkan kualiatas dan produktivitas
sastrawan yang dapat diacungi jempol melalui karya-karya fenomenalnya.

Dahulu ketika kecil, ayahnya selalu membeli majalah Panji Islam dan Pedoman
Masyarakat yang keduanya bertemakan islam. Dari situ Navis kecil mulai membaca dan
belajar memahami apa sesungguhnya yang menjadi pedoman hidup sejati bagi
manusia. Semua resepsi pemahamannya ia tuangkan dalam bentuk cerita. Memang,
kreatifitas seni A.A. Navis sudah tidak diragukan lagi
Ia bukan termasuk warga Sumatra yang senang merantau. Tidak seperti kebanyakan,
A.A. Navis memilih untuk bersekolah di Indonesisch Nederiandsch School (INS) di
daerah Kayutaman selama 11 tahun. Semasa bersekolah itulah ia rajin membeli dan
membaca buku-buku sastra, belajar kesenian, juga keterampilan. Karena itulah
kecerdasan seni A.A. Navis sungguh luar biasa.

AA Navis sebenarnya adalah seorang pengarang yang menyuarakan suara Sumatera


di tengah konsep Jawa (pengarang Jawa) sehingga ia layak disebut sebagai pengarang
Angkatan Terbaru. A.A. Navis juga pernah menjadi pemimpin redaksi harian
Semangat (harian angkat-an bersenjata edisi Padang), Dewan Pengurus Badan Wakaf
INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat (Padang Club). Di samping
itu, A.A. Navis juga sering menghadiri berbagai seminar masalah sosial dan budaya,
sebagai pemakalah atau peserta.

Sastrawan bernama lengkap Ali Akbar Navis ini menghembuskan napas terakhirnya
pada tahun 2013 karena komplikasi dan penyakit jantung. Meskipun ia wafat karya-
karyanya tetap abadi seperti Robohnya Surau Kami, Kemarau (1992), Saraswati Si
Gadis dalarn Sunyi, (1970), dan lain lain. Beliau juga telah membuat karya-karya non
fiksi seperti Surat-Surat Drama, Budaya, Hamka sebagai Pengarang Roman, Berita
Bibliografi, Warna Lokal dalam Novel Minangkabau, Memadukan Kawasan dengan
Karya Sastra, Kepenulisan Belum Bisa Diandalkan Sebagai Ladang Hidup, Menelaah
Orang Minangkabau dari Novel Indonesia Modern, dan masih banyak lagi.

Karya-karya itu tidak sedikit yang beruntung disematkan gelar penghargaan sastra
dari berbagai institus

D. SIMPULAN

Cerpen ini adalah sindiran atau satire. Bentuk sindiran itu diberikan telak bagi
masyarakat Indonesia yang mengira kalau menjadi hamba Tuhan bukan sekonyol itu
caranya. Cerpen ini juga menyentil segi agama atau religiositas. Nuansa religius sudah
tergambarkan dari judul yang menyebut Surau : tempat ibadah, lambang kesucian.
Tempat si tokoh kakek menghabiskan seluruh sisa hidupnya dan berandai-andai masuk
ke tempat terindah yang dijanjikan Tuhan. Padahal nyatanya tidak.

Dalam cerpen ini, A.A. Navis ingin meneriakkan bahwa sejatinya perintah agama itu
bukan hanya sekedar beribadah mematut diri di dalam surau dan berdzikir, tetapi
bersosialisasi dan mengurus bumi tempat berdiri adalah juga kewajiban bagi umat
manusia. Lebih dari itu, perintah agama juga bukan hanya membantu orang lain dengan
ikhlas dan mengharap balasan di akhirat saja, tetapi juga harus mengurusi kehidupan di
dunia: bagaimana makannya, mencari nafkahnya, dan sebagainya. Betapa cerpen ini
membuka mata dengan jelas bahwa dunia memang tidak terlepas dari akhirat. Dan tidak
ada yang tidak bisa memungkiri itu, sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://mjbrigaseli.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pendekatan-mimetik.html
http://www.academia.edu/4644433/Teori_mimetik
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yongyakarta. Gajah Mada University
Press.
http://maryamfathimiy.blogspot.co.id/2015/02/tanggapan-membaca-cerpen-robohnya-
surau.html

Anda mungkin juga menyukai