Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS DENGAN TEORI MIMETIK CERPEN

ROBOHNYA SURAU KAMI


Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Teori Sastra Oleh Dosen Pengampu Prof. Dr.
Haris Supratno

OLEH :
BUNGA PENGUKIR AYUNANI
13020074075

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis menceritakan kisah tentang seorang
kakek yang menempati sebuah surau yang terletak di ujung jalan selama bertahun-tahun.
Di surau itu, kakek menghabiskan seluruh waktunya untuk berbuat kebaikan dan
mengabdikan dirinya kepada sang pemilik semesta yaitu Allah SWT. Seorang tokoh
bernama Aku juga menghiasi cerita ini, dia sering sekali berkunjung ke tempat kakek dan
menjadi akrab dengan kakek. Hingga suatu hari dia melihat kakek murung di dalam
surau. Ketika dia menanyakan apa yang sedang terjadi dengan kakek, ternyata seorang
bernama Ajo Sidi telah datang dengan pisau dan mencemooh kakek karena kebaikannya
namun lupa akan tugasnya sendiri di dunia. Ajo Sidi mengatakan bahwa pada suatu hari
Tuhan Allah akan bertanya dan menghakimi kakek karena terlalu fokus sembahyang dan
berbuat baik namun melupakan hubungannya dengan sesama. Perkataan Ajo Sidi
membuat kakek marah karena menurut kakek, dia telah berbuat baik dan benar sesuai
dengan yang Tuhan Allah perintahkan, tidak pernah ada satu hal burukpun yang kakek
lakukan. Akhirnya kakek termakan kata-kata yang telah diucapkan oleh Ajo Sidi hingga
akhirnya kakek meninggal dengan menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana nilai religiusitas dalam cerpen Robohnya Surau Kami?
1.2.2 Bagaimana data dan bukti aspek sosial dan nilai religiusitas dalam cerpen Robohnya
Surau Kami?
1.2.3 Bagaimana aspek sosial dalam cerpen Robohnya Surau Kami dengan aspek sosial
dalam dunia nyata?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini untuk menemukan dan
mendeskripsikan:
1.3.1 Nilai religiusitas yang ada dalam cerpen Robohnya Surau Kami.
1.3.2 Bukti dan data nilai religiusitas dalam cerpen Robohnya Surau Kami.
1.3.3 Hubungan nilai sosial dalam cerpen Robohnya Surau Kami dengan aspek sosial
dalam kehidupan nyata.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan makalah di atas maka manfaat terotis dan praktis makalah ini sebagai
berikut :
1.4.1 Teoretis
Manfaat makalah ini untuk memberi sumbangan terhadap perkembangan ilmu sastra
pada umunya dan teori mimetik pada khusunya.
1.4.2 Praktis
Secara praktis makalah ini diharapkan daoat memberi manfaat kepada mahasiswa
tentang penerapam analisis mimetik tentang cerpen.
II KAJIAN TEORI

Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani mimesis yang berarti meniru,tiruan' atau
perwujudan. Secara umum mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang
memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata.
Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu
karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian
dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari
daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut. Pengertian mimetik
menurut para ahli: a. Plato Mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan
peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan. b. Aritoteles Ia berpendapat bahwa
mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah
melalui kesadaran personal batin pengarangnya. c. Raverzt Berpendapat bahwa mimetik
dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji karya sastra yang berupay auntuk
mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan. d. Abrams Mengungkapkan
pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya
terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.
Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep
ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato
menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna
dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Ide oleh
manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh
dengan panca indra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya
ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk
segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu idea mengenai segitiga tersebut
tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnens l979:13).
Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat
berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun seharusnya
keduanya menyarankan pada makna yang berbeda. Agama lebih menunjukkan pada
kelembagaan kbaktian kepada Tuhan dengn hukum-hukum yang resmi. Religiusitas, di pihak
lain, melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi
manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari
agama yang tampak, formal, dan resmi. (Mangunwijaya, 1982: 11-12)

III PEMBAHASAN

3.1 Analisis nilai religiusitas cerpen Robohnya Surau Kami


Aspek sosial yang ada dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu lebih condong
kepada nilai religiusitasnya. Nilai religiusitas yang terdapat dalam cerpen ini dilihat dari
penggunaan latarnya yang berupa sebuah surau, suasana yang ditimbulkan kakek ketika
menyembah Tuhannya juga memperkuat nilai religiusitas yang ada dalam cerpen ini.
Bukan hanya itu, latar ketika Ajo Sidi menceritakan dan mengumpamakan ketika Kakek
sudah berada di akhirat pun menggambarkan Tuhan dan malaikatnya, termasuk nilai
religiusitas. Cerpen Robohnya Surau Kami ini menceritakan seorang kakek yang
tergoncang hatinya karena mendengar bualan dari Ajo Sidi tentang seorang yang taat
beribadah tetapi ketika mati ia dimasukan ke dalam neraka. Selama hidupnya kakek
selalu menghabiskan waktunya untuk menyembah kepada Allah dan tidak pernah
sekalipun ia meninggalkan ibadahnya. Akan tetapi ternyata keimanannya itu tergoyah
oleh bualan seorang yang tidak bertanggung jawab itu dan ia mengakhiri hidupnya
dengan jalan menggorok lehernya. Dalam cerpen ini tergambar dengan jelas kegelisan
hati dengan teknik langsung. Dalam perspektif hukum islam kematian yang dialami sang
kakek sangat dilarang. Allah sangat membenci kaumnya yang melakukan bunuh diri dan
itu haram. Padahal kakek adalah seorang yang sangat kuat imannya tetapi ia tetap
melanggar apa yang Tuhan larang.
3.2 Data atau pembuktian nilai religiusitas cerpen Robohnya Surau Kami
Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."
Dalam cuplikan dialog tersebut, menggambarkan bahwa kakek mati karena bunuh diri
dan bunuh diri adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari
tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji
Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya.
Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa
salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk."
Dalam cerpen ini nilai kereligiusan diperkuat melalui aktivitas tokoh seperti yang
digambarkan dalam tokoh kakek bahwa ketika sebelum meninggal kakek sangat rajin
beribadah, setiap harinya ia selalu memperingatkan warga untuk shalat dengan memukul
bedug di surau yang ia jaga. Kakek juga selalu menolong warga dengan membantunya
mengasah pisau dari situ ia dikasih imbalan berupa rokok atau sambal tetapi kakek tidak
pernah mengharapkannya dan ia selalu hanya membalasnya dengan tersenyum. Kakek
sendiri sudah tidak pernah memikirkan tentang kehidupan didunia ini bahkan ia juga
melupakan keluarganya. Untuk itu dalam bualannya Ajo Sidi menyindir seorang kakek
sebagai orang yang terkutuk.
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di
sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun
ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.

Dalam cerpen ini untuk meningkatkan kereligiusan yang diusung, digunakan sebuah latar
yaitu surau yang digunakan untuk kakek tinggal dan mengabdikan dirinya kepada Allah
SWT.
Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya
semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu
mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling
memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat
saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku
menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka
pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. hai, Malaikat,
halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!"
Memang benar jika sebagai orang muslim yang beriman harus selalu menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan pesan itu tercermin dalam bagian awal
cerpen yang menceritakan kehidupan kakek yang selalu beribadah setiap waktu. Akan
tetapi, kita tidak boleh melupakan apa yang ada didunia ini, karena Allah sesungguhnya
membenci orang yang hanya memikirkan akhirat tetapi melupakan kehidupannya
didunia. Seperti apa yang diceritakan Ajo Sidi terhadap Kakek yang menceritakan
seorang haji yang bernama Haji Saleh walaupun ia setiap hari bersembahyang dan selalu
berdzikir tetapi karena ia melupakan kehidupannya sebagai manusia ia kemudian
dimasukan ke dalam neraka.
Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan.
Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.
Engkau?
Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.
Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.
Ya, Tuhanku.
Apa kerjamu di dunia?
Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.
Lain?
Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.
Lain.
Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebutnyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah
bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk
menginsafkan umat-Mu.
Nilai religius yang digambarkan dalam cerpen ini juga tentang hubungan manusia
dengan tuhan dan manusia dengan manusia. Cerpen ini menggambarkan semua itu
dengan unik karena ia juga menggambarkan sebuah kehidupan didunia lain. Tidak hanya

itu dalam cerpen Robohnya Surau Kami juga banyak terdapat daya imajinasi dilihat
dari adanya dialog-dialog dengan tuhan yang maha pencipta seperti pada bukti di atas.
3.3 Hubungan aspek sosial dalam Cerpen Robohnya Surau Kami dengan kehidupan nyata
Dalam kehidupan nyata, aspek sosial nilai religiusitas yang tergambar dalam cerpen
Robohnya Surau Kami sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari. Mungkin
memang tidak banyak orang seperti kakek yang selalu taat beribadah hingga melupakan
dunianya namunm masih ada yang seperti itu. Dalam Islam, kaum seperti itu disebut
kaum zuhud yaitu yang mengabdikan diri kepada Allah SWT dan mengabaikan atau
cenderung tidak peduli dengan kehidupan sosialnya dengan sesama namun bukan berarti
orang-orang seperti itu tidak peduli dengan orang lain, bukti dalam cerpen ini kakek tetap
membantu sesamanya ketika ada yang membutuhkan bantuan dan kakek dengan ikhlas
hati menerima imbalan seadanya, kadang hanya ucapan terimakasih saja.

IV SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
http://mjbrigaseli.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pendekatan-mimetik.html
http://www.academia.edu/4644433/Teori_mimetik

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yongyakarta. Gajah Mada University
Press.

Anda mungkin juga menyukai