Anda di halaman 1dari 22

Cerpen Robohnya Surau Kami

Kajian Struktural (Segi Objektif)


Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A.
Navis
1. Sinopsis

Cerpen Robohnya Surau Kami ini bercerita tentang seorang kakek yang hidupnya dihabiskan
sebagai seorang penjaga surau (Garin). Namun, karena suatu peristiwa, kakek penjaga surau itu
meninggal bunuh diri dengan sangat mengenaskan. Penyebab tertekannya kondisi psikologis dari
kakek penjaga surau itu sehingga nekat bunuh diri hanyalah sebuah cerita dari Ajo Sidi yang
sedikit banyak sangat menyentuh kakek tersebut.

Pada awalnya, surau yang dijaga oleh kakek adalah sebuah surau yang sangat teduh dan nyaman
untuk bersembahyang. Keadaan begitu terbalik saat kakek penjaga surau itu telah meninggal
dunia. Surau tersebut menjadi sebuah surau tua yang tidak lagi terawat dan sangat usang. Surau
itu berubah menjadi tempat bermain anak-anak, dan yang lebih parah, bilik serta lantai kayu
surau itu dijadikan sebagai persediaan kayu bakar bagi penduduk sekitar. Hal tidak mengenakkan
ini berawal dari cerita Ajo Sidi tentang seorang yang di dunia taat beragama, yaitu Haji Saleh.

Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama. Pada saat
meninggal dunia, Haji Saleh serta orang-orang lainnya sedang menunggu giliran di akhirat untuk
menerima penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka atau ke surga. Saat gilirannya tiba,
Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab pertanyaan Tuhan tentang apa saja yang dilakukannya di
dunia pada masa hidupnya. Haji Saleh dengan percaya diri berkata bahwa pada saat ia hidup di
dunia, yang dilakukannya adalah memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan ajaran
agama dengan taat. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka.
Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak
kurang dari dirinya, bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh. Akhirnya, karena tidak
terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap dirinya tidak pantas
dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa kepada Tuhan. Haji Saleh yang menjadi
pemimpin dan pembicara bagi mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang
telah mereka lakukan di dunia. Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara
Indonesia yang taat beragama dan negaranya sangat kaya akan sumber daya alam, namun
hasilnya sering di ambil oleh pihak asing. Lalu Tuhan menjawab kepada mereka, bahwa mereka
semua hanya mementingkan diri mereka sendiri, karena selama hidup mereka hanya berdoa dan
menyembah-Nya, tetapi tidak mempedulikan keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara
mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya
kekurangan.

Dari cerita Ajo Sidi itu, mungkin kakek penjaga surau itu merasa tersinggung dan terpukul.
Karena selama hidupnya, kakek itu hanya menyembah dan memuji Tuhan, sampai-sampai tidak
memiliki istri serta anak cucu. Kakek itu kemudian merasa marah dan tertekan lalu akhirnya
memutuskan untuk bunuh diri.

2. Kajian Unsur-Unsur Intrinsik

Sebenarnya dari sinopsis di atas kita telah dapat menangkap secara jelas tema cerita dari
Robohnya Surau Kami ini. Tema dari cerita ini adalah hidup yang dikehendaki Tuhan. Hidup
yang dikehendaki Tuhan bukan saja hidup dengan menyembah dan memuji nama-Nya terus
menerus dan menjalankan perintah agama dengan baik, melainkan juga hidup yang peka dengan
keadaan sekitar. Karena beribadah saja tidaklah cukup. Beribadah harus dibarengi dengan kerja
keras dan peduli akan keadaan sekitar khususnya anak cucu, keluarga, serta semua orang di
sekitar kita.

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa menyembah dan memuji Tuhan serta nemnjalankan
ajaran agama dengan taat bukanlah hal yang salah. Namun, terkadang manusia menjalankan
ibadah dengan baik hanya supaya dirinya dapat masuk ke surga pada saat ia meninggal dunia.
Hal tersebut sebenarnya adalah pemikiran yang sangat egois, dan dalam cerita Robohnya Surau
Kami ini, Tuhan tidak suka akan manusia yang hidupnya hanya mementingkan diri sendiri.
Imbangilah ibadahmu yang baik dengan kerja keras untuk menyejahterakan hidupmu serta
hidup keluarga, saudara, dan semua orang disekitarmu, mungkin itulah pesan yang ingin
disampaiakan oleh penulis melalui cerpen Robohnya Surau Kami ini.

Cerpen karya A.A. Navis ini bersetting tempat di sebuah desa kecil, dimana dalam desa tersebut
terdapat sebuah surau yang awalnya sangat teduh dan nyaman untuk beribadah, namun kini
menjadi sangat usang karena telah ditinggalkan oleh sang penjaga surau. Keusangan surau itu
melambangkan kemasabodohan manusia yang tidak mau lagi memelihara apa yang tidak dijaga
lagi, seperti dalam kutipan cerpen berikut:

Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian
yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak
berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat
masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.

Selain itu, cerpen ini juga bersetting tempat di akhirat dan neraka. Akhirat adalah tempat dimana
Haji Saleh menunggu gilirannya untuk diadili Tuhan dalam cerita Ajo Sidi. Dan neraka adalah
tempat bertemunya Haji Saleh dengan orang-orang yang taat beribadah lainnya, sehingga mereka
melakukan unjuk rasa kepada Tuhan karena merasa tidak terima diri mereka dimasukkan ke
neraka.
Dari segi penokohan, cerpen ini memuat tokoh-tokoh yang cukup sederhana namun dapat
menunjukkan kekuatan dan ciri karakter tokohnya masing-masing. Terdapat empat tokoh yang
muncul dalam cerpen ini, yaitu kakek, aku, Ajo Sidi, Haji Saleh, istri tokoh aku, dan istri Ajo
Sidi.

Kakek adalah tokoh utama (protagonis) dalam cerpen ini. Tokoh kakek digambarkan sebagai
seorang tua penjaga surau yang sangat taat dalam menjalankan ajaran agama. Ia memberikan
seluruh hidupnya hanya untuk beribadah dan menjaga surau tersebut. Kakek adalah orang yang
sangat sederhana dan tidak pernah hidup berlebihan. Kehidupannya hanya ditopang dengan
pemberian sukarela dari penduduk setempat ataupun yang berkunjung ke surau yang dijaganya
itu. Namun sayang, tokoh kakek memiliki kondisi psikologis yang kurang kuat. Saat Ajo Sidi
menceritakan cerita tentang Haji Saleh, tokoh kakek langsung hancur keteguhan hatinya. Kakek
merasa bahwa semua yang dikorbankannya dalam hidupnya hanya untuk beribadah, menurut
cerita Ajo Sidi, semuanya tidaklah benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Tokoh kakek
yang merasa semua pengorbanannya tidak berguna, merasa marah kepada Ajo Sidi, walaupun
kakek menyangkalnya saat ditanya oleh tokoh aku. Namun menurut saya sendiri, tokoh kakek
sebenarnya marah kepada dirinya sendiri, karena ia ternyata telah salah. Kakek mengorbankan
hidupnya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dikehendaki oleh Tuhan. Sehingga
akhirnya kakek memutuskan untuk bunuh diri.

Selanjutnya, terdapat tokoh aku yang berkedudukan sebagai deutragonis (tokoh yang berpihak
pada protagonis). Tokoh aku ini memiliki kepribadian yang menurut saya masih sangat kekanak-
kanakan. Ia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan masih cenderung mengikuti
emosinya saat bertindak dan berpikir, tanpa menimbang masak-masak mana yang seharusnya
dilakukan atau dan tidak dilakukan. Misalnya saat mendengar berita bahwa kakek telah
meninggal, tokoh aku secara emosional langsung menganggap bahwa Ajo Sidi-lah yang
bersalah, seperti terlihat dalam kutipan dialog antara berikut:

Ya. Tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang sangat mengerikan
sekali. Ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur

Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara, kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang
tercengang-cengang.

Tokoh selanjutnya yang muncul dalam cerita ini adalah Ajo Sidi. Ajo Sidi merupakan tokoh
antagonis dalam cerita ini. Ia yang menceritakan kisah tentang Haji Saleh yang membuat kakek
sangat terpukul dan akhirnya bunuh diri. Ajo Sidi sebenarnya memiliki watak yang baik, yakni
sering mengingatkan para tokoh masyarakat yang hidupnya dirasa kurang baik. Ajo Sidi suka
menyindir orang lain dengan menggunakan cerita-cerita perumpamaan. Banyak pula masyarakat
yang terpengaruh oleh ceritanya, karena dianggap sangat mengena.

Haji Saleh merupakan tokoh rekaan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menggunakan karakter Haji Saleh
untuk menggambarkan orang-orang yang telah merasa dirinya adalah orang yang sangat
dikehendaki oleh Tuhan, banyak pahala, dan telah melaksanakan semua ajaran agama dengan
taat. Hal itu membuat Haji Saleh bersikap sombong pada saat menunggu pengadilan Tuhan. Ia
mencibir kepada orang-orang yang dimasukkan ke neraka, dan melambai senang kepada orang
yang masuk ke surga. Padahal, dirinya sendiri dimasukkan ke neraka oleh Tuhan karena
hidupnya dianggap terlalu egois dan tidak memedulikan kesejahteraan orang-orang
disekelilingnya.

Tokoh selanjutnya yang terdapat dalam cerita ini adalah istri dari tokoh aku serta istri dari Ajo
Sidi. Namun, kehadiran dua tokoh itu tidak terlalu penting dalam cerita ini, karena kehadirannya
yang hanya sebagai pelengkap dan hanya muncul sebentar di dalam cerita ini, sehingga saya
tidak akan membahasnya.

Selanjutnya cerita ini memiliki alur maju mundur. Hal ini terjadi karena dipertengahan cerita,
tokoh kakek menceritakan kembali tentang kejadian Ajo Sidi yang bercerita tentang Haji Saleh.

3. Kesimpulan

Secara umum, cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis ini memiliki cerita yang sangat
unik dan menarik. Cerita ini dikemas secara sederhana, tetapi penuh makna dan kritik atas
kehidupan manusia pada jaman modern ini. Di mana manusia berlomba-lomba untuk memnuhi
kepentingannya sendiri, bahkan dalam masalah agama. Manusia menjalankan agamanya dengan
baik dan taat hanya agar dirinya dapat masuk surga. Manusia memuji Tuhannya tidak lagi
dengan hati yang tulus karena mencintai-Nya, melainkan hanya agar memperoleh pahala dan
semakin mudah jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan
memang, tapi itulah kenyataan pada masa kini yang berhasil ditangkap oleh A.A. Navis dan
dituangkankannya ke dalam cerita ini.

Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami


Desember 20, 2008 awan sundiawan

Latar Belakang Masalah

Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di
antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian
tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat
berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi,
agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen,
maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan
permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering
pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan
tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.

Jika kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra (cerpen) telah berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari
kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini K.M. (1989:49). Oleh karena itu, jika cerpen
dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik.
Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Bahkan
tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas.
Seperti halnya kami mencoba mengkaji cerpen yang dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Cerpen yang kami kaji itu
adalah sebuah cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.

Dipilihnya cerpen karya A.A. Navis tersebut bukan tanpa pertimbangan atau alasan sebab cerpen ini memiliki keistimewaan
(bagi kami) dibandingkan dengan cerpen A.A.Navis yang lain atau cerpen yang ditulis pengarang-pengarang yang lain.
Keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penceritaan A.A.Navis yang tidak biasa pada saat itu. Tidak biasanya karena Navis
menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di alam lain. Bahkan di sana terjadi dialog antara tokoh manusia dengan Sang Maha
Pencipta. Menurut hemat saya hal seperti ini hanya ada dalam cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin dan cerpen
Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.

Akan tetapi, kedua cerpen ini tetap berbeda. Cerpennya Kipanjikusmin muncul dengan membawa kehebohan yang luar biasa di
kalangan umat Islam sehingga harus berhadapan dengan hukum. Sedangkan cerpennya A.A. Navis muncul dengan membawa
kejutan karena ceritanya menyindir pelaksanaan kehidupan beragama secara luar biasa tajamnya. Di dalam cerpen Langit
Makin Mendung Tuhan dan malaikat diimajinasikan dengan kuat sekali (meminjam istilah Bahrum Rangkuti dalam Polemik
H.B.Jassin, 1972:177). Sedangkan dalam cerpen Robohnya Surau Kami tidak seperti itu. Itulah sebabnya cerpen A.A. Navis tidak
pernah berhadapan dengan hukum. Selain itu cerpen A.A.Navis ini lebih banyak mengingatkan kita untuk selalu bekerja keras
sebab kerja keras adalah bagian penting dari ibadah kita (Sapardi Djoko Damono dalam kata pengantar Novel Kemarau karya
A.A.Navis, 1992:vi).

Sementara itu, tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam kurikulum 1994 yaitu agar siswa mampu
menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Lalu, di dalam rambu-rambunya pada butir 10
ditegaskan pula bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan
karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan
hidup. Dengan demikian peran pelajaran sastra menjadi sangat penting.

Mengingat perannya yang sedemikian itu, maka terselenggaranya pembe-lajaran sastra yang menarik dan menyenangkan akan
menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa
untuk dapat mengenal dan menghargai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsanya, juga untuk dapat menghargai hidup,
menikmati pengalaman orang lain, serta dapat menemukan makna hidup dan kehidupan. Bukankah karya sastra (cerpen) itu
merupakan miniatur kehidupan manusia di sekitar pembaca?.

Jadi, dengan mempelajari cerpen (sastra) berarti siswa diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa
akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan
pengetahuannya.

Sayangnya, kendala pembelajaran itu sering terletak pada guru. Sebab, masih saja guru yang terlalu mengandalkan LKS (Latihan
Kerja Siswa), tidak menyukai sastra, dan tidak bisa memilih bahan ajar yang tepat dan menarik untuk seusia siswa yang
dididiknya. Kenyataan inilah yang sering dianggap orang sebagai kegagalan. Gagal karena siswa tidak memiliki daya apresiasi
dan kepekaan rasa serta tidak menyukai sastra.

Berangkat dari permasalahan yang sudah diuraikan di atas, saya mencoba mengkaji keterkaitan cerpen dalam kegiatan
pembelajaran dan berusaha menemukan kemungkinan-kemungkinannya cerpen dijadikan bahan ajar di kelas. Dengan harapan,
hasil pengkajian ini dapat memberikan solusi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran apresiasi sastra
(cerpen).

Identifikasi
Berdasarkan latar belakang di atas, saya mencoba mengidentifikasi masalah sayaan ini. Identifikasi masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana unsur intrinsik cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis?

2. Apakah cerpen tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan?

3. Nilai-nilai pendidikan yang bagaimana yang terdapat dalam cerpen tersebut?

4. Setiap karya sastra prosa, khususnya cerpen dapat dijadikan bahan ajar dikelas. Lalu upaya-upaya apa saja yang
memungkinkan pemilihan bahan ajar itu efektif?

Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis

Cerpen karya A.A. Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri
akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang membacanya.
Karena daya pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini, khususnya bab IV ini mudah dipahami agaknya perlu
juga memaparkan sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami tesebut. Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah ini.

Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan
hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya.
Kelak orang ini disebut sebagai Garin.

Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu
dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang,
makanan, kue-kue atau rokok.

Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau,
beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil
kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.

Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang
mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang
diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.

Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin
kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang
lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua
ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak
taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal
ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput
kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.

Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali
satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah
penjaga surau dia tetap pergi bekerja.

Tinjauan atas Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur,
penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami itu sebagai berikut:

Tema

Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita.
Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.
Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah
mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini.

Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain,
tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku
serahkan kepada Allah Subhanahu Wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku
membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku
yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku
pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku
puji-puji dia. Aku baca KitabNya. Alahamdulillah kataku bila aku menerima karuniaNya. Astaghfirullah kataku
bila aku terkejut. Masa Allah bila aku kagum. Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia
terkutuk.

Kemudian pada halaman 16 gambaran itu ditegaskan kembali, yaitu :

Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu
kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaum mu sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri,
sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau di
dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.

Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu
sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat universal.
Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya A.A. Navis ini diteima oleh setiap orang.

Amanat

Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu
mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok
persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan,
yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan
demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.

Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: Pelihara, jaga, dan jangan
bermasabodoh terhadap apa yang kau miliki. Hal ini terdapat pada paragraf kelima halaman delapan kalimat yang terakhir.
Amanat pokok/utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam ceritanya. Akibatnya muncullah amanat-amanat lain yang
mempertegas amanat utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu di antaranya:

(a) Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita karena ada perbuatan kita yang kurang layak di
hadapan orang lain. Amanat ini dimunculkan melalui ucapan kakek Garin pada halaman 9.

Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah
lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah
bertawakkal kepada Tuhan .

dari ucapan kakek Garin itu jelas tegambar pandangan hidup/cita-cita pengarangnya mengenai karangan untuk cepat marah.

(b) Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik di hadapan manusia tetapi tetap
kurang baik di hadapan Tuhan itu. Coba saja tengok pengalaman tokoh yang bernama Haji Saleh ketika dia disidang di
akhirat sana:

Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di Neraka itu banyak teman-temannya didunia terpanggang hangus, merintih
kesakitan. Dan tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di Neraka
itu tak kurang ibadahnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai 14 kali ke Mekkah dan bergelar
Syekh pula ( Hlm. 12 13 ).

Tidak hanya itu saja. Dari gambaran ini terpapar pula amanat lain, yaitu:
(c) Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri pemakainya.

(d) Jangan menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, untuk itu cermati sabda Tuhan dalam cerpen ini:

, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan
orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu,
saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak
mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat.
Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin . (hlm. 15).

(e) Jangan mementingkan diri sendiri, seperti yang disabdakan Tuhan dalam cerpen ini halaman 16.

. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat
bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga
mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia berkaum,
bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.

Dan akhirnya amanat (d) dan (e) menjadi kunci amanat yang diinginkan pengarang untuk pembacanya. Kedua amanat itu
kemudian dirumuskan, seperti yang sudah dituliskan pada bagian awal tentang amanat di atas.

Latar

Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang,
dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial.

Latar Tempat

Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya.
Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya :

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat
pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan
di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di
ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui
empat buah pancuran mandi. (hlm. 1 )

Latar Waktu

Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas
pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :

Pada suatu waktu, kata Ajo Sidi memulai, ..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang
. (hlm. 10)

Meskipun begitu, ada juga yang juga yang jelas-jelas menyebutkan soal waktu, misalnya:

Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kebencian yang bakal roboh

Sekali hari aku datang pula mengupah kepada kakek (hlm. 8)

Sedari mudaku aku di sini, bukan ?. (hlm.10)

Latar Sosial
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya,
kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :

Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala
tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garim, penjaga surau itu.
Orang-orang memanggilnya kakek (hlm. 7)

Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya.

Namun demikian, contoh latar sosial yang menggambarkan kebiasaan yang lainnya yaitu :

Kalau Tuhan akan mau mengakui kehilapan Nya bagaimana ? suatu suara melengking di dalam
kelompok orang banyak itu.

Kita protes. Kita resolusikan, kata Haji Soleh.

cocok sekali, di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh, sebuah suara menyela.

Setuju. Setuju. Setuju. Mereka bersorak beramai-ramai (hlm. 13)

Kebiasaan ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog ini (hlm.13), termasuk
kelompok orang yang sangat kritis, vokal, dan berani. Karena kritik, vokalnya, dan beraninya Dia sering menganggap enteng
orang lain dan akhirnya terjebak dalam kesombongan. Tokoh-tokoh ini menjadi sombong di hadapan Tuhannya padahal apa yang
dilakukannya belum ada apa-apanya. Perhatikan pada berikut ini.

Haji soleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama
indah, Ia memulai pidatonya: O, Tuhan kami yang Mahabesar, kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang
paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu,
memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya

Akhirnya ada latar sosial lain yang digambarkan dalam cerpen ini meskipun hanya sepintas saja gambaranya itu.
Latar sosial ini menunjukkan bahwa salah satu tokoh dalam cerita ini termasuk kedalam kelompok sosial pekerja. Datanya seperti
ini.

Dan sekarang, tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak
sedikitpun bertanggung jawab, dan sekarang ke mana dia ?

Kerja

Kerja?tanyaku mengulangi hampa.

ya.Dia pergi kerja.

Alur (plot)

Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar
dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari
tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti
berikut.

Bagian Awal
Pada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang
menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam cerpen
ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang menjadi garim di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu,
seperti yang diungkapkan pada data berikut :

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku . akan Tuan temui seorang tua yang biasanya
duduk di surau dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garim,
penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek.

Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali sejumat. Sekali
enam bulan Ia mendapat seperempat dari hasil pemunggahan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-
orang mengantarkan fitrah Id, tapi sebagai Garim ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau.
Karena Ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tidak pernah
meminta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya
sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi
yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum (hlm. 7).

Dan yang kedua adalah sebagai instabilitas (ketidakstabilan), yaitu bagian yang didalamnya terdapat keterbukaan.

Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala permasalahannya. Perhatikan data berikut :

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya .

Jika Tuan datang sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.
Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya . (hlm. 8)

Berdasarkan data ini tampak jelas bahwa yang dimaksud cerita mulai bergerak dan tebuka adalah karena informasi ini
belum tuntas bahkan menimbulkan pertanyaan, mengapa si Kakek wafat dan bagaimana hal itu bisa terjadi ? sehingga
ketidakstabilan ini memunculkan suatu pengembangan suatu cerita.

Bagian Tengah

Meskipun ketidakstabilan dalam cerita memunculkan suatu pengembangan cerita tetapi bagian tengah tidak dimulai dari
ketidakstabilan itu. Justru, bagian tengah dimulai dengan jawaban atas pertanyaan yang muncul, seperti yang disebutkan dalam
bagian awal. Jawaban itu sedikitnya menggambarkan suatu konplik, bahwa si Kakek wafat karena dongengan yang tak dapat
disangkal kebenarannya. Data untuk ini seperti berikut:

Dan biang keladi dari kecerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. (hlm . 8)

Data konflik ini kemudian diperkuat dengan pemunculan tokoh alur yang berniat hendak mengupah si Kakek. Akan tetapi begitu
tokoh atau bertemu dengan si Kakek suasananya sangat tidak diharapkan.

Kakek begitu muram. Di sudut benar dia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya.
Pandangannya sayu kedepan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk pikirannya. Sebuah blek susu yang berisi
minyak kelapa sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. (hlm. 8)

Rupanya si Kakek sedang dicekam konplik

Konplik ini berkembang menjadi konplikasi manakala tokoh aku menanyakan sesuatu yang berupa pisau kepada si
Kakek. Penyebab munculnya konplikasi ini bukan karena pisau itu melainkan pemilih pisau itu. Hal ini terbukti ketika si Kakek
menyebutkan nama pemilik pisau itu, dia begitu geramnya bahkan mengancam.

Kurang ajar dia. Kakek menjawab.

Kenapa ?
Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok tenggorokannya. (hlm. 9)

Kemarahannya ini demikian hebat, makanya dia mau saja melepaskan kekesalannya dengan menceritakan apa yang dilakukan
Ajo Sidi terhadapnya di hadapan tokoh aku. Dia bercerita karena desakan dari dalam batinnya.

Begitu kuat dan hebat. Dia sendiri tak mampu menahannya untuk menyembunyikan apa yang diceritakan Ajo Sidi. Namun,
segala apa yang diungkapkannya di depan tokoh Aku ini tidak membuatnya merasa ringan. Bahkan mungkin semakin berat dan
menekan dada dan batinnya. Akibatnya, klimaks kekecewaan si Kakek berakhir dengan cara yang tragis. Dia nekat membunuh
dirinya sendiri dengan cara menggorok lehernya.

Bagian Akhir

Bagian terakhir cerita ini ternyata menarik. Menarik karena adanya kejutan (surprise). Kejutannya itu terletak pemecahan
masalahnya, yaitu ketika orang-orang terkejut mendapatkan si Kakek garin itu meninggal dengan cara mengenaskan, justru Ajo
Sidi menganggap hal itu biasa saja bahkan dia berusaha untuk membelikan kain kafan meskipun hal ini dia pesankan melalui
istrinya. Data berikut menggambarkan hal ini.

Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. Ia sudah pergi, jawab
istri Ajo Sidi.

Tidak ia tahu Kakek meninggal ?

Sudah. Dan ia meniggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.

Dan sekarang, tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun
bertanggung jawab, dan sekarang ke mana Dia ?

Kerja.

Kerja ? Tanyaku mengulang hampa

Ya. Dia pergi kerja. (hlm. 16-17).

Penyelesaian yang penuh kejutan ini agaknya menyisakan pertanyaan, benarkah Ajo Sidi orang yang tidak
bertanggung jawab? Bukankah perilaku Ajo Sidi yang berusaha menyuruh istrrinya untuk membeli kain kafan itu merupakan
suatu bentuk tanggung jawab? Lalu di mana salahnya?

Jika struktur alurnya seperti di atas maka alur cerpen ini dikelompokkan ke dalam alur regresif atau alur flash back
(sorot balik). Dikatakan demikian karena benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh tokoh Aku kisah itu
diceritakan.

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis. Dan di ujung jalan itu
nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang Tua. Orang-
orang memanggilnya kakek Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan biang keladi
dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya (hlm.7-8).
Dan besoknya, ketika Aku mau turun rumah pagi-pagi istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk. Siapa yang
meninggal? Tanyaku kaget.

Kakek.

Kakek? (hlm.16).
Penokohan

Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. A.A.
Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut.

a. Tokoh Aku

Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kakek yang membunuh
dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu
perkara orang lain. Datanya seperti berikut.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi tidak membuat bualan
tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: Apa
ceritanya, kek ?

Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek : Bagaimana
katanya, kek ?.(hlm.9).

Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara, kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku
cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.(hlm.16).

b. Ajo Sidi

Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini . Secara
jelas tokoh ini disebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini muncul melalui mulut tokoh Aku. Menurut si tokoh Aku, Ajo Sidi
disebutkan sebagai si tukang bual yang hebat karena siapa pun yang mendengarnya pasti terpikat. Selain itu bualannya selalu
mengena. Data untuk ini seperti berikut.

.Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang
mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi
ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena
semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang
cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya.(hlm.8-9)

Dari data ini pula ternyata disebutkan pula bahwa Ajo Sidi orang yang cinta kerja.

c. Si Kakek

Tokoh ini agaknya menjadi tokoh sentral. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai
orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu
mementingkan diri sendiri dan lemah imannya.

Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cecrita Ajo Sidi. Padahal yang namanya cerita
tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti menelanjangi kehidupannya. Seandainya si kakek panjang akal
dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan bersyukur
kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia
segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih besar.
Sedangkan gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri digambarkan melalui ucapanya
sendiri, seperti data berikut:

Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain,
tahu? Tak terpikirkan hidupku sendiri(hlm.10).

d. Haji Saleh

Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Pemunculannya sengaja untuk mengejek atau menyindir orang lain. Dengan begitu
wataknya sudah dipersiapkan oleh penciptanya dan karena kemahirannya Ajo Sidi tokoh ini demikian hidup. Secara jelas dan
gamblang watak tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu mementingkan diri sendiri.

6. Titik Pengisahan

Yang dimaksud dengan titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Maksudnya apakah,
pengarang ikut terlibat langsung dalam cerita iu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita.

Di dalam cerpen Robonya Surau Kamii agaknya A.A. Navis memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama
atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita.

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di
dekat pasar.(hlm.7).

Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku, karena aku suka
memberinya uang.(hlm.8).

Akan tetapi, ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh Aku, dan cerita ini diperolehnya dari Ajo Sidi,
maka pengarang sudah memposisikan dirinya sebagai tokoh bawahan. Artinya, pengarang tetap melibatkan diri dalam cerita akan
tetapi yang sebenarnya ia sedang mengangkat tokoh utama atau berusaha ingin menceritakan tokoh utamanya. Di sini pengarang
tetap mengunakan kata Aku. Walaupun begitu kata Aku ini merupakan kata ganti orang pertama pasif.

Engkau ?

Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.

lalu, setelah si Kakek menceritakan tentang Haji Saleh tokoh dongengan Ajo Sidi- ,pengarang kembali ke posisi sebagai
tokoh Aku seperti pada bagian awal cerita.

Gaya

Gaya merupakan sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut sebagai cara pengungkapan seorang yang khas
bagi seorang pengarang atau sebagai cara pemakaian bahasa spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya merupakan kemahiran
seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata, kelompok kata, atau kalimat dan ungkapan.

Di dalam cerpen ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan
(Islam), seperti garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala,
Surga, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-Mu, hamba-Mu, kitab-Mu, Malaikat, neraka, haji, Syekh,
dan Surau serta fitrah Id, juga Sedekah.

Selain ini, pengarang pun menggunakan pula simbol dan majas. Simbol yang terdapat dalam cerpen ini tampak jelas
pula judulnya, yakni Robohnya Surau Kami. Suaru di sini merupakan simbol kesucian, keyakinan. Jadi, melalui simbol ini
sebenarnya pengarang ingin mengingatkan kepada pembaca bahwa kesucian hati atau keyakinan kita terhadap Tuhan dan
agamanya sudah roboh. Sebab, cukup banyak tokoh-tokoh kita dari berbagai kalangan tidak lagi suci hatinya. Mereka sudah
menggadaikannya dengan kedudukan, jabatan, dan pangkat. Mereka tenggelam dalam Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
dan keegoismeannya. Bahkan ada pula yang keyakinannya terhadap Tuhan dan agamanya terlibat luntur-pudar. Mereka ini tidak
hanya tenggelam dalam KKN dan egoisme tetapi juga tenggelam dalam kemunafikan dan maksiat serta dibakar emosi dan
dendam demi keakuan dirinya dan kelompoknya.

Sedangkan majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas alegori karena di dalam cerita ini cara
berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas
parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum
dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini

Selain majas alegori atau parabol, pengarang pun menggunakan majas Sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku:
Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi
(hlm.8). Inilah sebuah kritik untuk masyarakat kita sekarang ini. Dengan demikian penggunaan majas-majas itu untuk
mengingatkan atau menasehati sekaligus mengejek pembaca atau masyarakat. Nasehat dan ejekannya itu ternyata berhasil.
Buktinya, ketika cerpen ini diterbitkan tidak lama kemudian cerpen ini mendapat tempat di hati pembacanya dan masih terus
dibicarakan hingga kini.

Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di Kelas.

Cerpen sebagai salah satu karya sastra jelas dapat memberikan manfaat seperti layaknya karya sastra yang lain.
Manfaatnya selain memberikan kenikmatan dan hiburan, dia juga dapat mengembangkan imajinasi, memberikan pengalaman
pengganti, mengembangkan pengertian perilaku manusia dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Oleh karena itu
dapat memberikan manfaat, maka sewajarnya sebuah cerpen dapat dijadikan bahan/materi pembelajaran sastra di kelas.
Pemilihan dan penetapan cerpen sebagai bahan/materi pembelajaran tentunya harus mengikuti kriteria yang sudah ditetapkan
secara umum yaitu:

a. Dilihat dari segi bahasanya, cerpen ini jelas menggunakan bahasa yang bisa dipahami pembaca orang Indonesia, yaitu bahasa
Indonesia. Tidak hanya ini, gaya bahasanya pun menarik dan pilihan katanya pun dapat memperkaya kosa kata siswa dalam
hal bidang keagamaan.
b. Latar belakang budaya yang ditampilkan pun masih terasa umum. Jadi, siapa pun (baik yang beragama Islam, kristen,
Hindu,maupun Budha) bisa dengan mudah memahaminya dan tidak menimbulkan pertentangan yang mendasar. Meskipun
di dalamnya terdapat kosa kata islami, hal ini tidaklah menggangu bahkan akan menarik jika siswa membandingkan dengan
kosa kata non-Islam yang sejenis.

Berdasarkan kriteria-kritera inilah kiranya cerpen ini sangat sesuai dan tepat bila dijadikan bahan ajar untuk pembelajaran
sastra di kelas I dan II, apalagi di kelas III SMU. Selain itu, akan lebih menarik lagi jika gurunya pun aktif-kreatif ketika
membelajarkan siswanya dalam menelaah cerpen tersebut. Namun demikian, agar pembelajaran sastra dengan bahan cerpen
itu menarik dan lancar, guru dan siswanya pun haruslah sama-sama membaca cerpen itu lebih dari satu kali dan jangan
coba-coba membaca ringkasannya.

Kesimpulan

Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Nvis ini memang sebuah sastra (cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini
dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran. Adapun hasil analisisnya sebagai berikut.

1. Unsur-unsur Intrinsik

a. Tema

Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya.

b. Amanat

Amanat cerpen ini adalah :

1) jangan cepat marah kalau diejek orang,


2) jangan cepat bangga kalau berbuat baik,

3) jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,

4) jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan


5) jangan egois.

c. Latar

Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

d. Alur

Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab
kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di
akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.

e. Penokohan

Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh.

1) Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.


2) Ajo Sidi adalah orang yang suka membual
3) Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.
4) Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.

f. Titik Pengisahan

Titik pengisahan cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama (akuan sertaan) sebab secara langsung
pengarang terlibat di dalam cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek bercerita tentang
Haji Soleh di depan tokoh aku.

g. Gaya

Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas alegori, dan sinisme.

2. Berdasarkan uraian di atas, maka cerpen Robohnya Surau Kami sangat cocok /layak jika dijadikan bahan ajar dalam
pembelajaran sastra di SMU, karena bahasa yang digunakannya bisa dipahami oleh siswa SMU, konflik psikologis tokoh-
tokohnya pun tidak terlalu sulit untuk dipelajari, selain itu konflik-konflik psikologis yang dimunculkan, masih sesuai
dengan perkembangan psikologis dan pemikiran siswa SMU, dan latar budaya yang ditampilkannya pun masih tampak
umum sehinga siswa yang berlatar belakang budaya Islam, Kristen, Hindu, dan Budha pun dapat menerimanya. Selain
kriteria ini, guru pun harus membaca terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai begitu pula dengan siswanya. Namun,
jangan sekali-kali membaca ringkasan cerpen tersebut tanpa pernah membaca cerita itu seluruhnya. Juga, guru harus kreatif
ketika sedang membelajarkan siswanya. Misalnya, guru harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa akan
isi cerpen tersebut.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis meyarankan sebagai berikut.

1. Saran untuk guru

- Guru yang sudah berani menetapkan cerpen sebagai bahan pembelajaran sastra harus pula membacanya berkali-kali agar
memahami isinya.
- Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap cerita
tersebut kemudian mengarahkannya ke dalam pengalaman siswa sehingga ketika siswa membahas cerita itu,
bahasannya benar-benar berdasarkan pengalaman siswa.
- Pemilihan bahan/materi pembelajaran sastra yang berbentuk cerpen sebaiknya mengikuti kriteria yang ada, yaitu
bagaimana bahasanya, bagaimana kesesuaian psikologisnya, baik untuk tokoh cerita maupun pembacanya yang duduk
di tingkat SMU, dan bagaimana latar budaya yang dimunculkan dalam cerita itu ? Tentu saja hal ini dilakukan guru
sebelum pembelajaran dimulai.

2. Saran untuk siswa

- Sebaiknya siswa harus membaca cerpennya secara utuh berkali-kali agar memahami isinya.
- Selain itu, baca pula buku-buku yang mengulas isi cerpen itu jika ada.
- Berdiskusilah dengan penuh minat dan perhatian agar manfaat sastra bisa dirasakan
- Jika mungkin dan sempat, ikutilah setiap seminar atau diskusi sastra di manapun.

ROBOHNYA SURAU KAMI


RINGKASAN :
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang
datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga
kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut
sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang
membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari
pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau
rokok.
Kehidupan orang ini hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat
surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja
karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya
yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu,
keduanya terlibat perbincangan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau yang kerap
disapa Kakek itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi
itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Ajo Sidi bercerita sebuah kisah tentang Haji saleh. Haji saleh adalah orang yang rajin beribadah
menyembah Tuhan. Ia begitu yakin ia akan masuk ke surga. Namun Tuhan Maha Tau dan Maha
Adil, Haji Saleh yang begitu rajin beribadah di masukan ke dalamma neraka. Kesalahan
terbesarnya adalah ia terlalu mementingkan dirinya sendiri. Ia takut masuk neraka, karena itu ia
bersembahyang. Tapi ia melupakan kehidupan kaumnya, melupakan kehidupan anak isterinya,
sehingga mereka kocar-kacir selamanya. Ia terlalu egoistis. Padahal di dunia ini kita berkaum,
bersaudara semuanya, tapi ia tidak memperdulikan itu sedikit pun. Crita ini yang membuat kakek
tersindir dan merasa dirinya murung.
Kakek memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya
sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala kehidupannya lahir batin
diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh
seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya.
Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama
seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya,
kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala
perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas
untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus
mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya.
Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi
bekerja.

UNSUR INTRINSIK :

Tema : Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya.
Amanat : 1) jangan cepat marah kalau diejek orang,
2) jangan cepat bangga kalau berbuat baik,
3) jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,
4) jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan
5) jangan egois.
Latar
-Latar Tempat
kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya
-Latar Waktu
Beberapa tahun yang lalu.

Alur (plot)
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah
berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin.

Penokohan
Tokoh-tokoh penting dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi,
Kakek, dan Haji Soleh

(a) Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
(b) Ajo Sidi adalah orang yang suka membual
(c) Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.
(d) Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.

Sudut Pandang
Di dalam cerpen ini pengarang memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama
atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada
bagian awal cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek
bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku.

Gaya bahasa
Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata. Gaya bahasanya
sulit di pahami, gaya bahasanya menarik dan pemilihan katanya pun dapat memperkaya kosa
kata siswa dalam hal bidang keagaman.

UNSUR EKSTRINSIK :

Nilai sosial
Kita harus saling membantu jika orang lain dalam kesusahan seperti dalam cerpen tersebut
karena pada hakekatnya kita adalah makhluk sosial.
Nilai Moral :
Kita sebagai sesama manusia hendaknya jangan saling mengejek atau menghina orang lain tetapi
harus saling menghormati.
Nilai Agama :
Kita harus selau malakukan kehendak Allah dan jangan melakukan hal yang dilarang oleh-Nya
seperti bunuh diri, mencemooh dan berbohong.
Nilai Pendidkan :
Kita tidak boleh putus asa dalam menghadapi kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan
sekuat tenaga dan selalu berdoa.
Nilai Adat :
Kita harus menjalankan segala perintah Tuhan dan memegang teguh nilai- nilai dalam
masyarakat.

HAL-HAL YANG MENARIK


(1) Surau tidak difungsikan, anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain berbagai
macam kesukaan, dan perempuan sering mencopoti papan atau lantai di malam hari untuk
dijadikan kayu bakar. Bersikap masa bodoh dan tidak memelihara sebagai mana mestinya,
(2) Bualan Ajo Sidi tentang kejadian di neraka membuat si kakek akhirnya muram dan akhirnya
bunuh diri.
(3) Seorang laki-laki menikah dan hanya mengabdikan hidupnya sepanjang hari di surau tanpa
memikirkan hidup duniawi harta ataupun kekayaan, dan melalaikan tugasnya sebagai seorang
suami dan seorang ayah.
(4) Taat beribadah saja, membiarkan negara kacau balau, melarat, hasil bumi dikuasai negara
lain tanpa memikirkan kehidupan anak cucu, pemalas dan tidak mau bekerja,
(5) Melakukan perbuatan sesat dengan cara bunuh diri,
(6) Ajo Sidi tidak ikut melayat orang yang meninggal akibat bualannya, hanya berpesan agar
dibelikan kain kafan 7 lapis sedangkan dai tetap pergi bekerja.
Menggali Hikmah Cerpen: Robohnya
Surau KAMI
OPINI | 08 November 2013 | 20:40 Dibaca: 242 Komentar: 0 0

Oleh Usman D.Ganggang *)

Sastra merupakan gambaran pengalaman, baik pengalaman yang dialami sendiri maupun
pengalaman orang lain. Kehadirannya pun bukan sekedar untuk dihadirkan. Akan tetapi seorang
pengarang berusaha menghadirkan sejumlah hikmah untuk penikmatnya ( baca : pembacanya).
Itu pulalah sebabnya, ketika kita berhadapan dengan sebuah karya sastra, cerpen misalnya, selalu
saja kita terhanyut bahkan karena alur ceritanya menarik, kita pun terseret ke dalamnya setelah
kita jumpai makna tersirat dari yang tersuratnya.

Sastra pun tidak hanya memiliki nilai, akan tetapi di dalamnya juga mempunyai sasaran atau
tujuan buat penikmat (baca: pembaca). Begitulah sejatinya sebuah karya sastra. Selalu
menawarkan nilai sekaligus tujuan dan hikmah bagi pembacanya. Nah, kalau kita menelusuri
makna tersirat dari tersuratnya Cerpen Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis di atas
yang dijadikan judul artikel ini, pastilah kita terseret ke dalamnya. Pasalnya, di dalam cerpen
tersebut tersaji sejumlah hikmah buat pembacanya.

Bagaimana tidak? Pengarang cerpen yang kelahiran Padang Sumatera Barat ini, pastilah sebelum
mnghadirkan cerpen ini, beliau melakukan pengamatan lalu terjadilah penggelandangan
imajinasi terkait dengan hasil pengamatannya. Maka hadirlah tokoh utamanya si Sang Kakek
dan Ajo Sidi dalam cerpennya berjudul Robohnya Surau Kami. Kedua tokoh ini diberi
wataknya yang berbeda untuk menuju terjadinya konflik maha dahsyat. Dari konflik inilah kita
akan menggali hikmahnya untuk diaplikasikan dalam keseharian kita selama berada di bawah
kolong langit ini.

Bagaimana isi singkatnya cerpen Robohnya Surau Kami yang kalau diprint jumlahnya 8
halaman ini ? Berikut ini sadurannya yang diambil dari catatan Zaidan Hendy dalam Suplmen
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Peningkatan IMTAQ.
Mahasiswa bepose bersama, setelah menggali nilai cerpen RSK karya A.A.Navis.

Di kota tempat kelhiranku ada sebuah surau atau langgar (tempat mengaji atau beribadah). Surau
ini dijaga dan dirawat dengan baik oleh seorang Kakek.

Kakek penjaga surau itu, sangat taat beribadah kepada Tuhan. Ia tidak bekerja untuk mencari
nafkah, semata-mata melakukan ibadah atau menjaga surau. Biaya hidupnya didapat dari orang-
orang yang bersedekah kepadanya.

Sekarang surau itu, tidak ada lagi karena telah roboh.Kakek penjaganya pun telah tiada, telah
meninggal dunia karena merasa kecewa dan jengkel kepada Ajo Sidi. Sebelum Kakek meninggal
dunia, sempat ia bercrita kepadaku dengan sedih dan air mata berlinang-linang.

Pada suatu hari, datang kepada Kakek seorang bernama Ajo Sidi mengatakan bahwa Kakek tidak
perlu taat dan rajin beribadah kepada Tuhan, karena Tuhan tidak ingin dipuji maupun disembah.
Kakek sangat marah dan kesal kepada Ajo Sidi. Namun Ajo Sidi tetap menceritakan kepada
Kakek tentang orang-orang yang telah berpulang dan telah diadili oleh Tuhan.
Haji Soleh dan teman-temannya yang ketika hidupnya taat beribadah, setelah meninggal dunia,
dimasukkan Tuhan ke neraka. Haji Soleh dan teman-temannya protes kepada Tuhan, bahwa dia
dan teman-temannya ketika masih hidup taat beribadah, menyembah dan memuji Tuhan. Tuhan
mengatakan kepada Haji Soleh bahwa ia (Tuhan), tidak ingin dipuji dan disembah. Yang Tuhan
ridhoi adalah kerukunan antar-keluarga bangsa Indonesia yang mendiami bumi yang subur, kaya
raya, dan penduduknya hidup sederhana, pemurah dan penderma. Menurut Ajo Sidi, malaikat
mengatakan, bahwa Jika manusia hanya taat beribadah saja, itu tidak lain egois. Haji Soleh dan
teman-temannya terdiam dan tidak berani menjawab.

Sejak mendengar cerita Ajo Sidi, si Kakek merasa seolah-olah dia sebagai orang yang terkutuk,
kecewa, dan putus asa. Akhirnya Kakek bunuh diri. Surau tidak ada yang mengurus, tidak ada
yang menjaga, dan tidak ada yang memeliharanya, akhirnya roboh.

Dari saduran di atas, tentu kita berusaha menemukan nilai, tujuan, dan hikmahnya. Sekurang-
kurangnya itulah yang perlu kita gali dari sebuah karya sastra. Dan untuk menemuinya, paling
kurang kita menghadirkan tanya seperti berikut : (1) Setujukah kita dengan perbuatan Si
Kakek,yang membunuh diri lantaran cerita Ajo Sidi si pembual itu? (2) Apakah yang mendorong
Ajo Sidi untuk menceritakan tentang Haji Soleh kepada Kakek? Dan tentunya, ada lagi
pertanyaan terkait dengan sikap Ajo Sidi, Bagaimana sebaiknya Ajo Sidi memberikan masukan
terkait keseharian Kakek, sehingga Kakek tidak membunuh diri?

Pertanyaan-pertanyaan di atas patut dijawab tuntas. Pasalnya dari jawaban itu, kita akan peroleh
nilai dan hikmah dari cerpen ini. Seperti pertanyaan pertama, iya kita tidak setuju, karena bunuh
diri itu dosa. Lalu terkait dengan keseharian Sang Kakek, kita setuju berada di surau untuk
beribadah, tidak salah, malah sangat dipuji. Tapi seperti terekam percakapan antara Haji Soleh
ketika mereka bertemu Tuhan, maka Tuhan menjawab, Kesalahan engkau telah mementingkan
dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu taat bersembahyang. Tapi engkau telah
melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga
mereka ikut kocar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistik. Padahal
engkau di dunia berkaum, bersaudara, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikit pun.

Inti percakapan di atas adalah : Bekerjalah seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya, dan
berdoalah seolah-olah engkau akan mati esok. Konkretnya ada keseimbangan kebutuhan, baik
duniawi maupun akhirat. Terdorong oleh pernyataan ini, maka menjawab pertanyaan nomor dua
, adalah benar kalau Ajo Sidi berusaha menceritakan Haji Soleh di depan Kakek. Iya kakek
menyadari bahwa apa yang dceritakan Ajo Sidi, tepat dengan keseharian Kakek, di mana setiap
harinya Sang kakek hanya berada di Surau, beribadah, mengaji, tidak memperhatikan kebutuhan
anak dan isterinya, sehingga anak isterinya tidak terurus.

Kematian Kakek dengan cara bunuh diri, memang sangat mengenaskan. Seperti terekam dalam
percakapan tokoh aku dan isterinya ,sepeninggal Ajo Sidi, Sang Kakek murung dan
menyendiri. Dan esoknya, mereka kaget setelah mendengar kabar bahwa Kakek bunuh diri.
Akhirnya, mereka ke surau dan mereka melihatnya mengerikan, Sang Kakek menggorok
lehernya dengan pisau cukur.
Tokoh Aku dan isterinya , kecewa sekali seraya cepat-cepat tokoh Aku meninggalkan
isterinya yang tercengang-cengang. Tokoh Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi tokoh aku
berjumpa dengan isterinya saja. Lalu tokoh aku tanya dia.

Ya, dia sudah pergi! jawab isteri Ajo Sidi.

Tidak ia tahu Kakek meninggal?Tanya tokoh aku.

Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat kakek tujuh lapis.

Tokoh Aku tentunya, kehilangan akal mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi
yang tidak sedikit pun bertanggung jawab. Bagaimanapun, Ajo Sidi sudah merekayasa cerita,
menyudutkan Sang Kakek, lalu tidak memberikan solusinya, akibatnya Kakek bunuh diri.
Apalagi, setelah Kakek bunuh diri, meski Ajo Sidi mendengarnya, tetapi Ajo Sidi malah
menghilang. Di mana tanggung jawabmu Ajo Sidi? Hai pembual, mengapa engkau tidak melihat
Kakek yang sudah meregang nyawa?tanya kita tentunya***)

Anda mungkin juga menyukai