Anda di halaman 1dari 1

Namaku Nanda. Aku mempunyai impian yang cukup tinggi.

Aku mempunyai keyakinan bahwa aku pasti


bisa meraihnya. Saat melamun, aku selalu tengiang kata ayah yang telah menjadi bom untuk
menghancurkan putus asaku. Nanda, kamu pasti bisa ! kata ayah yang memacu semangatku.

Dibalik kejadian pasti selalu ada hikmahnya. Banyak yang bisa aku pelajari dalam hidup yang selalu
mengejutkan ini. Sabar dan selalu berusaha, menjadi bekal mengarungi hidup bergelombang ini. Ya,
semua menjadi indah pada waktunya.

Aku adalah anak sulung dari lima bersaudara. Walau terdengar biasa, namun tidak pada hatiku. Tak
mudah menjadi anak sulung. aku terus merasakan beban kedua orang tuaku yang semakin berat.
Ayahku bekerja sebagai PNS, ia juga terlibat aktif dalam oraganisasi dan dunia jurnalistik. Tak heran,
bunda juga harus turun tangan walau dengan membuka warung kecil-kecilan. Ini semua tak lain untuk
menopang biaya hidup keluarganya.

Setelah tiga tahun menjalani masa SMA, kini aku mulai menggali lubang masa depanku lebih dalam.
Namun tak mudah sampai pada tujuan. Menjadi dokter telah menjadi impianku sejak kecil sampai kini.
Namun apa boleh buat, kondisi finansial keluargaku takmamapu menopang biaya kuliah untukku di
Fakultas Kedokteran itu. Tak ku pungkiri, aku menangis sepanjang malam karena niat menjadi dokter tak
tercapai.

Kita tak cukup uang untuk kamu masuk Fakultas Kedokteran. Sabar ya, Nak ! ucap Bunda lembut, tapi
pasti.

Kata-kata bunda itulah yang membuat tangisku berhenti. Aku harus mencoba menerima kondisi
keluargaku dalam keadaan apapun. Toh, aku masih bisa berkesempatan untuk menjadi sukses walau tak
menjadi dokter. Aku pun mencoba untuk melupakan itu dan mencoba mencari peruntungan yang lain.
Selain dokter, aku juga ingin menjadi pegawai sipil yang berurusan dalam kinerja pemerintahan. Ya,
STPDN menjadi pilihan kedua untuk mewujudkan impianku. Namun aku mengalami kegagaln besar
untuk kedua kalinya. Lagi-lagi kekurangan. Kekurangan tinggi badan yang mejadikanku tak lulus tes
STPDN. Untuk kedua kalinya juga tangisku pecah karena aku tak mampu membendung air mataku.
Itulah yang menjadi titik lemahku. Walau sebenarnya keras keras telah menjadi sanatapan tiap hari.

Setelah mengalami dua kegagalan itu, banyak semangat yang terkubur oleh rasa sedihku. Sejenak aku
duduk di teras rumah melamun menatapi langit sebagai kuasa-Nya. Tiba-tiba terjadi dentuman besar
dalam dadaku. Dentuman itu adalah kata-kata ayah Nanda kamu pasti bisa ! membuatku duduk tegap
menganggukkan kepala seakan yakin masih bayak kesempatan menungguku. Ini bukan lah akhir dar
hidupku. Aku masih punya perjalanan yang panjang. Lagi pula aku tidak boleh larut bersedih krena ayah
dan bunda tak lelah selalu menyemanagtiku. Tak mau slalu ada dalam kesedihan, aku pun menghibur
diri dengan membantu bunda menjaga warung. Aku melakukannya dengan sepenuh hati. Banyak yang
ku pelajari dari ketegaran bunda dalam mengahadapi hidup.

Anda mungkin juga menyukai