Anda di halaman 1dari 5

“Tak Konsisten”

Terdengar bunyi alarm begitu keras mengusik tidur agus yang begitu terlelap. Dia mengeliat
menahan rasa kantuk. Kemudian dia membuka matanya secara perlahan.

“Oh Tuhan!” Agus terkejut melihat jam ternyata pukul 07.oo pagi. Dia langsung
bergegas menuju kamar mandi, kemudia dia mandi dan merapikan diri lalu tancap gas untuk
pergi ke kantor. Sesampainay ia di kantor, dia sudah terlambat menghadiri meeting yang
diajukan dari jam biasannya karena bosnya akan segera pergi keluar Negri.

“Maaf, Pak. Saya boleh masuk?” Tanya Agus pada bosnya yang sedang memimpin meeting.

”Iya, silahkan duduk, Gus, tapi maaf hari ini proyekmu digantikan oleh Riyan.”

“Tapi kenapa, Pak? Saya hanya terlambat sebentar.”

“Ini bukan masalah sebentar atau lama. Kita di perusahaan ini para pekerja profesional.
Project itu dari dulu saya percayakan sama kamu tapi kamu ternyata tidak bisa konsisten.
Meskipun telat sebentar, ada diantara temanmu yang bisa memberi ide bagus untuk proyek
itu. Jadi maaf sekali lagi, sudah bagus kamu tidak saya keluarkan dari tim.” Jelas bosnya
dengan tegas.

Langsung seketika Agus terdiam dengan wajah yang penuh dengan penyesalan. Setelah
meeting selesai Agus pergi menuju meja kerjanya.

“Kamu kenapa hari ini, Gus? Sampai telat seperti ini tak seperti biasannya.”

“Ini salahku, Dev. Aku begadang semalam nonton bola Tim kesukaanku sampai larut malam,
sampai-sampai aku lupa kalau ada project penting dan seharusnya menguntungkan bagiku.”

“Hmm makanya kamu harus mengutamakan profesi dari pada hobi.” Sambung Devi sedikit
menasehati.
“Trauma”

Dari dalam sebuah ruangan terdengar suara ketukan pintu.

“Silakan masuk” Sambung Pak Abdillah dari dalam ruangan.

“Maaf pak, apakah Pak Abdillah ada?” Tanya seseorang yang sedang dipanggil interview.

“Tidak ada, silakan keluar!”

Selanjutnya…

“Maaf pak”

“Tau di mana Pak Abdillah? Kenapa Office Boy (OB) yang ada di dalam ruangan?” Tanya
seseorang itu kepada karyawan lain yang berada di luar ruangan.

“Yang di dalam tadi Pak Abdillah. Dia memang suka pura-pura seperti itu untuk mengetes
bawahannya.” Ia menjelaskan.

“Maksudnya pak?”

“Ya artinya kamu tidak lolos interview hari ini, begitulah Pak Abdillah. Dia trauma dengan
beberapa bawahannya karena urusan materi.”
“Keutamaan Sedekah”

“Bu, hari ini barang dagangan tidak habis bahkan hanya sedikit sekali yang terjual. Hanya
segini yang bisa Bapak berikan ke Ibu.” Sambil memberikan uang hasil dagangan kepada istri
nya untuk kebutuhan sehari hari.

“Iya Pak, tidak papa yang penting Bapak sudah berusaha dan memang selebihnya ini
merupakan rejeki dari Tuhan.” Keesokan harinya, sang suami berangkat bekerja lagi dengan
membawa barang dagangannya ke pasar. Di tengah-tengah perjalanan ia bertemu dengan
nenek tua yang terlihat kebingungan pinggir di jalan.

“Ada apa nek?” Tanya pak Tugimin kepada nenek tua tersebut.

“Nak, bolehkah nenek meminta uang? Nenek ingin pulang tapi tidak ada ongkos.” Pinta
nenek lirih kepada Pak Tugimin.

“Uangku juga mepet, dagangan saya dari kemarin tidak laku banyak, untuk makan saja masih
kurang, ah tapi tidak apa-apa. Kata pak ustad sedekah akan melancarkan rejeki, bismillah
saja.” Gumam pak Tugimin dalam hati.

“Baiklah, Nek, ini ada uang tapi tidak terlalu banyak buat naik bis nenek sampai tujuan ya.
Biar saya antar sampai ke terminal.” Ucap Pak Tugimin sambil mengantar nenek tersebut
menuju terminal.

“Terima kasih nak, sudah mau membantu nenek, semoga rejekimu selalu lancar.”

“Aamiin, Nek”.

Setelah mengantar nenek tersebut, Pak Tugimin kembali ke pasar melanjutkan menjual
dagangannya. Sesampainya Ia di pasar, ada seorang pembeli yang hendak memborong
dagangannya sampai habis.

“Alhamdulillah rejeki memang tidak akan tertukar. Memang sedekah akan melancarkan
rejeki.” Gumam Pak Tugimin bersyukur.
“Malas Sekolah”

Minggu menjadi hari libur yang membuat orang malas melakukan aktivitas. Ada yang
memilih berlibur, ada pula yang memilih di rumah melepas lelah setelah hari-hari
sebelumnya penuh dengan aktivitas.

Begitu pula dengan Dani, dia memilih untuk bersantai-santai di rumahnya. Sampai-sampai
setelah hari Minggu Dani masih belum siap menghadapi aktivitas sekolah yang menurutnya
sangat membosankan.

“Dik, kamu tidak berangkat sekolah? Ini sudah siang lho. Nanti telat.” Tanya ibunya.

“Dicky masih capek, Bu. Bolos sehari saja tidak apa-apa. Lagian gak ada PR dan tes kok.
Bu.”

“ Ya jangan begitu. Sekolah itu bayar loh Dik. Menuntut ilmu itu jangan kami sepelekan
begitu saja Dik.” Jawab ibu nya menyanggah.

“Sudahlah bu, Dicky masih ngantuk mau lanjut tidur lagi.”

Melihat gelagat dari anaknya, ibunya menjadi kesal dan geram dan menyeret anaknya ke
sebuah tempat. Kemudian ibunya mengajak Dicky ke panti asuhan yang disana dipenuhi oleh
anak anak dengan latar belakang yang berbeda.

“Nah, lihat mereka. Sudah tidak punya orang tua yang membiayai sekolah padahal mereka
juga mau sekolah.” Jelas ibunya memberi tahu anaknya.

Kemudian ibunya mengajak nya lagi ke suatu tempat yang disana banyak anak-anak yang
mengamen di jalanan. “Lihat mereka, mereka mengemis mencari uang. Untuk makan saja
mereka harus bersusah payah apa lagi untuk biaya sekolah.” Jelas ibunya lagi.

Kemudian Dicky sadar dan akhirnya Ia mau berangkat sekolah meskipun agak terlambat. Dia
diantar ibunya sampai ke sekolah. Di dalam perjalanan menuju sekolah dia melihat anak
sekolah yang berjalan pincang.

“Alangkah beruntungnya aku, masih memiliki fisik yang sempurna tapi bermalasan-malasan
untuk sekolah. Sedangkan mereka yang cacat saja bisa semangat seperti itu.” Gumamnya
dalam hati.
“Baik Luar Dalam”

“Din, ada Devi tuh di depan nyariin kamu katanya, ditemuin gih. Dah nungguin dari tadi.”
Sahut Devi kepada Dinda yang sedang mengerjakan tugas sekolah di rumah Dinda.

“Bi surti, bilang aja aku gak ada, lagi keluar apa cari alasan lain gitu.” Pinta Dinda pada Bi
Surti yang bekerja di rumahnya.

“Iya, Non.”

“Kamu kenapa kaya gitu sama Devi? Dia sudah datang jauh-jauh malah kamu gituin. Devi itu
anak baik lho, Din.”

“Iya dari memang luarnya keliatan baik, manis, ramah. Tapi apa hanya itu saja kamu
mengukur sifat seseorang? Dari luar memang manis. Tapi dalamnya tuh pahit.”

“Pahit gimana maksudnya?”

“Devi itu sering ngomongin keburukan temannya sendiri di belakang orangnya. Banyak
pokoknya, yang gak bisa aku jelasin ke kamu.

“Beda sama kamu, lihatlah kamu ini. Judes, ceplas-ceplos kalo ngomong sama aku. Tapi
hatimu tulus, Tin, bukan baik di luar tapi dalamnya busuk. Aku gak butuh kawan yang
tampilan luar orang dalam berteman.” Jelas Dinda.

Anda mungkin juga menyukai