Anda di halaman 1dari 4

Sahabat Terbaik

Siang itu aku dan Bunga, sahabatku dari kecil sedang mengantri sebuah tiket konser. Karena
artis yang akan tampil di konser tersebut kebetulan artis internasional, jadi tak heran jika
antrian begitu panjang. Bahkan kami pun sudah mengantri sejak jam 7 tadi dan sampai
sekarang masih belum dapat tiketnya.

Sampai sore tiba, ternyata kami tak kunjung dapat tiket konser itu padahal slot tiket sudah
sangat mepet. Hanya orang yang beruntung yang bisa mendapatkannya. Salah satu cara
mendapatkan tiket konser itu adalah dengan mengikuti kuis di sebuah radio. Tak mau
ketinggalan pastinya aku pun selalu dengerin radio yang mengadakan kuis tersebut.

Suatu hari tiket tinggal satu-satunya dan aku belum dapat telpon dari radio tersebut. Ya,
mereka yang ditelpon dan berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan adalah mereka yang
dapat.

Harapanku pupus ketika seseorang ditelpon dari radio tersebut dan berhasil menjawab
pertanyaan yang diajukan.

Karena begitu ngefansnya sama artis yang mau konser, seharian aku menangis dan tak mau
keluar kamar. Bunga yang tau keadaanku pun segera datang ke rumah.

“Sore tante, Titanya ada?”

“Ada itu di kamar, seharian belum keluar” sahut mamaku menjawab pertanyaan Bunga.

“Ta, kenapa sih nangis gitu kaya anak kecil tau.”

“Apa sih, kamu kan tau gimana ngefansnya aku sama BTS. Bayangin udah ngantri dari pagi
sampai sore dan ikutan kuis tiap hari tapi ga bisa dapat tiket juga!”

“Nih tiket buat kamu” Bunga menyodorkan sebuah tiket padaku.

Dengan muka heran aku menerima tiket tersebut, ku lihat dengan seksama.

“Hah gimana caranya kamu bisa dapat tiket ini?”

“Aku ikutan kuis juga dan kebetulan aku yang terakhir dapat. Tapi itu buat kamu aja. Lagian
aku gak begitu ngefans kok sama BTS, Cuma ikutan kamu aja hehe” sahutnya tanpa muka
bersalah.

“Beneran?” Aku langsung bangkit memeluk Bunga yang tengah meledekku karena muka
sembabku.

“Beruntung banget deh aku punya sahabat kamu. Jangan-jangan kamu ikutan kuis Cuma biar
dapet tiket untukku ya?”

“Iya hehe” jawaban Bunga yang semakin membuatku merasa beruntung bersahabat dengan
gadis berambut ikal ini.
Bolos Sekolah

Siapa sih yang tak suka dengan hari minggu. Hari dimana kamu bisa bersantai sepanjang hari
tanpa harus pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran dengan soal-soal yang membuat kepala
pusing. Pada hari minggu ini Danu memutuskan untuk pergi ke waterboom dan menikmati
hari liburnya untuk bersenang-senang bersama keluarga. Suasana yang begitu menyenangkan
membuat Danu lupa jam hingga tak disadari ternyata ia bermain di waterboom hingga siang.
Karena lapar ia dan keluarganya pergi ke mall untuk makan siang dan nonton di bioskop.
Kebetulan hari itu ada film anime anak yang cukup bagus dan pastinya mendidik. Liburan
menyenangkan ini berlanjut hingga malam dan sesampainya di rumah ia langsung pergi ke
kamar membaringkan tubuhnya yang sudah begitu lelah namun bahagia.
Kring.. kringgg… Suara alarm terdengar nyaring dari meja belajar di kamar Danu.
Ia pun segera bangkit mematikan alarm tersebut, namun bukannya pergi ke kamar mandi
Danu justru melanjutkan tidurnya.
“Danu.. sudah siang begini kenapa belum bangun. Nanti kamu telat sekolah lho” panggil
ibunya.
“Danu masih lelah bu, bolos sehari boleh ya. Lagian hari ini gak ada tes ataupun PR kok jadi
aman” sahutnya.
“Kamu itu sekolah untuk masa depanmu, tak bisa sembarangan begitu. Lagi pula sekolahmu
itu mahal.”
“Iya bu, tapi sekali saja bolos boleh yaa” lanjut Danu merayu
Geram dengan jawaban anak sematang wayangnya, ibu Danu kemudian membangunkan
paksa anaknya dan membawanya ke sebuah tempat. Tanpa turun dari mobil, ibu Danu
menunjuk anak-anak yang sedang bermain dengan baju ala kadarnya.
Ternyata Danu diajak ke sebuah panti asuhan.
“Lihat anak-anak itu, mereka tak memiliki orang tua yang bisa membiayai sekolah. Padahal
mereka sangat ingin menimba ilmu di sekolah sepertimu” Jelas ibu Danu.
Selanjutnya Danu diajak menyusuri jalan dan berhenti di sebuah persimpangan. Dari situ
terlihat segerombolan anak dengan penampilan yang lusuh. Mereka sedang memainkan alat
musik tiup kecil sembari menyodorkan plastik bekas untuk meminta uang pada orang yang
lewat.
Ya, anak-anak gelandangan tersebut harus bersusah payah demi mendapatkan uang untuk
makan. Jangankan sekolah, untuk makan 3 kali sehari saja mereka harus berjuang keras
terlebih dahulu.
Di perjalanan pulang Danu pun melihat seorang anak dengan tongkat sedang berjalan kaki.
Terlihat anak itu mengenakan seragam merah putih dan menggendong tas yang sudah
nampak using.
Dalam hatinya mulai sadar “betapa beruntungnya aku, hidup berkecukupan dan bisa
menempuh pendidikan dengan enak. Fisik yang sempurna juga ku miliki tapi kenapa aku
menyia-nyiakan kenikmatan ini.”
Setelah dibeli pelajaran berharga oleh ibunya, akhirnya Danu berangkat sekolah. Meskipun
telat namun ia tetap semangat mengikuti pelajaran di kelas.
Terima kasih

Malam itu suasana di rumah seakan begitu dingin. Semua anggota keluarga tak mengeluarkan
satu patah kata pun. Bukan karena marah atau kecewa, namun karena pusing memikirkan
bagaimana cara membayar iuran wisata sekolahku.

Awalnya aku hanya ingin mengurangi beban kedua orang tuaku dengan memutuskan untuk
tidak ikut study tour. Namun belum selesai ku ucapkan keinginanku, Ayah yang semula
terdiam seribu bahasa langsung membantah.

“Tidak, kamu tetap ikut! Sudah tidurlah, besok ayah bayarkan biaya study tourmu”

Ku susuri ruang tengah menuju kamarku. Meski sebenarnya tak bisa tidur, ku coba
memejamkan mata dan tak memikirkan apapun. Namun isak tangis ibuku yang terdengar lirih
semakin membuatku tak bisa terlelap.

Aku tahu betul mengapa ibuku menangis, namun ayah tetap bersikeras untuk menyuruhku
mengikuti kegiatan sekolah tersebut. Dialah sosok pria yang tak pernah membiarkan buah
hatinya sedih bahkan malu karena ketidak mampuannya.

Kala itu malam belum terlalu larut, hingga masuk pukul 8.00 malam suara pintu terketuk
memecahkan hening di rumahku. Seorang tetangga datang dengan membawa sebuah amplop
coklat.

“Malam pak, maaf datang malam-malam”

“Tidak papa pak, silahkan masuk” sambut ayahku.

Setelah keduanya berbincang santai, tetanggaku menyerahkan amplop tersebut pada ayahku.
“Ini adalah uang pembayaran tanah yang beberapa bulan lalu digunakan untuk jalan desa.”

Seketika ayahku terkejut. Bagaimana tidak, uang tak tak pernah ia bayangkan sebelumnya
tiba-tiba diantarkan ke rumah. Ya, awalnya tanah yang seberapa itu direlakan ayah untuk
menjadi jalan umum. Namun karena kebijakan desa, tanah tersebut diputuskan untuk dibeli.

Seperginya tetanggaku, ibu langsung masuk ke kamarku sembari memelukku erat. Tanpa
berkata panjang ia memberikan sejumlah uang untuk membayar biaya study tourku. Air mata
tak bisa tertahankan dari mata kami, dan malam itu rasa syukur memenuhi hatiku.
Menemukan Dompet

Berbulan-bulan sudah aku menanti panggilan kerja. Hari-hariku terasa seperti penuh
kebingungan dan tanpa arah. Bahkan, kerjaanku hanya luntang luntung tak karuan di rumah.
Mengalami kebingungan harus melakukan apa. Ingin memulai usaha namun tak punya
modal.
Pada suatu hari, aku berniat untuk berjumpa dengan sahabt untuk menceritakan masalahku
ini. Ketika sedang berada di jalan menuju rumah sahabatku, tepatnya di bagian samping jalan
ujung dari tortoar, aku melihat sebuah dompet berwarna cokelat.
Aku mengambil dompet tersebut kemudian akupun membuka dan melihat isinya. Di dalam
dompet tersebut ada SIM, KTP, beberapa surat penting, tabungan yang isinya sangat banyak
dan sebuah kartu kredit. Dalam fikiran sempat muncul keinginan untuk menggunakan isi dari
dompet tersebut.
Namun aku berubah fikiran dan berfikir harus mengembalikan dompet tersebut kepada yang
memiliki. Selang beberapa saat sesudah aku pulang dari rumah sahabatku, akupun
mengembalikan dompet tersebut. Mencoba mencari alamat pemilik yang ada di KTP.
“Permisi pak, apakah benar ini alamat pak Herman?” Tanyaku
“Iya benar, Anda siapa?” Tanya seorang tukang kebun
“Saya Andi, ingin bertemu dengan bapak Herman. Ada urusan yang sangat penting.”
Kebetulan pak Herman ada di rumah dan aku diminta untuk masuk ke dalam rumah.
Kemudian duduk di dekat beliau sembari menyerahkan dompet yang tadinya aku temukan.
“Kamu tinggal dimana Nak? Terus kerja dimana?” Tanya pak Herman dengan sangat
penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka Pak. Kebetulan saya masih menganggur dan menunggu
panggilan kerja. Namun sudah beberapa bulan belum ada panggilan.” Tambahku
“Kamu sarjana apa?” Tanyanya
“Ekonomi Managemen pak”
“Baiklah nak. Di perusahaan saya sedang membutuhkan staff administrasi. Jika kamu tertarik
silahkan besok mengunjungi kantor saya jam 9 pagi. Ini kartu nama saya.” Sambung pak
Herman.
“Sungguh Pak?” Tanyaku penasaran.
“Iya Nak. Saya sangat memerlukan karyawan yang jujur dan penuh dedikasi sepertimu”
“Terima kasih pak.”
Aku seolah tidak percaya dan yakin bahwa ini merupakan keajaiban.

Anda mungkin juga menyukai