RINDUKU KENANGANKU
Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin sore membuat daun-daun kecil
berguguran di pinggir danau dan menyilaukan pandanganku pada secarik kertas di
depanku. Hari-hariku terasa menyenangkan dengan sebuah kuas yang terukir namaku
Diana. Yah, boleh dikatakan aku gemar melukis di tempat-tempat yang menurutku indah
dan tenang. Apalagi dengan seorang sahabat, membuat hidupku lebih berarti.
Dari kejauhan terdengar alunan biola nan merdu semakin mendekati gendang
telingaku. Alunan merdu itu membuatku semakin penasaran.
Pulang petang menjadi hal yang biasa bagi Lintang. Seorang gadis tomboy berambut hitam
panjang yang selalu di kuncir ke atas. Dia selalu bermain basket di bawah rumah pohonnya,
letaknya di samping danau yang airnya tenang, setelah pulang dari les. Dengan mengusap
keringat di pipinya dia bergegas menyusuri komplek rumahnya dengan perasaantakut
karena selalu pulang telat.
Pada waktu yang bersamaan, Diana meletakkan sepedanya ke garasi dan melihat Lintang.
Aku main basket di tempat biasa, di bawah rumah pohon. Maaf, udah buatmu
khawatir.
Dengan rasa kesal, gadis itu pun masuk ke kamar khayalannya. Meletakkan
peralatan lukisnya di sudut ruangan dekat lemari kaca yang penuh dengan boneka kucing
dan patung kecil yang terbuat dari tanah liat. Ia selalu menatap lukisan sunset yang di
belakang pintu kamarnya. Ketika melihat itu, ia merasakan tenangnya dunia di laut lepas.
Lintang segera membersihkan dirinya karena takut ibunya marah. Ibunya pun
heran melihat tingkah anak semata wayangnya itu. Sifat keras kepala Lintang yang biasanya
tampak, namun kala itu hati tomboynya bisa luluh dengan rasa bersalahnya. Ketika ia duduk
di atas kursi yang tinggi sambil mengamati indahnya malam. Tiba-tiba ia merasakan sakit
pada badannya, perutnya nyeri dan nafasnya terasa sesak. Lintang bingung dengan apa
yang dia rasakan dan tiba-tiba ia terjatuh dari kursi tingginya, mencoba mengendalikan diri
untuk bangkit ke tempat tidur dan beristirahat.
Teriknya mentari dan angin sepoi-sepoi yang dirasakan di bawah pohon nan
rindang, membuat siswi SMA ini hanyut dalam omajinasi. Khayalan yang sungguh nyata
membawa ia larut dalam impian.
Hai Diana, asyik bener nih melukisnya, lihat dong. Pasti lagi gambar aku kan?
Kejut Lintang
Hmm,, ngapain juga aku gambar kamu. Seperti gak ada objek lain aja yang lebih
bagus.. hahahha..
Mereka begitu asyik bercanda tanpa menghiraukan teman yang lain di sekitarnya
yang merasa kebisingan karena tingkah mereka yang sungguh beda dengan siswi lainnya.
Dan anak-anak yang lain sebaliknya sudah merasa biasa dengan sikap mereka itu.
Tiba-tiba, Lintang terjatuh. Kata-kata yang ingin ia bicarakan tidak mampu terucap.
Kepanikan gadis seni ini sungguh luar biasa. Ketika di ruang UKS, Lintang terbaring tak
berdaya. Diana berlari menyusuri kelas dan mencari telepon di sekolahnya. Untuk memberi
kabar pada orang tua Lintang dan membawanya ke rumah sakit..
Kamu ada di rumah sakit. Kamu tadi pingsan di taman belakang sekolah. Kamu
nggak apa-apa kan? (khawatir Diana)
Sudah, sekolah sana. Biar pintar, dan bisa membalap rangkingku. Hhaha
Iihh,, kamu. Calon ilmuan gini diejekin. Pasti dong aku bisa. Hhehe
Iya, pasti. Suatu saat kita akn merayakan keberhasilan kita. Aku ke sekolah dulu
ya.! Sebentar lagi, orangtuamu juga akan ke sini. Bye !!
Jalan lorong sekolah tampak sepi, hanya ada seorang gadis berambut hitam
pendek duduk di depan kelas musik sambil membawa biola dengan wajah yang tampak
murung, Diana segera menghampirinya.
Hai, kenapa kamu sendiri? Nggak masuk kelas? Tanya Diana heran
Jangan seperti anak kecil, ayolah masuk. Tapi, apa yang membuatmu sedih?
penuh heran
Tadi, ketika ada pemilihan bakat pemain biola, aku ada kesalahan memainkan
nada, sampai-sampai alunannya nggak enak didengar. Mereka menertawakanku, padahal
aku baru saja pindah ke sekolah ini jadi aku masih belum pandai memainkan alat musik
seperti biola ini..
Kamu sudah hebat kok, kamu bisa memainkan alat musik kesukaanku, dan aku
aku hanya bisa menggambarnya. Yang penting, tetap berjuang!! Daah..aku ke kelas dulu
ya..
Nafas yang terengah-engah membasahi wajah gadis lembut nan periang itu. Diana
segera masuk ke kelas lukisnya yang sudah mulai belajar. Sambil menyapu keringatnya,
teringat sahabatnya yang terbaring lemah.
Ibu Tari masuk ke kelas tiba-tiba. Meihat Diana yang sedang melamun segera
menghampirinya.
Diana, kenapa kamu?
Ii..ia bu.
Sahabatku, Lintang. Dia masuk rumah sakit dan sepertinya penyakitnya parah.
Ohh,, Lintang ya. Gimana kalau sepulang sekolah kita menjenguknya ajak bu Tari
Ibu Tari adalah guru yang paling disukai banyak siswa. Tak kadang banyak siswa
yang curhat. Beliau memiliki jiwa keibuan, walaupun beliau belum menikah. Beliau sangat
perhatian dan mengerti perasaan orang lain.
Ibu Tari memberi semangat Diana, membuat ia semangat pula bertemu Lintang. Ia
menyelesaikan lukisan pemandangan dengan kuas kesayangannya. Kali ini, ia mendapat
pujian dari teman-teman dan bu Tari. Sampai-sampai lukisannya akan diikutkan dalam
pameran lukisan. Lukisannya menggambarkan eorang gadis berkerudung duduk di atas
tebing tinggi yang dihantam ombak di tepi pantai. Lukisan itu pun dihiasi pantulan sinar
matahari di penghujung hari. Gambarnya begitu nyata, dan membawa dalam khayalan.
Diana dan bu Tari pun berangkat menjenguk Lintang.
Hanya mereka berdua yang masih berada di sekolah. Tak heran, suara mereka menggema
ketika lewat lorong sekolah. Diana melepas pandangannya ke arah taman di samping
lapangan basket. Ia sempat kaget ada seorang gadis duduk di atas potongan pohon. Ketika
ia hampiri, ternyata gadis biola itu.
Uta, ibu kan juga mengajar kelas musik. JadI ibu kenal Lizy
Ohh, namamu Lizy ya?
Ibu sama Diana mau ke rumah sakit, jenguk sahabatnya Diana. Kamu mau ikut?
Ya,, boleh. Ayo! Panasnya terik matahari sudah mulai membakar kulit nih.. ajak
Lizy
Ya, lumayan lah, agak mendingan. Dengan suara datar sambil menunduk.
Syukurlah. Tadi aku diajak bu Tari dan Diana. Dan ternyata, yang terbaring saat ini
adalah sahabatku.
Semuanya tercengang, tak ada seorang pun yang berani memulai pembicaraan.
Termasuk kapten basket Deva yang langsung terdiam ketika ia memainkan dasinya..
Kalian tak usah khawatir, di sisa umurku ini aku tak akan membuat kalian kecewa
Jangan bilang begitu, yakinlah kamu masih bisa bermain basket lagi.. sahut Deva
Yaa, teruslah bersemangat. Siapa yang tahu kan takdir Tuhan. Semoga kamu
cepat sembuh. Sambung bu Tari
Ya sudah, ibu pulang duluan. Cepat sembuh, ya Lintang. Jangan patah semangat,
kasihan sahabat dan tim basketmu, pasti mengkhawatirkanmu. Asalamualaikum kata bu
Tari
Aku tak ingin kehilanganmu, Lintang. Selalu ingat kata-kataku" (bisik Diana)
Hari ini terasa cukup singkat. Membawa mereka dalam canda tawa dan kerinduan.
Diana dan Lizy segera pulang membawakabar perih dan memandang dengan rasa tak
percaya. Diana teringat akan lukisannya. Di dalam hatinya dia ingin menjual lukisan itu untuk
biaya Lintang. Ia merasa iba melihat orang tua Lintang pergi bolak balik mencari uang.
ohh, ya. Besok mungkin aku sudah diperbolehkan pulang jika kondisiku stabil
Cepat sembuh, ya
Malam ku sepi..
Walaupun aku tertawa, tapi aku tetap merasakan bila hati ini menangis melihat nya
tersenyum.
Kamu_sahabat_Terbaikku
3 hari kemudian
Ketika lagunya selesai, tiba-tiba mereka semua terdiam sejenak. Suasana seperti
di pemakaman, sepi, sunyi, hening, hanya hembusan angin yang terdengar. Diana
membuka pembicaraan.
Dan aku baru ingat. Dulu ketika aku melukis sendiri di sini aku kagum dan
penasaran siapa yang memainkan biola ternyata itu kamu, Lizy!
Iya,, tengs. Aku sengaja memainkannya karena semenjak aku tinggal di sini aku
sangat kesepian. Dan ketika aku menemukan tempat indah ini, setiap sore di waktu
luangku, aku bermain biola. Kebetulan, aku melihat seorang gadis sedang melukis.
waah.. kalian sungguh hebat! Aku juga kagum pada kalian, kalian sendiri yang
membuat acara ini dan kalian juga yang mendapatkan kejutan. Ketika pertama kali bertemu
Diana, aku juga kagum atas sikapmu yang selalu memperdulikan teman-temanmu. Jika aku
pergi nanti jangan lupakan persahabatan kita ini ya..
Ah, kalian ini selalu membuatku GR. Tapi makasih ya atas pujiannya.ku yakin,
kalian juga mempunyai keistimewaan masing-masing. Dan kamu Lintang, si cewek
gadungan. Masa jiwa tomboymu yang tegar dipatahkan dengan adanya penyakit ini. Justru
dengan ini kamu bisa bertambah tegar yang tahan bantingan.. hahaha.
Diana tak ingin membuat hati teman-temannya terluka, ia selalu mencoba untuk
tersenyum walau di hatinya sangat mengganjal. Tak lupa, Diana melukis simbol
persahabatan mereka LiDiZy. Dari kejauhan Deva sedang bersepeda mengitari danau,
melihat tingkah mereka yang terlihat ekspresif dan penuh canda tawa. Tapa berpikir
panjang, ia menghampiri ketiga cewek itu sambil membawa gitarnya dan langsung duduk di
tikar.
Eh, kamu. Udah minta izin dengan yang punya belum? Sembarangan aja duduk.
Judes Diana
Coba deh kalian lihat, dia mau ngehancurin acara kita. Sebel Diana
Eh kamu, bagai ratu aja. Lintang aja nggak keganggu. Sekali-sekali dong aku ikut
gabung. Kan jarang-jarang bisa dekat sama cowok popular di sekolah. hitung-hitung
kesempatan buat kalian.
Eh, ganti dong simbolnya jadi(berpikir sejenak) LiDiZyVa kan lebih keren!
sahut Deva
Ah, kamu ini ada-ada saja. Semoga masih ada ruang untuk menulis namamu ya..
hahaha
hhuuhh
Seharian mereka jalani untuk menghibur Lintang. Walaupun diantara mereka baru
saling mengenal, tapi mereka seperti mempunyai kekuatan magnet. Hari-hari mereka selalu
bersama.
Waktu yang tepat ditemukan Diana dan Lizy untuk menjalani rencana kedua
mereka. Mereka sudah mengatur strategi agar lukisan Diana laku terjual. Hampir 2 minggu
penuh mereka meluangkan waktu untuk menjualnya. Uang yang terkumpul lumayan
banyak, dan segera mereka berikan pada orang tua Lintang tanpa sepengetahuan Lintang.
Deva yang biasanya sibuk dengan tim basketnya, akhirnya ikut membantu juga.
Setiap lorong sekolah kelas X ramai dipenuhi siswi yang mendengar kabar
mengenai Lintang. Anak yang tomboy dan disenangi banyak orang.
Hai, Diana, Lizy. Gimana keadaan Lintang? Apa dia membaik? Kapan kalian mau
menjenguknya lagi? (pertanyaan runtun dari Deva)
Hello Deva, kalau nanya satu-satu dong. Kamu bukan mau wawancara kan?
jawab Diana
Emang, kami orang tuanya? Kami juga belum tahu keadaannya. Ayo kita jenguk
aja sama-sama pulang sekolah tegas Lizy
Bunyi bel panjang bertanda telah berakhir jam pelajaran. Hujan yang tampak lebat,
membuat para siswa harus menunggu sampai hujan reda. Tiba-tiba handphone Deva
berbunyi, padahal peraturan sekolah dilarang membawa handphone, suara di seberang
membawa berita buruk.
Hujan yang lebat tak mereka perdulikan. Mereka lari basah-basahan menuju
rumah sakit sambil menangis terisak-isak. Mereka sangat khawatir dan tak percaya bahwa
kabar itu memang benar nyata. Sahabat mereka Lintang meninggal dunia. Nyawanya tak
dapat tertolong lagi karena penyakitnya semakin hari semakin parah. Orang tua Lintang
merasa kehilangan dan terpukul, namun semua adalah kehendak-Nya. Orang tua Lintang
juga sangat berterima kasih pada Lizy, Diana, dan Deva. Menganggap mereka sebagai
anaknya.
_LiDiZyVa_
Kalimat itu selalu melintas dipikiran Diana. Begitu pula Lizy dan Deva. Kerasa tak percaya,
kehilangan, kerinduan, tersirat dibenak mereka. Mereka termenung di tepi danau sambil
menyanyikan lagu Semua Tentang Kita yang biasa mereka nyanyikan.
Belum sempat lagu itu dinyanyikan, butiran air mata membasahi di pipi ketiganya. Orang tua
Lintang tiba-tiba dating dan ikut duduk di antara mereka. Memberikan semangat pada Lizy,
Diana dan Deva bahwa masa depan mereka juga menjadi kebanggaan orang tua angkat
mereka. Ibu Lintang tiba-tiba menyerahkan secarik kertas berwarna biru yang bergambar
bunga. Tangan Deva bergetar ketika memegang kertas itu. Rasa penasaran membuat ia
segera membuka dan membacanya seperti sedang lomba baca puisi.
Sahabatku impianku
Cita-citaku imajinasiku
Waahh, sungguh bersemangatnya dia. Aku piker karena fisiknya lemah, jiwanya
akan goyah. Tapi aku salah. Hebat!! Puji Diana. Sambil melanjutkan lukisannya.
Waahh..keren.!
SELESAI
e-mail : icaotana@yahoo.co.id