Anda di halaman 1dari 6

Misteri Kotak Kecil Riya

“Untukmu yang kini sudah tidak di sisiku. Riya.


Haruskah kamu pergi ketika kamu bisa tinggal?
Haruskah kamu bersamanya?
Haruskah aku ungkapkan sebuah kebenaran jika aku suka padamu?
Haruskan aku memberi tahumu jika saat ini aku merindukanmu dan menginginkanmu?
Kerinduan ini akan selalu untukmu dan selamanya.
Aku berfikir seakan semuanya terbuang sia-sia begitu saja.
Jika saja mungkin, untuk kembali maka kembalilah.
Namu, jika memang tidak bisa, berbahagialah.
Perasaan ini akan aku simpan selamanya untukmu.
Hanya untukmu dan selalu untukmu. Riya.”
“Riya?” tanyaku pada selembar kertas yang ku temukan di atas meja belajarku.
***
Namaku adalah Riyan. Selama satu tahun aku berada di Rumah Sakit dengan keadaan
koma. Aku hidup dalam kegelapan dan kesendirian. Aku kehilangan sebagian dari ingatanku
karena tragedi kecelakaan di Tol menuju Bandara. Mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi
menabrak mobil yang aku tumpangi. Saat itu aku bersama orang tuaku dan aku harus
kehilangan orang tuaku karena mereka tidak bisa di selamatkan.
***
Pagi yang indah ditemani dengan sinar matahari yang hangat. Kurebahkan tubuhku di
atas kasur dan kurasakan setiap udara yang kuhirup. “Kamu sebenarnya siapa? Kenapa aku
sampai menuliskan sebuah puisi untukmu?” tanyaku pada selembar kertas yang di dalamnya
terdapat nama Riya. “Apakah kamu yang bernama Riya?” tanyaku pada foto-foto yang ada di
kamarku. Di foto-foto itu ada gadis cantik yang terlihat sangat dekat denganku. Dia tersenyum
dan melihat ke arahku yang tersipu malu.
“Riyan dan Riya selamanya.” Selain puisi dan foto aku juga menemukan ukiran
namanya dan namaku di pohon setiap sudut rumahku. Nama Riya masih menjadi pertanyaan di
fikiranku. Aku sangat ingin bertemu dengannya. Mungkin saat aku melihatnya langsung, aku
bisa tahu siapa dia, apa hubungannya denganku dan kenapa namanya dan namaku bisa sama.
Memikirkannya selalu mebuat kepalaku terasa sakit dan membuatku lelah sekaligus
membuatku lapar. Setelah selesai memikirkan Riya aku langsung makan.
Selesai dari makan aku langsung tidur, mengingat keadaanku yang kurang baik dan
kurang sehat. Rencanaku untuk tidur gagal. Lagi-lagi Riya mengganggu fikiranku. Kepalaku
terasa sakit dibuatnya. Rasa ingin tahuku tentang dia semakin besar saat aku tidak sengaja
menginjak sebuah kertas kecil. “Aku merindukanmu. Dari Riya untuk Riyan.” Walaupun hanya
satu kalimat, tapi itu sangat berarti bagitu. Aku merasa ada pesan lain yang tersirat.
Kemudian aku kumpulkan semua foto-foto kami berdua dan mencaritahu tentang Riya
lewat foto-foto itu. Kemudian saat aku lihat lebih dekat, terdapat tulisan kecil di bawah foto
kami. “Teman kecilku yang tidak pernah tergantikan, bersama selamanya. Riyan dan Riya”
dan kulihat tulisan itu ada di beberapa foto kami berdua yang terlihat sangat manis dan
harmonis.
***
5 bulan kemudian.
Aku mencoba mengingat tentang Riya dan kenangan bersamanya. Setelah berusaha
dengan keras. Akhirnya, ingatanku tentang Riya sudah kembali. Kini aku sudah ingat siapa
Riya. Ternyata dia memang teman kecilku. Aku dan Riya selalu bersama-sama sejak kecil,
bahkan dari TK sampai S1 aku selalu satu sekolah dan satu kelas dengannya. Namun, aku tidak
ingat kapan aku mulai jatuh hati padanya yang aku ingat aku sangat mencintainya.
Aku ingat waktu aku kecil dulu aku pernah berangan jika besar nanti aku ingin
bersanding bersamanya, tapi sayang impianku untuk bisa bersanding dengannya harus terkubur
dalam-dalam, seperti istilah “Pupus sudah harapanku.” Aku dan dia, seperti langit dan bumi
yang takkan pernah bersatu. Dia, seperti puteri raja karena dia sangat cantik dan mempesona
sedangkan aku seperti pengawal putri.
Aku dan Riya banyak menghabiskan waktu kami bersama-sama selama 20 tahun ini.
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan S2 ke luar negeri setelah mendengar jika
dia akan menikah dengan orang lain, bukan denganku. Namun, di perjalanan menuju Bandara
mobilku mengalami kecelakaan sampai aku harus kehilangan orang tuaku. Jujur aku tidak
sanggup jika harus mengingat semua kenangan itu terutama saat aku kehilangan Riya. Siapapun
pasti akan mersakan hal yang sama saat kehilangan orang yang dicintai.
Aku juga ingat dulu waktu kami SMA aku sering meledek dia tidak laku dia menjawab.
“Eh buset bukannya ngga laku ya. Sorry yang suka sama aku tuh antri, tapi mereka semua
bukan tipe ku ya. Tipe aku tuh yang pasti dia cowok, pinter, putih, tinggi, rambutnya hitam dan
lebat, kalau senyum manis, perhatian sama aku dan yang paling penting dia harus peka.
Ngatain aku ngga laku kamu sendiri?” tanya Riya padaku.
Dia mana sadar kalau selama ini aku sebenernya hanya suka sama dia dan bukan yang
lain. Jelas lah aku jomblo, yang aku tunggu hanya waktu yang tepat saja buat jujur sama dia.
Takutnya jika aku mendadak menyatakan cinta kepadanya, dia belum siap. Aku tidak ingin
Riya menjadi pacarku, yang aku ingin dia menjadi ibu dari anak-anakku. Impianku adalah
menikah dengannya dan hidup bersamanya. Punya anak bersamanya dan mati bersamanya.
Aku tidak pernah menemukan waktu yang tepat itu. Aku keduluan orang lain yang
berhasil mendapatkan Riya. Sebenernya aku sedih karena Riya bukan untukku. Selama ini aku
hanya menjaga dan melindungi milik orang lain. Namun, itu bukan masalah penting. Bagiku
melihatnya bahagia adalah yang paling penting. Hanya saja aku tidak sanggup jika harus
melihatnya. Riya adalah cinta pertamaku.
Terlarut dalam ingatan masa laluku membuatku lupa jika itu semua hanyalah masa
laluku. Seperti itulah Riya. Dia tetap orang yang aku suka selalu dan selamanya. Sebenarnya
aku tidak ingin selalu memikirkannya di saat dia tidak memikirkanku lagi, mungkin juga dia
sudah melupakannku. Sungguh aku benar-benar ingin melupakannya karena aku hanya
merasakan sakit saat mengingatnya.
Akan tetapi, hati kecilku ingin selalu mengingatnya. Walaupun aku tahu dengan
mengingatnya yang aku dapat hanya rasa sakit karena hati yang sudah hancur. Mungkin ini efek
dari yang namanya patah hati. Sungguh aku sangat merindukannya. Aku juga hanya
mencintainya, selalu dan selamanya. Bahkan disaat dia sudah tidak denganku lagi.
***
“Kamu ingat? Kapan terakhir kali kita bertemu? Saat itu aku baru ke luar dari masjid
selesai dari shalat subuh, aku melihat kamu bersama dengan laki-laki yang tidak aku kenal lewat
di hadapanku. Antara kamu tidak melihatku atau tidak ingin menyapaku karena sedang bersama
dengan laki-laki itu. Saat itu yang terlintas di fikiranku siapakah laki-laki itu?” aku bertanya
pada foto Riya dan dia hanya memandangku tanpa menjawab pertanyaanku.
“Terus aku pulang dengan muka yang di tekuk dan suasana hati yang hancur di tambah
rasa sakit yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Di kamarku tidak ada yang
kulakukan kecuali melihat foto-foto mu Riya. Kita memang tidak pacaran, tapi perteman yang
kita jalin kurang lebih 20 tahun bukanlah pertemanan biasa. Betulkan Ri?” curhatku pada Riya.
“Mungkin karena aku tidak memilih untuk jujur kepadamu dan mengungkapkan isi
hatiku yang sebenarnya kepadamu, ini semua tidak akan terjadi kepada ku. Mungkin kini aku
sudah hidup bahagia bersamamu dan aku tidak akan kehilangan orang tuaku. Kamu tahu orang
tuaku meninggalkan aku sendiri di sini?” aku bertanya dan cerita padanya, lagi-lagi dia hanya
terdiam dan memandangku saja.
“Semuanya hanya tinggal kenangan yang tersisa di ingatanku dan aku sendiri tidak bisa
menghapusnya. Pintaku pada yang di atas semoga kamu bahagia bersamanya, aamiin. Aku
berdo’a suapaya kamu bahagia. Walaupun bukan denganku, kamu suka itu kan Ri?” aku kesal
karena dia hanya terdiam membisu dalam keheningan.
***
Aku tertidur dan terbangun di pagi hari. Tidak seperti biasanya di pagi hari yang selalu
di sambut dengan hangatnya matahari. Namun, hari ini hanya awan hitam yang menyapa
bersama butiran-butiran air yang terjatuh dan membasahi tanah. Kedatangannya
mengingatkanku akan Riya. Semua ingatanku kembali menghantui fikiranku. Sungguh aku
ingin memeluknya dan ingin mengatakan jika aku mencintainya dan bertanya padanya.
“Apakah kamu bersedia menemani sisa hidupku? Tua bersamaku? Selalu melihatku di
bangun dan tidurmu? Bersamaku suka maupun duka? Membuatkanku minuman jahe hangat di
saat aku masuk angin? Membuat sarapan untukku? Menungguku pulang dari kerja? Menemani
kesendirianku? Menghabiskan sisa hidupmu bersama denganku?” semua itu hanya bisa
kusimpan di hatiku yang terdalam.
Hanya memandangi dan memperhatikan tetesan air hujan yang jatuh di atas tanah
sambil berdiri di teras rumah. Lamunanku mebuatku tidak sadar bahwa ada seseorang di
halaman rumahku yang memperhatikanku. Tidak tahu sejak kapan dia berada di sana. “Riya?”
seketika aku tersadar bahwa dia adalah Riya. Melihat itu aku langsung berlari menghampirinya
dan memeluknya dengan erat.
“Ri? Sungguh aku sangat merindukanmu, kamu kemana saja selama ini?” Tanyaku pada
Riya dan masih memeluknya erat-erat. Kali ini aku tidak ingin melepaskannya. Dia hanya
terdiam dan tiba-tiba dia menangis di pelukanku. “Jangan menagis lagi. Kumohon…” bisikku
kepada Riya sambil memeluknya dengan erat. “Ri. Kumohon berhentilah menangis…” pintaku
padanya. “Sudah semuanya baik-baik saja, ada aku di sini.” aku berusaha menenangkannya.
***
“Riya! Kamu ada dimana Ri?” teriakku. Rasanya seperti mimpi. Tidak tahu apa yang
terjadi. Namun, saat aku membuka mata. Riya sudah tidak ada. Dia yang tadi berada dalam
pelukanku tiba-tiba menghilang saat aku membuka mata dan aku tidak menyadari itu.
“Riyaaa…?” aku memanggilnya berulang kali. Namun, tidak ada jawaban dari Riya.. Aku
berdiri sendirian di halaman rumahku dengan tubuh yang basah kuyup karena kehujanan.
Melihat hujan yang semakin deras, aku langsung kembali ke kamarku dengan perasaan yang
aku sendiri tidak mengerti. Saat aku tiba di kamar terdapat sebuah koran yang di dalamnya
terdapat foto Riya. “Seorang gadis berusia 20 tahun yang mengenakan baju pengantin tewas
tertabrak mobil di bandara. 12 Desember 2012”
“Tanggal itu? Jadi…?” seketika aku ingat kecelakaan satu tahun silam yang terjadi
padaku. “Ti… Tidak mungkin ini tidak mungkin!” air mataku terus mengalir membasahi
pipiku.” Aku tidak percaya, bagiku semuanya seakan mimpi. “Riyaaa…!” aku berteriak
memanggil namanya sambil memeluk koran itu.
“Kotak? Dimana kotak itu?” tiba-tiba aku baru sadar, dua hari sebelum aku pergi. Riya
sempat memberikan sebuah kotak. Namun, aku mengabaikan kotak pemberian Riya. “Ini…”
setelah aku mencari kemana-mana, aku menemukan kotak itu di bawah kasur.
kemudian aku membuka kotak itu, dan didalamnya hanya berisi kenangan aku bersama
Riya dan sebuah kertas. Kertas itu adalah surat kecil dari Riya. Aku segera membuka surat itu
dan membacanya dengan hati yang kini sudah hancur “Yan aku kangen banget sama kamu. Aku
pengen seperti dulu lagi, selalu di sampingmu. Aku ngga pengen berpisah denganmu. Yan,
kamu tahu besok adalah hari pernikahanku. Kamu beneran ngga mau dateng buat ketemu aku?
Yan, kamu tahu selama ini yang aku sayang cuman kamu, yang aku suka selalu kamu, bukan
orang lain. Aku sayang kamu Yan Selamanya. Kamu inget setiap aku kasih tahu tipikal cowok
ku ke kamu, itu kamu Yan. Aku sebutin semua tentang kamu, tapi kamu mana peka. Aku pendem
rasa ini sendiri dan tidak memeberitahumu, karena aku takut pertemanan kita jadi hancur.
Riyan aku ngga tahu kamu suka apa tidak sama aku, tapi kalau suka sama aku. Di hari
pernikahanku bawa aku pergi bersamamu ke luar negeri Yan. Tapi jika kamu tidak datang dan
kamu tetep memilih untuk pergi, maka aku akan menyusulmu Yan. Namun jika terjadi sesuatu
kepadaku, aku harap kamu tidak terlalu memikirkannya. Kamu tidak boleh frustasi atau apalah
itu. Kamu harus jadi Riyan yang aku kenal. Pemberani, ngga cengeng dan harus menerima
apapun nanti jika terjadi sesuatu. Tetaplah hidup walaupun nanti aku gagal untuk hidup. Salam
rindu dari Riya untuk Riyan.”
“Riyaaa…!” Air mataku terus mengalir dan membasahi surat itu. “Ternyata selama ini
kamu suka sama aku Ri?” perasaan menyesal baru kurasakan. “Seandainya aku membacanya
terlebih dahulu, mungkin ini tidak akan terjadi padaku. Mungkin aku saat ini sudah bersama
Riya. “Ya tuhan…” aku tidak mampu lagi menerima kebenaran ini, rasanya aku ingin
menyusulnya dan menemaninya di sana. Namun, aku ingat pesan Riya di surat yang dia tulis.
Dengan hati yang kini sudah hancur aku berusaha menerima kenyataan bahwa Riya sudah tidak
ada dan merelakan kepergiannya. Walaupun sangat berat bagiku, membayangkan kepergiannya
saja sudah membuatku hancur. Apalagi harus menerima kenyataan bahwa dia benar-benar
sudah pergi dan selamanya tidak akan pernah kembali.
Nama Lengkap : Imamatul Cholinda
Email : imamatulcholinda@gmail.com
Nomor HP : 085936587101
Nomor WhatsApp : 087775549274
Alamat Instagram : dw.fbrynt

Anda mungkin juga menyukai