Bella Safira
Andi Baginda
Sarman Saputra
Hastin Yulianta
Wd. Masni
Liano Saputra
M. Zulfikar Basir
Ld. Abd. Adam
Idit Adit Nugrohroho
MENANTI KELAHIRAN
Pada bulan Maret itu malam lambat datangnya. Sinar matahari sore
melantuni bayangan hitam panjang-panjang arah ke timur. Seorang
perempuan muda terlindung oleh palem di pot dari sinar yang cerah
itu. Dari tadi dia duduk-duduk bersama suaminya di teras,
sebagaimana biasa dilakukannya bila sore indah. Mereka sama
membisu oleh keasyikan masing-masing. Tadinya dia menjahit.
Sedang suaminya membaca Koran. Tapi kini dia mengalai lena pada
kursi rotannya.
Lena: Tahu ia apa yang kuingat sekarang, (pikir perempuan itu).
Selamanya ia dengan bacaannya. Mengapa ia tak mananyakan apa
yang kujahit? Memangnya laki-laki selamanya tidak peduli pada
istrinya yang dalam keadaan seperti aku ini.
Lalu dia ingat pada beberapa kejadian di sekitarnya, seperti yang ia
dengar dari kawan-kawannya. Laki-laki itu banyak main gila dengan
perempuan lain di kala istrinya sedang mengandung.
Lena: Kenapa begitu, ya? (tanyanya dalam hati).
Di antara laki-laki yang main gila itu, ada juga yang sampai
mengambil istri muda.
Lena: Hiii, (reaksinya sendiri).
Kemudian dia ingat lagi, betapa bibinya melepaskan sakit hati
karena di madu diam-diam. Dia ambil pisau cukur, dipotongnya
kemaluan suaminya yang sedang tidur.
Lena: Memang hukuman yang pantas bagi laki-laki hidung belang,
(komentarnya dalam hatinya).
Dan dia ingat lagi kepada suaminya. Tapi laki-laki itu masih asyik
juga dengan korannya . Dongkol benar dia jadinya.
Lena: Ris, (serunya setengah berteriak). Tidak kau dengar kataku?
Haris: Mm? (laki-laki itu menyahut, sedang matanya tidak beralih dari
Koran di tangannya).
Lena: Aku katakan, bila aku kau ajak lagi? (katanya dengan napas yang
sesak).
Haris: Ke mana?
Hati perempuan itu sakit benar jadinya. Dengan kata-kata tajam dia
berkata lagi,
Lena: Ke mana? Ke mana, katamu? Kalau dulu, kaulah yang selalu
mengajak aku. Kau yang menentukan ke mana kita mau pergi. Tapi
kini sesudah aku begini, mengapa kau tak mengajak aku lagi?
Sebenarnya ia ingin bertengkar. Dia lirik laki-laki itu. Tapi laki-laki itu
masih juga seperti tadi. Membaca korannya.
Lena: Tak kau dengar aku? (teriaknya lagi).
Haris: Ya. Ke mana kau mau pergi, Len?
Lena: Ke mana aku mau pergi, tanyamu? Kalau itu yang kau, tanyakan
baik. Aku jawab begini. Antarkan saja aku pulang ke rumah orang
tuaku.
Laki-laki itu meletakkan Koran di pangkuannya. Dan matang
tercengang melihat istrinya.
Haris: Len, (serunya).
Lena: Sudah bosan kau padaku. Katakanlah begitu, (kata perempuan
sambil menegakkan duduknya memandang suaminya dengan mata
yang menantang).
Dia ingin reaksi keras suaminya . Tapi laki-laki itu seperti tak peduli.
Ia memalingkan pandangannya ke korannya lagi.
Haris: Bagaimana kita bisa pergi, kalau yang jaga rumah tidak ada?
(kata laki-laki itu kemudian).
Lena: Alaah kau. Kau selamanya memakai alasan itu-itu saja, balasnya.
(dan kini napasnya kian kencang dirasakannya).
Haris: Tak baik marah-marah, Len. Ingatlah akan anak kita yang dalam
kandunganmu itu.
Lena: Anak kita? Oooo, ada juga kau memikirkannya? Ada juga kau ingat
padanya. Tapi ada kau pernah menanyakan apa-apa yang diperlukan
buat menyambut kedatangannya? Tidak. Kau tak pernah bertanya.
Kau selamanya tidak peduli. Kenapa? Karena kau sudah bosan
padaku. Kau sudah bosan. Pasti. (napasnya jadi tersengal-sengal
kini).
Hingga dadanya turun naik dengan kencangnya. Sebenarnya dia mau mengatakan
kata-kata yang lebih tajam lagi dengan menyuruh laki-laki itu supaya kawin lagi,
kalau ia benar-benar sudah bosan. Dan sesudah itu, sesudah itu, dia rela dipenjarakan
seperti bibinya dulu. Tapi dia tak kuasa bicara banyak sambil meradang-radang . Dia
lekas merasa letih. Lalu sesuatu dalam perutnya bergerak-gerak. Dia belai sekitar
perutnya yang sangat besar itu. Dan dalam pada itu dia sadar pada ketajaman katakatanya yang baru saja berlompatan.
Lena: Aah, Mengapa aku begini? (kata hatinya mulai menyesal). Aku
hamil. Sebetulnya aku tak boleh marah-marah begini. Nanti anakku
jadi buruk rupa seperti
Lalu dia ingat pada Aisah babaunya yang baru dua minggu di
rumahnya. Aisah punya anak juga. Baru satu tahun. Dan rupa anak
itu begitu jelek. Seperti kera. Tidak sebanding dengan ibunya.
Lena: Tentu waktu hamilnya Aisah suka marah-marah pula. Cerewet
seperti aku, (pikirnya). Kalau anakku seperti anak Aisah nanti, oh,
minta ampun.
Dua minggu yang lalu, ketika Haris telah berangkat ke kantornya,
Lena sedang menyapu teras rumahnya seperti biasa dia lakukan.
Waktu itu masuklah ke halaman rumahnya seorang perempuan.
Perempuan itu menggendong seorang bayi dan membimbing
Tapi Lena tak tergetar lagi hatinya oleh kata kasihan itu. Dia sudah
muak mendengarnya. Setiap orang yang datang meminta uang,
meminta kerja, semuanya berkata begitu. Dan kemudian, setelah
mereka memperoleh apa yang di mintanya, lalu pergi begitu saja,
diam-diam, tanpa pamit dan tamp ucapan terimakasih. Malahan
seorang yang mengaku-ngaku sebagai kerabatnya dari kampong
yang datang minta pondokan, ketika pergi tamp pamit, juga
membawa lari beberapa potong kain Lena yang bagus-bagus.
Lena: Mengapa setiap orang minta dikasihani saja sekarang? Mengapa?
Nanti sesudah dikasihani, lalu mencuri, (pikirnya).
Perempuan
Lena: Hm. Semua oreang sedang kelaparan saja rupanya. (lena berkata
dalam hati). kau kira kami punya gudang beras, heh?
Maka kini matanya beralih pada anak laki-laki itu. Anak itu tentu
banyak makannya dan anak kecil ini, tentu akan bikin ribut saja
sepanjang malam, kata hatinya pula. Lalu ia berpaling dan hendak
masuk ke dalam rumahnya.
Perempuan
sambil
yang sesuai untuk bayi laki-laki. Tapi kelahiran bayinya itu tidak
sempurna bulannya. Bayi itu dalam pertumbuhannya juga akan
tidak sempurnah, seperti pertumbuhan bayi yang lahir normal. Lalu
dia menangis dan merintih di dalam hatinya, satu-satunya cara
yang dia punyai untuk mengobati hatinya yang luka. Dan suara
rintihan itu kedengaran begitu nyata pada telinganya.
Keterangan:
1. Lena: Istri
2. Haris: Suami
3. Ibu: Ibu Lena
4. Petuah Ibu: Ibu Haris
5. Perempuan Babu: Perempuan yang
melamar jadi babu
6. Darman: Anak yang berpura-pura Bisu
7. Anak yang membanyol
8. Perawat
ingin