Anda di halaman 1dari 3

SECARIK KISAH PERJUANGAN

Pagi itu nampak cerah sekali awan di langit dan dipermanis lagi dengan suara kicauan burung di tangkai
pohon (majas personifikasi). Tersingkapkan bilik jendela kamar dan terhirup udara segar dari asrinya
dedauan yang hijau (majas personifikasi). Bertempat tinggal di suatu desa jauh dari keramaian membuat
tekat Ani atau si bunga desa (majas metafora) begitu julukannya semangat dalam menata masa
depannya. Tidak memiliki modal besar atau berasal dari keluarga kolong merat (majas metafora) untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari orang tua Ani masih susah dalam mengaisnya. Tidak seperti orang-
orang lainnya yang memiliki kijang (majas metonimia) beroda empat dapat ditunggangi kesana-kemari
untuk menikmati kekayaan yang dimiliki.

“Nak, orang tuamu beginilah kondisinya.. Maafkan ibu yang belum bisa memberikan pelayanan terbaik
untukmu”, Curahan hati ibu sambil menyentuh lembut pundak Ani.

Dengan bola mata yang berbinar-binar Ani mendengarkan pembicaraan ibunya (majas alegori). Seorang
wanita yang telah merawatnya hingga tumbuh besar tanpa mengharapkan balasan. Sejak awal setelah ia
lulus sekolah, Ani memiliki tekad yang kuat untuk dapat membahagiakan kedua orangtua yang kini telah
keriput tulang pipinya (majas alegori). Perjalanan dalam skenario perjuangan (majas personifikasi)
tidaklah mudah, badai dan gelombang ujian (majas personifikasi) selalu akan menerpa.

Dari bilik geribik bambu (majas personifikasi) itu nampak seorang laki-laki yang telah menua duduk di
depan teras sambil menikmati secangkir kopi (majas tautologi) sembari menunggu kabut-kabut pagi itu
pergi (majas personifikasi). Di depan teras itu telah ia siapkan cangkul sebagai senjatanya untuk
memantik kerasnya tanah yang gersang (majas alegori). Kemudian, dengan langkah perlahannya Ani
mencoba mendekati dan ayah melemparkan senyum ketulusannya itu (majas alegori).

“Ayah.. Aku haru terhadap segala perjuanganmu yang telah dikorbankan demi menjemput segala pesiar
kebahagian untuk anak-anakmu” (majas alegori), ucap Ani dengan nada yang sedikit sendu.

“Nak.. Inilah tugas dan kewajiban ayahmu sebagai kepala keluarga (majas antaklasis), tugasmu adalah
belajarlah untuk menjemput segala asa dan cita-citamu (majas alegori) agar kelak kau menjadi insan
yang berguna dalam setiap kepakan sayapmu” (majas personifikasi)
Tak lama kemudian sang surya (majas personifikasi) sudah mulai terbit dari peraduannya. Menyongsong
semua anak manusia untuk keluar dari istana bertebaran dipermukaan bumi mencari sesuap nasi (majas
alegori). Begitu kokoh tulang pundak ayah memikul cangkul dan mulai menapaki kaki menuju sawah
yang jarak tempuhnya lumayan jauh (majas alegori). Terlihat dari bibir teras rumah (majas metonimia)
Ani memandangnya tak jemu hingga terucap, “Ayah semoga aku kelak mampu membalas segala peluh
keringatmu untukku” (majas tautologi)

Segala rintangan tidak menyurutkan semangat Ani untuk mencoba terus menikmati bangku sekolah
tinggi (majas personifikasi). Hanya modal tekad dan keyakinan yang mengiringi setiap langkah kaki untuk
menyusuri perihnya lembah perjuangan (majas personifikasi) kepelosok negeri. Dengan segala
ketekunan ia mampu mendapatkan kesempatan untuk mengemban ilmu diperguruan tinggi ternama
(majas tautologi). Bukan hal yang mudah untuk meraih semua itu, segala hinaan dan cacian yang ia
terima dari para tetangga bersinyalir pergi dengan sendirinya bersama senyuman (majas tautologi).
Nampak merona saat itu wajah Ani yang tiba-tiba seperti mimpi dapat belajar diperguruan tinggi
tersebut (majas alegori).

Hari demi hari ia lewati bersama perjuangan yang tak sedikit tajam hingga mampu menyayat hati (majas
alegori). Pendirian seorang bunga desa (majas metafora) yang kokoh mampu bertopang dalam keyakinan
untuk menembus cita-cita (majas metafora). Terpisah dengan kedua orangtuanya ialah tidak menjadi
penghalang bagi Ani, justru dengan itu semua ia semakin semangat untuk memberikan kebahagiaan
orang yang disayanginya (majas tautologi). Teriknya sang mentari (majas personifikasi) seolah menjadi
saksi bisu dalam perjalanan perjuangan yang menguras tenaga ini dan ia tetap tersenyum manis dengan
wajah ayunya (majas tautologi). Tak jarang terkadang ia berada di dalam keadaan jurang kejenuhan
(majas personifikasi), namun lagi dan lagi semangat yang berkobar di dalam jiwanya terus memanas
(majas alegori). Menjemput cita-cita dengan langkah yang sederhana tanpa transportasi Innova (majas
metonimia) seperti kebanyakan mahasiswa pada umumnya.

Seiring berjalannya waktu masa studinya kian akan berakhir. Semua berjalan dengan mudah karena
berkat doa dan kasih sayang yang tulus dari kedua orangtunya di kampung (majas tautologi). Tak
terbayangkan yang dahulunya hanya sebagai anak desa (majas metafora) yang tinggal jauh dari
keramaian saat ini telah berhasil menyelesaikan studinya dengan mendapatkan gelar sarjana dan nilai
yang memuaskan. Berbinar kebahagiaan yang tidak tau lagi harus dengan cara apa ia
mengungkapkannya. Dari podium yang berkarpet merah itu Ani memakai toga kebanggaan dan berlari
kecil menghampiri dan memeluk kedua orangtuanya.
“Ayah.. Ibu kini aku telah berhasil memakai toga ini. Terimakasih atas semua dukungan serta doa yang
telah ayah ibu berikan dan mulai saat ini izinkan aku untuk membahagiakan ayah ibu selamanya”

Anda mungkin juga menyukai