Anda di halaman 1dari 27

GADIS PENJAJA TIKAR

Cerpen Singkat: Gadis Penjaja Tikar - Suasana Kebun Raya Bogor dipenuhi dengan pengunjung.
Laki-laki, perempuan, tua maupun muda semuanya ada disana. Saat itu adalah hari libur panjang
sekolah sehingga banyak pengunjung yang pergi liburan. Mereka ingin menikmati suasana
malam dan menghilangkan kejenuhan.

Seorang anak kecil tiba-tiba datang. Dengan pakaian sederhana, ia menjajakan tikar dari plastik
kepada para pengunjung ke pengunjung lain, ia terus menawarkan tikarnya. “Pak, mau sewa
tikar?”katanya pada Pak Umar. “Berapa harga sewa satu lembar tikarnya?”tanya Pak Umar.
“Lima ribu rupiah, Pak!”jawabnya dengan suara lembut. “Bagaimana kalau Bapak ambil tiga
puluh ribu rupiah?”tanya Pak Umar lagi. Gadis itu diam sejenak. Kemudian ia pun
berkata,”Baiklah kalau begitu. Silahkan pilih, Pak!”

Pak Umar memilih tikar plastik yang akana disewanya. Dalam hati Pak Umar ada rasa tak tega
terhadap gadis itu. Gadis berusia delapan tahun harus bekerja keras untuk mendapatkan uang.
“Kamu sekolah?”tanya Pak Umar. “Sekolah, Pak! Saya kelas empat SD. “jawabnya.”Mengapa
kamu menyewakan tikar plastik ini?”tanya Pak Umar lagi. “Saya harus membantu ibu saya.
“jawab gadis itu. “Kemana ayahmu?”Pak Umar bertanya lagi. “Bapak telah lama meninggal
dunia. Untuk itu, saya harus membantu ibu untuk mencari uang,”jawab gadis itu pelan.
Mendengar cerita gadis tersebut, Pak Umar merasa terharu.

Pak Umar merasa kasihan terhadap anak tersebut. Diambilnya beberapa lembar uang dua puluh
ribuan lalu diberikannya kepada gadis kecil itu. “Pak maaf, saya tidak boleh menerima uang jika
tidak bekerja, “katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Mengapa?”tanya Pak Umar
heran. “Kata ibu, saya boleh menerima uang kalau memamg hasil bekerja. Saya tidak boleh
meminta belas kasihan dari orang. “Mendengar perkataan gadis itu, Pak Umar makin terharu. Ia
tahu kalau ibu gadis kecil itu seorang yang berbudi luhur. “Begini saja, kalau memang harus
bekerja, sekarang bantu Bapak beserta keluarga. Tolong kamu bawakan rantang ini. Kita akan
makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!” kata Pak Umar ramah. Pak Umar dan
keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut. Mereka pun menggelar tikar plastik
yang baru saja disewanya. Gadis kecil itu pun diajak untuk makan bersama.
RINDU MERAH JAMBU

Otakku browsing ke masa tiga minggu lalu. Saat pertama melihatmu. Aku terkesiap, sama sekali
tak menyangka parasmu begitu rupawan. Laksana pangeran dalam impian. Dan senyumnya
menaburkan gula-gula di hatiku. Aku merasa mulai terpedaya dengan rasa suka. Di rumah kita
berbagi cerita. Dan engkau menabur banyak benih kekaguman di hatiku. Saat kau shalat di
rumah, desah khusyu memanggil Rab sungguh mengharu biru. Kuteriakkan dalam hatiku, ” Rab,
seperti inilah lelaki pujaanku!”

Lembut matamu memandangku. Kuteriakkan padamu,” jangan menatapku begitu, Ben. Daku
malu!” Kau pun tersenyum kemudian meminum teh botol yang kusuguhkan. Setelah itu kita
sama-sama mengandung rindu. Tapi seperti jumpa perdana, pertemuan berikutnya susah rasanya.
Kau dijerat kesibukan luar biasa. Padahal jarak bukan masalah bagi kita. Kau tidak lagi di
Perancis sana. Kau ada di Jakarta. Dengan dua jam saja sebenarnya kita bisa bersua.

“Aku rindu,” smsku hari itu.


“Aku juga sangat rindu padamu,” jawabnya.
“Jadi kapan kita dapat bertemu?” tanyaku menghiba.
“Secepatnya. Jika aku tidak sibuk tentu saja.”
Uh, jadi sangat benci sekali dengan kata itu. Kata itu telah menjadi racun dalam kehidupanku.
Sibuk, sibuk dan sibuk.

Jika sibuk itu adalah sebuah bantal, tentu akan kupukul agar dia tidak jadi penghalang
pertemuanku lagi. Jika sibuk itu sebuah apel akan kulumat sampai habis, kalau perlu bijinya
kutelan sekalian. Tapi sibuk itu telah menjadi mahluk, pembatas rasa rindu kami. Jadinya
kuberdoa terus agar engkau tidak lebih mencintai mahluk bernama sibuk itu daripada diriku.

Lama-lama bosan juga melawan si sibuk itu. Kukatakan pagi itu lewat sms.
“Pagi ini kusegerakan shalat, berdoa di hadapan Rabku. Rab, jika Ben itu baik untukku maka
mudahkanlah pertemuanku dengannya. Tetapi jika ia tidak baik untukku, maka tolong jauhkan ia
dariku dan gantikan dengan yang jauh lebih baik darinya.”
Seperti kebakaran jenggot Ben membalasnya panjang lebar.
“Aku harap kamu mau mengerti kesibukanku. Akan kuusahakan sebisaku bertemu. Hari Rabu,
ya hari Rabu. Bagaimana, bisa tidak?” Rabu adalah hari dimana kuharus memprogram semua
kegiatan belajar murid-muridku. Rabu adalah pekerjaanku yang utama. Tapi aku tahu, rindu
memerlukan pengorbanan. Jadi kukatakan padanya, “Ya, bisa saja tidak masuk kerja. Tapi
bagaimana dengan pekerjaanmu?”

Jawabnya sungguh di luar dugaan. “Bagaimana lagi, kalau rindu susah ditahan kan?”
Ah Ben, jadinya kumulai menghitung hari sejak pertama kau katakan itu. Kubayangkan
melihatmu lagi. Senyummu, gaya berwibawamu dan semuamu.

Ya Tuhan, izinkan aku bertemu dengannya. Biarlah rindu merah jambuku mengantarku dalam
kebaikan bersamanya. Amin.
SAHABAT TERBAIK

"Persahabatan bukan hanya sekedar kata,


yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna,
tapi persahabatan merupakan sebuah ikatan suci,
yang ditoreh diatas dua hati,
ditulis dengan tinta kasih sayang,
dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan mungkin nyawa"..
“Key… sini dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu”, panggil Nayra suatu sore.
“Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tau aku gak bisa melihat”, jawab seorang
gadis yang dipanggil Key dari balik pintu.

Keynaya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir dengan keterbatasan fisik, dia
tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani bahtera hidup tak pernah padam. Lahir dengan
kondisi buta, tidak membuatnya berkecil hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat warna-
warni dunia, tapi mata hatinya bisa melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang. Mempunyai
hoby melukis sejak kecil, dengan keterbatasannya, Key selalu mengasah bakatnya. Tak pernah
sedikitpun dia menyerah.

Duduk di bangku kelas XII di sebuah Sekolah Luar Biasa di kotanya, Keynaya tidak pernah
absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya termotivasi dengan sifat pantang menyerah
Key. Sejak baru berusia 3 tahun, Keynaya sudah bersahabat dengan anak tetangganya yang
bernama Nayra Amrita, Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka. Nayra cantik,
pinter dan secara fisik Nayra kelihatan sempurna.

Seperti sore ini, Nayra sudah nangkring di rumah Key. Dia berbincang-bincang dengan Key,
sambil menemani sahabatnya itu melukis.
“Key, lukisan kamu bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua orang tau
bakat kamu”, kata Nayra membuka pembicaraan.

“Hah”, Key mendesah pelan lalu mulai bicara, “Seandainya aku bisa Nay, pasti sudah aku
lakukan, tapi apa daya, aku ini gak sempurna, seandainya aku mendapat donor kornea, dan aku
bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan mengadakan pameran lukisan-lukisanku ini” ucap
Keynaya dengan kepedihan.
“Suatu hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti akan ada yang
mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu,” timpal Nayra akhirnya.
Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi halangan di dalam jalinan persahabatan antara Nayra
dan Keynaya, kemana pun Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, kecuali sekolah tentunya,
karena sekolah mereka berdua kan berbeda.

Sedang asik-asiknya dua sahabat ini bersenda gurau, tiba-tiba saja Nayra mengeluh,
“aduuh, kepala ku”
“Kamu kenapa Nay, sakit??” tanya Keynaya.
“Oh, ngga aku gak apa-apa Key, Cuma sedikit pusing saja”, ucap Nayra sambil tersenyum.
“Minum obat ya Nay, aku gak mau kamu kenapa-napa, nada bicara Key terdengar begitu
khawatir.
“aku ijin pulang dulu ya Key, mau minum obat” ujar Nayra sambil berpamitan pulang.

Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat mendominasi di setiap sudut ruangan,
Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya,
“Ya Tuhan, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu akan
menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Nayra.
Di vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu dan tidak akan berumur lama lagi sungguh...
CINTA KOSMOS

Perpisahan bukanlah sebuah akhir tapi itu adalah pertanda dari awal yang baru.....
Pagi itu, aku melakukannya lagi. Ini bukan hal yang menyenangkan tapi tanpaku sadari aku
sudah melakukan hal ini berulang-ulang. Sekali lagi, aku berdiri di tempat ini, tempat yang
palingku benci. Tempat dimana air mataku selalu merebak.

Bunga kosmos...bunga yang sangat indah. Bunga yang dulu selalu membuatku tersenyum
sekarang malah hal yang membuat air bening keluar dari mata dan membasahi pipiku.

Disini aku hanya bisa berdoa semoga dia bahagia. Tepat pada tanggal ini tiga tahun yang lalu dia
pergi. Aku tidak bisa menahannya untuk pergi, walaupun sepertinya ia mau tinggal dia tidak bisa
melakukan apa-apa karena itu bukan kuasanya.

“Adel!!!!”, Tio memanggilku, suara yang sangat familier di telingaku.


Aku menoleh dan tersenyum kepada orang yang sudah setahun belakangan ini menjadi pacarku.
Ia berlari menghampiriku dengan membawa bacaannya.

“Hai...”, aku menyapanya dengan senyum terbentuk diwajahku.


Dia tertawa mendengar sapaanku yang anti klimaks. Ia merangkulku dan tersenyum jail
kepadaku “Kamu mau jalan-jalan kemana?”

“Nggak tahu”, paparku “Ada rencana mau pergi kemana?”


“MMmmm....”, Tio berpikir sejenak “Nggak tau!!!”, ia menggelengkan kepalanya sambil
tersenyum.

*** Bersambung ***


PERSAHABATAN YANG RAPUH

Alkisah ada persahabatan yang damai. Persahabatan itu hanya ada dua orang. Namanya Lina dan
Rika. Dua orang itu sangat berbeda, Rika sangat kaya dan sombong. Sedangkan Lina seorang
anak yang sederhana dan baik hati. Pada suatu hari Lina mengajak Rika berenang di pantai.
Sesampainya di pantai dia berganti baju dan berenang. Rika menantang Lina, dia ingin berenang
sampai ke bawah laut dan harus menemukan benda yang berharga. Sesampainya di bawah laut
Lina dan Rika mencari benda itu, Lina di kiri dan Rika di kanan. Rina melihat banyak harta
hingga matanya berkaca-kaca, begini katanya “Aku harus bisa mengalahkan Lina”.

Dia langsung naik ke atas, sementara Lina masih di bawah.


Rika menunggu Lina sampai lama dan dia berteriak, “Lina cepat naik ke atas”.
Lina pun menuruti perintah Rika tetapi dia belum mendapatkan benda satu pun. Sesampainya di
atas Rika pura – pura bertanya seperti ini “Lina mengapa kamu tidak membawa benda
berharga?”

“Kan sudah kamu panggil”, ujar Lina.


“Kalau begitu, aku yang jadi pemenangnya dong”, kata Rika.
”Ya sudah kita pulang saja yuk,” ajak Lina.
“Ayo”.

Sesampainya di rumah Rika, Lina tidur siang sedangkan Rika bermain dengan benda yang
didapatkannya. Pada malamnya Lina dan Rika sedang menonton TV sambil mereka berbicara
banyak hal disertai dengan senda gurau yang membuat persahabatan mereka sungguh indah.

Pada waktu Lina dan Rika sedang asyik berbicara, tiba-tiba mama Rika memberikan pop corn
sambil berkata, “Anak-anak, ini untuk kalian berdua.”

”Iya Ma,” jawab Rika.


“Terima kasih, Tante,” ujar Lina.
Pada saat mama Rika pergi lalu keduanya berebutan pop corn hingga mereka bertengkar dan
lupa akan makna pembicaraan yang baru saja mereka bicarakan. Mereka saling dorong-
mendorong sehingga Rika terjatuh dan menangis. Datang mamanya Rika untuk mendamaikan
pertengkaran mereka. “Rika, Lina, ayo kalian jangan bertengkar. Bertengkar bisa membuat
persahabatan kalian menjadi hancur serta saling marah. Marah itu teman setan. Kalian tidak mau
jadi teman setan, kan?” mama Rika menasehati keduanya.

“Tidak mau, Ma. Tapi Lina yang nakal mendorong saya hingga terjatuh,” Rika berkata sembari
terisak tangis.
“Saya juga tidak mau jadi teman setan, Tante,” Lina turut berbicara.”Saya tidak sengaja
mendorongnya,” tambah Lina seolah bersalah.
“Ya sudah, Mama tidak membela siapa-siapa. Siapa yang mau minta maaf lebih dulu disayang
Tuhan,” kata mama Rika dengan bijaksana.

**Bersambung**
PETIKAN TERAKHIR SENAR CINTA RAFA

Cerita yang telah lama terpendam , Kisah persahabatan dan cinta antara Tia dengan Rafa.
Ditengah kota Fentaly yang panas disertai hiruk pikuk kendaraan bermotor yang tidak kenal
lelah ternyata masih ada sebuah tempat yang begitu indah yang bernama bukit Mictasathia, bukit
ini jarang sekali dikunjungi orang bahkan nyaris tidak pernah. Hanya orang-orang tertentu yang
mau memasuki bukit itu, mungkin karena hutannya yang lebat atau apa. Namun berbeda dengan
Tia dan Rafa, kedua sahabat ini setiap harinya selalu bermain dibukit ini sampai - sampai mereka
tidak ingat waktu, pernah sampai mereka ketiduran dibawah pohon sesawi itu dan baru tersadar
keesokan harinya dan ternyata orang tua merka beserta para penduduk sudah berbondong –
bondong untuk mencari mereka yang sudah satu hari berada dibukit tanpa sepengetahuan orang
tua mereka sedikitpun.

Persahabatan Tia dan Rafa terjalin dengan tidak sengaja, karena mereka berasal dari daerah yang
berbeda, Tia berasal dari kota Kupoja sedangkan Rafa berasal dari kota Taruki. Mereka bisa
sampai di Kota Fentaly ini karena kedua orang tua mereka memilih untuk pindah kedaerah yang
lebih strategis. Rafa memiliki seorang kembaran bernama Ezi, ya kembar identik. Tia dan Rafa
duduk dibangku SMP kelas 7 di SMP KARYA CENDANA, persahabatan mereka dimulai sejak
mereka bermusuhan. Ya, awalnya mereka itu memang seperti minyak dan air yang tidak bisa
bersatu, namun karena rumah mereka yang bersebelahan dengan cepat mereka bisa akrab dan
bersahabat.

Pukul 10.25 tampak dijam dinding dikamar Tia, ia sedang duduk bersila dikarpet bulu pemberian
neneknya. Satu dua jam Tia menanti handphonenya berbunyi dan berharap itu pesan masuk dari
Rafa. Lalu dari luar jendela tampak Rafa yang memanggil Tia dengan suaranya yang lirih, kaos
tipis dengan celana panjang sudah menjadi ciri khas Rafa. Ternyata Rafa ingin menunjukan
sesuatu kepada Tia, yah itu adalah lagu baru ciptaannya yang berjudul ‘angel and the dew’,
lagunya begitu indah didengar bahkan lagu itu sangan erat dengan mereka. Setelah itu pukul
13.30, Tia mengajak Rafa pergi ke bukit Mictasathia, seperti biasa burung-burung bernyanyi
menyambut kedatangan mereka dengan suaranya yang semerdu suling emas. Sebuah pohon
besar bernama pohon Sesawi diujung bukit sudah menunggu mereka untuk berayun didahannya
sambil bermain kemericik air sungai nan jernih dan segar “ eeemn kamu tahu ga Raf ?, setiap
kita main kesini itu aku ngerasa jadi seorang putri kerajaan” kata Tia dengan gembira. Selalu
terdengar suara canda dan tawa yang akrab dengan bukit ini. Dan disaat itu Rafa memberikan
sekuntum bunga adelweis pertamanya yang berjumlah sembilan tangkai untuk Tia dan sebuah
mahkota dari bebungaan kering di hutan, betapa bahagianya Tia, lalu mereka kembali bermain
mereka berlari, meloncat, bahkan terguling ditanah yang licin. Dibukit ini juga mereka saling
menyimpan sebuah rahasia tentang perasaan mereka, keinginan mereka, dan lain sebagainya.
Bukit ini sudah seperti rumah mereka sendiri.

Hari ini adalah hari istimewa bagi Tia, karena hari ini ia akan mengikuti lomba out bon tingkat
nasional. Karena sudah terbiasa naik - turun bukit jadi Tia sudah lihai menghadapi berbagai
medan yang sulit dan terjal. Lomba kali ini ia tidak ditemani Rafa, sebenarnya dalam hati Tia
sangat mengharapkan kehadiran Rafa namun mau bagaimana lagi pihak sekolah tidak
mengijinkan. Tiap detik Tia selalu kepikiran Rafa, Rafa dirumah juga selalu memikirkan Tia,
Sedang apa, dimana, sama siapa itu-itu saja yang ada dibenaknya. Rasa rindu dan khawatir tidak
bisa dihindarkan hingga akhirnya setiap kali ada kesempatan Tia menyempatkan waktunya yang
sempit untuk menghubungi Rafa yang jauh disana.

Hari ini adalah hari persahabatan di kota Fentaly, namun minggu ini benar-benar minggu yang
berat bagi mereka karena mereka harus berpisah karena Rafa harus pergi ke rumah neneknya di
desa Hundayan karena neneknya sedang sakit keras. Dirumah Tia selalu merindukan Rafa,
begitu juga Rafa. Sekarang mereka sudah seperti …

*** Bersambung ***


SEMANGAT ROTI ISI KEJU

Bayangan itu menghampiri Vania dengan perlahan. Lagi-lagi bayangan itu datang. Dengan
ketakutan, Vania terus berlari menjauh dari bayangan itu. Ia terus berlari dan berlari tanpa arah.
Yang penting hanya satu, ia jauh dari bayangan itu.

“Pergi kamu!! Pergii..!!” Vania terus berteriak.


Vania terbangun. Mimpi itu selalu datang. Untuk kesekian kalinya mimpi itu datang
menghampirinya. Ia tak tahu apa maksud dari mimpi itu. Ia risih dengan kedatangan mimpi itu
yang terus hadir dalam tidurnya.

“Vania, ayo bangun, lalu mandi, sudah pagi,” ucap Mama Vania dari luar kamar Vania. “Iya,
Ma,” sahut Vania. Vania beranjak dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi.
“Syalalalaa…” Vino, kakak Vania, mengalunkan sebuah nada. Diambilnya selembar keju dan
meletakkannya diantara dua roti tawar.
“Siapa cepat, dia dapat!” Vania mengambil roti isi keju kakaknya itu secepat kilat.
“Vaniaa..!! Lu pagi-pagi udah bikin rese’! balikin gak roti gue??” ancam Vino yang jengkel
kepada adiknya itu. Vania tak menggubris ancaman kakaknya itu, ia melahap roti isi keju yang
ada ditangannya.

“Nyam nyam nyaamm, delicious…” Vania menyindir sang kakak. Mama Vania yang baru saja
keluar dari dapur lantas bertanya kepada kedua anaknya itu, “Kalian itu ada apa sih? Pagi-pagi
sudah bertengkar.”
“Itu Ma, Vania noh, roti isi kejuku diambil,” adu Vino, lalu ia menjulurkan lidahnya ke arah
Vania. “Bisanya cuma ngadu doang! Huh,” gumam Vania.

“Vania, jangan begitu sama kakakmu ini, kasihan dia,” ujar Mama Vania. “Tapi Maa…”
“Sudahlah, kamu jangan ngebantah terus. ‘Kan masih ada banyak roti dan keju, jadi kamu bisa
bikin roti isi sendiri ‘kan?” tanya Mama Vania keras. “Bisa, Ma…” ucap Vania pelan. “Ya
sudah, jangan jahil lagi sama kakakmu.”
Vania duduk dengan raut wajah kesal. Berkacak pinggang, bibir manyun, dan menatap sang
kakak dengan tatapan kesal, itu yang Vania lakukan. Dengan tenangnya, Vino mengambil
beberapa lembar keju dan dua potong roti, kemudian dijadikan satu dan ia lahap. Di tengah-
tengah saat ia melahap roti isinya, Vino menjulurkan lidahnya kembali ke arah Vania. Vania pun
semakin kesal.

“Ndin, gue nyontek tugas Matematika lu! Cepetan!!”


“Rickooo… balikin sisir guee!!”
“Ara, bapak kamu hakim yaa??”
“Eh eh, yang nomor 2 ini gimana caranya?”
“Fa, lu belum bayar pulsa, cepetan bayar!”
“Dindaa, ke kantin yuk?”
“Fi, ikut gue ke kelas sebelah yuk? Biasaa… apel, haha,”
“Yang dingin, yang dingin, yang dingin…”
“Eh, gue kemarin ketemu si dia loh. Dia lagi jalan ama kakaknya, dia blablabla…”
“Ela, ada pacar lu noh di depan!”
“Aku kemarin diputusin Gio, Dit…huhuhu,”
“Aku galauu…”
“Eh, yang belum bayar nasi pecel gue, cepetan bayar!!”

Hiruk pikuk di kelas VIII-2 terdengar jelas dan ramai serta meriah dari luar kelas. Vania terus
berjalan dengan hati yang masih kesal dengan sang kakak. Lagi-lagi ia harus kena ceramah dari
sang mama karena Vino.

***Bersambung***
SALAH MENGARTIKAN

“Maaf aku gak bisa” itulah jawaban yang dia berikan setelah aku menyatakan perasaanku dan
berharap dia menjadi pasanganku. Dia adalah Hana, wanita yang aku sukai sejak awal kita
bertemu, bisa dibilang dialah cinta pandangan pertama ku. Tapi dia telah menolak cintaku meski
tanpa ada alasan yang jelas. Dan sekarang semua berubah setelah kejadian itu.

Dulu kita adalah teman yang dekat, sudah lama kita saling kenal. Dia telah menganggapku
sebagai sahabatnya, dan dia juga menganggapku sebagai kakaknya karena memang aku lebih tua
beberapa bulan. Sejak kelas 1 smp sampai kelas 1 sma kita selalu satu kelas namun kelas 2 sma
kita mulai beda kelas karena aku lebih memilih jurusan ips dan dia memilih jurusan ipa.
Meskipun berbeda kelas tapi kita masih tetap dekat bahkan sering bermain bersama. Hari demi
hari aku semakin dekat dengan Hana dan perasaan suka yang aku simpan sejak awal kita
bertemu pun semakin tumbuh. Karena aku merasa nyaman dengan hana, aku pun berencana
untuk menyatakan rasa cintaku. Dan hari ulang tahun hana satu minggu lagi, aku pikir itulah
momen yang tepat untuk menyatakan perasaanku.

Seminggu kemudian, hari ulang tahun hana pun tiba. Dengan membawa seikat bunga dan
sekotak kado akupun datang ke kelas hana.
“Hana.. Selamat ulang tahun yaa” kataku sambil memberikan bunga dan kado untuknya.
“Terima kasih ya.. Kak” jawab Hana.
“Ciee.. Ciee..” Sahut meriah teman satu kelas Hana.

Aku meninggalkan surat di atas bunga, dan berharap dia akan membacanya. Setelah itu aku
kembali ke kelas ku dan menanti jawaban dari surat itu.

Setelah satu minggu terlewati dan jawaban dari hana pun tak kunjung datang. Tiba tiba “tuutt..
tuutt..” tanda panggilan masuk dan ternyata dari hana.
“Hallo, ada apa Han?” Kataku mengawali percakapan.
“Hallo kak, ada yang aku mau omongin kak tentang surat yang di bunga itu” Jawab Hana
panjang lebar. “Iya” Kataku.
“Sebelumnya makasih ya kak atas kadonya, tapi soal surat itu, maaf aku gak bisa, tapi kita masih
bisa jadi sahabat kok kak” Katanya.
“Tapi kenapa gak bisa?” Tanyaku. “tutt.. tutt..” Dia menutup telpon tanpa menjawab pertanyaan
ku.

Keesokan harinya saat kita bertemu, keaadaan sedikit berbeda, aku sedikit kaku ngobrol dengan
Hana. Tapi Hana memang sahabat yang baik, dia menganggap tidak ada yang perlu
dipermasalahkan tentang surat itu. Aku pun mulai sadar kalau dia cuma menganggapku sebagai
sahabatnya saja, mungkin aku yang salah mengartikan persahabatan kita.
RAHASIA MAMA

Aku bersedekap. Menunggu datangnya mama sambil di tempat tidur. Menurut kakakku, itu
sangat membuang waktu. Aku tidak mengerti. Mama kenapa pergi tanpa penjelasan padaku?
Aku minta mama memberitahuku kemana dia pergi. Namun ia tak pernah menjawabnya, terjadi
sudah satu bulan. Itu rutinitas sebulan ini yang selalu kutanyakan kepada mamaku. “Sudahlah!
Mama itu sibuk kerja. Dia tidak mungkin menjawab pertanyaan konyol yang kau ulang tiap
hari!” kakakku Manda menertawaiku seperti biasanya. Aku menghiraukan.
“Kau berpikir itu tidak konyol kan?” kak Manda membaca pikiranku.
“Ugh! Diamlah!” aku sudah terlanjur kesal, dan yang kulakukan selanjutnya adalah
meninggalkan dirinya sendirian di kamar.

Satu minggu telah berlalu. Aku sudah terlanjur penasaran dengan sikap mama. Mama malah
jutek padaku. Jutek seperti yang kulihat di film-film. Menurutku itu aneh sekali. Sangat aneh.
Jadi aku memilih untuk… Menyelidikinya. Pagi hari yang cerah, tidak sesuai dengan suasana
hatiku. Aku sedang bersiap-siap untuk mengikuti mama pergi ke tempat tujuannya. Beliau
sedang sarapan. “Beres!” gumamku senang. Aku memakai tas selempang cokelatku dan keluar
dari kamar. Aku melihat mama. Kami bertatapan. Dia melengos kecil.
“Selamat pagi, Manda, Ellyn,” mama menunduk lalu makan. Diam, membosankan sekali. Manda
memutar-mutar sendok. Aku makan dengan lahap, agar tidak ketinggalan mama. Mama akhirnya
selesai. Aku sudah senang sekali. Mama lalu keluar rumah. Dia menaruh kuncinya. Aku tidak
tahu dimana. Aku hanya mengetahui pastinya itu di ruang tamu.

“Dimana ya?” aku mengubrak-abrik bantal sofa ruang tamu. Bi Ratih yang melihatnya
menghampiriku sambil melongo.
“Lah non! Jangan dibongkar! Bibi udah rapiin!” tegur bi Ratih. Aku menghiraukan teguran bi
Ratih. Sampai akhirnya, ketemu, di dalam guci. Aku lalu membuka pintu dan menaruh kuncinya
di tasku. Aku masih bisa melihat mobil mama yang baru keluar. Aku mengikutinya dengan
sepeda. Aku sempat melihat mama di dalam mobil, seperti cemas sekali. Aku mengerutkan
kening. Aku mengendarai sepeda lebih cepat, melihat mama yang mulai hilang dari pandangan.
Sampai akhirnya, mobil mama berhenti di…
“Supermarket?” aku menatap mama yang keluar dari mobil itu. Aku memarkir sepedaku dan
turun dari sepeda. Aku melihat mama menunduk seperti dimarahi. Tunggu, dimarahi? “Mama
kenapa ya?” aku berusaha mengintip. Lalu aku akhirnya melihat di depan mama seorang lelaki
bertubuh kekar. Mama seperti terlihat menangis. Aku terkejut. Aku mendekatkan telingaku ke
jendela.

“KAU ITU! Sudah kubilang jangan terlambat! Saya bilang kamu tinggal saja di sini! Kenapa kau
pulang bertemu anak-anakmu?! Apa kau mau kupecat?!” aku terkejut sekali mendengar
perkataan lelaki kekar itu.
“Maaf, pak. Anak saya kan masih dibawah umur semua. Mereka belum bisa kerja cari uang,”
mama menunduk lebih dalam.
“HEH! Apa yang menguntungkan sih mengurus anak? SUSAH! Kalau kau pulang ke rumah, kau
dipecat!” seru lelaki kekar itu.
“Tapi saya juga butuh bay…”
“TIDAK ADA BAYARAN JIKA KAU TIDAK TINGGAL DISINI!” seru lelaki itu. MAMA!
Dia menampar mama! Aku berlari masuk, dan langsung berteriak.
“BERHENTI! SIAPA KAMU BERANI MENAMPAR MAMAKU?” Teriakku. Mama menoleh.
“Ellyn!” mama berjalan cepat ke arahku dan memelukku.
“OH ini anak si*lanmu itu?” tanya lelaki kekar tadi. Mama menengadah marah.

“DIA BUKAN ANAK SI*LAN!” teriak mama. Berapa petugas di situ bersembunyi di rak
makanan. Aku hanya bisa diam, takut.
“HEH! KAMU! AWAS YA KALAU ANAKMU TAHU SOAL BERLIAN ITU!” teriak lelaki
kekar itu ceplas-ceplos. Aku menatap keluar. Lelaki kekar itu diam seribu bahasa, mendengar
alarm polisi terdengar dari jauh. Dia gentar. Seperti ingin kabur. Saat hendak keluar, lelaki kekar
itu ditahan sekawanan polisi. Aku memeluk mama erat. “Ternyata disini buronan kita!” seru
salah satu polisi. Lelaki kekar itu di tahan. Dua polisi memanggil semua karyawan supermarket,
mama juga. Mereka mulai mewawancarai mama. Ternyata, mama itu dipekerjakan dengan
bayaran kecil sekali dalam satu bulan. Mama ditahan oleh bosnya yang stres, karena
perusahaannya bangkrut. Lalu lelaki kekar yang bernama Arvan itu mencuri berlian. Ya, aku
memang takut. Tapi, aku senang, mengerti kenapa mama selalu bersikap aneh seperti itu.

“Ma, mama kerja di tempat lain aja ya?” tawarku saat menaikkan sepeda ke mobil mama. Mama
tersenyum. “Oiya sayang. Mama mau jualan baju!” mama tersenyum. Akhirnya, aku bisa melihat
senyum mama kembali, senyum yang lama sekali aku ingin lihat. Perjuanganku untuk
mengetahui rahasia mama ini, bisa kuketahui dengan cara yang sangat… Fantastik!
MUNGKIN AKU SALAH

Memang cinta datang begitu saja dan tak mengenal siapapun itu dan ini pun terjadi pada diriku.
Rissya, cewek tomboy dan sangat senang nonton bola.
Malam yang ku tunggu tiba, pertandingan El clasico FC Barcelona vs Real Madrid. Saat aku
asyik menonton bola tiba-tiba HP ku berdering dan ternyata ada BBM hmm dari nama yang
terlihat asing bagiku
“Rissya skornya udah berapa nih?”
“Masih 0-0 hehe”
Aku memang sering menyimpan Kontak BBM orang lain yang tak ku kenal karena hanya untuk
berkenalan saja atau menambah kontak. Ketika aku lihat di ‘Display Name’ BBM dia bernama
Fahmi. Aku dan dia menjadi BBM-an setiap hari karena menurutku dia orangnya asik dan sedikit
memberi perhatian kepadaku. Dan aku pun sedikit terbang melayang ketika dia memujiku dan
terus memuji. Huft sebenarnya aku tidak suka dibilang ‘kamu cantik deh’ ‘imut banget ya’ atau
yang lainnya, aku ingin menjadi aku yang apa adanya tanpa dilebih-lebihkan.
Percakapan BBM itu berlanjut dan setelah ku tanya dia yang sebenarnya itu siapa dan mengapa
dulu pernah ada di Kontak BBM ku dan ternyata ohhh… ternyata temannya Althof temanku di
SMP.

Waktu terus berjalan. Pagi, siang, malam. Hpku berdering saking asiknya chatting.
“duh baik banget ini cowok” gumamku dalam hati.
Dia memang lelaki aneh, selalu bisa membuatku tak lepas memegang handphone. Tak lama aku
terus meresponnya sampai-sampai dia BBM aku pakai Emoticon Hug.

Apakah aku menyukainya?


padahal kan aku baru saja kenal beberapa hari dengan dia tapi… perasaan itu muncul perlahan.
Memang sih aku tahu Fahmi itu sudah mempunyai kekasih hati yang hampir ‘setahun’ menjadi
pujaan hatinya. Alia, dialah perempuan berkerudung itu. Cantik memang. Baik juga
kelihatannya. Aku tidak mau menganggu mereka tapi sungguh, aku mulai menyukai dia.
Tuhannn… Aku harus bagaimana apakah aku memang bodoh menyukai lelaki yang sudah
mempunyai pacar
Rissya… Sadar.. Kamu tak pantas untuknya..
Hmm. ‘Stalker’ yap sebutan itu pantas untukku. Seringkali aku melihat Timeline twitter Alia.
Aku, perempuan yang penuh penasaran menggebu-gebu ini melihat timeline Alia dan ada yang
menusuk hatiku tapi sesungguhnya aku tak berhak bertingkah laku cemburu yang bodoh seperti
ini. Ternyata Alia adalah sosok perempuan yang setia dan tidak mau kehilangan pacarnya itu,
Naufal.
“Love you Fahmi”
“Love you too ya lia”
Duh, kata-kata itu seringkali ku lihat di Timeline Fahmi karena aku waktu itu mem-follow dia.
rasanya mereka cocok sekali. Cemburu, iya aku cemburu. Tapi aku tidak berhak.
Aku bukan siapa-siapa di hadapan Fahmi. Ya, mungkin hanya teman. Tidak lebih. Aku mungkin
hanya persinggahannya ketika pacarnya sibuk. Bukan tujuan.

Aku memang harus menjauh darinya.


Melupakannya…
Rasanya ingin sekali pergi jauh entah kemana melupakan dia.
Tapi rasanya sulit.
Makin hari aku makin menyukainya.
Merindukannya dalam diam.
Merindukan tanpa pengungkapan.
Melihatmu dari jauh.
Aku hanya bisa memendam rasa ini, rasa yang teramat indah tapi terasa sangat sakit sekali
untukku ketika ku sudah tahu yang sebenarnya.

Oh naufal…
Jika aku bisa berkata jujur.
Aku menyukaimu.

Dari perempuan yang sangat


menyukaimu dalam diam dan tak
bisa Mengungkapkannya…
SAUDARA KEMBARKU

Namaku Elynda Queenita. Aku berumur 12 tahun. Suatu hari, orangtuaku mengajakku untuk
pindah ke rumah nenekku di desa. Sebenarnya aku tidak ingin pergi karena aku harus pindah
sekolah dan pindah rumah juga harus meninggalkan sahabat-sahabatku. Tapi apa boleh buat. Itu
keinginan orangtuaku. Jadi aku harus menurutinya.

Pagi-pagi, aku dan orangtuaku langsung pergi ke rumah nenek. Nenek telah meninggal 5 tahun
yang lalu. jadi, rumah itu tak terurus. Sampai di rumah nenek, aku turun dari mobil dan melihat
di sekelilingku. Aku izin kepada ibu untuk melihat taman yang ada di dekat rumah nenek. Ibu
pun mengizinkanku. Di sana ada ayunan, perosotan dan sebagainya. Tapi kulihat ada seorang
gadis seumuranku sedang menangis. Aku menghampirinya. Ternyata anak itu mirip sekali
denganku. Namanya Alynda. “Hmmm… namanya hampir sama dengan namaku” pikirku.
Akhirnya kami bermain bersama. Pada siang hari, ibu memanggilku untuk makan siang. Aku
langsung menghampirinya.

“Siapa anak yang bermain bersamamu itu?”


“namanya Alynda, Bu. Memang kenapa?” aku bertanya.
“Tidak apa-apa” kata ibu khawatir sembari berjalan ke dapur.
“hmm, ibu kenapa ya?” batinku.

2 tahun kemudian. Tak terasa umurku sudah 14 tahun dan sudah duduk di kelas 9 SMP. Aku
tetap menjadi teman Alynda. Bahkan kami telah menjadi sahabat. Tapi, jika aku sedang bermain
bersama Alynda, ibu pasti terlihat khawatir. Seperti ada sesuatu yang disembunyikannya.

Suatu hari ibu bertanya kepadaku.


“El, kamu masih suka bermain bersama Alynda?” tanya ibu khawatir
“Masih, Bu. Sebenarnya mengapa, Bu? sepertinya ada yang ibu sembunyikan” aku ingin
mengungkap hal yang sebenarnya.
“hmm.. ada sesuatu yang mesti ibu ceritakan”
“apa, bu?”
“Sebenarnya saat kamu lahir, kamu mempunyai saudara kembar. Namun ia meninggal karena
kekurangan oksigen. Dan namanya…” ibu memotong perkataannya.
“Siapa bu namanya?” tanyaku dengan penuh semangat.
“Namanya…” belum ibu selesai melanjutkan perkataannya, tiba-tiba Alynda datang secara
mengejutkan. Ibu pun menghampirinya. “Nak, pergilah dengan tenang. Ibu yang akan menjaga
adik kembarmu, Elynda” aku pun terkejut apa yang telah ibu katakan. Ternyata Alynda adalah
kakak kembarku yang meninggal saat aku dan ia lahir.
“Ibu, jadi… jadi…” kataku sambil menahan tangisan.
“Iya, Nak. Alynda adalah kakak kembarmu. Ia lahir 5 menit sebelum kamu lahir” kata ibu. “Dulu
sebelum kalian lahir, ibu masih tinggal disini sampai kalian berdua lahir.” kata ibu.
Aku menghampiri Alynda yang berada di ambang pintu. “Kak, pergilah dengan tenang. Aku, ibu
dan ayah akan baik baik saja disini.”
“El, ibu. jagalah diri kalian baik baik” Alynda langsung menghilang dari hadapanku dan ibu.
Aku dan ibu menangis. “Maafkan ibu, Elynda. Ibu baru menceritakan ini semua” kata ibu.
“Tidak apa apa bu”
SATU HATI BEDA KEYAKINAN

Cinta itu bukan apa yang difikirkan oleh akal, tapi cinta adalah apa yang dirasakan oleh hati.
Tidak ada yang salah dengan cinta, tidak ada yang salah dengan takdir, yang salah adalah jika
kita terlalu memaksa kehendak kita untuk mempersatukan cinta yang tak mungkin bersatu.

Dengan mengenakan seragam putih abu-abu yang lengkap dengan atribut, aku dan teman-
temanku berjalan menyusuri koridor sekolah, kami bergegas menuju kantin karena sepertinya
cacing di perut kami sudah berontak. Saat kami berjalan melintasi lapangan sekolah, seseorang
memanggil temanku, “Dina!!”. Tak hanya Dina, kami pun menoleh ke arah orang itu, seorang
lelaki dengan rambut jikrak dan celana abu-abunya yang agak kuncup sedikit menarik
perhatianku. Dia tersenyum ke arahku, ia lalu bertanya pada sahabatku, Dina “Din, cewek yang
di sebelah kananmu nama siapa?”, “oh, namanya niknuk” jawab sahabatku, “iih, bukan niknuk
tau, namaku ayuni” aku menimpali pembicaraan mereka. Setelah itu aku menarik teman-
temanku untuk segara bergegas ke kantin.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku dan juna (cowok yang membuatku tersipu malu)
semakin akrab. Kami saling berbagi kisah, sewaktu-waktu sangat kami sedang duduk di lapang
sekolah, ia menyatakan cintanya padaku “kamu mau gak jadi pacarku?” aku sangat senang
mendengar pernyataannya itu. Tanpa fikir panjang, aku pun mengiyakannya.

Satu tahun berlalu kami jalani hubungan kami, hingga akhirnya kami menemukan titik terang
bahwa kami tidak akan mungkin bisa bersama. Bukan karena adanya orang ketiga atau selisih
paham di antara kami, tapi karena takdirlah yang memisahkan kami. Perbedaan agama
memisahkan kami, dua insan yang saling mencintai..

Aku dan dia kukuh pada agama yang kami anut, sangat tidak mungkin jika kami bersatu,
meskipun masih ada rasa cinta di dalam hati. Tidak mungkin mengorbankan agama karena
terlalu memaksa kehendak untuk bersama..

Bukan cinta yang salah, bukan takdir yang salah, dan bukan rasa yang salah. Karena pada
akhirnya semua akan menemui titik terang.
PERASAAN YANG SAMA

“vinaaa!!!” teriakku
“eh kakak nai, berisik tauuu masih pagi teriak teriak!, ada apa kak?” ucap anak yang masih
berusia 10 tahun itu, ya dia vina, dia bukan adikku tapi aku selalu dekat denganya bahkan lebih
dekat dari adik kandungku sendiri
“anterin kakak yuk ke dek faris pengen main” seruku
“ya udah ayo deh” jawab vina, kami pun pergi ke rumah faris yang tak jauh dari komplek
rumahku, lebih tepatnya belakang komplekku.

Saat sampai disana ternyata faris sedang bermain bersama lisma dan gibran kakaknya di rumah
rizky tentunya teman lisma dan gibran, “ekamum, lisma pagi pagi udah doyan aja main sama
gibra” ucapku sengaja menggoda lisma, dia memang suka dengan gibra
“apaan sih kak!” Marah lisma dengan malu malu
“ye ima malu malu kucing, hahaha” teriak vina, tanpa disuruh masuk aku langsung masuk ke
dalam rumah rizky
“siapa yang suruh masuk?” Tanya rizky dengan nada sinis
“oo gak boleh masuk okey deh” jawab ku hendak pergi
“eh, kak kan rizky cuma bercanda” jawab rizki, aku lalu duduk di samping lisma, tak lama lewat
2 laki laki menggunakan ninja berwarna merah memasuki rumah faris, rizki lalu berbicara
kepadaku “kak, liat tuh cowok itu” serunya
“kak bayu?” Tanyaku
“bukan! sebelahnya yang pake kacamata” ujarnya
“yups. terus?” Tanyaku
“ganteng ya?, kakak suka ya, udah ngaku aja nanti rizki salamin” jawab rizki
“iya ganteng kan dia cowok!, suka?, baru pertama liat masa langsung suka sih” jawabku simple.
“Eh dasar kakak, kan ceritanya rizky yang ganteng ini mau membantu kakak huh” ucap rizky ke
pedean, aku lalu menjulurkan lidahku ke arah risky “kepedean loe ky” jawabku, seketika aku
mendengar sebuah alunan musik gitar yang sangat indah didengar aku lalu melirik ke arah kiriku
tak jauh kulihat laki laki yang berkacamata itu bermain gitar dan entah mengapa hatiku jadi
berdebar saat mendengarkan ia bernyanyi

Sebulan kemudian aku tidak pernah melihatnya lagi, lalu aku memberanikan diriku bertanya
kepada kak bayu “kak, aku. Mau nanya namanya kakak yang pake kacamata itu siapa?” Tanyaku
gugup
“oh, namanya rian, kamu suka ya cie.. cie..” Jawab kak bayu
“ye cuma ngefans” jawabku sedikit membentak
“hahaha iya woles aja nai” jawab kak bayu
“kak, emang kak rian kelas berapa?” Tanyaku
“kelas 3 smp” jawab kak bayu
“hahhh!!! Kelas 3 smp? Gak salah tinggi gitu kayak tiang listrik masih kelas 3 smp? Pernah gak
naik kelas?, aku kira anak sma” ujarku penuh kebingungan
“kelas 3 smp, beda setahun kan kelasnya sama kamu, heh gak setinggi itu juga kali, iya bener dia
kelas 3 smp, enggak dia cuma kebanyakan tknya gak tau tuh berapa kali” jawab kak bayu
“oooo” aku hanya ber-o saja “makasih infonya” aku lalu pergi, dan segera membuka facebook,
dan sebuah ide terlintas begitu saja di kepalaku “wait, kalo kak bayu sodaraan sama kak rian
berarti berteman dong di fb” ujarku segera membuka fb kak bayu dan membuka teman dan ku
temukan fb kak rian, tanpa menunggu lama aku membuka fb itu dan melihat foto profilnya “hah,
gak salah ni, ini orangnya” langsung saja aku add dan tak lupa memngirim inbox “kak konfirm”

Keesokan harinya aku mendapat sms. Entah dari siapa yang berisikan “hy” aku hanya membalas
“maaf ini siapa” tak lama sebuah pesan singkat dari orang tersebut masuk dan ku baca “riasyah”
jawabnya “maaf aku gak kenal sama kamu” balasku, setelah mengirim pesan tersebut aku lalu
mengirim lagi sebuah pesan singkat “maaf tanya lagi dapet no aku dari mana?” Tanyaku, “ini
yang di fb” pesan singkat yang kubaca tadi membuatku terkejut “memang nama fb kamu apa?”
Tanyaku “riansyah ” jawabnya melalui sms “hah, kak. Rian!!” Jawabku dengan terkejut “iya”
jawabnya singkat, aku tak percaya orang yang aku cinta mengirim sebuah pesan singkat
kepadaku.

Dari situ aku selalu meng-sms dan menelphone ka rian sampai suatu saat kak rian bertanya
kepadaku “kamu kok telphone aku terus?” Tanyanya
“oh gak boleh ya udah deh aku tutup” ucapku dengan nada datar
“eh, jangan kan bercanda” jawabnya
“hemm” ucap ku
“emm, kamu suka ya sama aku?” Tanya kak rian
“cuma ngefans” jawabku dengan tenang namun hati ku berteriak “aku bukan ngefans dan
sekedar suka tapi aku cinta kak sama kakak”
“yah padahal kalo kamu punya rasa lebih sama aku, aku bakal ngedeketin kamu dan akhirnya
mentok deh” ucap kak rian
“hah maksud kakak?” Tanyaku
“jujur aja kamu suka gak sma aku?” Tanyanya
“iya aku jujur aku suka sama kakak” jawabku
“suka doang?”
“Huft, aku suka aku sayang aku cinta sama kakak” jawabku
“jujur ya sebenarnya aku suka sama kamu” ujarnya
“cuma suka?” Tanyaku
“emm, aku sayang sama kamu” kali ini kata kata itu membuat hatiku semakin bergetar
“terus?” Tanyaku
“kamu mau gak jadi pacar aku?” Ucap kak rian
“emm, iya kak aku mau” jawabku tanpa berpikir panjang lebar
“love you nai”
“love you too kak rian”
Dan akhirnya kami resmi berpacaran mulai saat ini.
MASUK SEKOLAH

Hari senin tanggal 13 january 2014 waktu menunjukan jam 07.00 matahari bersinar dengan
terangnya di ufuk timur. Kulangkahkan kakiku ke kampus ma taq, dengan wajah cemas, karena
aku sudah sekitar sepuluh hari tidak masuk sekolah karena sakit.

Aku khawatir dan takut berangkat sekolah, tapi aku paksakan berangkat sekolah karena aku
teringat kata guru ku dia berkata “jangan lari dari masalah karena masalah itu hanya akan
mampir sebentar di hidup kita tidak selamanya masalah itu ada”.

Aku berdiri sejenak di depan kelas aku pandangi kelasku yang aku rindukan sambil menunggu
teman-temanku datang, hati ku berdebar-debar rasanya susah sekali melangkahkan kakiku untuk
masuk kelas, setelah aku memasuki kelasku yang berdebu aku langsung menata meja dan kursi
yang berantakan, dan aku pun membersihkan mejaku dari debu dengan secarik kertas dengan
persaan cemas aku mulai membersihkannya.

Aku merasa cemas karena aku takut dimarahi guru-guruku karena tidak masuk pelajaran mereka,
tapi setelah aku bertemu teman-teman ku hatiku mulai tenang karena motivasi dari mereka dan
kami pun menunggu guru datang ke kelas. Jam pertama adalah kitab tauhid yang diampu oleh
pak fuad hem… Aku aku suka cara mengajarnya.

Setelah jam ke empat selesai kami pun istirahat dan aku memutuskan untuk membeli rujak di
warung, aku pun memesan rujak dengan cabai 6 tidak kusangka ternyata rasanya sangat pedas
dan aku pun banyaak mengeluarkan keringat gara-gara rujak yang pedas itu.

Waktu istirahat pun selesai aku pun segera menuju ke kelasku yang berada di lantai dua dengan
gembira aku pun memasuki ruang kelasku yang berdebu, aku duduk di bangku ku sambil menata
bajuku yang berantakan, kelas pun dimulai, tapi di tengah pelajaran aku mulai merasakan sakit
pada perutku, tapi aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit itu sampai pelajaran
berakhir sambil meletakan kepalaku di meja aku pun mulai merasakan perih pada perutku.

Saat istirahat ke dua aku pun menyempatkan diriku untuk pergi ke wc masjid, sudah beberapa
kali aku mondar mandir ke wc tapi rasa sakit itu masih belum hilang sehingga aku masih harus
menahan rasa sakit itu, saat adzan dikumandangkan aku pun memutuskan pergi ke kamar
pembina untuk mengambil obat, aku pun meminum obat tersebut dengan tergesa-gesa karena
rasa sakit yang aku rasakan.

Setelah adzan selesai aku pun ke kelas untuk menenangkan diri, istirahat kedua pun berakhir
teman-temanku pun bergegas ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Sepulang sekolah aku merasa bingung karena tak punya kegiatan lalu aku melihat pakaian kotor
yang berada di atas lemari ku aku pun mulai tersadar dan memutuskan untuk memanfaatkan
waktu luangku dengan mencuci pakaian ku yang kotor, sembari mencuci aku pun memikirkan
tugas biologi yang belum aku kerjakan sembari berkata dalam hati “bagaimana kalau aku tidak
dapat nilai pasti orangtuaku akan kecewa pada ku”.
Karena ke khawatiranku tidak mendapat nilai, selesai mencuci aku pergi ke warung untuk
bertanya tentang tugas itu aku pun bertanya kepada teman-temanku tentang tugas biologi dan
ternyata banyak dari teman-teman ku yang belum mengerjakanya aku pun menghirup nafas
dalam-dalam dan menghembuskannya sembari berkata dalam hati “al hamdulillah…”.

Waktu pun terus berjalan dan hari pun mulai gelap dan adzan maghrib pun di kumandangkan
dengan, indah matahari mulai menenggelam kan diri dan meredupkan sinarnya aku dan teman-
teman asramaku mulai ber bondong-bondong pergi ke masjid pasujudan untuk sholat berjamaah
dan kebetulan yang mengimami waktu itu adalah pak roby jadi setelah sholat berjamaah kakak-
kakak kelasku mulai menata diri untuk menyetorkan ngaji qur’annya.

Waktu terasa sangat cepat berlalu, setelah sholat isya aku merasa sangat lelah karena perjalanan
kemarin aku pun memutuskan untuk izin tidak mengikuti pengajian yang diajar oleh pak roby
setelah izin aku langsung menuju asrama untuk istirahat sambil menghafalkan sedikit nadhom
kitab alala dan perlahan aku pun mulai tertidur dengan lelapnya hem… Ini adalah hari yang
melelehkan bagiku
KEADAAN MEYAKINKANKU

Jingga mulai merekah, mentari mulai lelah dan kembali ke peraduannya seperti biasa. ‘Apakah
hidupku bisa kembali indah seperti langit sore yang selalu indah di mataku?’ Detikku dalam hati.
Langit sore ini menemani hatiku yang berwarna abu-abu. Ya, tidak jelas. Semuanya penuh tanda
tanya.
“Wahai sepi… Bantu aku, aku lelah dengannya” Tambahku dalam hati.

Kegelapan membuyarkan lamunanku. Aku segera berpaling menuju tempat tidurku yang kurasa
menjadi tempat ternyamanku untuk saat ini. Aku mengambil handphone-ku yang dengan sengaja
ku simpan di lemari. Dan tetap, tak ada sebuah berita pun tentangnya. Aku menghela nafas, dan
berusaha sabar menanggapi semua ini.

Di kesunyian ini aku butuh lentera. Ya, lentera yang dulu senantiasa menerangi malam dan
kesunyianku. Dan itu, dulu. Aku teringat akan ucapannya bahwa dalam hubungan berjarak ini,
dia akan mengabariku setiap hari, akan selalu menjadi awal di pagiku dan menjadi akhir di
malamku. Selalu ku baca kata cinta di akhir pesan singkat darinya. Namun, entah apa yang
membuatnya menjadi seperti ini. Seakan aku tak pernah ada dalam hatinya.

Seratus dua puluh hari sudah dia mengingkari perkataanya itu. Ya, perkataannya yang
mengatakan bahwa dia akan selalu mengabariku setiap hari. Nyatanya? Nol besar.
‘Apa yang harus aku lakukan? Melepaskannya? Begitu saja? Lalu, untuk apa usahaku
mempertahankannya jika akhirnya hanya melepaskannya begitu saja? Meski memang
menyakitkan, tapi aku mencintainya’, batinku sembari terus berfikir untuk meluruskan sejuta
kebingungan yang menyelinap dalam pikiranku ini.
‘Jika aku lepaskan perasaan ini, apa aku juga rela melepaskan dia, melepaskan segala kenangan
yang sudah terukir?’ tambahku.

Belakangan ini memang aku kurang fokus di sekolahku. Mungkin ini penyebabnya. Guruku juga
sering menegurku kala jam pelajaran berlangung, karena aku sering melamun. Semua itu, karena
aku tak pernah berbagi tentang apa yang ada di pikiran dan di hatiku kepada siapapun. Sulit
bagiku untuk mempercayai seseorang. Ibuku seorang wanita karir sedangkan Ayahku seorang
pengusaha, mereka tak pernah memiliki waktu senggang untuk sedikit saja memperhatikan anak
tunggalnya ini. Dan akhirnya aku lebih memilih memendam masalahku sendiri. “Aku lelah, Aku
merasa kesepian…” Peluhku.

Teringat beberapa waktu silam, dikala Ayah selalu menjadi supporter setiaku dan Ibu yang selalu
menjadi motivator terbaikku. Kehidupan memang begitu tajam dan keras bagiku, semuanya
dapat berbanding terbalik secara tiba-tiba. Sebisa mungkin aku harus bisa mengatur semuanya
sendiri. Dan Arya, yang notabene adalah kekasihku. ‘apa dia masih peduli denganku? Untuk kali
ini sepertinya tidak’ Keluhku dalam hati.

Ya, dan keputusanku sudah bulat. Aku bisa berdiri sendiri dengan berbagai permasalahan hidup
yang mengelilingiku. Aku bisa menjalani hari-hariku tanpa Ibu, Ayah dan Arya. Aku sudah
terbiasa tanpa mereka. “Tapi aku yakin dan akan berusaha, bahwa aku bisa sukses walaupun
hidupku tak sebahagia anak-anak di luaran sana yang bisa curhat, refreshing bersama serta
bercanda-tawa dengan Ibu dan Ayah mereka. Aku kuat, dan harus yakin…” Tekad-ku. Dan aku
pun tersadar bahwa setiap kenyataan hidup tidak harus selalu seperti apa yang kita harapkan.

Anda mungkin juga menyukai