Anda di halaman 1dari 11

I’m Yours

Entah tak tahu asalnya darimana seorang siswa kelas 2 SMA ini selalu bisa membuat orang
yang melihatnya terpesona. Namanya Kevin. Kevin Ardana Mahardika, itu nama panjangnya,
tapi teman temannya akrab memanggilnya dengan sebutan ‘Kevin’. Seperti namanya, ia
dianugerahi tampang yang tampan dan otak yang cerdas sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa
banyak wanita di sekolahnya yang ingin menjadi kekasihnya.Tetapi banyak juga dari mereka
yang takut padanya. Dia lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang bisa dibilang kaya. Dia
bersekolah di salah satu sekolah bergengsi di tempat tinggalnya.
“Kevinnn, ayo bangun!” teriak Mita, mama Tasya
Kevin terbangun kemudian ia langsung membelalakan matanya saat melihat jam sudah
menunjukkan pukul 6.35. Hari ini hari pertamanya masuk sekolah setelah libur panjang, tentunya
dia tidak ingin terlambat. Dia langsung loncat dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar
mandi. Untungnya dia bukan tipe anak yang lama dalam hal mandi, sekitar 15 menit kemudian ia
sudah terlihat menuruni tangga dan langsung berpamitan dengan kedua orang tuanya untuk
berangkat ke sekolah.
Padatnya jalan raya membuat Kevin harus terjebak macet diantara banyaknya kendaraan.
Sudah tiga kali ia melirik jam hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Ia semakin
gregetan dan tak sabaran. Berkali-kali ia menghela nafas berharap segera sampai ke sekolahnya.
Namun, posisinya saat ini dengan jarak ke sekolah lumayan jauh. Kevin sudah mulai keringatan,
rasanya ingin mengeluarkan emosinya yang mengendap di pikirannya.
Beberapa menit kemudian, dia tiba di sekolahnya bertepatan juga dengan pintu gerbang
akan ditutup. Tetapi, ia memencet klakson sebagai penanda agar Pak Atlas, satpam sekolahnya
berhenti menutup gerbang dan kembali membukanya. Pak Atlas terkejut, karena tidak biasanya
seorang Kevin terlambat tetapi dia kembali menormal dan membuka setengah pintu gerbang
untuk Kevin.
“Makasih, Pak” ucapnya yang dibalas anggukan oleh Pak Atlas
Deruman motor besar yang ia kendarai itu memecahkan keheningan di halaman sekolah.
Seluruh siswa yang sedang berbaris di lapangan itu lantas menoleh ke arah Kevin dengan tatapan
yang berbeda-beda. Beberapa siswi yang melihat Kevin langsung heboh sendiri. Rasa bosan
mereka akibat upacara kini tersingkirkan hanya dengan melihat wajah Kevin, si Casanova SMA
Dirgantara. Bukannya mendengarkan Kepala Sekolah menyampaikan amanatnya, mereka malah
asyik memandang Kevin sambil membicarakannya.
Banyak sekali celotehan yang terarah untuk Kevin. Ya, Kevin memang memiliki banyak
penggemar di SMA Dirgantara karena memiliki senyum yang manis, ditambah wajahnya yang
tampan, gayanya yang kece badai, sifat cueknya membuat gemas, dan yang membuat menambah
kesan sempurna ialah kemampuan otaknya yang membuatnya selalu menjadi juara kelas.
“Kevin Ardana Mahardika! Sini kamu!”
Guru Piket memanggil dan menyuruh Kevin berbaris di barisan khusus siswa-siswi yang
bermasalah, seperti terlambat, tidak memakai atribut lengkap, dan sebagainya. Hal ini hanya
akan membuatnya mendapat poin minus akibat telat ke sekolah. Padahal, Kevin termasuk siswa
yang rajin dan disiplin, tetapi ini pertama kalinya nama Kevin harus dikotori oleh hukuman
akibat datang terlambat.
“ Enak banget, ya, dateng jam segini ke sekolah. Emangya ini sekolah punya nenek
moyang kamu?! ” ucap Bu Lana, si guru piket
“ Jadi guru itu harus tau segalanya yang ada di dunia, Bu. Masa iya ibu tinggal di Jakarta
tapi nggak tahu keadaan Jakarta pagi ini macet banget, bahkan sampe sumpek liatnya,” celetuk
Kevin, ketus.
Mata Bu Lana membulat sempurna mendengar penuturan Kevin yang terdengar kurang
ajar baginya. Lantas, ia menjewer telinga kiri Kevin hingga cowok itu merintih kesakitan.
“ Kurang ajar ya kamu kalau ngomong! Nggak sopan! Abis upacara selesai dan semua
murid masuk ke kelas mereka, kamu bersihkan toilet di lantai dua sampai benar-benar bersih dan
wangi. Paham!”
“ Ya,” sahut Kevin
Satu jam telah berlalu.
Acara bersih-bersih Kevin telas selesai. Sebelumnya, ia sudah memastikan toilet kini
bersih dan wangi, tentunya hasil kerja dia sendiri. Setelah itu dia kembali ke kelasnya untuk
mengikuti pembelajaran
KRIINGGG.....KRINGGG....
Baru saja dia duduk sekitar 15 menit dan bel tanda istirahat pun berbunyi membuat guru
yang sedang mengajar di kelas pun mengakhiri pembelajaran dan mempersilahkan murid-murid
istirahat. Sedikit demi sedikit murid kelas 11 MIPA 2 terlihat berhamburan keluar untuk menuju
ke kantin, begitu juga dengan Kevin dan Keenan.
Kevin tidak memedulikan tatapan kagum dan pekikan perempuan yang lalu lalang di
sekitarnya, karena sejak lama ia sudah terbiasa dengan reaksi seperti itu. Agak risi memang,
tetapi tentu saja ia tidak bisa melarang setiap orang yang bertindak demikian.
Ia kini hanya duduk berdua dengan Keenan, teman dekatnya selama sekitar 11 tahun di
bangku kantin yang paling tengah letaknya. Tidak ada yang berani duduk di tempat itu tanpa
seizin Kevin. Membuat Kevin marah sama saja dengan mengundang bencana.
Kevin mengadahkan wajah tampannya. Ia merasa sedikit bosan. Ditelitinya siswa-siswi
yang berada di kantin sekolahnya. Meja pojok dekat lapangan voli terdapat sekumpulan siswa
yang terlihat mengerjakan LKS, atau ada juga kumpulan siswi yang tampak sibuk bergosip ria.
‘Dasar anak perempuan’ batinnya. Kevin merasa memperhatikkan orang lain seperti ini mulai
menyenangkan, meskipun ini diluar kebiasaannya. Karena biasanya ia cenderung ke kantin dan
makan seperlunya lalu kembali ke kelasnya. Dalam sekejap pandangannya seolah mengunci pada
salah satu siswi yang duduk di bangku dekat gerobak bakso. Kevin memicingkan matanya lalu
tersenyum tanpa sadar.
Siswa itu sedang membolak-balik sebuah buku dengan sampul mengkilap. Besar
kemungkinan kalau itu adalah sebuah majalah. Kemudian Kevin melihat tiga siswi lainevin
melihat tiga siswi lain menghampirinya dan membuat kegiatan perempuan itu terhenti. Sebuah
senyuman kemudian mengembang di wajahnya yang cantik. Kevin terbelalak. Baru kali ini ia
melihat senyuman sememesona itu. Ia merasa tertarik dan ingin mengetahui siapa perempuan
yang berhasil memikatnya hanya dengan satu senyuman saja
“ Woy, Kev! Lagi liatin apaan sih sampai senyum-senyum gitu?” ujar Keenan.
“ Yaelah, kalo ada orang ngomong didengerin kali, Kev.” ujar Keenan kesal karena
omongannya tidak digubris oleh Kevin.
“ Eh iya, Nan. Kenapa?” jawab Kevin santai.
“ Gatau udah telat.”
“ Eh Nan, lo tau nggak cewek yang duduk di sebelah sana?” Kevin menunjuk siswi yang
tadi diperhatikannya.
“ Yang mana? Natasha maksud lo?” tanya Keenan.
“ Bukan anjir kalo Natasha ma gue ngerti kalik.” jawab Kevin kesal.
“ HAHAHA bercanda doang elah. Maksud lo cewek yang duduk di deket gerobak bakso
itu kan? Namanya Tasya. Tasya Caroline. Ketua klub modern dance.” Jawab Keenan.
Kevin yang mendengar itupun mengangguk. Beberapa meja dari Kevin, Tasya menoleh. Ia
menyadari anak laki-laki yang duduk di bangku tengah terus menatapnya intens. Membuatnya
kikuk sekaligus takut.
Ekspresi kesal terlihat di wajahya. Ia tidak kenal anak laki-laki itu. Ia tidak tahu nama atau
kelasnya, tetapi Tasya merasa pernah melihatnya ketika menonton pertandingan basket antar
sekolah beberapa bulan yang lalu. Ia ingat wajahnya yang sombong ketika memasukkan bola.
Tasya membolak-balik halaman majalah dengan kesal. Ingin sekali ia menjitak satu per
satu kepala sahabatnya karena telah meninggalkannya sendirian dan tidak juga kembali. Kalau
ada mereka setidaknya ia bisa berpura-pura sibuk mengobrol. Kalau seperti ini ia merasa serba
salah.
Kevin yang melihat tingkah linglung Tasya pun hanya tersenyum. Lucu sekali. Rasanya
tidak sabar ia akan segera mengklaim Tasya sebagai miliknya. Ya, seorang anak laki-laki
bernama Kevin tertarik kepada ketua klub modern dance bernama Tasya Caroline.
Memang tidak masuk akal, tidak mungkin ia jatuh hati secepat itu. Apalagi Kevin yakin
itu pertama kalinya ia melihat Tasya. Lalu mengapa ia jatuh hati begitu cepat? Padahal
menurutnya kasih sayang itu tidak ada. Hanya sepotong kebohongan yang selalu orang ucapkan
ketika akan menyakiti seseorang pada akhirnya. Kata orang, cinta itu buta. Dan kini, Kevin
menganggap ungkapan itu benar adanya.
Saat pulang sekolah ia langsung pergi ke toko buku untuk membeli buku incarannya.Tasya
mendengus kesal karena buku incarannya sudah tidak ada. Buku yang dia cari sudah habis
terjual. Padahal ia sudah mempunyai uang cukup untuk membeli tiga buah buku sekaligus.
Tasya kemudian memutuskan untuk keluar dan membeli bubble tea di kios depan toko
buku. Ia memesan bubble tea rasa Taro, lalu diminumnya pelan sambil duduk di kursi kayu.
Diliriknya arloji putih yang menunjukkkan waktu pukul 16.30. Tapi bukan memperhatikkan
sekitar, Tasya malah memikirkan kejadian saat istirahat tadi. Memikirkan cowok yang
menatapnya terus-menerus sampe bel masuk kembali berbunyi.
Baru saja ia akan pulang ia akan pulang sebua mobil dengan tulisan nama toko buku yang
dikunjungi tadi masuk ke tempat parkir. Tasya terbelalak. Semoga harapan bahwa mobil itu
membawa stok buku fiksi terjemahan incarannya terkabul, agar usahanya jauh-jauh pergi ke sini
tidak sia-sia.
“ Mas, ada kiriman baru ya?” tanya Tasya kepada salah satu karyawan toko buku yang
baru saja menurunkan sekotak kardus.
“ Iya, mbak.”
“ Bakalan lama nggak, Mas? Siapa tahu ada buku yang saya cari.”
“ Emang mbak nyari buku apa?”
“ Fiksi terjemahan.”
Pegawai toko itu menganggukan kepalanya sekilas.
“ Kebetulan buku yang datang emang buku terjemahan, Mbak.”
Tidak sia-sia Tasya menunggu selama 30 menit. Kini buku incarannya berjajar rapi diatas
rak kayu. Dengan cepat, diambilnya tiga buah buku berjudul berbeda secepat kilat seakan stok
buku itu akan habis jika ia tidak membelinya saat itu juga.
Ditatapnya ketiga buku itu dengan senang. Ketiga buku yang sudah diincarnya jauh-jauh
hari. Lalu dipeluknya dengan senyuman mengembang. Tanpa ia sadari seorang anak laki-laki
memberikannya. Anak itu tersenyum kecil, tidak menyangka akan bertemu dengan Tasya di
tempat itu.
“ Suka baca novel terjemahan, ya?”
Suara itu sukses membuat ekspresi senang Tasya berubah menjadi ekspresi terkejut.
Keterkejutannya itu menjadi berkali-kali lipat ketika Tasya menoleh dan mendapati Kevin, anak
laki-laki yang waktu istirahat tadi memperhatikannya, sekarang berada di sampingnya. Tasya
meneguk ludahnya dengan susah payah
“ Eh, iya.” Tasya mengangguk kikuk.
“ Aku nggak nyangka bisa ketemu kamu disini.” Ucap Kevin sambil mencari buku di rak.
Kevin yang tidak mendengar respons dari Tasya pun mengulurkan tangannya. “ Namaku
Kevin.”
Tasya menyambut uluran tangan itu dengan ragu. “ Namaku Tasya.”
Lalisa lalu pamit hendak membayar buku-bukunya. Setelah membayar buku yang ia beli,
Tasya keluar dari toko buku dan terhenti. Ia menatap rintik hujan yang turun dengan manis.
Tasya bimbang. Terobos nggak, ya? Halte masih jauh.
“ Mau bareng nggak?” Tasya menoleh dan mendapati Kevin yang berdiri disampingnya.
“ Eh” jawab Tasya terkejut
“ Mau bareng, nggak? Hujan loh.”.
Tasya ragu. Jika ia ikut ia akan merasa sangat malu dan canggung. Tetapi jika ia memaksa
menerobos hujan resikonya lebih besar. Menunggu reda? Akan sangat lama pikirnya.
“ Udah nggak usah banyak mikir. Ayo ikut, nanti hujannya keburu tambah deras.” Kevin
menarik Tasya dengan tangan kirinya yang bebas dan menuntun Tasya menuju sebuah mobil
berwarna hitam, lalu meminta Tasya untuk masuk. Tasya menurut dan bingung. Kevin
memajukan mobilnya dan keluar dari daerah gedung toko buku.
“ Mau dianterin sampe rumah?” tanya Kevin
Mata Tasya terbelalak seketika.
“ Eh, enggak usah. Ke sekolah aja.” Jawab Tasya
“ Yaudah. By the way nggak usah gugup kaya gitu. Aku bukan pengawas ulangan.” Ucap
Kevin sambil tersenyum tipis.
Tasya lebih memilih untuk mengalihkan pandangannya ke luar. Selama perjalanan tidak
ada yang berbicara. Kevin sibuk menyetir dan Tasya sibuk dengan pikirannya sendiri.
Padangannya kemudaian beralih pada Kevin yang sedang fokus menyetir. Dilihat dari samping
anak ini memang ganteng. Apalagi hidungnya yang mancung membuat Tasya kagum.
Ketika mereka sampai di depan sekolah ternyata masih banyak orang-orang yang belum
pulang memperhatikkan mereka. Tasya yang sudah merasa menjadi pusat perhatian ingin sekali
membalikkan tubuhnya lalu pergi, tetapi Kevin malah mencengkeram tangannya.
“ Tunggu.” Panggil Kevin
“ Kamu mau ga jadi pacarku?”
Tasya terbelalak.
“ Hah?” Apa ia tidak salah dengar? Ucapan Kevin tadi rasanya tidak masuk akal. Mana
mungkin ia ditembak secepat ini? Padahal mereka baru bertemu hari itu juga.
“ Aku nggak menerima penolakan. Kamu jadi milikku sekarang.” Ucap Kevin dengan
penekanan di setiap katanya.
Keesokan harinya ia berangkat ke sekolah dengan diantar oleh sopirnya. Saat ia sedang
berjalan menuju kelasnya ia mendapat tatapan-tatapan aneh dari para siswi. Ketika ia hampir tiba
di kelasnya, seorang siswi mencekal tangannya.
“ Ikut kita. Kita mau ngomong sama kamu.”
Siswi yang menarik tangan Tasya yaitu Andin dan teman-temannya. Mereka adalah
pemuja setia Kevin Ardana.
Kamar mandi sekolah. Disinilah Tasya sekarang, ia berusaha menahan agar air matanya
tidak jatuh. Sudah sekuat tenaga ia melawan tetapi ia kalah jumlah. Ia sendirian tentu saja tidak
bisa melawan siswi yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang . Kini tubuhnya basah kuyup dan
lututnya lebam akibat didorong oleh salah satu siswi.
Siswi-siswi yang mengatasnamakan mereka sebagai fans Kevin pun merasa senang.
Mereka pergi meninggalkan Tasya sendirian di toilet. Tasya mencoba bangkit meskipun lututnya
terasa sakit dan tubuhnya lemah. Ia melangkah dengan hati-hati, berharap lantainya tidak licin
sehingga ia tidak kembali jatuh. Saat hendak sampai ke pintu toilet tersebut, seorang anak laki-
laki masuk dan membawanya ke UKS.
Kevin menatap Tasya yang sedang diobati oleh seorang anggota PMR di UKS. Tasya
kemudia disuruh berbaring dan beristirahat, anggota PMR pun pergi. Meninggalkan Kevin dan
Tasya yang hanya berdua di ruang UKS.
“ Makasih ya, Kev.”
Kevin tersenyum lembut, lalu tangannya membelai rambut Tasya pelan.
“ Tadi siapa aja yang gangguin kamu?” tanya Kevin
“ Udahlah. Lagian aku juga nggak kenal mereka.”
“ Aku nggak bakalan biarin orang lain nyentuh orang yang aku sayang. Kamu itu milik
aku, jadi aku pasti ngelindungin apa yang aku punya.”
Lalisa memalingkan wajahnya. Ternyata benar kata Rosa, sahabatnya kalau Kevin itu
posesif.
Semenjak kejadian itu, Kevin menjadi lebih dekat dan juga semakin posesif kepada Tasya.
Ia selalu mengikuti kemanapun Tasya pergi dan ia juga akan menuruti apapun yang Tasya minta.
Setiap akan berangkat sekolah ia akan menjemput Tasya dan setiap pulang sekolah ia akan
mengantarkan Tasya.
Sudah 3 hari berlalu sejak kejadian itu. Hari ini Tasya kembali masuk sekolah setelah
selama 3 hari izin. Saat ia hendak menuju ke kantin ia bertemu dengan Aksa, temannya.
“ Sya nanti pulang sekolah mau kemana?” tanya Aksa
“ Nggak kemana-mana kok, Sa. Gimana?”
“ Pulang sekolah nanti aku mau ngomong sama kamu. Tempatnya nanti aku chat.”
“ Oh, okey kak.” Balas Tasya ragu.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar 10 menit yang lalu dan Tasya masih berada di
kantin bersama Kevin. Ia ingin pergi menemui Aksa tetapi ia mengurungkan niatnya karena ada
Kevin disisi nya, mengingat Kevin adalah anak yang emosian.
Kevin menatap Tasya yang terus menerus mengecek ponselnya dengan heran.
“ Kenapa kamu daritadi liat HP kamu terus sih, Sya? Nunggu chat dari siapa?”
Tasya tersentak dan mendongak. Kevin sedang menatapnya tajam
“ Enggak, aku nggak nungguin chat dari siapa-siapa.”
Kevin mendelik, meminum es tehnya , lalu segera merebut HP Tasya.
“ Kev! Kok direbut si HP nya.”
Kevin hanya fokus membuka setiap aplikasi yang sekiranya ada pesan dari orang lain,
rahangnya seketika mengeras ketika membuka aplikasi LINE.
“ Ini apa?” Kevin menunjuk ponsek Tasya yang kini menampilkan riwayat chat dengan
Aksa.”
Tasya mengeluh dalam hati. Seharusnya tadi ia menghapusnya.
“ Itu bukan apa-apa, Kev. Aksa cuma ngajak ketemuan.”
“ Kamu pikir dia ngajak ketemuan buat apa? Dia itu suka sama kamu, Tasya!”
Tasya tak menemukan kata-kata yang pas untuk mendebat Kevin. Dilihatnya pacarnya itu
sedang mengetikkan sesuatu di ponselnya.
“ Eh, kamu ngapain?”
Tak lama ponsel Tasya berbunyi. Kevin melirik pop-up nontification yang muncul di layar.
“ Langsung dibalas. Liat, kan? Dia itu udah ngebet sama kamu.” Kevin memasukkan
ponsel Tasya ke sakunya.
“ Kok ponsel aku dibawa, Kev?”
“ Mending kamu pulang sekarang” Kevin menarik tangan Tasya keluar dari kantin.
Setelah mengantarkan Tasya ke gerbang sekolah ia kemudian pergi ke taman untuk
menemui Aksa. Disana ia melihat Aksa yang sedang duduk di kursi kayu panjang dan
dipangkuannya ada sekotak hadiah. Kemudian ia mendekati Aksa.
“ Berharap Tasya yang dateng?
Buk!!!
Aksa tersungkur di tanah akibat pukulan Kevin.
“ Mau nyari gara-gara? Ngapain ngajak Tasya ketemuan?” Kevin menarik kerah baju Aksa
hingga cowok itu tercekik.
Aksa hanya menahan perih di sudut bibirnya.
“ Jawab”
Satu pukulan kembali melayang dan membuat hidung Aksa berdarah. Semua emosi yang
ditahan Aksa kemudian keluar. Ia tersenyum miris.
“ Gue suka sama Tasya! Kenapa, hah?!”
Kevin menatap nyalang pada Aksa dan menendang tubuh Aksa sekali lagi dan berdecih.
“ Berani banget lo,ya. Jangan gangguin Tasya lagi.”
Kevin melayangkan pukulan terakhirnya dan tersenyum sinis. Aksa meringis dan
meludahkan darah. Kevin berbalik pergi, meninggalkan Aksa yang mengepalkan tangannya
marah.
“ Gue bakalan bales.” gumamnya yakin.
Tasya berlari di koridor untuk mencari keberadaan Kevin atau Aksa. Ia hanya takut Kevin
akan memukul Aksa lagi seperti dulu. Namun tiba-tiba tangannya ditarik oleh Kevin dan ia
membawanya ke kedai es krim. Namun saat di kedai es krim, mamanya menelepon dan
mengatakan kalau Aksa sedang menunggunya di rumah untuk mengembalikkan novel yang ia
pinjam.
“ Ngapain Aksa ke rumah kamu?” tanyanya dingin.
“ Mau ngembalikin buku katanya. Kamu harus minta maaf sama dia, Kev.”
“ Ih maless.”
“ Tapi kan kamu udah mukulin dia.”
“ Suruh siapa dia ngebet sama kamu.”
“ Udahlah aku mau pulang.” Tasya bangkit dan segera keluar dari kedai
Saat sudah di luar kedai tangannya ditarik oleh Kevin untuk diantarkan tetapi Tasya
menolak. Tampak jelas kekecewaan di mata Kevin. Cowok itu berjalan menerobos hujan menuju
mobilnya. Ketika Tasya mengira Kevin meninggalkannya, ia kembali.
Ternyata Kevin mengambil payung di mobilnya dan menyerahkan payung itu pada Tasya.
Lalu ia kembali menembus hujan deras tanpa berusaha menutupi kepalanya. Tasya menatapnya
sendu. Tangannya meremas pegangan payung yang diberikan Kevin tadi.
Kevin menyayangi dirinya. Hanya itulah alasannya mengapa cowok itu begitu keras
kepala, cemburuan, sering negative thinking. Hanya itu.
Sesal hinggap di hati Tasya. Cewek itu hendak mengejar Kevin tetapi mobilnya sudah
keluar dari area parikir kedai.
“ Maafin aku yang terlalu egois, Kev”
Setibanya di rumahnya ia langsung bertemu dengan Aksa. Seperti biasa Aksa selalu
tersenyum ceria jika melihatnya dan ia pun membalasnya. Aksa sebenarnya ingin berlama-lama
di sana, tetapi respons yang diterimanya tidak seperti yang ia harapkan. Tasya bahkan tidak
bertanya mengenai luka di sudut bibirnya. Sehingga ia memilih berpamitan dan membiarkan
Tasya menenangkan pikirannya.
Setelah Kevin meninggalkannya saat di kedai, Tasya menjadi merasa bersalah ia lalu
mengirim pesan kepada Kevin. Tetapi pesan itu tidak juga mendapat balasan sampai keesokan
paginya pun dia masih tidak memiliki jawaban. ‘Ah masi ketemu kok nanti disekolah’ pikirnya.
Saat jam istirahat ia langsung menuju kelas Kevin dan berniat untuk meminta maaf. Tetapi
ketika sampai disana ia tidak bisa menemukan Kevin. Teman-temannya pun mengatakan jika
Kevin tidak berangkat sekolah hari ini.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, Tasya meminta tolong ke teman-temannya untuk
mengantarkannya ke rumah Kevin. Setibanya di rumah Kevin ia langsung disambut baik oleh
pembantunya karena pembantunya mengetahui jika Tasya adalah pacar Kevin. Saat dia masuk
kedalam ia melihat Kevin sedang tidur perlahan membuka matanya.
“ Ngapain kamu kesini?” tanyanya dengan suara serak
“ Kamu sakit, Kev”
Kevin mendengus “ Ngapain kamu peduli sama aku? Kenapa nggak kamu urus aja Aksa
kamu itu.”
Setelah melalui perdebatan yang panjang Kevin pun mau menuruti Tasya untuk memium
obat dan beristirahat sehingga keesokan paginya Tasya sudah melihat Kevin berangkat sekolah.
Walaupun dengan badan yang lemas dan mukanya yang masi terlihat pucat tetepi dia tetep ingin
berangat ke sekolah.
Tidak jauh dari mereka, ada beberapa orang yang sedang mengamati mereka dan
tersenyum bahagia melihat Kevin sakit. Mereka adalah Aksa dan teman-temannya ia berencana
ingin membalas dendam pada Kevin, mengingat saat itu kondisinya tidak sedang baik-baik saja.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, saat Tasya hendak keluar kelas. Tangannya ditarik oleh
Aksa dan dia dibawa ke sebuah lorong yang sepi. Disitulah Aksa menyatakan jika ia menyukai
Tasya. Tasya sudah menolak dan hendak pergi tetapi ia mencegat supaya Tasya tidak keluar
karena teman-temannya sedang membalaskan dendamnya pada Kevin. Akhirnya setelah
perjuangannya, Tasya bisa keluar dan ia dihampiri oleh sahabtnya dan membawanya ke taman
sekolah. Disana dia melihat Kevin sedang dikeroyok. Dia hanya sendiri dan lawannya berjumlah
15 tentunya akan susah baginya untuk melawan.
Tidak lama pula, teman-teman Kevin datang dan beberapa melawan teman-teman Aksa
dan beberapa membawa Kevin ke rumah sakit. Di dalam perjalanan Tasya tidak bisa
menghentikan air matanya yang terus menerus mengalir. Ia menajamkan matanya lalu berdoa
dengan sungguh-sungguh. Ia berharap Kevin tidak apa-apa.
Sesampainya di rumah sakit dokter segera mengangani Kevin. Tasya masih setia
menunggu, menangis, dan berdoa berharap Kevin baik-baik saja. Teman-temannya pun sudah
berusaha menenangkannya dan membujuknya untuk pulang terlebih dahulu. Tetapi Tasya selalu
menolak dengan alasan ia ingin bisa di dekat Kevin. Setelah beberapa jam Kevin pun selesai
ditangani.
Tasya masuk ke ruangan Kevin. Duduk di kursi di samping tempat tidur Kevin. Matanya
kembali terasa panas. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Mengapa ia terus-menerus ingin
menangis? Padahal di sana tidak ada bawang merah yang membuat matanya perih. Inikah yang
dinamakan rasa sakit ketika orang yang kita sayangi mengalami hal menyakitkan?
“ Kevin, ayo bangun”
Tasya terus mengucapkan kalimat itu berulang-ulang. Ia berharap Kevin akan kesal dan
bangun.
Isak tangisnya semakin menjadi. Ia akan melakukan apapun untuk membuat Kevin bangun.
Bahkan jika harus membalas apa yang dilakukan oleh Aksa dan teman-temannya, akan ia
lakukan
Tasya terduduk di lantai dan menangis sekeras-kerasnya. Biarlah air matanya habis. Jika
itu bisa membangunkan Kevin, ia akan melakukannya.
Tasya kembali bangkit dan menatap Kevin dengan pandangan sayang.
“ Aku sayang kamu, Kev. Kmu nggak mau liat aku seduh, kan?”
“ Aku mohon bangun, Kev, bangun....” Tasya membungkuk dan mencium kening Kevin
sekilas. Ia kemudian kembali duduk, tetapi dengan wajah menunduk.
Mata anak laki-laki yang terbaring itu membuka perlahan, merasa perih sebentar karena
sorot cahaya yang langsung menyorot matanya. Ia mengerang tanpa suara. Ia menoleh walaupun
dengan susah payah. Mata tajamnya menangkap sosok anak perempuan yang duduk sambil
menangis.
“ Tasya, don’t cry.”
Saat itu Tasya mengangkat wajahnya untuk memastikan apa yang ia dengar. Ia kembali
meneteskan air mata dan berterima kasih kepada Tuhan telah membiarkan nya bangun.
Beberapa tahun kemudian, Kevin dan Tasya telah lulus SMA dan kevin akan melanjutkan
studynya di Amerika. Tetapi sebelum keberangkatannya ia memberi kejutan untuk Tasya yang
membuat Tasya meneteskan air mata kebahagiaan
“ I love you” ucap Tasya yakin.

Untuk Kevin Ardana Mahardika, si posesif yang kadar ketampanannya tidak terkira.
Jujur, dulu aku hanya mengetahui namamu dari ucapan sesumbar orang lain. Mereka
bilang kamu itu selalu berkelakuan buruk, seenaknya, tidak suka diganggu, dan terlalu dingin.
Apalagi kesan pertamaku tentangmu juga tidak berbeda jauh. Coba bayangkan bagaimana
terkejutnya kamu ketika seseorang mengklaimu sebagai miliknya?
Tapi setelah mengenalmu lebih jauh aku mengerti. Setiap sikapmu yang serba negatif itu
bukannya muncul tanpa sebab, tetapi lebih pada ungkapan kekecewaanmu terhadap kehidupan
yang kamu jalani.
Terkadang kamu itu menyebalkan dan tak terduga, tetapi itu semua terbayar dengan sikap
manis yang kamu tunjukkan.
Sikap posesifmu itu memang sangat menyulitkan, tetapi kini aku mengerti. Itu karena
perrasaanmu terlalu bergejolak dan sayangnya tidak bisa ditahan dengan mudah.
Jika kamu tanya tentang perasaanku, rasanya akan sama denganmu.
Rasa sayang itu muncul karena perasaan nyaman dan bawaan dari hati, bukan karena
paksaan apalagi iming-iming materi
Love, from your girl.

Anda mungkin juga menyukai