Anda di halaman 1dari 12

MISSION

BY.RISKI ANANDA
XII IPA 4
MISSION
“Kisah tentang aku dan misi yang tak terselesaikan”

BAB 1
“karena yang membencimu berada diantara mereka yang menyukaimu”
Sudah dua bulan semenjak Olivia Reynata menyamar menjadi Friska Adara.Tapi, sampai dengan hari ini
dia belum juga menemukan titik terang dari misinya saat ini.Seperti biasa dengan langkah yang sangat
santai Olivia terus berjalan melewati koridor sekolahnya. Nampaknya ia sama sekali tidak
memperdulikan tatapan aneh dari orang orang di sekitarnya. Bagaimana tidak, gadis yang selama ini
menjadi primadona SMA Semesta Jakarta itu, tiba tiba datang ke sekolah dengan penampilan yang
berubah 180 derajat dari penampilan biasanya. Oh tidak jangan fikir semua orang menatap aneh karena
alasan tadi, tapi justru mereka sama sekali tidak mengenali Olivia~~yang mereka ketahui sekarang Olivia
hanyalah seorang ‘NERD atau GADIS CUPU dengan kacamata tebalnya’ .

Langkah demi langkah Olivia terus memantapkan kakinya berjalan lurus dengan wajah yang super
datar tanpa eksperesi sama sekali. Saking datarnya suasana koridor yang sebelumnya ribut dengan para
penggosip langsung senyap seketika melihat betapa menakutkannya seorang NERD yang sama sekali
tidak diketahui siapa dia. Satu yang pasti menjadi fikiran orang orang tersebut, ‘untuk pertama kalinya’
mereka bertemu dan melihat langsung aura menyeramkan dari seorang NERD yang benar benar jauh
berbeda dengan penampilannya.

Setibanya di kelas, Olivia langung menarik bangku yang biasa digunakannya duduk saat di sekolah.Stevi
yang melihat kehadiran Olivia tersenyum sumringah kearahnya,dan berjalan menuju tempat duduk
Olivia.Dari banyaknya manusia di SMA Semesta hanya Stevi yang mengetahui alasan Olivia menyamar
saat ini.

“tumben lo datang cepat:>” sindir Stevi pada Friska as Olivia, karena biasanya gadis itu selalu datang
dimenit terakhir bel masuk. Friska yang mendengar sindiran itu hanya memutar bola matanya malas,
pasalnya kalau bukan karena Mamanya mungkin ia masih nongki di rumah.

“siapa lagi coba yang buat gue datang cepat…”balas Friska sambil mengeluarkan salah satu buku
favoritnya dari dalam tas. Ia pun mulai membaca, karena Stevi juga sudah pergi ke temat duduknya
semula.

Baru juga dua halaman buku yang dibaca Friska tiba tiba wali kelas ‘Ibu Susan’ masuk dengan diikuti
seseorang yang nampaknya adalah siswa baru.Stevi yang melihat siswa tersebut langsung menengok ke
belakang tepatnya memanggil Friska pelan dan berucap.

“fris, liat ke depan cepat!!”

Friska yang mendengar panggilan Stevi spontan mendongakkan kepalannya dan menatap ke depan kelas,
di sana ia melihat Ibu Susan wali kelasnya sekaligus guru mata pelajaran kimia yang sangat terkenal
dengan fashion dan kilernya setiap beliau mengajar. Tapi tentunya ia yakin bukan itu yang menjadi alasan
Stevi memanggilnya tadi, ia pun melirik ke arah samping Ibu Susan dan……….

Deg Friska diam terpaku menatap ke depan, ia sama sekali bengung harus bersikap bagaimana nantinya.
“selamat pagi!,seperti yang kalian lihat kita ada tambahan satu siswa baru. Kamu silahkan perkenalkan
dirimu!” ucap Ibu Susan menyapa penghuni kelas dan memerintahkan si siswa tersebut untuk
memperkenalkan dirinya.

“terima kasih Bu atas kesempatannya.” Balas si siswa dengan sopan. Ia pun mulai menatap seisi ruangan
yang dimana penguninya juga tengah menatap penasaran terhadapnya.------“baiklah, perkenalkan aku
Revan Denatrio atau kalian bisa panggil Revan. Aku pindahan dari Internasional School Berlin”
Sambung Revan memperkenalkan diri.

Setelah berkenalan selesai, Revan langsung berjalan menuju tempat duduknya usai dipersilahkan oleh Ibu
Susan.Karena dalam kelas terdapat 41 siswa yang duduk berpasangan, tentunya masih ada satu orang lagi
yang duduk sendiri.Tanpa pikir panjang Revan pun duduk di samping orang tersebut.

“Hai!!”Sapa Revan mencoba untuk akrab dengan teman sebangkunya. Tapi sayang, semua tidak berjalan
sesuai dengan apa yang terpikirkan olehnya. Bukannya mendapat balasan, Revan justru hanya
diabaikan.Tetapi hal itu justru membuat Revan semakin usil dan terus bertanya pada teman sebangkunya
itu.

“nama kamu siapa? Kata orang kalau ada yang sapa itu harus dijawab.” Tanya Revan dengan suara
yang sangat sangat lembut, dan terus memperhatikan gadis di sampingnya sambil tersenyum manis.

Sementara itu, Friska yang merupakan gadis yang tengah menjadi pusat perhatian Revan sama sekali
tidak memperdulikan semua ocehan yang dikatakan oleh Revan padanya. Ia hanya sibuk membantin
untuk menguatkan hati agar misinya tetap berjalan sampai ia menyelesaikannya.

Karena merasa bosan diabaikan terus Revan pun memilih untuk diam dan mulai memperhatikan
pelajaran kimia yang dibawakan oleh Ibu Susan. Terlihat jelas raut serius diwajah Revan yang terus
manggut manggut tanda paham dengan materi hidrolisis asam-basa. Sesekali Revan melirik Friska yang
sama sekali tidak memperhatian penjelasan Ibu Susan di depan dan hanya sibuk mencoret coret bagian
belakang buku tulisnya, mungkin karena gadis itu merasa bosan’pikir Revan’

“adayang bisa menjelaskan jenis jenis hidrolisis?” Tanya Ibu Susan menatap semua muridnya.

Friska langung mendongakkan kepalanya dan melirik teman teman sekelasnya, sama sekali tidak ada
yang berani menjawab pertanyaan Ibu Susan barusan. Entah itu karena tidak tau, atau karena mereka yang
takut menjawab.Tanpa pikir panjang Friska pun mengacungkan tangannya.-------“iya Friska silahkan”
perintah Ibu Susan mempersilahkan Friska untuk menjawab.

“Hidrolisis merupakan penguraian oleh air yang terbagi menjadi 4 jenis garam yaitu, pertama garam yang
berasal dari asam kuat dan basa kuat, kedua garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah, ketiga
garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat, dan terakhir garam yang berasal dari asam lemah dan
basa lemah.“ jawab Friska dengan lancar. Dan jawaban itu sukses membuat Revan melongo tak percaya,
bagaimana tidak sedari Ibu Susan menjelaskan Friska sama sekali tidak memperhatika pelajaran. Tapi
gadis itu menjawab dengan betul tanpa ada celah kesalahan sedikitpun.
Terdengar tepukan tangan memuji jawaban Friska yang sangat mudah dimengerti. Tapi, dipojok deretan
kursi paling belakang ada satu siswa menatap tak suka pada Friska.

“cihhh, ternyata bukan cuma Olivia rupanya si cupu juga gak ada bedanya sama sama suka pamer dan
mencari perhatian.” Sinis siswa tersebut.

BAB 2
“Berhenti untuk mengurusi hidup orang lain!!”

Selepas bel istrahat berbunyi, Friska hanya tinggal di kelas karena ia malas pergi ke kantin dan
hanya meminta Stevi untuk membelikannya minum. Saat ia sedang melanjutkan bacaan yang sempat
tertunda tadi pagi. Di tengah keseriusannya membaca, tiba tiba sebotol mineral dingin mendarat dipipi
kanannya.Dan hal itu sontak membuatnya melihat siapa pelaku dari kekonyolan yang didapatkannya
barusan.

“nih titipan kamu dari Stevi, dia gak bisa langsung ke kelas soalnya kebelet pipis katanya.” Ucap Revan
santai tanpa memperdulikan tatapan tajam Friska.-----“bilang makasih kek…..” sambungnya lagi.

“thanks” singkat tepat sasaran.

“ko mirip ya?” Tanya Revan pelan pada dirinya sendiri, tapi masih bisa didengar oleh Friska.

Uhhukk uhhukk

Pertanyaan Revan barusan sukses membuat Friska terbatuk saking kagetnya dan berusaha meyakinkan
dirinya kalau ia hanya salah dengar.

“minum itu biasa aja kali…” sindir Revan.

“lo bilang apa tadi?” Tanya Friska mencari bukti kalau tadi itu dia memang Cuma salah dengar.

“aku bilang kalau minum biasa aja” balas Revan seraya mengulangi ucapannya barusan. Friska yang
mendengar jawaban itu hanya mnhembuskan napas kasar dan berkata-----“ sebelum itu, lo bilang apa?

Terlihat jelas Revan berpikir sejenak dan teringat kalau ia tadi mengatakan bahwa Friska mirip seseorang.

“gak ngomong apa apa tuh..” bohongnya pada Friska.

“ohh..” balas Friska kesal karena tidak mendapat jawaban apa yang ingin didengar nya.

Diam, tak ada yang memulai pembicaraan diantara mereka usai percakapan absurd mereka tadi.Sampai
terdengar suara cempreng khas Stevi memecah keheningan dua makhluk tadi.

“HAAAI GUYSSSS… ”

“ya ampun Stevia Friskila biasa aja dong, kamu kok ga berubah yah masih aja cempreng sama kayak
Olivia.. hahaha” ucap Revan yang tak menyadari ketegangan Friska. Stevi yang paham situasi pun
mengalihkan topik pembicaraan, agar Revan tidak membahas Olivia karena jika tidak runtuh sudah
pertahanan Olivia untuk terus menyelesaikan misinya.

“ohh iya Van, lo kok pindah kesini lagi sih?” Tanya Stevi yang mulai antusias mendengar penjelasan
cowok blasteran Indonesia-Jerman yang ada di depannya itu. Pasalnya setahun yang laluatau lebih
tepatnya sepulang dari puncak Revan yang merupakan sahabatnya dan Olivia tiba tiba di pindahkan ke
luar negeri oleh pihak sekolah.

“lain kali aja yah ceritanya kalau Olivia ada…” terlihat raut sedih diwajah tampan Revan.

Sementara disisi lain, Friska hanya diam tapi telinganya terus menyimak pembicaraan kedua sahabat
kecilnya itu. Ia pun berdiri dan langsung keluar kelas menuju tempat favoritnya saat ia merasa terbebani
seperti ini.
Sesampainya ditempat tujuan ‘taman belakang sekolah’ ia duduk disalah satu kursi kosong yang sudah
tersedia disitu. Selain karena sepi, ada alasan tersendiri yang membuatnya merasa nyaman dan tak takut
sama sekali untuk mengeluarkan air mata sebanyak mungkin selama berada di tempat ini. Belum juga
hitungan menit, tetesan bening mengalir bak air hujan yang turun dengan derasnya di wajah cantik
Friska.Ia membuka kacamata nya dan memperlihatkan wajah seorang Olivia yang lemah dan lelah
dengan misi konyolnya sendiri. Ia terus mengusap air matanya yang terus berhasil lolos mengalir tanpa
izin.

“ARRRRGGHHH iya aku tau aku bodoh dengan terus menyamar menjadi orang lain hanya karena misi
yang sama sekali belum tentu bisa diselesaikan. Tapi, apa salahnya kalau aku mencoba? Hikss“ ujarnya
sesegukan.

“Oliv gak salah kok ….” --------Degg suara ini…….

Olivia membalikan badannya dan menatap terkejut cowok dibelakangnya yang tengah tersenyum
menenangkan ke arah Olivia.

“k ka kamu kenapa bisa disini?”

Cowok itu masih tersenyum, dan berjalan ke arah Olvia kemudian ia duduk disampingnya.

“aku senang kamu bicara seperti Olivia yang kutinggal setahun lalu,,,”

“jawab aku Van, kamu kenapa bisa disini?” paksa Olivia yang seakan tau kalau Revan berusaha
mengalihkan pembicaraan.

“fyuhhh,,, dasar tukang maksa” ucap Revan pelan---“aku ngikutin kamu tadi, please! Oliv gak usah ya
lanjutin misi itu.Aku gak mau kamu kenapa napa seperti Kak Oliver” sambungnya seraya memohon pada
Olivia.

Mendengar jawaban Revan, Olivia tersenyum sinis padanya. Pasalnya ia paling tidak suka jika ada yang
menyuruhnya untuk berhenti menyelesaikan misi yang sudah lama diselidikinya, jika itu bukan karena
kemauannya sendiri. Sekilas ia mendengar suara seseorang dari balik tembok pembatas antara taman
dengan jalur utama keluar dari tempat rahasianya. Dan ia pun langsung memakai kacamatanya lagi.---
kemudian mengkode Revan untuk menuruti apa yang dikatakannya nanti.

“udah mendingan lo pergi dari sini SEKARANG!!” dan berhenti untuk mengurusi hidup orang
lain!”ucapnya setengah berteriak setelah ia kembali menjadi Friska.

BAB 3
“Disaat semuanya terungkap, kenapa harus ada kejanggalan?”
Tanpa pikir panjang Revan pun menganggukan kepala dan segera meninggalkan Friska
seorang,dan ia keluar dari tempat tadi lewat jalur rahasia yang diberikan Friska sebelumnya.

Setelah kepergia Revan, Friska samar samar mendengar orang tadi menyebut namanya. Karena merasa
penasaran ia pun berjalan mendekati tembok pembatas tersebut. Mungkin ada tiga orang dibalik sana-
pikir Friska-.

“kita harus apakan dia?” Tanya seseorang yang sama sekali tak diketahui Friska siapa itu.

“haruskah kita menyingkirkannya seperti kakaknya dulu?” ucap yang satunya lagi, dan hal itu sukses
membuat Friska membekap mulutnya saking tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

“tahan dulu, anak itu harus kita kasih yang special:>” ------ tunggu sepertinya Friska kenal suara ini,
mungkinkah dia?

Baru juga Friska ingin keluar tembok pembatas, tanpa diduganya sebuah tangan membekap mulutnya dan
membawanya lari dari tempat tadi.

Di lorong rahasia, bekapan itu terlepas dan memperlihatkan Revan dan Stevi yang tersenyum memohon
maaf pada Friska karena menarik paksa dirinya tadi.

“apa apaan sih kalian, gara gara kalian gue gak tau kan siapa mereka.” Ucap Friska jengkel dengan dua
bocah di depannya itu.

“lo mau mati apa? Cukup kakak lo ya, gue gak mau lo ikut juga Cuma karena berusaha nuntasin misi ini.”
Heran Stevi pada Friska yang bukannya bilang makasih atau apa eeh dia malah marah padanya dan
Revan.

“udah ayo kita ke kelas, kalau kita terus terusan disini yang ada kita gak dikasih masuk oleh pak Anto.”
Lerai Revan terhadap dua sahabatnya. Pernyataan Revan barusan membuat Friska dan Stevi
membelalakkan matanya, pasalnya siapa coba yang tidak kenal Pak Anto guru matematika meskipun cool
dan selalu tersenyum tapi beliau tidak akan mengampuni siswa yang bolos pelajaran tanpa alasan yang
masuk akal. Bisa dibiang Pak Anto sepaket dengan Ibu Susan yang berasal dari pabrik yang sama
‘julukan para siswa yang biasa kena hukum oleh dua guru legendaris ini’.

Dan benar saja mereka sudah terlambat, ya apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur jadi tinggal dimakan
saja kan . Di dalam kelas Pak Anto sudah duduk manis dan tersenyum ke arah mereka berempat.
Berempat ?iya, berempat ditambah Dion yang terlambat entah karena alasan apa. Dengan percaya dirinya
Stevi berjalan dan membisikkan sesuatu kepada Pak Anto yang manggut manggut mendengar
penjelasannya.Kemudian Pak Anto berdiri lalu mempersilahkan tiga bocah tadi untuk masuk kecuali
Dion.

“Dion, sini kamu!!” panggilnya dengan suara menggelegar.Dion yang dipanggil pun maju mendekat, lalu
mengeryitkan keningnya.

“ada apa pak?”

“jelaskan alasanmu!” pintah Pak Anto tegas.


“kebelet boker pak.” Balas Dion seadanya.

Pak Anto menghela napas kasar, karena merasa bosan setiap jam mengajarnya di keas XII IPA 4 selalu
saja Dion masuk lambat.-----“selalu dan selalu Dion Febrian, kenapa alasannya selalu boker? Haruskah
kamu boker dijam pelajaran saya terus?” ucap Pak Anto frustasi.

Hahaha hahaha ---- mungkin jadwal bokernya udah diatur kali pak,,,---- ucap salah satu siswa dengan
tawa yang keras.

“sudah diam semua!---- untuk terakhir kali, kalau kamu masih buat kesalahan yang sama kamu tidak akan
dapat nilai matematika pelajaran saya.” Ancam pak Anto, dan Dion hanya menganggukkan kepala lalu
berjalan ke arah pojok deretan kursi paling belakang.

Friska terus memperhatikan Dion sejak Pak Anto memanggilnya, sampai ia duduk dikursinya semula.
Hanya satu yang dapat disimpulkan oleh Friska, ‘mungkinkah Dion ada hubungannya dengan semua misi
ini?’ batinnya.

Pelajaran selesai, saat ini kelas XII IPA 4 atau kelas Friska, Stevi dan Revan sedang jam kosong
karena guru seni budaya tidak bisa masuk dan juga tidak memberikan tugas. Masih ada 3 jam lagi
sebelum bel pulang, maka mereka bertiga memutuskan untuk kembali ke taman belakang sekolah atau
tempat rahasia yang hanya diketahui mereka bertiga.

Friska memilih duduk dikursi biasa tempat ia duduk, disebelahnya ada Stevi yang tengah bermain ayunan
dan terakhir Revan berbaring di atas lesehan karpet menyerupai rumput. Mereka sibuk dengan pikiran
masing masing, sampai Friska mulai bicara tentang apa yang sudah disimpulkannya.

“gue ingin bicara sesuatu sama kalian!” ucap Friska dengan sorot mata serius.

Stevi dan Revan hanya diam yang menandakan kalau mereka ingin Friska melanjutan bicaranya.Friska
yang paham keheningan itu menghembuskan napas sekali lalu mulai melanjutkan omongannya tadi.

“gue rasa, Dion ada hubungannya dengan misi ini.”

Terlihat jelas kekagetan diwajah Stevi dan juga Revan, mereka berdua seakan akan menetralisis kembali
kata kata Friska barusan. Kenapa bisa seorang Dion ada hubungannya dengan misi ini?Karena yang
mereka ketahui Dion bukanlah anak yang tega melakukannya.

“gue tau kalian pasti sangat kaget kan, iya sama gue juga kaget. Tapi gue gak akan menyimpulkan sesuatu
tanpa ada bukti.”Lanjut Friska kemudian menunjukkan sebuah plastik berisi peralatan memahat dan
semua alat tersebut bertuliskan Dion Fbrn atau Dion Febrian.

“ hah? Lo dapat itu dimana? Dan kenapa lo yakin kalau itu buktinya?” bingung Stevi yang hanya
diangguki kepala oleh Revan kalau ia juga setuju untuk menanyakan itu.

Lagi dan lagi Friska menghembuskan napas kasar.Ia heran dengan kedua sahabatnya yang sama sekali
tidak mengerti juga, padahal ia sudah memperlihatkan bungkusan tadi.
“kalian lupa atau gimana sih…” belum selesai ia bicara Revan sudah memotongnya terlebih dahulu.

“sssstttt, sepertinya orang yang tadi pagi datang lagi.”Ucapnya sambil memperhatikan kembali tembok
pembatas.

Friska dan Stevi yang mendengar suara orang tadi pun memilih diam dan mulai menajamkan
pendengaran mereka. Samar samar mereka mendengar orang tersebut menyebut nama Friska lagi, entah
karena apa Friska yang mendengar itu jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Stevi yang melihat
perubahan Frisska hanya bisa menenangkannya dan terus menyimak pembicaraan di seberang sana.

CUKUP!! Revan tak tahan dengan situasi seperti ini, tanpa pikir panjang ia mulai maju mendekati pintu
utama dan membukanya secara kasar. Entah sudah berapa kali mereka dibuat kaget hari ini tapi apa yang
ada di depan mereka justru menambah kekagetan mereka semua.

Ya mereka bertiga sangat kaget atau bisa disebut sangat tak masuk akal, bagaimana bisa orang yang
sangat mereka percayai diam diam mempunyai niat buruk.

Berbeda dengan mereka bertiga, justru orang yang ada didepannya hanya tersenyum meremehkan dan
orang tersebut yang tak lain adalah Dion, Kepala Sekolah dan……….

“Ibu kenapa tega melakukan ini semua?”Tanya Friska setengah menutup mulut tak percaya pada guru
kesayangannya Ibu Susan. Ia masih tidak percaya, ternyata benar suara yang didengarnya tadi pagi adalah
milik wali kelasnya itu.------“kenapa Bu? kenapa ibu tega ngelakuin ini semua?” Tanya Friska sesegukan.

“semua ini tidak akan pernah terjadi kalau bukan karena Orang tua kamu.” Jawab Kepala Sekolah, yang
sudah mengetahui kalau Friska adalah Olivia.

“maksud bapak apa?Ada apa dengan orang tua ku?”Tanya Friska heran karena merasa janggal kenapa
lagi dengan orang tuanya.

BAB 4
“karena sampai kapanpun aku memang tidak ditakdirkan untuk bisa menyelesaikan misi ini.”
“semua ini, salah orang tuamu Olivia! Kenapa mereka harus berhenti mendonasikan sekolah ini, dan
membuat kami para guru semakin kesulitan dengan peraturan yang dibuatnya UNTUK TIDAK
MEMUNGUT BIAYA PEMBANGUNAN” ucap Ibu Susan dengan menekankan kata kata terakhirnya.

Apa ??mungkinkan mereka tidak tau alasan Papa berhenti mendonasikan sekolah?---- batin Olivia.

“maaf sebelumnya, ibu dan bapak seharusnya tau kan alasan papa saya untuk berhenti. Lagi pula kalau
masalah tentang peraturan pembebasan biaya seharunya bapak selaku kepala sekolah bisa membuat
peraturan baru.”------ “dan lagi apa hubungan bapak, Ibu dan kamu Dion terhadap kakak saya Oliver?”
sambung Olivia dengan nafas memburu.

Kepala sekolah kaget dengan ucapan Olivia barusan, yang sakan menuduh mereka atas kematian Oiver.

“gue sama sekali gak tau soal kakak lo.” Jujur Dion seadanya.

“ lalu maksud kalian yang ingin menyingkirkanku seperti kakak ku kalau bukan ingin membunuhku terus
APA? ” Tanya Olivia mengingat pembicaraan mereka tadi pagi.------“Dan kamu Dion, kenapa kamu bisa
punya pahatan yang sama dengan Kak Oliver?”

“Oliv tenang, kita dengarkan dulu penjelasan mereka.Oke ?” ujar Stevi berusaha menenangkan Olivia.

Benar apa kata Stevi, Olivia saat ini terlalu emosi. Emosi karena bingung dengan orang yang ada di
depannya yang terus bertele tele.

Kepala Sekolah menatap Ibu Susan untuk memberikan penjelasan pada Olivia.

“baiklah, pertama kami tidak tau dengan penyebab kematian kakakmu, kedua Dion hanya membantu
kami untuk membuat kamu berada dalam masalah, ketiga kami hanya ingin balas dendam kepada papamu
dengan mengeluarkanmu dari sekolah ini sama seperti Oliver dulu yang dikeluarkan karena alasan
mencuri padahal bukan dia yang melakukannya. Karena dengan cara itulah, kami bisa melihat papa mu
drop.” Jelas Ibu Susan.

“dan untuk pahatan itu, sebenar nya juga bukan punya gue. Gue Cuma nemu waktu disuruh
membersihkan gudang dan karena gue suka sama modelnya makanya gue bawa pulang lalu
menambahkan namaku di samping pahatannya.”Ujar Dion menjelaskan kesalahpahaman Olivia
terhadapnya.

“terus jika bukan kalian, penyebab kematian Kak Oliver apa.” Ucap Revan yang semakin dibuat bingung
dengan misi ini.

Olivia terdiam, mendengar semua kejadian hari ini yang semakin membuatnya benar benar frustasi. Jika
sebelumnya ia pikir kalau misi ini sudah selesai ternyata ia salah, justru misi ini semakin sulit untuk
dipecahkan. Keinginannya semakin menggebu dengan misi ini karena tidak mungkin kakak yang selalu
menasehatinya tiba tiba dikabarkan meninggal dari ketinggian gedung 218 meter jika bukan karena ada
dorongan seseorang.Iapun hanya bisa pasrah dan meyakinkan dirinya bahwa suatu hari nanti ia pasti bisa
menyelesaikan misi ini. --------
*SELESAI*

Anda mungkin juga menyukai