Anda di halaman 1dari 3

ALJABAR JATUH CINTA

Aku terlahir dari keluarga yang mencintai rumus matematika. Mulai dari ayah, ibu
hingga kakak-kakakku. Semuanya cinta matematika. Saking cintanya, ibu memberiku nama
Aljabar. Di sekolah, aku sering diejek oleh teman-temanku. Mulai dari namaku lah, hingga
hobiku yang sering mengotak-atik rumus matematika menjadi bahan ejekan teman-temanku.
Aku tidak peduli, aku bisa hidup tanpa mereka. Setiap hari, hanya kesendirian yang
menemani. Aku tak mengapa.

Di sekolah, aku tidak memiliki teman. Mereka lebih memilih menjauh. Saat istirahat,
aku memilih pergi ke perpustakaan. Mencari buku matematika, menemukan rumus-rumus
baru. Itu adalah hal yang paling ku suka. Entahlah, entah sampai kapan aku akan terus
sendiri. Terkadang, sendiri itu sepi. Namun, aku lebih benci lagi sekolah dimusim panas
seperti sekarang.

Seharusnya, sekolah meliburkan siswanya ketika musim panas. Namun, itu hanya
buaian mimpi yang tak akan pernah tersampaikan. Pagi ini, aku pergi ke sekolah dengan
wajah lesu. Terbayang, raut wajah yang menjengkelkan dari teman-temanku. Aku ingin
pindah sekolah, akan tetapi ayah tidak setuju dengan permintaanku.

Pagi, Aljabar. Kacamatanya kok nggak dipakai? ejek salah seorang temanku.

Aku hanya diam, aku tidak mau melayaninya. Aku terus berjalan menuju kelas. Tak
peduli dengan ejekannya. Di kelas, lebih membosankan lagi. Aku hanya bertemankan buku
tebal. Tak ada yang mau mengajakku untuk sekedar mengobrol. Aku tenggelam dalam soal-
soal matematika.

Teng..... teng.... teng....

Semua siswa berhamburan masuk ke dalam kelas. Suara kicauan burung menghilang
dalam sekejap, mengudara. Aku masih sibuk mengerjakan soal-soal latihan, sembari
menunggu buk Vera, guru matematika kami. Beberapa teman, sibuk mengerjakan pekerjaan
rumah yang belum selesai. Peduli apa soal itu, toh mereka juga tidak peduli denganku.

***

Assalamualaikum, anak-anak, sapa buk Vera.

Waalaikumsallam buk, jawab siswa serempak.


Suasana kelas yang tadinya riuh dengan percakapan. Kini, tampak wajah-wajah
serius. Bagi mereka, pelajaran matematika adalah monster yang mengerikan.

Hari ini, kelas kita kedatangan tamu, ujar buk Vera sembari menuju daun pintu.

Viola, ayo masuk. Teman-teman barumu, ingin berkenalan, kata buk Vera kepada
seseorang.

Buk Vera kembali duduk di meja guru. Seorang perempuan masuk ke dalam kelas
kami. Semua mata siswa laki-laki terpana.

Cantik, kata yang begitu singkat mengandung sejuta makna.

Semua mata tertuju kepadanya, aku tidak bisa fokus dengan soal-soal matematika.
Pekerjaanku terhenti sejenak.

Pagi teman-teman. Namaku Viola Anastasya, Viola memperkenalkan diri.

Viola, batinku dalam hati.

Sepasang bola mata yang indah. Hampir saja aku terbuai karenanya. Setelah Viola
memperkenalkan dirinya. Buk Vera mempersilahkan Viola memilih tempat duduk. Beberapa
siswa laki-laki menyuruh teman sebangkunya pindah. Agar Viola duduk satu bangku dengan
mereka.

Namun, Viola terus berjalan menuju bangku bagian belakang. Viola duduk
disebelahku. Karena masih ada bangku yang kosong. Deg, jantungku seakan berhenti. Baru
kali ini, ada orang yang mau duduk di dekatku. Perempuan lagi, aku jadi salah tingkah.
Beruntung, Viola tidak memperhatikan perubahan tingkahku. Sejauh ini, aku masih aman.

Semenjak kedatangan Viola dunia ku terasa berbeda. Musim panas yang selama ini
aku benci menjadi salah satu hal yang ku senangi saat ini. Hangatnya musim panas seolah
menggambarkan betapa hangatnya hati ku setiap menatap wajahnya. Tanpa sadar aku
tersenyum dalam diam. Kebiasaan aneh yang akhir-akhir ini aku lakukan semenjak mengenal
Viola. Bahkan aku mengurangi waktu kencan ku bersama rumus matematika hanya karna
ingin menikmati khayalanku tentang sosok Viola.

Jatuh cinta pada pandangan pertama,bisakah ku sebut begitu.ucap ku dalam hati.


Aku terkekeh sendiri mengingat betapa jauhnya aku keluar dari lingkar dunia ku
sendiri. Sebenarnya hubungan ku dengan Viola tidak sedekat dalam imajinasi ku. Viola
adalah gadis yang cantik dan luar biasa menurut ku. Hanya saja ada sedikit masalah dengan
diriku tiap kali berdekatan dengannya. Lidahku terasa kelu setiap kali ingin membalas sapaan
manisnya. Hal ini lah yang membuat aku terlihat aneh setiap kali berbicara dengannya. Rasa
kagum ku bertambah besar setiap harinya tanpa bisa tersalurkan. Mengaguminya dalam diam
sepertinya langkah terbaik yang bisa ku lakukan.

Namun , ketenangan ku akhir-akhir ini terusik dengan kehadiran Boy. Pria tanpan dan
sedikit sombong. Dia merupakan siswa pindahan dari Ibu Kota. Aku bukan iri dengan
banyaknya kelebihan yang dimilikinya. Hanya saja aku tidak suka dengan sikapnya yang
terus mencoba mendekati gadis yang ku kagumi. Dia selalu saja datang tiap kali aku mencoba
berbicara lebih dekat dengan Viola. Bahkan dia selalu berusaha meninggalkan kesan bagus di
depan Viola. Hal ini tentu saja menambah besar peluang dia untuk mendapatkan hati Viola.
Aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk melakukan hal yang sama. Hal ini membuat ku
semakin minder untuk mengungkapkan perasaan ku pada Viola. Pria cupu seperti ku tidak
bisa dibandingkan dengan makhluk tampan itu.

Tentu saja Viola akan lebih memilih Boy dibanding diriku ucap ku dengan nada sedih.

Apa aku harus menyerah saja dengan perasaan ini lanjutku dengan menenggelamkan
wajah ku disebalik tas.

Lama aku berada pada posisi seperti itu. Hati ku membrontak menolak semua logika
ku . logika yang menyuruhku untuk berhenti saja memiliki perasaan pada Viola. Namun ,
sepertinya akan sulit menyingkronkan antara hati dan logika ini. Mereka sama sama
memiliki porsi besar dalam mengatur keputusan ku. Aku termenung kembali. Melupakan
perasaan ini sama saja menyuruh ku melupakan bagaimana cara bernapas. Gejolak logika dan
perasaan terus saja membingungkan ku. Sampai panggilan seseorang membuyarkan lamunan
ku.

Al.panggil seseorang yang kini duduk di sebelah ku.

Aku tidak menyahut panggilannya. Bahkan menoleh padanya pun tidak. Namun ,
anehnya aku bisa merasakan dia sedang tersenyum manis pada ku. Saat ku coba menoleh
padanya ,tanpa sengaja mata kami saling bertemu. Kedua bola mata indah itu seakan
mengunci pandangan ku.

Anda mungkin juga menyukai