Anda di halaman 1dari 10

TEMAN PERTAMA DI HIDUPKU

Karya Sri Ayu

Aku hanya tertududuk terdiam menundukan kepalaku, ya... seperti ini lah kehidupanku
disekolah yang menurutku sangat kejam ini. Bagaimana tidak ? semua anak membenciku
karna aku seorang putri yang profesi orang tuaku adalah seorang penjual susu kaleng keliling
yang memaksakan diri bersekolah disekolahan elit seperti ini, jika tidak karena beasiswa
yang kudapat mungkin aku sudah melawan perbuatan mereka yang menurutku sudah di luar
batas peri kemanusiaan.
***

Bel istirahat berbunyi semua anak berhamburan keluar terkecuali hanya aku yang tersisa
diruangan yang bagaikan neraka ini, aku terduduk menunduk seluruh wajahku tertutup oleh
rambut hitam panjangku. Cukup lama aku terdiam disini hingga pada saatnya aku merasa
bosan, akhirnya aku putuskan untuk melangkah pergi keluar kelas.

Teman Pertama Di Hidupku


Dengan berjalan menunduk menyusuri trotoar kelas dan bertemu dengan para mulut kejam
yang tak salah lagi sedang membicarakanku, aku tidak peduli aku tetap melanjutkan
langkahku. Sampai suatu saat sesuatu mengenai kepalaku, benda itu terjatuh di bawah
tepatnya dihadapan kakiku, ternyata itu hanya botol air mineral yang tak berisi, aku
memungut botol itu dan memasukannya kedalam ember sampah yang berada disampingku.
Saat hendak memasukkan botol itu semua anak melempariku dengan tepung dan juga telur
aku hanya terdiam menunduk pasrah menerima perlakuan mereka.
Semua anak menghampiriku, salah satu dari mereka mendorong tubuhku hingga aku terjatuh
ke lantai.
"bangunlah.... ayo bangun anak miskin!" ucap seorang murid pria yang mendorongku tadi

Aku hanya bisa menangis menunduk, semua anak memukuliku hingga seluruh wajahku
memar.

Tak berseling lama tiba-tiba seseorang datang yang tak lain itu adalah ibu kim, guru wali
kelasku.
"Hentikan semuanya!!!" teriak ibu Kim,
Sesaat semua murid yang mengelilingiku terkejut dan spontan berlari berhamburan memasuki
ruangan kelasnya masing-masing.

Ibu Kim secepat mungkin mendekatiku dan membantuku berdiri, "Kau tak apa Melati ?"
tanya ibu Kim lembut
"Tidak bu, aku baik-baik saja" jawabku menunduk
"Lebih baik kau obati dulu lukamu, dan ibu akan meminta seragam baru untukmu" tutur ibu
Kim
"Tidak bu tidak usah, aku baik-baik saja, terima kasih" kataku
"Baiklah, kau akan diijinkan pulang sekarang, ibu yang akan bertanggung jawab"

Oh sungguh ini tak begitu buruk untukku, akhirnya aku bisa pulang lebih cepat juga mimpi
aapa aku semalam sampai bisa beruntung seperti ini.

Aku mengangkat wajahku kulihat disebelah ibu Kim berdiri seorang anak pria berpakaian
seragam dan tersenyum padaku, jelas saja dia bukan siswa sekolah ini aku pun baru
melihatnya.
Ibu Kim berkata jika ia pun akan memasuki ruangan kelasku untuk mengenalkan murid baru,
aku berjalan mengikuti ibu Kim tepatnya dibelakang murid pria baru itu

Sesampainya diruang kelas aku segera menuju tempat dudukku dan mengambil tas milikku,
semua anak memandangku sinis meski aku tidak melihatnya langsung karna aku
menundukan kepalaku ketika berjalan tapi aku bisa merasakannya.
***

Pagi yang begitu cerah, membuat bahagia siapapun orangnya yang melihat keindahannya,
angin pagi berhembus kencang menerpa tubuhku. Langkah demi langkah aku tapaki hingga
sampailah kedepan gerbang sekolahku.

Aku memasuki ruang kelasku, terlihat disana beberapa orang anak memandangku dengan
sinis bahkan ketika aku melewati mereka, mereka menghalang jalanku dan mendorong
tubuhku hingga terjatuh. hanya tawa kesenangan yang mereka dapatkan.
Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya padaku, aku secepat mungkin memastikan orang
itu, ternyata itu adalah murid baru yang kemarin aku bertemu dengannya.
"ayolah... bangun.." ucap pria itu yang akupun tak mengenalnya

Sontak semua anak merasa heran dan bingung,


"Fandy! apa yang sedang kau lakukan?" tanya seorang murid laki-laki padanya
tapi dia tak menghiraukannya

Aku tak menerima uluran tangan miliknya, aku berfikir dia pun pasti sama seperti anak-anak
lain, akhirnya aku pergi berlari keluar kelas.

Aku menangis dibawah pohon ditaman, aku tak peduli bel pelajaran sekolah dimulai. Hatiku
hancur kenapa juga aku harus dilahirkan oleh sepasang keluarga penjual susu kaleng keliling?
kenapa aku tidak seperti mereka? tuhan tak adil!.

Sampai sekolah sepi ditinggalkan oleh penghuninya, aku masih tetap berada dibawah pohon
itu terduduk dengan kaki menegak menompang tangan dan daguku pandanganku sayu
kedepan.
Tiba-tiba seseorang memegang pundakku, aku menoleh
"kau..." ucapku
"yah ini aku, apa aku boleh duduk disampingmu ?" tanya pria itu
"Untuk apa kau kemari ? apa kau pun ingin melihat seberapa menyedihkannya aku ?"
Tanyaku dingin
"Tidak! aku kemari ingin berkenalan denganmu...." jawab pria itu
"Lebih baik kau pergi saja, bukankah teman-teman kayamu juga sudah pergi meninggalkan
sekolah ini?" tanyaku lagi kecut
"Biarlah, tapi aku ingin bersamamu...." jawab nya

aku memandangnya muak secepat mungkin aku pergi meninggalkannya tapi ia mengejarku.
"Aku ingin menjadi temanmu, tak bisa kah kau terima aku menjadi temanmu?" tanya pria itu
mengikuti dibelakangku
aku tak memperdulikannya, aku berlari berusaha menghindar darinya tapi ia tetap
mengejarku.

Keesokan harinya anak pria murid baru itu tetap mengikutiku kemanapun aku pergi, dan
anehnya pagi itu tak ada ejekan yang terlontar dari mulut semua murid disini tidak seperti
biasanya, "Aku yang mengencam mereka untuk tidak memperlakukanmu dengan buruk!"
tuturnya padaku ketika aku sedangterduduk sendiri dibangku ruang kelas "Apa maksudmu?"
tanyaku tak mengerti dengan perkataanya
"Aku ingin menjadi temanmu... apa kau benar-benar membenciku ? aku hanya ingin menjadi
temanmu tak lebih!"
"kenapa harus aku?" tanyaku "Dan asal kau tau aku tidak butuh siapapun disekolah ini
termasuk seorang teman!" lanjutku tegas
"Tapi kenapa?" tanyanya
"Apa kau tak mengerti atau memang pura-pura tidak mengerti?" semua orang orang disini tak
ada yang baik satu pun! apa itu yang selalu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang
miskin sepertiku?" tanyaku dengan kedua bolamataku menatapnya
"Tidak semua orang seperti itu...." jawabnya
"Tidak?" tanyaku " Apa ada didunia ini orang yang memihak kepada orang miskin sepertiku
?"lanjutku menangis
"Ada!" jawabnya "Akulah orangnya, aku berada dipihakmu. Tak peduli siapa kamu dan siapa
aku ... Yang jelas aku ingin berteman denganmu" Lanjutnya

Aku sejenak terdiam memandang matanya dalam.


"apa kau tidak malu jika berteman denganku?" Tanyaku masih memandang matanya
"Malu? apa maksudmu?" tak peduli siapa kamu dan siapa aku bagiku itu tak penting
bukankah berteman dengan siapapun bisa tanpa harus memandang derajat orang tersebut?"
jelasnya

Aku tersenyu padanya, ia pun membalas senyumanku dengan manis.


BIBIR SENJA
Karya Sulkhan Khoiri

Aku rindu pada bibir senja, adakah ia kan hadir kembali setelah sekian hari ia tak pernah aku
jumpai. widia dialah sahabatku yang biasa ku tulis dalam diariku bibir senja. semenjak
kematian ayahnya gadis imut berambut ikal mayang ini tak jarang membungkam diri, dia
lebih banyak memilih untuk diam dari pada tersenyum.

Sebulan sebelum kematian pak nufus ayah widia seperti biasa di saat waktu senja yang
tertuang adalah sajian senyum canda dan tawa segenap sahabat, semua lebih suka widia yang
banyak tersenyum. Tapi kini bibir senja sudahlah tiada lagi. kini widia bukan widia yang
dulu, yang tarian bibirnya mampu menjelmakan suasana terasa seperti di sudut nirwana.

Bibir Senja
Widia adalah sosok gadis yang berbakti pada orang tua, terpancar aura kepolosan dari
tubuhnya mampu memberi kebeningan pada senja dari bening kedua matanya. Aku tahu apa
yang dirasakan widia, anak semata wayang bu ratni ini masih sedih merasa kehilangan
seorang ayah. Di sinilah aku mulai membuka memori yang dulu. ku pasang pandang kedua
mataku pada perbatasan senja dan malam. dengan perlahan sisa semburan sinar matahari
mulai sirna, angin yang berhembuspun mulai menebar aroma wangi sang malam.

Seiring terbukanya pintu malam terbukalah pintu masa laluluku. dulu aku juga pernah
kehilangan seorang ayah, ketika aku berusia enam tahun, tapi aku tidak seperti widia yang
setiap saat mengisi waktunya hanya dengan melamun. Saat itu rasa kabung melingkar
dijiwaku, dan itu adalah sebuah kesedihan yang ngilu terasa dalam jiwa. Namun semua itu
tak lama mengeram dibenakku, cukup seminggu aku merasa duka semua ku anggap angin
lalu. atau mungkin karena saat itu aku baru berusia tunas hingga semudah itu aku bisa
melupakan duka saat itu. sedangkan widia sekarang beranjak tiga belas tahun, mungkin ia
sudah mengerti sungguh betapa berartinya kehadiran seorang ayah dalam hidupnya.

Tak terasa pandang yang ku pasang sudah di tepian malam. sungguh betapa aku terkejut,
ketika aku baru sadar dari lamunanku ternyata widia ada disampingku.
melamun yah widia menegurku, suaranya lirih tatapannya lurus tak berliuk.
tumben kamu keluar rumah wid senja sudahlah beranjak pergi dan kini datang malam
sepertinya ada yang ingin kau kabarkan padaku aku mencoba menebak maksud
kedatangan widia.
mungkin hari ini adalah terakhir aku bertatap denganmu widia berucap, wajahnya
berlahan mulai memerah.
emang kamu mau kemana? tanyaku penasaran.
tak sengaja tadi siang aku mendengar obrolan bu rina dan bu epi, bahwa burina sedang
mencari anak perempuan untuk bekerja di rumah makan majikannya. disitulah kemudian aku
berpikir panjang, dan akhirnya kebulatan hatiku memutuskan aku saja yang ikut bu rina. lalu
aku datangi burina dan meminta diri ikut bersamanya, burina tanpa berpikir panjang
menyetujui permintaanku. widia menjelaskan maksudnya. kedua matanya separuh keduh,
sepertinya akan membuncah hujan dari sudut kedua matanya.
oh di rumah makan burina yang di jakarta? lagi lagi aku mencoba menebak.
iyah benar widia berujar, dengan mata yang berkaca-kaca.
aku jadi ikut terharu melihat yang sebentar lagi akan mengosongkan diri dari ruang cahaya
persahabatan.
terus bagaimana dengan sekolahmu wid? tanyaku
ya terpaksa aku berhenti. ayahku sudah tiada, ibu sudah tak ada yang membantu cari nafkah
lagi. lagian ibu takan sanggup membiyayaiku sekolah yang masih lama, dua setengah tahun
lagi kan widia menjelaskan.

Widia memang anak yang berbakti pada orang tua. dari matanya berlahan meneteskan air
mata ketika ia bercerita tentang ibunya yang malang, bicaranyapun tak jelas karena menahan
tangis, hidungnya yang mungil berujung merah mega. Yang dulu bibir widia adalah tarian
senja, kini berubah menjadi bibir tangisan malam, karena basah oleh air mata malam itu
ya sudah gak usah bersedih aku sedikit menghibur widia.
aku percaya padamu wid kau adalah gadis yang berpendirian teguh. semoga kau dapatkan
apa yang kau harapkan, dan mungkin hanya ini yang bisa ku bekali untukmu sebagai sahabat
sedari kecil hingga sekarang dan mungkin hari inilah persahabatan kita terputus entah
berapa lama akan terputus aku menyambung pembicaraan, terus menghibur widia.

Hitam malam semakin pekat merata ke segala angkasa, hanya ada bening di sisi rembulan
dan bintang, udara yang berhembuspun terasa dingin menjilat kulitku.
waktu terus berjalan, hanya tinggal menanti pagi dan widia harus pergi. Selamat
menyongsong hidup yang kau harapkan wid semoga tuhan memberi terang pada jalan
hidupmu
Sahabat Tak Sebanding Dengan Pacar

contoh cerpen persahabatan

Oleh Phy

Mata ini tak mampu memandang kebenaran yang Haq, hanya hati yang sanggup merasakan
manakah yang benar dan mana yang salah. Kebenaran yang dilihat oleh mata kadang tak
sama dengan apa yang dirasakan oleh hati. Mata mampu mengelabui setiap kejadian
didepannya tapi tak ada satupun yang mampu mengelebui mata hati kita.

Dan itu lah yang terjadi pada dua kawan yang menjadi lawan. Reika gadis biasa dari keluarga
sederhana ia memiliki sikap toleran kepada sesama, rendah hati dan ramah. Ia memiliki
seorang sahabat yang sangat ia sayangi namanya Aulia, ia anak orang kaya keluarganya
begitu memanjakan Aulia. Namun, ia tak bangga atas kekayaan yang dimiliki orang tuanya,
baginya kasih sayang lah yang sangat berharga.

Mereka bersahabat sejak SMP, dan sekarang mereka juga satu sekolah di SMA favorit di
salah satu kota Bandung, Reika mendapat beasiswa disekolah tersebut sedangkan Aulia
adalah anak pemilik dari Yayasan sekolah tersebut. Mereka seperti kakak adik kemana-mana
selalu bareng, prestasi mereka juga selalu bersaing. Namun, keduanya sangat sportif dan tak
mempermasalahkannya. Kebersamaan mereka sampai membuat orang-orang yang
melihatnya iri, tak terkecuali Rinda anak kepala sekolah yang sangat manja, apapun
kehendaknya harus selalu dituruti.

Hingga suatu hari ia mempunyai rencana untuk memisahkan dua sahabat ini. Ia meminta
bantuan kepada Randa saudara kembarnya untuk mendekati mereka berdua yaitu Aulia dan
Reika agar mereka mengira bahwa Randa menyukai mereka. Akhirnya Randa pun
menjalankan rencana mereka itu. Randa mendekati satu persatu baik Aulia maupun Reika.
Ternyata baik Aulia maupun Reika juga suka kepada Randa. Akhirnya Reika yang mengalah
biarlah Randa dengan Aulia toh mereka juga cocok.

Akhir-akhir ini, Aulia jarang banget bareng sama Reika. Karena ia lebih sering diajak jalan
bareng sama Randa. Dan itu kesempatan buat Rinda untuk mengahasut keduanya (Reika &
Aulia). Hingga akhirnya Aulia sangat membenci Reika, ia beranggapan bahwa Reika adalah
sahabat yang hanya memanfaatkan kekayaannya saja. Ia juga menuduh Reika bahwa dirinya
tidak suka melihat Aulia dan Randa pacaran. Karena sebenarnya ia juga dengan Randa.
Tuduhan demi tuduhan dihantamkan Aulia kepada Reika. Reika yang memang tidak seperti
itu adanya mencoba membela diri dan menjelaskan apa adanya kepada Aulia. Namun, Aulia
sudah buta oleh hasutan Rinda dan Randa.

Reika menyesalkan sikap Aulia yang seperti itu, ia sangat menyayangkan perubahan yang
terjadi pada Aulia. Kenapa, ada apa dengan mu Aulia? bisik Reika ditengah hujan yang
sedang menemani langkah pulang sekolahnya. Beruntung hujan turun saat itu sehingga tak
banyak yang tahu bahwa sebenarnya ia sedang menangis, terluka hatinya oleh pisau yang
ditancapkan oleh sahabatnya sendiri. Aulia tak lagi memandangnya sebagai sahabat. Ya
Tuhan inikah seorang kawan yang berubah menjadi lawan? bisiknya lagi sambil menangis.

Mana Reika dan Aulia yang dulu, yang selalu bersama kemana-mana. Yang selalu kompak
dalam segala hal. Mulai hari itu suasana sekolah tak dihiasi oleh tawa mereka. Semua seisi
sekolah merindukan akan tawa mereka. Hanya Rinda yang merasa bahagia akan hancurnya
persahabatan Reika dan Aulia. Reika sangat bersedih akan kejadian ini.

Hingga suatu hari, Aulia yang berniat akan menemui Randa dikelasnya tidak sengaja
mendengar percakapan Randa dan Rinda mengenai dirinya dan Reika. Sontak itu
membuatnya kaget, tak disangka ternyata mereka tega melakukan itu kepadanya. Tanpa pikir
panjang Aulia langsung memutuskan Randa dan menampar mereka berdua yang dengan
sengaja merencanakan semua itu.

Aulia berlari sambil menangis menuju kelas Reika, sambil menyesali sikapnya yang telah
mengorbankan persahabatannya demi laki-laki yang hanya mempermainkan dirinya untuk
memisahkannya denagn Reika. Namun, sesampainya dikelas ia tidak mendapati Reika
dibangkunya. Ia menanyakan kepada teman sekelasnya, dan ternyata sudah 3 hari ini Reika
tidak masuk sekolah, kabar terakhir katanya ia masuk rumah sakit.
Serasa disambar petir disiang bolong, hatinya menangis kenapa ia sampai tidak tahu kalau
Reika masuk rumah sakit. Sakit parahkah ia hingga harus dirawat di rumah sakit. Setahu ia,
Reika tidak punya penyakit apa-apa. Setelah sampainya dirumah sakit ia bertemu dengan
ibunya Reika, beliau kelihatan sedih dan pasrah duduk didepan ruang ICU. Aulia semakin
takut, sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan Reika. Tak berapa lama dokter keluar dari
ruangan ICU, ia berkata ibu, yang tabah serta jangan henti2nya mendoakan Reika, kita
hanya bisa menunggu keajaiban dari-Nya. Refleks ibunya Reika semakin keras nangisnya.
Tubuhku, serasa lemas jantungku berdetak kencang. Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi
dengan Reika. Maafkan aku Reika, maafin semua kejadian kemarin, bisik Aulia dalam hati
sambil terus berjatuhan air mata dipipinya. Setelah cukup tenang, ibunya Reika cerita bahwa
sebenarnya Reika mengidap sakit Leukimia sejak 2 tahun terakhir ini. Ia menyembunyikan
penyakitnya dari orang2 yang ia sayangi, termasuk ibu dan sahabatnya.

Lagi2 petir itu menyambar tepat dihatinya Aulia, kabar ini membuatnya semakin merasa
bersalah kepada Reika. Sebelum dirawat dirumah sakit Reika menitipkan surat kepada ibunya
untuk diberikan kepada Aulia. Reika juga bercerita kepada ibunya tentang selisih antara
keduanya, tapi Reika sama sekali tidak pernah dendam kepada sahabatnya itu, ia justru sangat
bersyukur memiliki seorang sahabat seperti Aulia.

Aulia masuk keruangan Reika dirawat, setelah mengungkapkan semuanya dan meminta maaf
kepada Reika, tak lama Reika siuman dan senyum kepada Aulia sambil berkata aku telah
memaafkanmu jauh sebelum kamu mengetahui tentang rencana mereka. Tak lama kemudian
Reika kembali meutup mata untuk selama2nya, air mata Aulia membanjiri ruangan sambil
memeluk sahabatnya ia berbisik kau kawan bukan lawan bagiku. Terima kasih dan maaf atas
semua perbuatan ku. Tunggu aku disana sahabatku, Reika.

Anda mungkin juga menyukai