Anda di halaman 1dari 98

BAB 1

SIAPA DIA!!!

Bisakah kamu merasakan detak jantungku saat cintaku terhiraukan olehmu?

Flashback 18 juli 2014

Berawal dari pendaftaran siswa/siswi di SMA NUSA BAKTI.


Saat itu aku dan awan kelabu tidak selaras, hatiku dan arah awan berbeda, aku ingin
mengeluh namun kepada siapa aku harus mengeluh?
Aku melihat sosok pria yang berbeda dengan yang lain, diam, aku tidak pernah
sekalipun mendengar suaranya, dia berdiri di tengah barisan panjang dan mata ini hanya
tertuju padanya.
Beberapa minggu setelah mengurus pendaftaran aku tidak lagi menemukan sosok
dirinya, aku mencarinya namun tidak menemukannya. Hingga akhirnya MOS tengah berjalan
dan ternyata aku satu gugus dengannya, dia menjadi rebutan para senior wanita di sekolah ini,
tentu aku merasa banyak yang akan menjadi saingan bagiku.
Aku juga bertemu dengan wanita cantik yang duduk sebangku denganku selama
MOS, dan aku bisa menjadikannya sahabat. Aku dan temanku sering memperhatikan senior-
senior kami yang mencari perhatian pada pria tampan yang entah siapa namanya. Namun dia
benar-benar tidak tertarik dengan satupun senior kami, dia tetap diam dan berlalu
meninggalkan mereka.
Akan sulit bagiku untuk mendekatinya jika dia hanya diam dan terus diam, jika aku
mengajak dia berkenalan aku takut dia tidak akan merespon. Aku harus memikirkan strategi
terlebih dulu sebelum mendekatinya.
Wanita itu menceritakan kepadaku, dia sedang jatuh cinta, jatuh cinta pada teman
sebangku pria yang aku suka. Aku juga belum tahu siapa namanya, dia juga hampir sama
dengannya yang tidak terlalu banyak bicara.
"Amelia Aisyah Putri, coba lihat pria yang duduk di ujung sana, dia telah mencuri
pandanganku, aku ingin mengajaknya berkenalan namun aku takut, kata dia."
"Kamu tahu nama aku dari mana? Tanyaku."
"Aku melihantnya di atributmu, kata dia."
"Oh iya aku lupa, kataku."
"Kalau aku Kely Angelista, panggil aku kely, kata kely."
"Panggil saja namaku amel, kataku."
Tidak perlu waktu yang lama untuk kami saling mengenal, karena kami sama-sama orang
yang cepat bersosialisasi dengan orang lain atau bisa di bilang berjiwa sosial.
Pada hari terakhir MOS aku diminta oleh kakak senior untuk menyanyikan lagu balonku
dalam bahasa inggris. Aku tidak sendiri ada pria itu juga bersamaku. Aku tidak tahu
berbahasa inggris, bagaimana bisa aku menyanyikan lagu itu.
"Maaf kak, tapi aku tidak pandai berbahasa inggris, kataku."
"Kalau begitu kamu harus menari sesuai dengan lagu itu, kata kak sila, salah satu senior
wanita yang terkenal akan kecantikan, kekayaan dan kecerdasannya."
"Dan kamu siapa namamu? tanya kak sila."
"Ghozali Al Gaffar, panggil saja al, kata al."
"Apa kamu bisa menerima tantangan itu? Tanya kak sila."
"Bisa, kata al."
Untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya, dan aku juga sudah tahu siapa namanya.
Saat mendengar al bernyanyi aku jadi tahu kalau al juga anak yang bertalenta, tidak hanya itu
cara bicaranya pun berbeda, sangat indah. Di tengah nyanyian al akupun menari dengan
perasaan malu karena nada kemana tariannya kemana. Mereka menertawakan aku, sunggu
rasanya aku ingin lari dari tempat ini.
Setelah itu pengumuman penempatan kelas akan segera diumumkan. Dan kelas kami tidak
akan berubah, tetap bersama gugus kami dan kelas kami IPA1 yang jaraknya cukup jauh dari
kantin.
Esok harinya kami mulai sekolah, pagi-pagi sekali nenek sudah membangunkan aku, aku
tinggal bersama nenek dan kakekku sejak umurku lima tahun, ibu dan ayahku pergi entah
kemana, mereka hanya menitipkan aku kepada kakek dan nenek untuk dirawat. Kakek dan
nenek sangat memanjakan aku, mereka melakukan apa saja demi diriku.
"Amel, bangun kamu akan terlambat jika belum juga bangun, kata nenek."
"Iya nenekku sayang, selamat pagi, kataku sambil memberi kecupan di pipi kanan nenek."
Setelah mandi dan berpakaian aku segera turun untuk sarapan, nenek sudah menyiapkan nasi
goreng yang lezat dengan segelas susu.
Aku ke sekolah mengendarai sepeda berwarna merah jambu, aku mempercepat laju sepedaku
agar tepat waktu sampai kesekolah. Di tengah perjalanan sebuah motor melaju dengan
kecepatan di atas rata-rata, sampai dia tidak sadar karenanya bajuku terkena lumpur bekas
hujan semalam. Dia merusak semangat pagiku.
"Bagaimana ini, aku tidak mungkin pergi dengan pakaian kotor seperti ini, tapi ini adalah hari
pertama masuk sekolah setelah MOS. Biarlah aku akan tetap ke sekolah, kata amel."
Baru sampai di depan gerbang saja, orang-orang yang melihatku, menertawakan aku dan
menghina diriku. Aku sedikit merasa malu dan kesal namun ada kely yang membantuku
menghentikan mereka.
"Amel, mengapa bajumu bisa sekotor ini? Tanya kely."
"Ada motor yang melaju dengan kecepatan tinggi dan tidak melihat ada lumpur, dan lumpur
itu mengenai pakaianku, kataku."
"Apa kamu ingat dengan motornya? Tanya kely."
"Iya aku ingat, motornya berwarna hitam dan sepertinya yang mengendarai juga anak SMA,
kataku."
"Ya sudah ayo kita masuk ke kelas, kata kely."
Saat ibu guru memasuki kelas dan melihat pakaianku kotor, dia menegurku namun aku masih
bisa dimaafkan karena ini hari pertamaku sekolah. Ibu guru mengetes kami semua untuk
mengerjakan soal matematika yang ada di papan tulis secara bergiliran dan al mendapat
giliran pertama, dia mengerjakan soalnya dengan sangat santai dan juga cepat, setelah itu
giliran pria yang duduk di sampingnya lalu giliranku.
Aku berdiri lama di depan papan tulis, aku sama sekali tidak bisa mengerjakan soal ini
sampai akhirnya, ibu guru marah padaku dan memintaku untuk berdiri di depan kelas dengan
mengangkat salah satu kakiku dan kedua tanganku menarik telinga kanan dan kiri, lagi-lagi
aku mempermalukan diriku sendiri. Sudah pasti al tidak mau berteman dengan orang
sepertiku.
Satu jam lamanya aku berdiri akhirnya bel istirahat berbunyi. Aku kembali duduk di kursiku
dan memijat betisku yang sakit.
"Mel, kamu tidak ke kantin? Tanya kely."
"Tidak, aku tidak bisa, pakaianku kotor dan kakiku masih lemah untuk berjalan ke kantin,
kata amel."
"Kalau begitu aku pergi membeli minum dulu untukmu, kata Kely."
"Iya, kata amel."
"Dan jangan lama-lama, kata amel."
"Iya iya, kata kely."
(KELY)
Di kantin aku bertemu dengan kakak senior seli dan kawan-kawannya, mereka sedang
menggoda pria yang aku sukai, dan aku tidak bisa melawan mereka karena bagaimana pun
aku masih junior di sekolah ini. Jika aku lawan mereka bisa menjadikan aku sebagai bahan
bullyan.
Aku mendengar mereka menyebut nama dion, yah nama pria itu dion, hatiku bahagia saat aku
tahu namanya. Aku bisa menceritakan kejadin ini pada amel, namun bahagiaku tidak sampai
semenit, aku melihat dion mesrah dengan kak rere, anggota kedua dari geng seli, dan dia juga
lumayan cantik. Dan sepertinya dion juga tertarik pada kak rere.
Saat aku hendak mengambil minuman dari dalam kulkas, tiba-tiba ada yang sengaja
memajukan kakinya hingga aku tersungkur ke lantai. Sungguh tega hati mereka, mereka
menertawakan aku termasuk dion, hanya Al saja yang tetap diam. Aku langsung bangkit dan
buru-buru ke kelas.
Aku menunggu kely sekitar lima menit, saat kely kembali wajahnya murung entah mengapa
gerangan.
"Kely ada apa, mengapa wajah kamu murung? Tanyaku."
"Aku kesal sama kak seli dan gennya, dan juga dion, mereka sengaja menjatuhkan aku lalu
menertawakan aku, dan Al juga ada disana namun dia tidak ikut menertawakan aku, dia tetap
diam, kata kely."
"Dion? Siapa dion? Tanyaku."
"Dion, orang yang pernah aku ceritakan, kalau aku menyukainya, namun saat tahu sifatnya
seperti itu aku jadi merasa salah memilih orang, kata kely."
Kami melanjutkan meminum minuman kami, setelah minuman kami habis datanglah Al dan
dion. Mereka kembali dikelilingi oleh gadis-gadis yang ada di dalam kelas, tinggallah aku
dan kely yang tidak menghampirinya. Dan bell masuk pun berbunyi saatnya mengganti
seragam dengan pakaian olahraga.
Aku dan kely pergi ke loket untuk mengambil baju lalu menggantinya di toilet. Saat sampai
di loker aku mencari-cari kunci lokerku namun aku tidak menemukannya, mungkin tertinggal
di kelas.
"Kely aku ke kelas dulu ya, aku lupa membawa kuncinya, kataku."
"Oke, jangan lama-lama, kata kely."
Akupun berlari ke kelas, sampai di kelas aku langsung meraih tasku dan mencari kuncinya,
dan benar saja aku menyimpannya di tasku. Aku mengambilnya lalu kembali menemui kely.
Kely sudah menungguku lama di sana.
"Ayo cepat ganti pakaianmu, tinggal kita berdua saja yang belum ke lapangan, bisa-bisa kita
tidak diikutkan, kata kely."
"Iya, kamu benar, tunggu sebentar aku akan ganti pakaianku, kataku."
Kely terus saja mengetuk pintu toiletnya, dan itu membuatku semakin panik, karena takut
tidak akan diperbolehkan ikut olahraga, dan bukan hanya itu, kely juga tidak bisa ikut karena
menunggu diriku.
Selesai mengganti pakaian aku menarik ganggang pintu namun aku tidak bisa membukanya,
akupun teriak memanggil kely.
"Kely, kely, aku tidak bisa membuka pintunya, kataku."
"Apa? bagaimana bisa? Tanya kely."
"Aku tidak tahu mengapa, tapi coba kamu yang buka dari luar, kataku."
Saat kely hendak membuka, kely membaca kertas yang tertempel di daun pintu toilet itu.
"Amel, kamu masuk toilet yang pintunya sedang rusak, kata kely."
"Bagaimana sekarang, aku sulit bernafas di dalam sini, kataku."
"Tunggu sebentar aku akan mencari bantuan, kata kely."
Kely mencari bantuan, dia berlari menuju lapangan dan menemui guru olahraga kami yaitu
pak rafi.
"Pak, pak tolong, kata kely dengan nada yang tidak beraturan."
"Kamu ini kenapa, bicara yang jelas, jangan membuat kami panik, kata pak rafi."
"Begini pak, temanku amel terkunci di dalam toilet dan dia sulit bernafas di dalam, kami
tidak melihat kalau ternyata pintu toiletnya sedang rusak, kata kely."
"Ya sudah antarkan saya kesana, kata pak rafi."
Pak rafi langsung mendobrak pintunya hanya dengan dua kali percobaan, aku yang sudah
banyak menghabiskan oksigen hanya bisa terduduk di sudut toilet. Pak rafi membawaku
keluar, dan kely yang membantuku ke UKS. Aku masih beruntung karena saat terkunci aku
bersama dengan kely. Aku tidak tahu bagaimana jadinya diriku jika tadi aku tidak
bersamanya.
Setelah istirahat sejenak di UKS aku kembali ke kelas, "Assalamualaikum, bu. Kataku"
Semua yang ada di dalam kelas serentak menjawab salamku.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik? Tanya ibu santi (guru ipa)."
"Iya bu, kataku."
"Kalau begitu duduklah, kata ibu santi."
Anak-anak sebelum kita mengakhiri pelajaran kita siang ini, ibu akan membagi kelompok
untuk tugas alam. Kelompok 1 : rian, ayu, sari, indah, dan irfan. Kelompok 2 : amel, dion,
kely, regina dan Al. Dan untuk kelompok seterusnya. Aku dan kely tidak menyangka akan
satu kelompok dengan dion dan Al.
Setelah ibu santi keluar, aku, kely, regina, dion dan Al berbincang untuk menentukan tempat
untuk penelitian alam sebentar sore. Kami sepakat untuk berkumpul di depan sekolah jam
16:00. Dan bell pulang pun berbunyi, aku dan kely pulang bersama, meski hanya sampai di
gerbang sekolah, karena arah rumah kami berbeda.
Sesampai di rumah, nenek memintaku untuk mengganti seragamku dan makan bersama
kakek dan nenek.
"Kakek, nenek, sebentar sore aku harus pergi kerja kelompok sama teman-temanku, kataku."
"Memangnya kamu mau kerja kelompok apa? Tanya nenek."
"Kerja kelompok tentang alam, kataku."
"Maksud kamu, kamu akan ke hutan? Tanya kakek."
"Mungkin, kataku."
"Kamu harus hati-hati saat masuk ke dalam hutan, dan ingat jangan sampai kamu terpisah
dengan teman-teman kamu, kata kakek."
"Iya kakekmu benar, kata nenek."
"Siap komandan, kataku sambil hormat kepadanya."
"Ya sudah ayo cepat habiskan makananmu, kata nenek."
Setelah makan dan sholat, aku pergi mandi dan berpakaian. Kemudian aku pamit pada kakek
dan nenek. Aku menggayung padel sepedaku dengan sedikit lebih cepat, sampai disana,
ternyata tinggal aku yang mereka tunggu. Tapi hanya aku yang bersepeda, mereka punya
motor.
"Bagaimana caranya kita ke hutan itu? Tanyaku pada kely."
"Aku tidak tahu, karena tadi aku hanya diantar oleh ayahku, kata kely."
"Jadi, kita akan naik sepeda kesana? Tanyaku pada kely."
"Tenang saja, ada tiga motor disini, kalian bisa ikut salah satu dari kami, kata dion."
"Kely denganku, dan amel dengan Al, kata dion."
"Kalian bertiga bisa diam tidak? kita kemari itu buat menyelesaikan tugas bukan untuk
mendengarkan bicara kalian, kata dion."
Berbagai jenis daun dan pohon telah aku tulis, tinggal jenis bunga yang belum aku tulis.
Kami sampai pada titik yang penuh dengan berbagai macam bunga yang lebat. Aku mulai
menulis satu persatu jenis bunga yang ada di hutan ini.
"Awwh, teriak seseorang, kami tersentak kaget melihat Al dengan darah di tangannya."
"Oh tidak, Al menyentuh duri dari bunga beracun, kalau tidak segera kita keluarkan durinya,
akan bahaya bagi al, kata dion."
Tanpa berfikir panjang aku mengisap darah di jari Al, lalu mengeluarkan duri bunga beracun
itu. Dan aku melepas bandol kain yang aku pakai untuk melilitkannya di jari Al, agar
darahnya tidak mengalir.
Kami juga memutuskan untuk kembali naik taksi karena keadaan Al tidak memungkinkan
untuk naik motor. Dion, Al, dan Regina pulang bersama sedangkan aku pulang dengan kely.
Sesampai di rumah masing-masing, aku merasakan sakit kepala, dan lemas. Dan aku
berusaha untuk tidur, mungkin efek dari racun itu juga sudah mengalir di tubuhku.
(AL & DION)
Ketika al sadarkan diri, dia melihat dion ada bersamanya. "Al, kamu sudah sadar? kamu itu
bikin kami semua khawatir tahu, kata dion."
"Maaf karena sudah merepotkan kalian semua dan aku berterima kasih karena kamu telah
menolong diriku, kata Al."
"Ucapan terima kasih itu bukan untukku tapi lebih pantas untuk amel, asal kamu tahu hanya
dia yang berani mengisap darahmu dan mengeluarkan duri beracun itu dari jarimu, padahal
sudah jelas itu beracun, kata dion."
"Benarkah? gadis itu nekad sekali hanya untuk menolongku dia melakukan semua itu, kata
Al."
"Dan kain yang melilit jari kamu itu adalah badol amel, kata dion."
"Besok aku akan mengembalikannya sekaligus berterima kasih padanya, kata Al."
"Lebih baik kamu lanjutkan tidurmu, aku akan pulang, kata dion."
"Baiklah, kata Al."
Esok paginya kepalaku semakin sakit, aku pun tidak bisa bangun dari tempat tidur. Mungkin
racun yang terlanjur menyatu dengan darah Al juga meracuni tubuhku. Nenek yang hendak
membangunkan aku seperti hari biasanya tersentak kaget melihat wajahku yang sangat pucat.
"Kek, cepat kemari, lihat amel, kata nenek."
"Iya tunggu, kata kakek sambil berlari ke kamarku"
"Amel! apa yang terjadi dengan cucuku? Tanya kakek."
"Aku juga tidak tahu, kata nenek."
"Cepat hubungi rumah sakit terdekat, kata nenek."
Setelah menelfon rumah sakit, tidak lama ambulance datang dan aku dilarikan ke rumah sakit
untuk diperiksa. Setelah sampai di rumah sakit dan perawat membawaku ke ruang UGD,
setelah dokter memeriksa keadaanku, dokter pergi memberitahu kakek dan nenek yang
menunggu di luar ruangan.
"Dokter, bagaimana keadaan cucu saya? cucu saya sakit apa dokter? Tanya nenek."
"Kakek tenang dulu, cucu kakek terkena racun, dan besok dia juga sudah bisa pulang jika ia
rutin meminum obat dan racunnya sudah benar-benar hilang, kata dokter."
"Syukurlah, apa sekarang kami boleh masuk? Tanya kakek."
"Iya silahkan, kata dokter."
Kakek dan nenek menanyakan mengapa aku bisa terkena racun. "Amel bagaimana bisa racun
ada dalam tubuhmu? Tanya kakek."
"Aku juga tidak tahu kek, kataku berbohong pada kakek."
"Mulai besok kamu tidak boleh jajan sembarangan, nenek akan membuatkan kamu bekal
setiap hari, kata nenek."
"Tapi nek, amel sudah SMA bukan anak kecil lagi yang harus membawa bekal ke sekolah,
kataku."
"Kamu tidak boleh membantah kali ini, kata nenek."
*****
"Eh kalian lihat amel tidak? Tanya kely pada teman-teman satu kelas kami."
"Bisa jadi amel absen hari ini, karena racun dari darah Al yang semalam, kata dion."
"Dion kamu benar juga, kata Al."
"Pokoknya sepulang sekolah kalian berdua harus ikut denganku ke rumah amel, kata kely."
"Memangnya kamu tahu rumah amel di mana? Tanya dion."
"Tidak sih, amel belum pernah memberitahu aku alamatnya, kata kely."
"Lalu bagaimana caranya kita bertemu amel, kalau kita tidak tahu alamatnya, kata dion."
"Aku tahu caranya, kata Al."
"Kalian berdua ikut denganku, kata Al."
"Memangnya kita mau kemana? Tanya kely."
"Sudah ikut saja, kata al" al membawa kami ke ruang kepala sekolah."
"Untuk apa kita keruangan kepala sekolah? Tanya dion."
"Untuk mencari alamat amel, pasti di biodata amel ada alamatnya, kata Al."
"Oh iya, kenapa aku tidak berfikir hal demikian ya, kata kely."
Hanya Al yang berani masuk ke ruang kepala sekolah, kely dan dion hanya menunggu di
luar. Tidak lama Al keluar dengan selembar kertas di tangannya.
"Apa kamu mendapatkan alamatnya? Tanya kely."
"Iya, sepulang sekolah kita akan pergi ke rumahnya, kata Al."
"Kalau begitu sekarang kita kembali ke kelas, kata dion."
Hari ini mereka belajar tentang sejarah, dimana kita dituntut untuk banyak mencatat. Mereka
mulai menulis satu persatu kalimat yang keluar dari mulut pak toni. Setelah mencatat bell
istirahat berbunyi. Kely, dion dan al, pergi ke kantin bersama. Kami memesan makanan dan
minuman, kami duduk dengan bangku yang sama.
"Eh ada Al dan Dion disana, ayo kita kesana, kata seli"
"Ayo, ayo, kata rere, dan fatin."
"Hai Al, hai dion, sapa geng seli serentak."
"Al dan dion hanya tersenyum melihat mereka."
"Eh teman-teman coba lihat, siapa gadis yang bersama pangeran-pangeran kita, kata seli."
"Bukannya dia, orang yang waktu itu tersungkur ke lantai ya? Tanya rere."
"Benar sekali, gadis yang tidak tahu malu, kata fatin."
"Jangan fikir karena kalian senior terus kalian bisa menindas junior kalian seenaknya, kata
kely."
"Berani-beraninya kamu membentak senior, kata seli."
"Memang kalian pantas dibentak, karena kalian juga tidak menghargai kami sebagai junior,
kata kely dan pergi meninggalkan mereka."
"Kely tunggu! kata dion."
"Apa? kamu juga mau menindasku? kalian itu tidak jauh berbeda, kata kely."
"Bukan seperti itu, tapi, kata dion."
"Tapi apa? kamu juga pernah ikut menertawakan aku waktu itu, kata kely."
"Soal yang waktu itu aku minta maaf, aku menyesal, kata dion."
"Sudahlah, aku mau kembali ke kelas, kata kely."
"Aku ikut denganmu, kata dion."
Dion dan Al ikut bersama kely kembali ke kelas. Tidak lama setelah pelajaran kimia, bell
pulang berbunyi. Kami bergegas untuk pergi ke alamat rumah amel namun lagi-lagi ada
regina.
"Kalian mau kemana? sepertinya buru-buru sekali, Tanya regina."
"Kami mau ke rumah amel, kata dion."
"Aku boleh ikut tidak? Tanya regina."
"Tidak boleh, kata kely."
"Boleh...boleh, kata dion."
"Tapi, kata kely."
"Kely ayo naik, kata dion."
"Aku tidak mau, aku sama Al saja, kata kely."
"Memangnya kenapa? Tanya dion."
"Kamu sama regina saja, kata kely."
"Kamu marah ya? Tanya dion."
"Tidak, aku hanya kesal saja, kata kely."
Akhirnya mereka sampai di rumah amel, mereka melihat pintunya terbuka. Kely mengetuk
pintu rumahku.
"Assalamualaikum, kata kely"
"Walaikumsalam, kata seseorang di dalam sana."
"Iya, ada apa kemari? Kalian mencari siapa? Tanya nenek."
"Begini nek, kami mencari amel, ini benar rumah amel? Tanya kely."
"Iya benar, tapi amel sekarang ini ada di rumah sakit, nenek baru mau kembali ke rumah
sakit, kata nenek."
"Apa! amel di rumah sakit? memangnya amel sakit apa nek? dan bagaimana keadaannya
sekarang? Tanya kely."
"Kely tanyanya satu-satu, nenek jadi bingung mau jawab yang mana dulu, kata dion."
"Kata dokter di dalam tubuh amel ada racun, dan katanya besok juga amel sudah bisa pulang,
kata nenek."
"Kalau begitu sekarang kita pulang saja, kata regina."
"Kalau kamu mau pulang, pulang saja, kata kely."
"Kely jaga bicaramu, kata dion."
"Kamu kenapa marah sama aku, sudah jelas ucapan regina lebih kasar dari ucapan aku, kalau
kamu mau pulang juga tidak apa-apa, kamu terus saja membela regina, kata kely."
"Sudahlah, lebih baik sekarang kita ke rumah sakit saja, kata Al."
Sesampai di rumah sakit, nenek menunjukkan ruangan tempat aku dirawat.
"Amel ! amel, bagaimana keadaanmu sekarang ? Tanya kely."
"Aku sudah tidak apa-apa kok, kamu tenang saja, besok juga aku sudah pulang, kataku."
"Bagaimana bisa aku tenang saja melihat keadaanmu seperti ini."
"Ini jadi pelajaran buat kamu, supaya kamu tidak perlu sok menjadi pahlawan, kata regina."
"Kamu lebih baik diam, ini rumah sakit, aku tidak mau ribut dengan kamu di tempat seperti
ini, kata kely."
"Terserah aku, aku mau bicara apa juga bukan urusan kamu, kata regina."
"Regina bisa tidak sekali saja tutup mulutmu, kata Al."
"Tapi Al, kata regina."
"Kamu dengarkan kata Al, kata kely."
"Mel, terima kasih karena telah menolongku semalam dan akibatnya kamu harus terbaring di
rumah sakit, kata Al."
"Iya sama-sama, kataku."

"Palingan juga dia melakukan itu cuman mau mencari perhatian dengan Al, secara Al pria
yang tampan, banyak yang mencari perhatiannya dan termasuk kamu, kata regina."
"Mulut kamu itu benar-benar tidak bisa diam, kata kely."
"Kely, biarkan saja, kataku."
"Aku tidak terima dia bicara seperti itu tentang dirimu, kata kely."
"Oh iya apa ada PR dari sekolah? Tanyaku."
"Ada catatan sejarah, tapi aku belum selesai, soalnya pak toni membacanya terlalu cepat, kata
kely."
"Kalau buku aku, dipinjam oleh irfan, kata dion."
"Kalau aku ada tapi, aku tidak mau meminjamkannya pada amel, kata regina."
"Kamu pinjam bukuku saja, sebagai tanda terima kasih aku kepadamu, kata Al."
"Terima kasih kembali, kataku."
"Sudah hampir sore, kami pamit pulang dulu, kata Al."
"Iya kalian hati-hati ya, kataku."
"Tidak perlu sok perhatian kamu, kamu tidak bilang saja kami sudah pasti hati-hati, kata
regina."
"Kamu ini, kata kely."
"Kely ! Regina ! stop, kalian ini salalu saja bertengkar, kata dion."
"Regina duluan yang mengajak ribut, kata kely."
"Kenapa jadi aku yang salah ? Tanya regina."
"Memang kamu yang salah, kata kely."
"Dan dion kamu juga salah karena mengizinkannya ikut menemui amel, kamu sudah tahu
kalau dia ini suka bicara tanpa berfikir dulu, kata kely."
"Kamu menyalahkan aku juga ? kamu tahu tidak ? kamu itu hanya bisa menyalahkan orang
lain saja, kata dion."
"Aku benar-benar menyesal mengenalmu, awalnya aku fikir kamu itu! kata kely dan berlari
meninggalkan mereka yang belum sempat mendengar lanjutan dari perkataan kely."
"Dion, kamu kenapa kasar sekali pada kely, padahal kely itu anak yang baik hati, dia bicara
seperti itu demi aku, kataku."
"Kamu diam saja, sudah sakit masih saja genit, kata regina."
"Regina! Cukup, aku sudah terlalu sering mendengarmu berbicara kasar, selama ini aku diam
karena masih menghargaimu, tetapi sekarang kamu sudah keterlaluan, kata Al."
"Dion aku minta tolong sama kamu buat cari kely sampai ketemu, kamu kesini bersamanya
bukan? berarti kamu juga harus pulang bersamanya, aku takut terjadi apa-apa dengannya,
kataku."
"Kely tidak perlu dicari lagian dia juga sudah dewasa buat pulang sendiri, kata regina."
"Tapi mel, kata dion."
"Yang dikatakan amel benar, bagaimanapun kely seorang wanita dan sekarang dia pergi
sendiri dalam keadaan yang kurang baik, kata Al."
"Baiklah demi kalian aku akan mencari kely, kata dion sambil pergi meninggalkan yang
lain."
(KELY & DION)
Aku merasa sangat sakit hati dengan ucapan dion, meskipun sudah jelas regina yang salah dia
masih tetap membela regina dan menyalahkan aku. Apa mungkin dion suka dengan regina?
Tapi setahu aku regina menyukai Al. Jika dion benar-benar menyukai regina maka aku akan
berhenti berharap dan membuka lembaran baru untuk yang lainnya. Dion juga tidak pernah
memikirkan apakah aku sakit hati dengan semua ucapannya atau tidak.
Aku menghilangkan kesalku di taman rumah sakit, aku melihat anak kecil dengan wajah
pucat sedang bermain di atas kursi roda, sepertinya umurnya enam tahunan, aku
menghampirinya dan bertanya.
"Hai adik manis, siapa namamu? Tanyaku."
"Bintang kak, kata bintang."
"Wah nama yang sangat indah, dan kakak yakin suatu saat nanti kamu juga akan bersinar
seperti namamu, kataku."
"Kak penyakit kanker itu apa sih, kenapa saat ibu mendengar dokter bicara tentang kanker
ibu langsung menangis? Tanya bintang."
"Bintang, kamu tidak perlu tahu penyakit kanker itu apa, yang terpenting sekarang kamu
harus rajin minum obat dari dokter, harus menuruti semua perkataan dokter, kata kely sambil
menghapus air matanya."
"Kenapa kakak juga menangis? apa karena penyakit aku itu tidak akan bisa disembuhkan?
Tanya bintang."
"Kakak tidak menangis, mata kakak hanya terkena debu, dan siapa bilang penyakit kamu
tidak bisa disembuhkan? bisa kok asalkan kamu melakukan semua yang kakak bilang tadi,
kata kely."
Tidak lama kami mengobrol, seorang perawat datang dan membawa bintang pergi dari
taman.
Dion menyaksikan semua yang aku lakukan bersama bintang tadi, dia baru menyadari jika
hatiku benar-benar baik dan penyayang.
"Kely ! kata dion."
"Mau apa lagi kamu menemuiku? Tanyaku."
"Aku mau minta maaf, aku tahu aku salah, kata dion."
"Aku bisa memaafkanmu, namun ucapan kamu tadi sudah terlanjur menyakitiku, kataku."
"Apa yang harus aku lakukan agar bisa menebus keslahanku? Tanya dion."
"Kamu tidak perlu melakukan apapun, semuanya akan sia-sia, kataku."
"Kalau begitu izinkan aku mengantarmu pulang, kata dion."
"Tidak perlu repot-repot, aku bisa pulang sendiri, kataku."
"Kely ayolah, jika aku tidak pulang bersamamu maka amel dan Al pasti akan marah padaku,
kata dion."
"Jadi hanya karena kamu takut, amel dan al akan marah padamu? sampai-sampai kamu
bersikeras ingin pulang bersamaku? kataku."
"Bukan seperti itu, kamu ini kenapa sih, kamu cemburu dengan regina? Tanya dion."
"Apa, cemburu? aku tidak akan cemburu dengan orang seperti regina, kataku."
"Jika ini mau kamu, aku juga tidak akan bicara lagi dengan kamu, kata dion yang juga mulai
kesal."
Mereka berdua pergi terpisah, kely ke arah selatan dan dion ke arah utara.
"Jika dion benar-benar merasa bersalah pastilah dia mengejarku, aku menunggu dion
mengajarku dan menahan diriku, ternyata dugaanku salah, dion tidak mengerjaku."
Dion kembali ke ruangan amel dan menjelaskan semua yang terjadi. Dion membuka pintu
dengan wajah murung.
"Assalamualaikum, kata dion."
"Walaikumsalam, jawab kami serentak."
"Dion! Kelynya mana? Tanyaku."
"Maaf mel, kely marah denganku dan tidak ingin pulang bersamaku, kata dion."
"Dasar cewek tidak bisa ditebak, aku juga bingung yang dia mau itu apa, kata regina."
"Mungkin kely butuh waktu untuk sendiri, kataku."

"Palingan juga dia melakukan itu cuman mau mencari perhatian dengan Al, secara Al pria
yang tampan, banyak yang mencari perhatiannya dan termasuk kamu, kata regina."
"Mulut kamu itu benar-benar tidak bisa diam, kata kely."
"Kely, biarkan saja, kataku."
"Aku tidak terima dia bicara seperti itu tentang dirimu, kata kely."
"Oh iya apa ada PR dari sekolah? Tanyaku."
"Ada catatan sejarah, tapi aku belum selesai, soalnya pak toni membacanya terlalu cepat, kata
kely."
"Kalau buku aku, dipinjam oleh irfan, kata dion."
"Kalau aku ada tapi, aku tidak mau meminjamkannya pada amel, kata regina."
"Kamu pinjam bukuku saja, sebagai tanda terima kasih aku kepadamu, kata Al."
"Terima kasih kembali, kataku."
"Sudah hampir sore, kami pamit pulang dulu, kata Al."
"Iya kalian hati-hati ya, kataku."
"Tidak perlu sok perhatian kamu, kamu tidak bilang saja kami sudah pasti hati-hati, kata
regina."
"Kamu ini, kata kely."
"Kely ! Regina ! stop, kalian ini salalu saja bertengkar, kata dion."
"Regina duluan yang mengajak ribut, kata kely."
"Kenapa jadi aku yang salah ? Tanya regina."
"Memang kamu yang salah, kata kely."
"Dan dion kamu juga salah karena mengizinkannya ikut menemui amel, kamu sudah tahu
kalau dia ini suka bicara tanpa berfikir dulu, kata kely."
"Kamu menyalahkan aku juga ? kamu tahu tidak ? kamu itu hanya bisa menyalahkan orang
lain saja, kata dion."
"Aku benar-benar menyesal mengenalmu, awalnya aku fikir kamu itu! kata kely dan berlari
meninggalkan mereka yang belum sempat mendengar lanjutan dari perkataan kely."
"Dion, kamu kenapa kasar sekali pada kely, padahal kely itu anak yang baik hati, dia bicara
seperti itu demi aku, kataku."
"Kamu diam saja, sudah sakit masih saja genit, kata regina."
"Regina! Cukup, aku sudah terlalu sering mendengarmu berbicara kasar, selama ini aku diam
karena masih menghargaimu, tetapi sekarang kamu sudah keterlaluan, kata Al."
"Dion aku minta tolong sama kamu buat cari kely sampai ketemu, kamu kesini bersamanya
bukan? berarti kamu juga harus pulang bersamanya, aku takut terjadi apa-apa dengannya,
kataku."
"Kely tidak perlu dicari lagian dia juga sudah dewasa buat pulang sendiri, kata regina."
"Tapi mel, kata dion."
"Yang dikatakan amel benar, bagaimanapun kely seorang wanita dan sekarang dia pergi
sendiri dalam keadaan yang kurang baik, kata Al."
"Baiklah demi kalian aku akan mencari kely, kata dion sambil pergi meninggalkan yang
lain."
(KELY & DION)
Aku merasa sangat sakit hati dengan ucapan dion, meskipun sudah jelas regina yang salah dia
masih tetap membela regina dan menyalahkan aku. Apa mungkin dion suka dengan regina?
Tapi setahu aku regina menyukai Al. Jika dion benar-benar menyukai regina maka aku akan
berhenti berharap dan membuka lembaran baru untuk yang lainnya. Dion juga tidak pernah
memikirkan apakah aku sakit hati dengan semua ucapannya atau tidak.
Aku menghilangkan kesalku di taman rumah sakit, aku melihat anak kecil dengan wajah
pucat sedang bermain di atas kursi roda, sepertinya umurnya enam tahunan, aku
menghampirinya dan bertanya.
"Hai adik manis, siapa namamu? Tanyaku."
"Bintang kak, kata bintang."
"Wah nama yang sangat indah, dan kakak yakin suatu saat nanti kamu juga akan bersinar
seperti namamu, kataku."
"Kak penyakit kanker itu apa sih, kenapa saat ibu mendengar dokter bicara tentang kanker
ibu langsung menangis? Tanya bintang."
"Bintang, kamu tidak perlu tahu penyakit kanker itu apa, yang terpenting sekarang kamu
harus rajin minum obat dari dokter, harus menuruti semua perkataan dokter, kata kely sambil
menghapus air matanya."
"Kenapa kakak juga menangis? apa karena penyakit aku itu tidak akan bisa disembuhkan?
Tanya bintang."
"Kakak tidak menangis, mata kakak hanya terkena debu, dan siapa bilang penyakit kamu
tidak bisa disembuhkan? bisa kok asalkan kamu melakukan semua yang kakak bilang tadi,
kata kely."
Tidak lama kami mengobrol, seorang perawat datang dan membawa bintang pergi dari
taman.
Dion menyaksikan semua yang aku lakukan bersama bintang tadi, dia baru menyadari jika
hatiku benar-benar baik dan penyayang.
"Kely ! kata dion."
"Mau apa lagi kamu menemuiku? Tanyaku."
"Aku mau minta maaf, aku tahu aku salah, kata dion."
"Aku bisa memaafkanmu, namun ucapan kamu tadi sudah terlanjur menyakitiku, kataku."
"Apa yang harus aku lakukan agar bisa menebus keslahanku? Tanya dion."
"Kamu tidak perlu melakukan apapun, semuanya akan sia-sia, kataku."
"Kalau begitu izinkan aku mengantarmu pulang, kata dion."
"Tidak perlu repot-repot, aku bisa pulang sendiri, kataku."
"Kely ayolah, jika aku tidak pulang bersamamu maka amel dan Al pasti akan marah padaku,
kata dion."
"Jadi hanya karena kamu takut, amel dan al akan marah padamu? sampai-sampai kamu
bersikeras ingin pulang bersamaku? kataku."
"Bukan seperti itu, kamu ini kenapa sih, kamu cemburu dengan regina? Tanya dion."
"Apa, cemburu? aku tidak akan cemburu dengan orang seperti regina, kataku."
"Jika ini mau kamu, aku juga tidak akan bicara lagi dengan kamu, kata dion yang juga mulai
kesal."
Mereka berdua pergi terpisah, kely ke arah selatan dan dion ke arah utara.
"Jika dion benar-benar merasa bersalah pastilah dia mengejarku, aku menunggu dion
mengajarku dan menahan diriku, ternyata dugaanku salah, dion tidak mengerjaku."
Dion kembali ke ruangan amel dan menjelaskan semua yang terjadi. Dion membuka pintu
dengan wajah murung.
"Assalamualaikum, kata dion."
"Walaikumsalam, jawab kami serentak."
"Dion! Kelynya mana? Tanyaku."
"Maaf mel, kely marah denganku dan tidak ingin pulang bersamaku, kata dion."
"Dasar cewek tidak bisa ditebak, aku juga bingung yang dia mau itu apa, kata regina."
"Mungkin kely butuh waktu untuk sendiri, kataku."

"Yang tidak tahu malu itu kamu, sudah jelas sekali, kalau Al tidak suka padamu! Tapi kamu
tetap mengejar Al, kata kely."
Regina kesal dengan ucapan kely dan menamparnya. Semuanya kaget, terutama aku yang
berada tepat di samping kely.
"Berani-beraninya kamu bicara seperti itu padaku, kata regina."
"Regina, cukup, kamu itu terlalu kasar, kata dion."
Aku mengejar kely yang lari setelah ditampar oleh regina, sepertinya dia sangat kesakitan,
bukan aku saja yang mengejar kely tapi dion dan al ikut denganku mengejar kely. Kami
menemukan kely di belakang sekolah sedang menangis dan sesekali mengusap air matanya.
Saat aku hendak menghampiri kely, dion menahanku dan memintaku untuk tetap di posisiku,
lalu ia pergi menemui kely sendiri disana.
"Kel...kata dion".
"Kamu mau apa lagi kemari? Tanya kely."
"Aku cuman mau memberi botol mineral dingin ini untuk mengurangi rasa sakit bekas
tamparan tadi."
"Aku tidak membutuhkan itu semua, aku hanya butuh sendiri dan asal kamu tahu aku
membenci dirimu, kata kely."
"Mengapa kamu membenciku? jelaskan padaku, kata dion."
"Aku tidak bisa memberitahumu alasannya, kata kely."
"Baiklah kalau begitu aku juga tidak ada alasan untuk pergi dari tempat ini, kata dion."
"Terserah darimu saja, kata kely."
Mengapa Al diam saja? mengapa dia tidak mengajakku berbincang? Padahal aku sangat ingin
bicara berdua dengannya tanpa orang lain. Tapi lama kelamaan al mulai membuka mulut.
"Amel? kata al."
"Iya, jawabku singkat."
"Ada ulat di kepala kamu, kata al."
"Serius? Tanyaku dengan panik."
"Dimana!...dimana! kataku."
"Di hatiku, kata al."
"Kamu bisa saja, kataku."
Aku tidak menyangka ternyata al pandai juga merayu.
"Kamu tidak perlu terlalu tegang dekat denganku, karena aku masih makan-makanan
manusia, kata al."
"Lagi pula kamu terlalu pendiam, jadi aku juga bingung cara mengajakmu bicara, kataku."
Aku bahagia karena selain dion berhasil membuat kely tidak marah lagi, aku juga mendapat
rayuan dari Al. Dari orang yang terkenal dengan pendiam dan kecerdasannya itu. Dan bukan
hanya itu saja, mereka berdua mau mengajari kami alat musik. Kami sudah menentukan
jadwal latihan yaitu setiap pulang sekolah selama 30 menit.
Sepulang sekolah kami langsung pergi ke rumah Al. Kira-kira 15 menit dari sekolah kita
sudah sampai di rumah Al, rumahnya bak istana. Besar dan mewah, pasti Al bahagia tinggal
di rumah sebesar ini.
"Wah, rumah kamu besar sekali, kataku."
"Biasa saja melihatnya, kata kely mengejekku."
Al mempersilahkan kami masuk ke rumahnya. Ternyata di rumah al juga ada ruangan khusus
untuk alat musik, hampir semua alat musik ada di ruangan ini.
"Kely kamu duduk di sini, dan aku akan mengajarkan satu persatu kunci gitar, itu untuk
pemula sepertimu."
Dengan sabar dion mengajari kely yang memiliki otak tidak jauh berbeda denganku. Al juga
mengajariku tehnik-tehnik dalam bermain drum, dia juga terlihat sabar mengajariku.
Di tengah kami latihan tiba-tiba terdengar pecahan kaca yang arahnya dari dapur. Al meminta
kami agar tetap berada di ruangan ini, kami tidak boleh keluar. Al pergi melihat keadaan
yang terjadi di sana. Kami tidak menuruti perintah Al, kami mengikuti Al dari belakang.
Al menyaksikan orang tuanya bertengkar, kami pun juga ikut menyaksikannya.
"Kamu pasti jalan dengan wanita lain, aku melihat dengan ekor mataku sendiri, kamu makan
berdua di sebuah cafe, kata ibu Al."
"Jangan asal menuduh kamu, mungkin kamu saja yang sedang berselingkuh dengan atasan
kamu, kata ayah Al."
"Jangan memutar balik situasi, kata ibu Al."
"Aku berkata yang sebenarnya, kata ayah Al."
"Ayah! ibu! cukup, aku sudah lelah mendengar kalian bertengkar dan saling menuduh seperti
ini, aku ingin ayah dan ibu yang dulu, kata Al."
"Semuanya tidak bisa dipertahankan lagi, ayah dan ibu tidak bisa lagi bersama, dan kamu
harus memilih untuk ikut bersama siapa, kata ayah Al."
"Tapi...aku tidak bisa hidup terpisah dari ayah dan ibu, aku mau tetap bersama kalian, dan
aku tidak bisa memilih salah satu di antara kalian, kata Al."
"Om! Tante! maaf karena kami telah mendengar semuanya secara diam-diam, tapi apa yang
dikatakan Al itu benar, kalian sudah saling memilih satu sama lain beberapa tahun lalu, kalian
yang memutuskan untuk menikah, dan kalian juga sudah memiliki Al yang cerdas, apa hanya
karena kalian saling mencurigai satu sama lain, lalu kalian akan mengorbankan putra dan
masa lalu kalian? Aku bisa merasakan apa yang Al rasakan saat ini, tapi Al masih termasuk
orang yang beruntung ketimbang diriku. Aku ditinggalkan ayah dan ibuku saat usiaku lima
tahun, mereka menitipkan aku pada kakek dan nenekku. Nenek dan kakeklah yang
membesarkan aku sampai seperti ini.
Entah apa alasan dari ayah dan ibuku meninggalkan aku. Tanpa mereka pernah berfikir
anaknya meraung-raung mencarinya. Kalian ingat masa-masa di mana kalian menantikan
buah hati dan sekarang buah hati kalian sudah tumbuh dewasa lalu kalian juga akan
meninggalkannya? Tanyaku."
"Yang kamu katakan benar nak, kami menantikan buah hati dalam waktu yang sangat lama.
Mungkin memang seharusnya aku tidak langsung mengambil keputusan tanpa mendengar
alasannya terlebih dulu, kata ayah Al."
"Kamu gadis yang cantik dan juga baik hati, kamu dapat mengetuk batin tante dengan semua
ucapanmu, tante juga seharusnya tidak cepat mengambil keputusan."
"Mas maafkan aku, kata ibu Al."
"Aku juga minta maaf, kata ayah al sambil memeluk istrinya."
"Amel terima kasih, karena sudah membuat mereka mengubah fikiran untuk tidak berpisah,
kata Al."
"Iya sama-sama, aku tidak ingin kamu bernasib sama dengan sepertiku, kataku."
"Kalau begitu aku pamit pulang, sudah hampir sore, kakek dan nenek pasti sudah mencariku,
kataku."
"Baiklah, biar aku mengantarmu pulang, kata Al."
"Terus aku pulang dengan siapa? Tanya kely."
"Kamu tenang saja, aku yang akan mengantarmu pulang, kata dion."
"Kalau begitu ayo kita pulang, pasti papi dan mami juga sudah menungguku, kata kely."
"Tunggu! Kalau Al, tinggal dengan ayah dan ibunya, kalau kely dengan papi dan maminya,
sedangkan amel tinggal dengan kakek dan neneknya, kalau begitu aku panggil orang tuaku
abi sama ummi saja, kata dion."
"Bercandaan kamu lucu juga hahaha, kata kely."
"Tumben kamu memuji diriku, kata dion."
"Itu karena hari ini aku bahagia, kata kely."
"Bahagia kenapa? Tanya dion."
"Karena bisa memukulmu, kata kely sambil meninju perut dion."
"Awwh, pukulan kamu boleh juga, kata dion sambil mengejar kely."
"Om, tante amel pamit pulang dulu, kataku."
"Iya sayang, Al naik motornya pelan-pelan saja agar selamat, kata ibu Al."
"Iya ibu, kata Al."
Al mengendarai motornya dengan sangat hati-hati, tidak seperti dulu yang ngebut sampai
seragamku terkena lumpur.
"Amel, sudah sampai, kata Al, namun aku malah melamun dan sama sekali tidak
mendengarkan Al."
"Amel! Hey, kata al dengan menepuk pundakku."
"Iya, kenapa, Tanyaku."
"Sudah sampai, kata al."
"Ha, sudah sampai? aku tidak sadar, maaf-maaf, kataku sambil tertunduk malu."
"Hahaha iya tidak apa-apa."
"Kamu tertawa? aku baru sekali ini melihatmu tertawa, kataku."
"Tidak, sekarang aku sedang menangis hahaha, aku menertawakan dirimu, kata Al."
"Ak..aku masuk dulu ya, sampai jumpa besok, kataku."
"Sampai jumpa, kata al."
Aku mengingat kejadian tadi yang begitu memalukan, bisa-bisanya aku gagal fokus saat
bersama Al. Aku terlihat seperti orang aneh di depannya, pasti dia menganggap aku cewek
yang rada-rada stress. Amel-amel jangan bikin malu di depan Al.
*****
(KELY & DION)
"Kely! aku mau bicara sesuatu hal denganmu sepulang sekolah, kata dion."
"Memangnya kamu mau bicara tentang apa? Tanyaku."
"Pokoknya kamu datang saja tempat dimana terakhir kali kamu menangis karenaku, kata
dion."
"Maksud kamu di belakang sekolah? Percaya diri sekali kamu berfikir aku menangis
karenamu, kataku."
"Karena kalau bukan aku siapa lagi? Tanya dion."
"Banyak, kata kely."
"Ya sudah jangan lupa datang, kata dion."
Setelah sepulang sekolah, kely pergi menemui dion di belakang gedung sekolah.
"Kely ayo kemari, kata dion."
"Kamu mau bicara apa? Tanyaku."
"Aku mau kamu jadi pacar aku, kata dion sambil berlutut memberikan setangkai mawar pada
kely."
"Aku sangat kaget, aku tidak pernah berfikiran kalau kamu akan bilang hal seperti itu padaku,
karena aku fikir selama ini kamu suka dengan regina, kataku."
"Mana mungkin aku suka sama regina yang kasar dan tidak punya hati sepertinya, sedangkan
ada yang lebih pantas aku jadikan pasangan yaitu kamu, aku sudah tahu semuanya dari amel,
kamu menyukaiku sejak MOS, kata dion."
"Yang dikatakan dion benar, cewek yang pantas bersama dion itu kamu kel, kata amel."
"Kalian berdua cocok, kata Al."
"Amel, al, kalian juga di sini? Tanyaku."
"Iya, karena aku bisa memarahi kamu jika saja kamu menolak dion, kata amel."
"Jadi sekarang jawaban kamu apa kel, kasihan dion sudah menunggu dari tadi, kata amel."
"Hmm, ak..aku mau, kataku."
"Kalau beginikan aku juga senang lihatnya dari pada melihat kalian bertengkar terus, kata
amel."
"Terus amel, kapan kamu jadian juga dengan Al? Tanya kely tanpa sadar."
"Kely! kata amel."
"Maksud kamu apa kel? Tanya Al."
"Aku cuman bercanda saja, kataku."
"Kamu tenang saja, aku yang akan mengantarmu pulang, kata dion."
"Kalau begitu ayo kita pulang, pasti papi dan mami juga sudah menungguku, kata kely."
"Tunggu! Kalau Al, tinggal dengan ayah dan ibunya, kalau kely dengan papi dan maminya,
sedangkan amel tinggal dengan kakek dan neneknya, kalau begitu aku panggil orang tuaku
abi sama ummi saja, kata dion."
"Bercandaan kamu lucu juga hahaha, kata kely."
"Tumben kamu memuji diriku, kata dion."
"Itu karena hari ini aku bahagia, kata kely."
"Bahagia kenapa? Tanya dion."
"Karena bisa memukulmu, kata kely sambil meninju perut dion."
"Awwh, pukulan kamu boleh juga, kata dion sambil mengejar kely."
"Om, tante amel pamit pulang dulu, kataku."
"Iya sayang, Al naik motornya pelan-pelan saja agar selamat, kata ibu Al."
"Iya ibu, kata Al."
Al mengendarai motornya dengan sangat hati-hati, tidak seperti dulu yang ngebut sampai
seragamku terkena lumpur.
"Amel, sudah sampai, kata Al, namun aku malah melamun dan sama sekali tidak
mendengarkan Al."
"Amel! Hey, kata al dengan menepuk pundakku."
"Iya, kenapa, Tanyaku."
"Sudah sampai, kata al."
"Ha, sudah sampai? aku tidak sadar, maaf-maaf, kataku sambil tertunduk malu."
"Hahaha iya tidak apa-apa."
"Kamu tertawa? aku baru sekali ini melihatmu tertawa, kataku."
"Tidak, sekarang aku sedang menangis hahaha, aku menertawakan dirimu, kata Al."
"Ak..aku masuk dulu ya, sampai jumpa besok, kataku."
"Sampai jumpa, kata al."
Aku mengingat kejadian tadi yang begitu memalukan, bisa-bisanya aku gagal fokus saat
bersama Al. Aku terlihat seperti orang aneh di depannya, pasti dia menganggap aku cewek
yang rada-rada stress. Amel-amel jangan bikin malu di depan Al.
*****
(KELY & DION)
"Kely! aku mau bicara sesuatu hal denganmu sepulang sekolah, kata dion."
"Memangnya kamu mau bicara tentang apa? Tanyaku."
"Pokoknya kamu datang saja tempat dimana terakhir kali kamu menangis karenaku, kata
dion."
"Maksud kamu di belakang sekolah? Percaya diri sekali kamu berfikir aku menangis
karenamu, kataku."
"Karena kalau bukan aku siapa lagi? Tanya dion."
"Banyak, kata kely."
"Ya sudah jangan lupa datang, kata dion."
Setelah sepulang sekolah, kely pergi menemui dion di belakang gedung sekolah.
"Kely ayo kemari, kata dion."
"Kamu mau bicara apa? Tanyaku."
"Aku mau kamu jadi pacar aku, kata dion sambil berlutut memberikan setangkai mawar pada
kely."
"Aku sangat kaget, aku tidak pernah berfikiran kalau kamu akan bilang hal seperti itu padaku,
karena aku fikir selama ini kamu suka dengan regina, kataku."
"Mana mungkin aku suka sama regina yang kasar dan tidak punya hati sepertinya, sedangkan
ada yang lebih pantas aku jadikan pasangan yaitu kamu, aku sudah tahu semuanya dari amel,
kamu menyukaiku sejak MOS, kata dion."
"Yang dikatakan dion benar, cewek yang pantas bersama dion itu kamu kel, kata amel."
"Kalian berdua cocok, kata Al."
"Amel, al, kalian juga di sini? Tanyaku."
"Iya, karena aku bisa memarahi kamu jika saja kamu menolak dion, kata amel."
"Jadi sekarang jawaban kamu apa kel, kasihan dion sudah menunggu dari tadi, kata amel."
"Hmm, ak..aku mau, kataku."
"Kalau beginikan aku juga senang lihatnya dari pada melihat kalian bertengkar terus, kata
amel."
"Terus amel, kapan kamu jadian juga dengan Al? Tanya kely tanpa sadar."
"Kely! kata amel."
"Maksud kamu apa kel? Tanya Al."
"Aku cuman bercanda saja, kataku."
"Namaku amel, kataku."
"Kalau aku yohan, aku siswa di sekolah SMA KARYA, jaraknya tidak jauh dari sekolahmu,
kata yohan."
"Aku mau ke sana dulu, kataku sambil meninggalkannya."
Aku tidak menyadari jika poinnya sudah terbalik, tim basket kami kalah 3 angka. Dan aku
melihat Al tidak lagi bermain bagus seperti sebelumnya. Ada apa dengannya? Apa mungkin
dia cemburu melihatku dengan yohan? Kalau benar, aku jahat sudah mengacaukan
pertandingan pertama Al.
Setelah pertandingannya selesai, aku langsung menemui Al dan memberinya handuk serta
sebotol air dingin, namun Al lebih memilih berlalu meninggalkan aku. Aku melihat regina
menghampiri Al dan melakukan hal yang sama sepertiku dan Al menerima semua itu.
Aku mendengar seseorang memanggil namaku di seberang lapangan. Aku melihat yohan
sedang melambaikan tangan ke arahku. Akupun menghampirinya.
"Amel, ambil coklat ini sebagai tanda terima kasihku, kata yohan."
"Maaf, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku membantumu ikhlas tanpa balasan, dan itu
sudah menjadi suatu kewajiban bagi anak PMR seperti kami, kataku."
"Eh kamu jangan dekat-dekat dengan amel karena amel sudah punya Al, kata kely."
"Kamu tidak perlu mengatakan itu kely, jika kamu mau, silahkan saja, aku tidak akan
keberetan karena dia cewek genit, kata Al."
"Al, aku terima kamu marah padaku, aku terima kamu bicara dengan cewek lain, tapi untuk
kali ini aku tidak terima perkataanmu. Dimana letak kesalahanku, aku hanya menjalankan
tugasku sebagai ketua medis disini, aku tidak menyangka kamu seperti ini, kataku sambil
meninggalkan mereka."
"Aku tegaskan padamu, amel adalah kekasihku, dan aku tidak akan semudah itu
melepaskannya. Jangan kamu fikir aku sungguh-sungguh dengan ucapanku tadi. Aku tidak
akan bodoh melepas amel yang selama ini aku cintai. Dan jangan kamu memanfaatkan
kepolosannya, kata Al."
"Selama kalian masih berada dalam lampu merah berarti masih ada lampu hijau untukku, aku
juga tidak akan melepasnya begitu saja, kata yohan."
"Kamu jadi cowok tidak punya malu, kamu sudah tahu amel punya pacar dan kamu masih
mau mendekatinya, kata kely."
"Bro, kamu harusnya mengerti, dengan keadaan ini, kata dion."
"Aku tidak peduli semua perkataan kalian, kata yohan sambil pergi meninggalkan mereka."
"Al, bagaimana ini, amel juga pergi sendiri entah kemana, kamu harus mencarinya dan
meminta maaf sesegera mungkin sebelum orang itu benar-benar merebut amel darimu, kata
kely."
"Kamu benar, kalau begitu aku pergi dulu, kata Al."
"Iya kamu juga harus hati-hati di jalan, kata kely dan dion."
Setelah berjalan cukup jauh, al menemukan diriku yang sedang terduduk di halte.
"Amel, aku tahu aku egois, aku tidak bisa mengerti keadaanmu, aku menyesal, aku terbawa
perasaan saat melihat kalian berdua, aku cemburu jika cowok lain berusaha mendekati kamu,
kata Al."
"Jika benar begitu, tapi mengapa kamu harus mengatakan 'aku tidak keberatan karena dia
cewek genit?' aku sakit hati mendengarnya, kataku."
"Aku ingin menebus semua yang terjadi di hari ini dengan mengajakmu camping bersama
kely dan juga dion di depan rumahku karena besok hari libur, kata Al."
"Aku mau kok, kataku."
"Sekarang kamu berhenti menangis, kata Al sambil menyeka air mataku."
"Iya, kataku sambil tersenyum."
Malam harinya kami membangun tenda di halaman rumah Al yang sangat luas, Al dan dion
yang bertugas membangun tenda sedangkan aku dan kely bertugas membuat api unggun.
Kami menyusun kayu hingga menjadi seperti menara, lalu kami membakarnya dengan korek
api.
Aku yang ceroboh terkena percikan api unggun.
"Awhh!! Kataku."
"Amel tanganmu, kata kely."
"Ada apa dengan tangan amel? Tanya Al yang mendengar suara kely."
"Tangan amel merah terkena ciprakan api, kata kely."
Al berlari ke arahku dan melihat tanganku.
"Amel kamu tunggu di sini, aku akan mengambil salep di dalam, kata Al."
"Iya, kataku sambil mengipas tanganku."
"Amel mengapa bisa tanganmu terkena ciprakan api? Tanya dion."
"Itu karena dia ceroboh, kata kely."
"Seharusnya kamu lebih hati-hati jika melakukan sesuatu, kata dion."
"Yang dikatakan dion benar mel, kata kely."
Al kembali membawa salep dan mengoleskannya di tanganku.
Kami duduk melingkari api unggun, dion dan Al bermain gitar untuk menambah meriah
camping kami sedangkan aku dan kely hanya bisa bertepuk tangan. Tidak lama ayah dan ibu
Al menghampiri kami.
"Kami juga boleh ikutan camping dengan kalian kan? Tanya ibu Al."
"Iya biar kami terlihat lebih muda juga, kata ayah Al."
"Boleh tante, pasti akan lebih menyenangkan, kataku."
"Iya tante, kata kely."
"Wah jadi ramai kita, kata dion."
"Tentu saja ayah, ibu boleh ikut, kata Al."
Malam sudah semakin larut, saatnya kami tidur. Ada tiga tenda yang dibangun, ayah dan ibu
Al, al dan dion, aku dan kely.

Pagi harinya, ketika ayah Al, al, dan dion belum bangun. Aku, kely dan ibu Al. memasak
sarapan untuk mereka. Kami membuat nasi goreng, dan juga susu. Tidak lama setelah itu
mereka bangun dan pergi ke dapur karena mencium aroma wangi dari nasi goreng buatan
kami.
Kami makan bersama dengan sangat lahap, setelah makan kami pergi menyiram tanaman
yang ada di taman. Berbagai jenis bunga ada di taman ini termasuk bunga matahari yang aku
suka. Aku juga tidak mengerti mengapa bisa aku menyukai bunga matahari. Kami menyiram
bunga-bunga dengan semangat pagi. Ibu Al juga tidak mau momen ini terlupakan oleh sebab
itu ia merekam semua yang kami lakukan dari camping hingga menyiram tanaman.
Hari mulai sore, aku, kely, dan dion harus pulang ke rumah.
"Om, tante, Al, kami pamit pulang, kataku."
"Jangan malu untuk main lagi kemari, kata ibu Al."
"Iya tante, kata kely."
"Asal tante masak buat kita lagi, kata dion."
Kami pun pulang diantar oleh supir mereka. Sesampai di rumah kakek dan nenek memintaku
untuk berkemas, aku tidak tahu mengapa.
"Untuk apa amel berkemas? memangnya kita mau pergi kemana?, Tanyaku."
"Kita akan pindah ke bandung, kita tidak lagi bisa tinggal di rumah ini, kata kakek."
"Tapi kek, amel tetap mau di sini, amel tidak mau pindah ke bandung, kata ku."
"Amel, kamu harus mengerti keadaan kita, kakek dan nenek tidak mampu membayar uang
kontrakan rumah ini lagi, kata nenek."
"Apa harus hari ini kita pergi? apa tidak bisa besok saja setelah amel pulang dari sekolah?
Tanyaku."
"Baiklah kalau itu mau kamu, kita akan pergi besok."
Aku mengemas semua barang-barangku, termasuk foto kami berempat yang selalu aku
pajang, aku juga mengambil semua barang-barang yang Al berikan. Mengapa ini semua
terjadi di saat Al sudah benar-benar menjadi kekasihku? Bagaimana cara aku menjelaskan
kepada mereka, aku tidak ingin berpisah dengan mereka. Tapi aku juga tidak bisa memaksa
kakek dan nenek untuk tinggal disini.
Setelah selesai mengemas barang-barangku. Aku membaringkan tubuhku dan terlelap dalam
kesedihan.
Esok harinya aku pergi ke sekolah dengan wajah kusam dan mata bengkak akibat menangis
semalaman. Aku masuk ke dalam kelas dan menemui kely dan dion yang sedang duduk
berdua.
"Amel, kamu kenapa? Kok mata kamu bengkak dan wajahmu juga kusam? Tanya kely."
"Ayo duduk dan ceritakan pada kami, kata dion."
"Al dimana? Tanyaku."
"Al tidak mengabarimu? dia dipanggil untuk mengikuti lomba olimpiade matematika, kata
dion."
"Mungkin ini terakhir kalinya aku menginjakkan kaki di sekolahan ini, sepulang sekolah aku
akan pindah ke bandung bersama kakek dan nenekku. Dan aku akan mulai bersekolah di
sana, kataku."
"Apa! tapi kenapa harus bandung? dan kenapa kamu harus pindah? Tanya kely."
"Karena kakek dan nenekku sudah terlalu tua untuk bekerja dan mereka sudah tidak sanggup
membayar uang kontrakan, kami akan pindah kerumah paman, kakak dari ibuku, kataku."
"Bagaimana dengan Al? apa dia sudah tahu? Tanya dion."
"Aku belum memberitahunya, dan apa kalian mau membantuku membuat suatu video untuk
al? Tanyaku."
"Kami pasti akan membantumu, kata kely dan dion serentak."
Dion telah mengaktifkan tombol video di handphonenya dan aku mulai berkata "Ghozali al
gaffar, aku ingin menemuimu pagi ini di sekolah dan ternyata kamu pergi untuk sekolah
dalam perlombaan olimpiade matematika. Aku do'a kan semoga kamu berhasil dalam lomba
itu maupun lomba lainnya, terima kasih untuk setahun lebih ini, aku bahagia bisa bersamamu.
Namun ada kenyataan pahit yang harus aku katakan, aku akan pergi dan melanjutkan
pendidikan di bandung. Tapi satu hal yang perluh kamu tahu, aku akan tetap mencintaimu
meski dalam jarak yang berbeda.
Aku tidak tahu denganmu, apakah kamu juga akan tetap mempertahan cinta ini atau tidak.
Maafkan aku yang pergi tanpa sepengetahuanmu."
Aku melihat kely dan dion menangis haru di balik camera. Aku tahu mereka merasakan apa
yang aku rasakan, mereka adalah sahabatku.
Aku berpisah dengan mereka sampai disini. Aku harus pergi karena kakek dan nenek sudah
menjemputku. Aku melihat kely yang berlari dan memeluk tubuhku dengat sangat erat dan
air mata yang mengalir di pipinya.
"Amel kamu harus janji akan kembali lagi bersama kami di Jakarta, kamu tidak boleh tinggal
di bandung selamanya, kata kely."
"Aku akan kembali menemui kalian, aku janji, kataku" Akhirnya kely melepasku dan mobil
yang kami kendarai membawaku jauh dari mereka.
*****
(KELY, DION, & AL)
Al kembali ke sekolah setelah beberapa menit yang lalu aku meninggalkan sekolah. Al
Nampak bahagia karena bisa memenangkan olimpiade matematika tersebut, namun
kebahagiannya seketika terhenti saat melihat kely dan dion masih ada di sekolah dan
wajahnya terlihat jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
"Kely, dion, kalian kenapa? dan kenapa kalian belum pulang? oh iya amel di mana? Tanya
Al."
"Kami hanya bisa memperlihatkan ini untuk menjawab semua pertanyaanmu, kata dion."
"Apa ini? Tanya Al."
"Kamu lihat sendiri, kata dion."
Setelah al melihatnya, air matanya seketika jatuh tanpa aku bisa menadah air mata itu. Al
juga menjatuhkan pialanya dan meninggalkan kely dan dion tanpa sepatah kata pun. Al pergi
untuk menngejarku ke stasiun, sampai di sana Al tidak lagi menemukanku, sebab dia
terlamat. Kereta yang aku tumpangi sudah berangkat 5 menit lalu. Al menggaruk-garuk
kepalanya dan merasa belum percaya jika aku pergi meninggalkannya.
Hari-hariku sepi tanpa mereka lagi di sisiku, dan begitu juga mereka, hari-harinya menyepi
tanpa hadirku. Aku bersekolah di SMA KARYA 1 yang jaraknya sangat dekat dengan rumah
paman. Tidak terasa waktu berjalan, sekarang kami sudah di ujung puncak penentuan masa
depan. Ujian nasional sudah semakin dekat, kami juga sudah memikirkan di mana kami akan
melanjutkan pendidikan. Aku memutuskan untuk bersekolah lagi di universitas yang ada di
Jakarta.

BAB 3
CINTA KEDUA

Perjumpaan kembali hadir namun berbeda dengan dahulu kala, meskipun tidak terlalu
berbeda jauh.

17 juli 2017
Ketika aku berjalan memasuki gerbang kampus yang terbuka lebar di hadapan mata ini. Aku
menghabiskan separuh waktuku di tempat ini. Entah mengapa aku suka berada di sini lebih
lama lagi. Gerimis di luaran kampus terlihat sangat indah di mataku, tanpa sadar aku
tersenyum tanpa tahu sebabnya. Seseorang menepuk pundakku dan itu membuat lamunanku
buyar.
"Amelia aisya putri! Apa ini benar kamu? Tanyanya."
"Iya aku amel, dan kamu kely angelista kan? Tanyaku."
"Iya ini aku kely, kata kely."
"Apa kabar kely, aku sangat bahagia bisa bertemu denganmu lagi di sini, kataku."
"Aku juga sangat merindukanmu, dan selama kamu ada di bandung aku sangat sepi karena
tidak ada dirimu, kata kely."
"Terus Al dan dion kuliah di mana? Tanyaku."
"Mereka juga kuliah di sini meskipun dengan jurusan yang berbeda."
"Benarkah? aku mau bertemu dengan mereka, aku juga sangat merindukan mereka, kataku."
Kely angelista salah satu sahabat sejatiku, aku bertemu dan mulai berteman sejak SMA dan
sekarang lagi-lagi kampus kami sama. Ciri khas kely yaitu dia tidak bisa diam, ceria dan suka
tertawa.
Aku, Al, Kely dan Dion bersahabat sejak SMA, hari ini kami menyempatkan waktu
berkumpul di cafe dekat kampus. Kami duduk berhadapan satu sama lain. Kely dan dion
tetap mesrah seperti dahulu meski melihat aku dan Al bagai batu galau. Al sama sekali tidak
melirik diriku, mungkin dia masih marah dengan kejadian dua tahun silam. Aku ingin
menyapanya namun dia tidak memberiku waktu untuk memulai pembicaraan, dia sibuk
dengan laptop dan buku-bukunya. Tidak lama Al pergi meninggalkan kami, aku merasa
sangat sedih melihat Al seperti ini.
"Al, kamu mau kemana? Tanyaku memulai bicara."
"Bukan urusan kamu, kata Al."
"Tapi Al, aku mau bicara dengan kamu, kataku."
"Tidak perlu, kata Al."
"Tapi...Al tunggu, kataku."
Namun Al tetap pergi meninggalkan kami, sepertinya dia tidak senang aku kembali atau
sekarang dia sudah punya yang lain. Aku pun bertanya kepada kely dan dion mengenai Al
selama aku pindah ke bandung.
"Kely, dion, apa al masih marah denganku atau dia mau melupakan aku karena ada cewek
lain? Tanyaku."
"Sejak kamu pindah ke bandung, sikap Al berubah drastis, dia jarang mau berkumpul dengan
kami, jika kami tidak mengajaknya, mungkin dia sangat terpukul karena ditinggal kamu, dan
asal kamu tahu waktu itu al pergi mengejarmu di stasiun namun dia terlambat, dan untuk
dekat dengan cewek lain sepertinya tidak, aku belum pernah melihat Al bersama cewek lain
selain dirimu, kata kely."
"Aku juga kurang tahu, sebab al tidak pernah cerita padaku tentang seseorang selain kamu,
kata dion."
"Kapan kamu akan mengerti, jika aku ingin kamu memberiku cinta yang lebih serius, bukan
cinta yang entah kemana arah tujuannya."
Sesampai di rumah aku mulai menulis apa yang sedang aku alami hari ini.
Kau tetap ada di dalam sudut hatiku namun perlahan-lahan hatimu semakin berlabuh jauh,
apa mungkin kamu merasakan hal yang sama denganku? aku fikir itu tidak mungkin, aku
juga sama sekali tidak bisa memahaminya, aku merasa seperti kekasih bayangan yang
membayangimu setiap saat.
Lalu aku menyobek kertas tersebut dan melipatnya kemudian aku masukkan kedalam amplop
warna merah jambu berlatar hati retak. Kemudian aku simpan kembali ke dalam laci.
"Apa masih tersimpan cintaku di hatimu? apa kamu juga masih ingin hatimu bersamaku? atau
mungkin kamu sengaja memberiku penderitaan ini? asal kamu tahu besarnya cintaku
melebihi cintamu untukku. Hatiku seolah-olah tenggelam dalam danau air mata."
Sepanjang malam aku memikirkan apa yang sebenarnya membuat Al seperti itu, jika aku
yang salah maka maafkanlah aku dan jika kamu salah mengapa kamu tidak meminta maaf?
Aku berusahan menghubungi Al selama aku di bandung namun nomor Al tidak bisa
dihubungi dan kely tahu semua itu. Dan sekarang aku mencoba menghubunginya kembali
namun tidak ada jawaban dan aku putuskan untuk mengirim pesan padanya.
"Al aku mau bicara denganmu malam ini di cafe tempat kita jadian dua tahun silam, kataku."
Tidak lama kemudian ada pesan masuk dari Al.
"Baiklah, jam 20:00, kata al."
Akupun bersiap-siap untuk pergi ke cafe itu. Sampai di cafe jarum jam sudah menunjukkan
pukul 19:50, aku datang lebih awal, aku menunggu dan terus menunggu namun Al belum
juga datang. Sekarang sudah pukul 22:00 dan cafenya sudah tutup dan aku terpaksa
menunggu al di luar cafe dengan hujan bersamaku di malam kelabu. Aku kedinginan dan
kelaparan karena belum sempat makan, hanya seteguk kopi yang masuk ke dalam tubuhku.
Al datang menghampiriku dan meneduhkan diriku dengan sebuah payung yang ia genggam.
"Mengapa kamu begitu bodoh untuk tetap menungguku, kamu menyiksa dirimu sendiri, kata
Al."
"Aku tidak bodoh dan tidak menyiksa diriku, aku lakukan ini demi cintaku, kataku dengan
nada dan bibir gemetar."
"Al membawaku menuju mobilnya, dan dia juga memberiku jaketnya agar badanku tidak
terlalu dingin."
"Sekarang aku akan mengantarmu pulang, kata Al."
Aku menunjukkan jalan menuju kosanku. Sesampai di kosan aku diam sejenak di dalam
mobil Al untuk mengatakan sesuatu.
"Al, apa kamu sudah punya pacar baru? Tanyaku."
"Belum, kata Al."
"Kenapa? Tanyaku."
"Karena aku cinta pada satu wanita yaitu kamu, kata Al."
Aku merasa bahagia dengan ucapan Al, akupun masuk ke dalam kosan dengan wajah ceria.
Lalu Al pulang ke rumahnya.

Aku berangkat ke kampus bersama Al pagi ini, kebetulan jam kuliah kami sama. Sesampai di
kampus, kely dan dion melihat dan menghampiri kami di depan pintu gerbang.
"Sepertinya ada yang lagi bahagia hari ini, kata kely mengejekku."
"Nah begitu dong Al, kalau cinta jangan dilepas, kata dion."
"Kalian ini apa-apaan sih, kataku."
Saat kami berempat hendak masuk bersama namun tiba-tiba ada yang memanggil namaku,
aku pun berhenti dan melihat siapa dia.
"Amel tunggu, kata orang itu."
"Kamu masih ingat denganku? Tanyanya."
"Iya, kamu yohan kan? Tanyaku."
"Iya, aku senang sekali bisa bertemu denganmu lagi di kampus yang sama, kamu tahu setelah
pertandingan itu aku selalu menunggumu pulang di luar sekolah, namun kamu tidak pernah
terlihat lagi dan aku bertanya pada seseorang dan bilang kamu pindah ke bandung, kata
yohan."
Tiba-tiba Al pergi meninggalkan kami, aku tahu saat ini Al pasti sedang cemburu, aku harus
mengejarnya.
"Maaf yohan tapi aku harus pergi mengejar Al, kataku."
"Tunggu, amel, kata yohan sambil menarik tanganku."
"Yohan lepaskan amel, biarkan dia menggejar orang yang dia sayang, kata dion."
"Yohan aku mohon lepaskan tanganku, sakittt! kataku, namun yohan tidak
mendengarkannya."
Dan akhirnya dion dan yohan bertengkar, sedangkan kely pergi menemui Al untuk meminta
bantuan. Al kembali untuk membantu dion yang sudah terluka akibat pukulan yohan.
"Yohan hentikan, kamu sudah keterlaluan, kata Al."
"Selanjutnya adalah kamu, kata yohan."
Mereka berdua bertengkar namun kali ini Al yang mengalahkan yohan dan akhirnya yohan
pergi meninggalkan kami.
"Dion! kata Al."
"Aku tidak apa-apa, kamu tidak perlu khawatir dan aku kagum denganmu Al, kata dion."
Aku dan kely pergi membawa al dan dion ke ruang UKS.
"Al, terima kasih karena sudah menolongku, kataku."
"Aku tidak menolongmu tapi aku menolong sahabatku dion, kata Al."
"Kamu bohong, aku bisa melihat kekhawatiran di matamu, kataku."
"Aku sama sekali tidak mengkhwatirkan dirimu, karena aku yakin yohan tidak akan
melukaimu sebab dia mencintaimu, kata Al."
"Kamu bilang dia tidak akan melukaiku? tapi mengapa dia menggenggam pergelangan
tanganku hingga seperti ini, kataku."
Al terkejut saat melihat tanganku yang memar, "Benar-benar keterlaluan sih yohan, kata Al."
"Sekarang kamu masuk dan obati lukamu, kata Al."
Setelah dion diobati kami langsung pulang namun kami tidak bersamaan, dion dan kely
pulang bersama, sedangkan aku sendiri dan Al pun sendiri. Sesmpai di rumah, aku
merebahkan tubuhku dan terlelap.
Aku fikir, Al tidak akan membiarkan aku pulang sendirian dalam keadaan yang kurang enak.
Ternyata Al masih marah dengan apa yang terjadi siang tadi. Tapi setidaknya Al memberi
aku kesempatan untuk menjelaskan, jika aku hanya mencintainya tanpa ada lagi yang
tersembunyi di dalam hati ini.
"Sampai kapan gerimis di sudut mata ini akan berakhir? aku ragu mengucapakan kata kuat
dalam dilema perasaan yang tengah beradu."
"Awan, bolehkah aku meminta sesuatu padamu? Aku ingin tarik kembali gerimis ini,
percuma saja tidak akan berpengaruh pada dia yang terlanjur mengkakukan dirinya."
Kali ini ia merasa Al yang kini, kembali berubah sama seperti awal mengenalnya dulu. Tidak
ada senyum, yang ada hanya diam dan semakin tidak perduli denganku yang meski aku
berada dekat di sampingnya.
Bahkan melihat wajahku saja dia mulai enggan, dan itu juga yang membuat aku semakin
merasa cinta ini sudah mati. Akan sulit memperbaiki hubungan yang salah satu dari kami
sudah melepas ikatan.
Jangan salahkan waktu yang mulai membawaku menjauh darimu yang terlihat biasa saja.
BAB 4
KECEWA

Cinta yang mulai surut pada dua hati yang saling mengecewakan.

Pagi ini aku pergi ke perpustakaan kampus untuk mengerjakan tugas skripsi dari dosen.
Tugas yang sulit bagi orang yang memiliki otak seperti diriku. Aku mengetuk-ngetuk meja
menggunakan pena sambil berfikir tema yang cocok buat skripsi kali ini.
Dion melihatku kebingungan dan menghampriku di sudut perpustakaan.
"Hai mel, sapa dion."
"Hai dion, balasku."
"Kamu terlihat sedang ada masalah, masalah Al? Tanya dion."
"Bukan masalah Al, tapi masalah skripsi yang harus aku kumpulkan beberapa hari lagi dan
aku sama sekali belum punya ide, kataku."
"Coba aku pinjam laptop kamu, pintah dion."
"Memangnya kamu bisa? Tanyaku."
"Lihat saja, kata dion."
Dion mengerjakan skripsi milikku dengan sangat teliti namun cepat, aku memandang dion
secara diam-diam dan berfikir seolah-olah dion adalah Al. Tidak lama kely datang
menghampiri aku dan dion. Kely memeluk dion dengan sangat mesrah bagai dinginnya
musim semi, dan mereka bermesraan di hadapanku lagi, aku membuang muka tidak ingin
melihat mereka.
"Amel, al di mana? Tanya kely."
"Aku tidak tahu, balasku."
Aku pergi meninggalkan mereka bermaksud memberi mereka waktu berdua meskipun sering
berduaan. Belum jauh kaki ini melangkah tiba-tiba ada yang menarik rambutku dari balik
tubuhku, dan membuat rambutku terurai. Aku tidak biasa mengurai rambutku karena itu
membuatku gerah.
"Mel, sumpah kamu cantik banget, rambutmu juga cantik dan hitam, bagaimana kalau mulai
besok kamu mengubah gaya? Tanya kely."
"Tidak akan berhasil, dia tidak akan terpesona sama sekali denganku, kataku."
"Tapi tidak ada salahnya dicoba, iya kan? Tanya kely."
"Aku akan mencobanya demi Al, tapi kamu harus membantuku, kataku."
"Tenang saja pasti aku bantu, kata kely."
*****
Keesokan harinya aku mengurai rambutku di kampus dan berjalan bak putri di negeri
dongeng, semua orang memandangku. Namun Al tidak melihatku dan akupun menyapanya.
"Hai Al, kataku."
"Amel, apa-apa ini! Kemana ikat rambutmu? Aku tidak menyukai ini, kamu lebih terlihat
seperti wanita murahan, aku lebih suka kamu yang dulu, kata Al."
Aku terkejut melihat reaksi Al yang berkata kasar padaku.
"Al mau kamu apa sih, aku yang seperti dulu dicuekin dan sekarang aku dihina, Al aku juga
punya hati, punya perasaan dan kamu sudah melukai itu semua."
Air mataku pecah seketika mendengar kata murahan dari mulut Al yang dilontarkan
kepadaku.
"Jika menurutmu aku bak wanita murahan di pandangan matamu, tetapi mengapa kamu mau
berpacaran denganku, apa kamu fikir hubungan itu hanya sebuah kata belaka? kamu pernah
tidak berfikir sedikit saja seberapa sering hatiku terluka, Kataku panjang lebar dan
meninggalkannya."
"Aku lakukan semua demi kamu, untuk pria yang kuberi cinta namun dibalas dengan luka."
"Aku melakukan semua ini, karena aku takut seseorang akan merebutmu dariku, ucap al
dalam batin sambil mengusap sebutir air mata yang jatuh di pipinya."
Amel kembali menuliskan penderitaannya.
"Kita berjalan dengan langkah yang sama namun menuju arah yang berbeda."
"Apa mungkin aku bisa lepas dari dia! dia yang terlanjur aku cinta."
"Aku menunggu maaf kamu untukku, dan kuyakinkan kamu akan dimaafkan olehku, namun
kamu tidak melakukan itu walau sekali, kamu begitu sulit mengucap kata MAAF sejak dulu
hingga sekarang."
Jangan lakukan ini padaku, aku masih ingin bersamamu namun sepertinya kamu punya
kepribadian ganda yang kadang baik dan terkadang kamu terlihat sangat kasar. Buktikan
padaku kalau aku benar-benar wanita yang kamu sayangi.
Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapimu, aku juga manusia biasa yang tidak
selamanya bisa bersabar. Aku mohon jangan biarkan aku benar-benar merasa salah
memilihmu.
Semalaman aku menunggu pesan darimu yang tidak kunjung ada, aku kira kamu akan
menyadari jika kamu yang salah bukan aku dan harusnya meminta maaf itu kamu bukannya
aku. Sesekali aku melihat keluar jendela berharap kamu datang menemuiku dan semua
penantianku sia-sia. Aku putuskan untuk tidur saja karena aku telah menunggumu.
Esok harinya aku menunggu dirimu di kampus, namun aku sama sekali tidak melihatmu,
jangan hukum aku dengan pergi dari pandanganku. Meski berkali-kali sakit namun aku masih
bisa memaafkan dirimu karena aku sudah buta dengan cintamu. Dan aku minta jangan
bersebunyi dariku, karena aku tidak akan bisa menemukanmu.
Sekitar 1 jam aku menunggu dirinya dan akhirnya ia keluar dari tempat persembunyiannya
namun kali ini dia tidak sendiri, ada cewek lain yang ia gandeng. Sekali lagi aku terluka
olehnya, tetapi aku tetap berusaha memasang wajah palsu dengan tetap tersenyum pada
mereka.
Tuhan ujian darimu begitu berat aku jalani, aku tidak sanggup menahan air mataku. Namun
aku tidak boleh menangis di depan mata mereka.
"Hai Al, sapaku."
"Iya, kata Al."
"Hai aku syakira, dan siapa namamu? Tanya syakira."
"Aku amel, kataku."
"Oh iya Al aku masuk kelas duluan ya, kata syakira."
Dan sekarang tinggalah aku dan Al saja.
"Al katakan padaku, apa salahku? Tanyaku."
"Aku tidak perlu menjawabnya, dan aku harus pergi menyusul syakira sekarang."
Al meninggalkan aku sendiri yang sedang menahan rasa kecewa, dan air mataku meluap
setelah Al menjauh dariku. Aku buru-buru menyeka air mataku karena kely dan dion
menghampiri diriku.
"Amel ada apa dengan dirimu? kamu menangis ya? Tanya kely."
"Tidak, aku hanya mengingat film yang aku tonton semalam, kataku."
"Kamu bohong, setahuku kamu tidak suka nonton, kata kely."
"Ayo katakan mel, biar aku memberinya pelajaran, kata dion."
"Kamu tidak akan bisa melakukan itu dan sampai kapanpun kalian tidak bisa memahami apa
yang aku alami selama ini, kataku."
Aku kembali meninggalkan mereka yang masih bingung mengapa aku menangis.
*****
(KELY, DION, AL, & SYAKIRA)
Kely dan dion pergi menemui Al, dan mereka terkejut melihat al bersama cewek lain.
"Jadi ini alasan amel menangis? aku tidak habis fikir kamu akan setega ini padanya, jika
kamu ingin membalas kecemburuanmu pada amel bukan seperti ini caranya. Kamu sadar
tidak? amel tidak pernah sengaja membuatmu cemburu, dia ingin kuliah di Jakarta juga
karena ingin bersamamu, kamu tahu? Dia sering menghubungimu namun nomormu tidak bisa
dihubungi dan apa yang amel lakukan, dia menelfonku di tengah malam hanya ingin
menanyakan kabar darimu, dan apa balasan kamu untuknya??! kata kely."
"Yang dikatakan kely benar, apa yang kurang dari amel? dia cewek yang baik hati,
penyayang, tulus dan juga lugu. Dan aku tidak terima jika kamu memanfaatkan keluguan dia
meskipun kamu adalah sahabatku, banyak yang suka padanya namun dia tetap memilih dan
menjaga hatinya untukmu, kata dion."
"Apa kamu pernah sekali saja melihat amel menagis? Tidak kan! itu karena amel tidak ingin
terlihat sedih dan lemah di hadapanmu, namun di belakangmu ia tidak sanggup berkata apa
pun dengan semua ini, kata kely."
"Kalian ini siapa? Tanya syakira."
"Aku kely dan ini dion, kami adalah sahabat Al dari SMA, dan kamu perlu tahu bila Al sudah
punya pacar yaitu amel, kata kely."
"Jadi cewek tadi itu adalah pacar kamu? tapi kenapa dia terlihat biasa-biasa saja saat aku
menggandeng tanganmu? Tanya syakira."
"Itu karena amel tidak ingin membuat Al kecewa dan memilih untuk dia saja yang merasa
kecewa, dan Al coba fikir sekali lagi, seberapa banyak amel berkorban untukmu dan kamu
akan tinggalkan amel demi cewek lain yang baru kamu kenal, kata kely."
"Aku terlanjur kecewa padanya, kata Al."
"Bro kamu lupa? siapa yang menolongmu saat kamu di ambang kematian karena racun di
tubuhmu, dan siapa yang membuat ayah dan ibumu bersatu kembali? kata dion."
"Yang kalian katakan benar adanya, tapi..."
"Tapi apa Al, kamu menunggu sampai yohan benar-benar merebut amel darimu? Tanya
kely."
"Aku tidak akan membiarkan yohan merebut amel, kata Al."
"Sekarang pergi dan temui amel sekarang juga, kata dion."
"Al tunggu, kata syakira."
"Syakira tolong mengerti, mereka itu saling mencintai sejak SMA dan jangan rebut
kebahagian itu dari mereka, kata kely."
"Tapi Al tidak terlihat bahagia dengan amel, kata syakira."
"Tapi mereka tetap bersama sampai sekarang bukan? itu berarti cinta mereka sulit terpisah
karena hati sudah saling menyatu, kata kely."
"Tapi aku mencintai Al, Al terlihat sangat sempurna di mataku, aku tidak bisa melepas Al
begitu saja, karena Al terlanjur memberiku harapan, kata syakira."
"Coba saja kalau kamu bisa memisahkan mereka, kata kely."
"Jangan buat dirimu menyesal nantinya, kata dion."
*****
Seseorang datang menemuiku dan memeluk tubuhku dari belakang.
"Berhentilah menagis karenaku, untuk pertama kalinya aku melihatmu menangis di depan
mataku, kata Al."
"Aku berdiri dan memeluk tubuh al dengan sangat erat, Al aku sangat takut jika kamu akan
benar-benar meninggalkan aku, kataku."
"Aku tidak akan melakukan itu padamu amel, kata Al."
"Janji?, kataku sambil menyentuhkan jari telunjukku di dadanya."
"Aku janji, kata Al."
Al menarik tanganku dan pergi menemui kely dan dion. Kami bertemu di perpustakaan untuk
mengobrol bersama, menceritakan pengalamanku selama bersekolah di bandung. Jakarta dan
bandung sangat jauh berbeda menurutku, karena di Jakarta aku punya kalian tetapi di
bandung aku punya kakek, nenek dan paman.
"Apa ada kabar mengenai keberadaan orang tuamu? Tanya kely."
"Tidak sama sekali, mereka sudah lama melupakan aku, dan aku juga sering menangisi
mereka namun semuanya akan sia-sia, kataku."
"Kamu jangan pernah merasa kesepian, karena ada kami yang akan selalu menjadi teman
hidupmu, kata dion."
"Dan aku akan selalu ada di dekatmu, kata Al."
"Terima kasih kalian memang orang yang berharga dalam hidupku, kataku sambil memeluk
mereka bertiga."
Kami berbincang banyak hal, namun Al harus pergi ke toilet dan Al tidak menyadari jika
handphonenya tertinggal di meja perpustakaan dan akupun baru menyadari itu ketika
handphone yang berdering, seseorang telah menelfon Al.
Aku melihat tertera nama syerien sayang, akupun memutuskan untuk menerima telfon Al.
"Hallo Al sayang, kamu apa kabar, aku ingin bertemu denganmu, kata syerien."
Aku belum sempat membalas ucapan cewek itu dan Al merampas handphonenya dari
tanganku dengan sangat kasar.
"Kamu ini diajarkan sopan santun atau tidak, seharusnya kamu tidak menyentuh barang orang
lain tanpa izin terlebih dahulu, kata Al."
"Al, yang seharusnya marah itu aku, kenapa jadi kamu yang marah? Tanyaku."
"Sudahlah aku mau pulang saja, kata Al."
"Al tunggu, jawab dulu pertannyaanku, kataku."
Namun al tetap menghiraukan aku.
"Mata melamun, melihat hati bersayap perlahan-lahan mengibaskan sayap itu menjauh
dariku."
"Apa yang telah kamu lakukan padaku? apa mungkin hatimu hanya kau titipkan padaku
untuk separu waktu! sampai kau menemukan wanita lain yang benar-benar kau inginkan!"
"Lantas apa yang bisa aku katakan kini disaat semuanya telah terlanjur berantakan."
"Aku tidak yakin batin ini akan kuat melepasmu, tetapi sepertinya air mata tak lagi
berpengaruh padamu, lelah, aku lelah terluka memperjuangkan cinta di masa lalu masih
terlihat indah sebelum dia bertemu dengan yang lain selain diriku."
"Jika kau yang menginginkan ini semua, maka aku tidak lagi punya hak untuk mencegah
pergimu, aku berusaha melepasmu tanpa sesal di kemudian hari."
Amel merasa begitu terpukul melihat al kembali berubah. Sunggu sulit memahami al, semua
yang aku lakukan kini semuanya salah di matanya.

BAB 5
HATI RETAK
Katakan padaku jika aku mengungkapkannya, apa yang akan hati ini dapatkan darinya?

Kali ini aku hanya mendengar musik berharap dengan ini bisa sedikit mengurangi kegalauan
yang terjadi kemarin sama sekali menyayat hati. Aku tidak tahu mengapa Al terkadang baik
dan terkadang sangat kasar padaku.
Aku mematung di pinggiran jalan kampus menunggu Al, saat mata ini menangkap sosoknya
aku langsung menebarkan senyuman termanisku kepadanya. Tetapi apa balasannya, dia
menangkis senyumku dengan membuang muka. Sekali lagi Al membuatku kecewa. Entah
apa yang membuatku tetap ingin mempertahankannya.
"Hati ini perlahan-lahan menjadi abu karena api amarah dalam diriku sendiri sudah tidak
sanggup aku bendung lagi."
Langkah kakiku menghasilkan irama di koridor ditambah lagi padangan mataku lurus namun
tidak sadar hingga aku menabrak tiang raksasa dan yang membuatku malu, karena aku
ditertawakan oleh mereka yang hanya bisa menghina bukan menolong. Dengan langkah tidak
beraturan aku meninggalkan mereka yang menertawakanku.
"Sial, mengapa bisa aku tidak melihat tiang sebesar itu, ada apa denganku hari ini? Tanyaku
ketus."
"Amel! Aku mau bicara empat mata denganmu, kata Al yang membuatku terkejut."
Dengan perasaan gembira akupun membalas Al. "Kamu mau bicara? Silahkan, Kataku."
"Kamu mau tidak membantuku merapikan perpustakaan? Tanya Al."
"Aku fikir kamu mau minta maaf, tapi ternyata dugaanku salah. Tapi tidak apa, aku akan
membantumu, kataku."
"Sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama denganmu amel, aku juga merasa sangat
bersalah, aku sudah menjadi pria yang hanya bisa membuatmu bersedih dan menangis. Aku
juga tidak sanggup mengucapkan kata maaf di hadapanmu. Seandainya kamu tahu jika aku
akan pergi jauh dari sisimu demi pendidikanku, maka dari itu aku melakukan ini semua agar
kamu terbiasa tanpa diriku suatu saat nanti, dan mengapa kamu tetap mempertahankan
cintamu untukku yang banyak mengecewakanmu, gumam Al dalam batinnya."
Al berjalan dengan mata senduh, sedangkan aku berjalan jauh di depan Al. Kebiasaanku
berjalan dengan pandangan kosong kembali membuat diriku celaka namun tidak lebih sadis
dari yang kemarin karena disini hanya ada aku dan dia saja.
Aku menaiki anak tangga yang bersandar di lemari perpustakaan untuk menyimpan buku-
buku yang tergeletak di lantai. Dan secara tidak sengaja kaki kananku terpeleset dan terjatuh
namun tubuhku tidak terjatuh ke lantai karena Al berlari ke arahku, aku menatap satu pasang
mata yang terlihat berbeda dari biasanya.
"Ada apa dengannya? Tanyaku dalam batin."
Al menertawakan aku selagi dia membantuku berdiri dan memintaku untuk lebih hati-hati.
"Sepertinya kamu tidak ikhlas menolongku, kataku sambil melanjutkan pekerjaanku."
Al tidak membalas perkataanku lagi, aku kembali berfikir mungkinkah Al masih marah
padaku atas kejadian yang telah berlalu sekian hari. Tapi, belum sempat aku melanjutkan
ucapanku dan terdengar suara teriakan yang menggelegar di telingaku. Kubalikkan badanku
dan melihat Al terjatuh ke lantai denggan aliran darah di keningnya.
Dengan perasaan panik aku berlari menghampirinya, dia yang tidak sadarkan diri semakin
membuatku khawatir. Tanpa berfikir panjang aku berusaha mengangkat tubuh Al, namun aku
tidak bisa dan aku beruntung karena dion dan kely lewat di depan perpustakaan. Akupun
memanggil mereka dengan sangat suara lantang. Mereka melihatku dan melihat kepala Al di
pangkuanku. Kami menggotong tubuh Al ke UKS.
Aku berjalan mondar-mandir di sekeliling UKS menunggu Al sadarkan diri. Tidak lama Al
benar-benar sadarkan diri.
"Amel, kata Al."
"Al, apa kepala kamu masih sakit? Tanyaku."
"Tidak, kamu lebih baik pergi dan tinggalkan aku bersama kely dan juga dion, kata Al."
Aku kesal dan pergi meninggalkan mereka bertiga, gerimis pun datang melengkapi hatiku
yang terluka.
"Al mengapa kamu mengusir amel, dia sangat menyayangi kamu dan menerima semua
kepedihan yang kamu beri untuknya, dia adalah gadis terbaik yang pernah aku jadikan
sahabat, kata kely."
"Justru itu, aku tidak berani melihat reaksinya jika mengetahui sebenarnya yang terjadi
padaku, aku juga tidak kuat bila dia memperlihatkan air matanya lagi padaku, kata Al."
"Maksud kamu apa Al, memangnya apa yang terjadi dengan kamu? Tanya dion."
"Aku akan melanjutkan pendidikanku di jerman dan sekaligus dijodohkan oleh putri
pengusaha terbesar disana dan mungkin saja aku akan dinikahkan dengan syerien, aku tidak
mencintainya tetapi aku mencintai amel, namun aku tidak punya pilihan lain, kata Al."
"Jika itu benar akan terjadi, lalu bagaimana nasib wanita yang selama ini menunggumu untuk
mengatakan maaf dan aku yakin dia akan memaafkan kamu, kata kely."
"Itu pilihan yang berat Al, aku mengerti keadaanmu, tapi yang dikatakan kely juga ada
benarnya."
Setelah percakapan panjang yang mereka rundingkan tadi, mereka melihat aku terduduk di
lantai depan UKS menunggu mereka. Aku meringis kesakitan denagn luka goresan akibat
terjatuh.
"Amel, apa yang terjadi dengan lutut dan siku kamu? Tanya al?"
"Tumben kamu khawtir sama aku, biasanya juga kamu marah, dan bilang kamu ini harus
hati-hati, kataku dengan nada mengejek."
"Amel ayo masuk ke UKS biar lukamu diobati dulu, kata kely."
"Iya benar kalau tidak bisa infeksi, kata dion."
"Aku mau pulang sekarang, ayo kita pulang kely, kataku."
"Maaf mel aku tidak bisa, soalnya hari ini aku masih ada kelas, kata kely."
"Yasudah kalau begitu aku pulang duluan saja, kataku."
"Emm amel aku akan mengantarmu pulang, kata Al."
"Baiklah, kataku singkat."
Ketika harapan telah sirnah maka hati akan mencoba bertahan demi cintaku untuknya.
*****

Aku mencoba menghubungi Al namun tidak ada balasan, aku mencoba ke rumah Al dan
mengetuk pintu rumahnya berkali-kali hingga seseorang pun datang membukakan pintu
untuku.
Dia adalah Al, aku bahagia dia baik-baik saja dan dugaanku salah jika terjadi sesuatu
padanya.
"Amel, kamu mau apa datang kemari? Tanya Al, aku juga pernah melarang kamu untuk
datang lagi ke rumahku."
"Tapi mengapa Al, aku pacar kamu, apa salah jika aku mengkhawatirkan kamu? Tanyaku."
"Bukan seperti itu tapi, ucapan Al terpotong oleh wanita yang tiba-tiba datang di tengah
percekcokan kami."
"Sepertinya aku pernah melihat wanita ini, siapa dia? Tanyaku."
"Dia adalah temanku dari jerman, namanya syerien kata Al."
"Aku fikir kamu menduakan aku, aku percaya kamu tidak akan pernah menduakan aku
karena kamu juga sayang sama aku, benar tidak? Tanyaku berpura-pura tidak tahu jika
sebenarnya aku sudah mengetahui siapa gadis itu."
"Iya kamu benar, kata Al."
"Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu, kataku."
"Maafkan aku mel, aku tahu pasti kamu cemburu dan terluka namun kamu menyembunyikan
itu, kamu benar-benar gadis yang baik hati dan aku tidak pantas memilikimu karena aku pria
yang telah menyakiti hatimu berulang kali. Suatu saat nanti pasti kamu akan mendapatkan
pria yang jauh leih baik dariku."
Aku berdiri di atas halusnya pasir pantai yang ternodai oleh air mataku. Aku tidak tahu lagi
mau kemana selain ke tempat ini, luas tanpa seseorang membuatku sedikit lebih tenang.
"Apa kamu tahu butiran air mata sekejap saja terjatuh, kamu datang memberi luka dan awan
datang menjatuhkan hujan, cukup melengkapi hidupku. Langit mendung tidak akan
menghadirkan bintang dan hanya akan menghadirkan kelam."
"Mungkinkah kamu yang akan menjadi lampu cinta yang semakin redup lalu padam dalam
hatiku? Hati ini gelap, berjalan tanpa cahaya dan entah kemana hati ini akan kembali
berlabuh."
"Tuhan menghadirkan kamu untukku, untuk memberi aku bahagia, kamu bukan hanya datang
memberi sedih, luka dan sakit padaku lalu lenyap tidak terlihat mata lagi."
*****
"Seharusnya aku sadar lebih dulu sebelum aku benar-benar sudah merasakannya, hati? cinta?
Semua tersakiti dan meninggalkan bekas kenangan dalam diriku."
Aku tidak mengerti Al berubah dalam kurung waktu yang relatif singkat, Al kini selalu
mengatarku pulang ke rumah dan bahkan dia membawaku ketempat yang romatis aku tidak
menduga semua ini. Al memberiku boneka beruang dengan warnah senada dengan kemeja
yang ia kenakan sekarang, serta setangkai bunga ia berikan untukku.
Al menggandeng tanganku dan berjalan menelusuri taman yang dipenuhi lampu kerlap-
kerlip. Dan juga kami bersepeda di tengah malam buta, membopong tubuhku di punggung
kekar miliknya. Karena kelelahan kami beristirahat di bawah pohan, aku tidak akan
melepaskan momen ini dengan sia-sia.
Aku mengambil handphone di dalam tas bermotif kelinci milikku, lalu aku mengambil
gambar Al yang sedang melipat kedua tangannya di dada. Dan untuk gambar yang kedua dia
sudah mengetahui aku memotretnya diam-diam dan dia mengangkat dua jari telunjuk dan
tengah di pipinya, kami juga foto berdua dengan gaya konyol masing-masing.
Setelah kami pulang ke rumah, Al menemui kely dan juga dion di cafe tempat kami sering
berkumpul tanpa sepengetahuan diriku.
"Besok aku akan pergi ke jerman, dan amel belum mengetahui ini semua, aku minta sama
kalian berdua untuk tetap merahasiakan ini, pinta Al."
"Tapi Al, amel hanya akan menunggu ketidakpastian darimu, kata kely."
"Kely benar, cukup sudah amel menderita selama ini, kata dion."
"Tolong, bantu aku sekali lagi, kata Al."
"Baiklah kami akan membantumu, kata kely."
*****
Tidak lama setelah hari itu Al kembali tidak memberi kabar padaku. Aku pergi ke rumah Al
dan mengetuk pintu rumahnya, rumahnya nampak sepi. Seseorang melihatku dan bertanya.
"Cari siapa? Tanya orang itu."
"Aku mencari Al bu, kataku."
"Sayang sekali pemilik rumah ini sudah pergi ke jerman beberapa hari yang lalu, katanya
untuk melanjutkan pendidikannya, kata ibu itu."
"Oh begitu ya ibu, kata amel."
"Tunggu, siapa nama kamu? Tanya ibu itu."
"Nama saya amel bu, kata amel."
"Nak amel, tunggu sebentar ya, ini ada titipan dari Al buat nak amel, kata ibu itu."
"Aku membuka dan membaca surat dari Al."
18 januari 2016
Aku mengucapkan beribu-ribu maaf untukmu, meski aku tahu kamu inginkan satu kata maaf
saja yang keluar dari bibirku secara langsung tapi aku tidak bisa.
Bibir dan lidahku terasa kaku mengucapkannya. Aku akan pulang ke Indonesia untuk
menemuimu setelah sekolahku selesai, aku tahu kamu menyimpan benci padaku,
menyembunyikan kata-kata jika aku pria yang salah untukmu, dan aku kagum padamu
karena masih tetap bertahan dengan sikapku padamu.
Jagalah boneka yang aku titipkan padamu dan mungkin kamu tidak tahu di dada boneka itu
ada tombol dan kamu akan mendengarkan kata maaf dariku. Sampai jumpa sang pemilik
hati.
Salam,
Ghozali Al Gaffar

Lagi-lagi seperti ini caramu melukaiku, lalu haruskah aku menggu kembalimu? Dan jika
kamu kembali, apa yang akan aku dapatkan kembali?
*****

Dua tahun telah berlalu, dan aku tetap menunggunya tetap menjaga hati dan cintaku hanya
untuk dirinya seorang. Di dalam hariku hanya ada penantian dan penantian akan kembalinya
dia di sisiku. Aku menunggu janjinya untuk pulang ke Indonesia dan menemuiku yang telah
lama menantinya.
Aku mengambil kembali boneka yang Al beri untukku, saat aku menekan tombol di dada
boneka itu, benar adanya, suara maaf Al untukku, tapi, yang saat ini aku butuhkan bukanlah
kata maaf tetapi kembalilah bersamaku.
Kely dan dion memberitahu kepadaku bahwa Al sudah kembali, tentu saja aku bahagia
mendengarnya.
"Kalau begitu aku akan menemui Al sekarang juga, kataku."
"Amel tunggu, aku tahu cintamu untuk al begitu besar namun, kely tidak sanggup
melanjutkannya."
"Amel kamu wanita kuat yang pernah aku kenal, kata dion."
"Ada apa dengan kalian, kalian aneh tahu, kataku sambil berlari menuju rumah Al."
Kely dan dion mengikutiku dari belakang.
"Kely, dion! Ada apa ini? mengapa ada tenda serta banyak sekali kursi di sini? Tanyaku."
Mereka tidak perlu menjawabnya karena aku sudah melihat sosok dia yang aku tunggu
selama dua tahun lamanya namun ada yang berbeda dengannya kali ini, mengapa dia
mengenakan jas hitam dengan kemeja dalam putih, tetapi yang menjadi pertanyaan mengapa
wanita yang pernah Al kenalkan padaku bersamanya? Dia juga mengenakan pakaian yang
berbeda dengan balutan gaun putih yang terlihat mewah serta seikat bunga yang ia genggam
dan mereka bergandengan.
"Kely, dion, apa ini! Ini yang tidak sanggup kalian katakan padaku? ini yang artinya
persahabatan kita sejak SMA? aku kecewa dengan kalian!"
Aku memanggil nama Al dengan nada yang sangat nyaring, al yang mendengarnya langsung
berjalan menemuiku dengan mata berkaca-kaca.
"Amel, kata Al."
"Terima kasih karena masih mengingat namaku dan aku cuman mau bilang selamat atas
semua ini, dan satu lagi, kamu berhasil membuat aku menjadi orang yang paling konyol!
kataku."
"Aku juga ingin mengembalikan surat serta boneka yang kamu beri dua tahun yang lalu."
Al memberiku sebuah pelukan hangat, namun aku melepasnya meski aku menginginkan
pelukan itu bertahun-tahun lalu. Aku berlari meninggalkan mereka semua yang sukses
membuat aku kembali terluka.
"Kamu telah menuliskan perpisahan ini di dalam takdirku, dimana aku merasakan kehilngan
dia yang selama ini aku nanti kehadirannya kembali."
"Dia lupa, lupa semua pengorbanan hati yang telah aku beri untuknya, aku terima semua
amarahnya, aku terima semua penantian, namun balasan darinya adalah seorang wanita yang
akan bersamanya seumur hidup."
Al mengejarku dan menjelaskan semua alasan dirinya menikah dengan wanita lain.
"Amel dengarkan penjelasanku, aku terpaksa menikah dengannya karena perusahaan ayahku
hampir gulung tikar namun ayah syerien membantu ayahku dengan syarat aku harus menikah
dengan putrinya."
"Aku sayang sama kamu mel, kata al."
"Kata sayangmu tidak ada artinya lagi Al, aku fikir kamu akan mempertahankan cintaku,
ternyata kamu lebih mencintai harta dibanding diriku, jadi cukup, aku terlalu bodoh tetap
menunggumu siang dan malam, kataku."
"Tapi amel, kata Al."
"Al lepaskan aku dan pergilah menemui dia yang menunggumu saat ini, jangan biarkan dia
menunggu seperti aku dahulu menunggumu, kataku sambil meninggalkan mereka."
Tidak lama kely dan dion yang menyusulku untuk meminta maaf telah menyembunyikan
rahasia besar itu dariku.
"Amel, aku sungguh-sungguh minta maaf, aku fikir Al tidak akan menikah dengan wanita itu,
kata kely sambil memelukku."
"Maafkan aku juga amel, aku tidak bisa mencegah pernikahan mereka, kata dion."
"Kalian tidak perlu minta maaf, karena semuanya sudah terjadi, aku sudah cukup lelah
dengan semua ini, aku ingin kembali saja ke bandung, kataku."
"Jangan amel, jika kamu kembali ke bandung, aku dengan siapa? Tanya kely."
"Ada dion bersamamu, kataku."
"Tapi aku juga membutuhkanmu mel, kata kely."
"Aku akan tetap di sini demi pendidikanku dan demi kalian berdua, kataku."
"Kamu benar-benar bidadari yang Tuhan kirim untuk kami, hati kamu itu sangat baik, kata
kely."
"Suatu saat nanti aku yakin ada seseorang yang lebih pantas bersamamu, kata dion."
"Kalian bisa saja."
"Mungkin ini akhir dari kepedihan yang berkali-kali Al berikan padaku."
Aku hanya bisa berharap agar Al tidak melakukan hal yang sama sepertiku pada wanita itu.
"Aku telah kehilangan hatinya, melepasnya benar-benar pergi menemukan apa yang
diinginkannya tanpa terhalangi olehku."
"Satu-satunya jalan adalah merelakan dia bersama yang lain untuk bahagia di balik hujanku.
Dan pelangiku akan bersamanya mewarnai hitam putih kelam sebelumnya dalam kisah maa
lalu."

BAB 6
DIA

Seseorang hadir dalam sepi dan mengubah gelap menjadi warna dalam hariku yang kelam.
Dia menjadi payung dalam hujanku.
12 februari 2018
Dering jam weker membangunkan pagiku. Dan aku meraihnya untuk menghentikan
deringnya yang menggangguku dengan selimut yang masih menutupi wajahku. Kali ini aku
bisa move on dari Al karena dia sudah menjadi pemimpin dari seorang istri yang dulu sempat
menjadi temannya.
Aku mengubah penampilanku dengan mengenakan topi dan juga sepatu sneakers. Aku
berjalan menuju kampus karena aku masih semester akhir, Al lulus lebih dulu dari kami
karena otaknya yang cerdas berbeda dengan kami.
Di tengah perjalanan Handphoneku berdering seseoang menelfonku, aku melihat di layar
tertera nama kely dan aku menerima panggilannya.
"Hallo kel, kataku."
"Aku ada di kelas, kamu cepat kemari, kata kely yang membuat aku semakin penasaran."
Aku pun buru-buru menuju kelas tanpa aku sadari tali sepatuku lepas dan aku menginjak
salah satu talinya dan terjatuh.
Mereka kembali menertawakan aku, tapi ada yang suaranya lebih bersemangat dari yang lain
dan dia berdiri di balik punggungku. Aku pun berdiri dan berbalik badan.
"Siapa pria ini? aku baru melihatnya? kataku dalam batin."
"Kamu ada masalah ya sama aku? mengapa suara tawamu lebih keras dari yang lain, apa
kamu puas menertawakan aku? Tanyaku."
"Belum, hahaha, kata pria itu."
Tanpa memperdulikan hinaan dari pria itu aku pergi menemui kely namun pria itu
menghalangi jalanku.
"Mau kamu apa? jangan menghalangi jalan karena aku mau lewat, kataku."
"Aku cuman mau kenalan denganmu, aku mahasiswa baru di kampus ini dan sekarang aku
sudah semester akhir, aku tidak tahu dimana aku harus mencari ruangan dosen, kata pria itu."
"Oh kamu mencari ruang dosen ya! aku bisa membantu menunjukkan jalan, dari sini kamu
lurus belok kanan itu ruang dosen, kataku yang memberinya jalan yang salah dan menahan
tawa."
"Terima kasih ya, katanya sambil berjalan mengikuti arah yang aku beri tahu padanya."
Aku mengikutinya dari belakang, dan tertawa melihatnya di depan toilet wanita, dan pipinya
memerah karena malu.
"Wah aku ditipu oleh wanita itu, kata pria itu."
"Hahaha bagaimana rasanya, kamu malu? Kataku."
Tidak lama dosen arif datang dan bertanya.
"Ada apa ini? Tanya dosen arif."
"Begini pak aku mahasiswa baru di kampus ini, aku bertanya padanya jalan menuju ruang
dosen, tapi dia sengaja menunjukkan jalan yang salah pak."
"Pasti dia mau membully saya pak, kata pria itu sok polos"
"Ini cowok pintar akting juga ya, sok polos depan pak arif pula, bisa-bisa aku dihukum,
kataku sedikit pelan."
"Amel, kamu tahukan peraturan serta sanksi di kampus ini jika ada yang membully, kata
dosen arif."
"Iya pak, tapi aku tidak membully dia, kataku."
Tapi pak arif tidak mau mendengarkan penjelasanku dan pada akhirnya aku saja yang
dihukum, aku harus berdiri di koridor tempat mahasiswa lain berlalu lalang dan harus
memakai atribut dengan tulisan "aku tidak akan membully lagi."
Lama kelamaan aku mulai pusing akibat kelelahan dan terjatuh tidak sadarkan diri. Setelah
sadar aku sudah terbaring di UKS. Dan pria itu ada bersamaku, dia berdiri di dekat daun pintu
UKS.
"Kamu mau apa di situ, ini semua salah kamu karena acting sok polos di depan pak arif, lebih
baik kamu pergi saja dari sini aku tidak suka melihatmu, kataku."
"Baiklah jika itu mau kamu, kata pria itu."
"Dasar pria nyebelin, sifatnya jauh berbeda dari Al, amel, amel sadar Al sudah punya istri,
kataku."
Aku mengingat kely menungguku di kelas saat ini.
"Kel maaf aku terlambat soalnya tadi ada masalah, memangnya ada apa kamu memintaku
buru-buru? Tanyaku."
"Jadi begini, aku mau bilang kalau sepupu dion pindah ke kampus kita, dia dari bandung,
namanya Andra dan aku akan mengenalkanmu padanya, kata kely."
"Jangan-jangan pria yang nyebelin itu sepupunya dion, tidak, aku tidak mau, kataku dalam
batin."
"Amel kamu kenapa melamun? Tanya kely."
"Tidak apa-apa, kataku."
Kami berdua pergi ke kantin untuk makan siang, tidak lama setelah itu dion datang bersama
seorang pria. Dion belum sempat mengenalkan pria yang bersamanya.
"Kamu! kata kami serentak."
"Kamu mau apa di sini, mau ribut lagi sama aku, kataku."
"Eh cewek gila, kamu fikir kalau ke kantin itu mau apa? masih bertanya, pasti kami mau
makan, memangnya ini kantin punya nenek kamu apa, kata pria itu."
"Apa! Cewek gila! kamu saja yang tidak waras jangan mengajakku ikut gila sama denganmu,
kataku sambil mendekatinya namun kakiku tersandung kursi dan aku terjatuh, dia kembai
menertawakan aku, aku kembali berdiri dan mengambil sebuah gelas di atas meja lalu aku
menyiram air itu kepadanya."
"Apa-apaan ini, kamu memang cewek tidak waras tahu, kata pria itu."
"Kita impas, kataku singkat."
Kely dan dion sangat heran melihat aku dan andra, pria yang ingin kely kenalkan padaku.
Mereka meninggalkan kami berdua saat peselisihan itu terjadi, mereka tidak mencegahku
untuk melawan pria itu. Mungkin mereka tidak tahu cara menghentikan kami.
"Aku membuang air mataku meski aku tahu itu hanya sia-sia saja, tapi aku tetap
melakukannya lagi dan lagi."
Andra tidak pernah membiarkan aku tenang walau sehari. Ada saja yang ia lakukan untuk
membuat aku kesal, aku juga terpancing emosi karenanya. Pernah suatu ketika aku hendak
meneguk minuman yang aku genggam namun andra datang dan dengan sengaja menyenggol
tanganku hingga minuman itu jatuh ke lantai.
Lalu dia berlalu begitu saja tanpa menengok apakah aku sedang marah atau tidak, benar-
benar pria yang menyebalkan. Hatiku terkutuk untuk kamu, semoga saja aku tidak pernah
merasakan hadirnya cinta padamu.
Saat aku hendak membalasnya dengan melemparkan sepatu ke arahnya, tetapi semua itu
gagal karena aku terpeleset oleh tumpahan minumanku sendiri.
"Awwhh!! kataku."
Andra melihatku terjatuh dan dia tertawa dengan riang melihat aku kesakitan.
"Hahaha kamu cium lantai? dari pada kamu cium lantai lebih baik kamu cium pipi aku, kata
andra."
"Dasar pria tidak waras, pria tanpa hati, kataku."
"Memangnya ada manusia tanpa hati? kamu itu sudah kuliah, itu saja kamu tidak tahu, atau
jangan-jangan kamu itu wanita yang punya intelektual rendah ya? Tanya andra."
"Diam kamu, aku benar-benar sakit hati kali ini, kamu sudah menghinaku beberapa kali, dan
yang paling parah kamu menghina intelektualku, ini karena sudah keturunan tahu, kataku."
Setelah kejadian itu kami kembali ke kelas secara terpisah, andra lebih dulu ke kelas,
sedangkan aku harus pergi ke toilet terlebih dulu untuk membersihkan pakaian yang terkena
noda minuman.
Setelah beberapa menit aku kembali ke kelas, pintu kelasku tertutup, aku benar-benar lupa ini
mata kuliah dari dosen arif, sudah kupastikan aku akan mendapat hukuman lagi.
"Assalamualaikum pak, kataku sambil mendekatinya, belum cukup beberapa langkah, pak
arif membentak diriku dan menyuruh aku untuk keluar dari ruangan."
"Pak, kataku."
"Keluar kamu! pinta pak arif."
"Tapi pak aku, kataku."
"Saya bilang keluarrrrrr, kata pak arif yang membuatku lari terjirit-jirit keluar ruangan."
Terdengan suara tawa di dalam sana, mereka menertawakan ketidakberdayaanku.
Sebelumnya aku tidak pernah dimarahi oleh pak arif, aku juga tidak pernah dihukum, tetapi
setelah andra datang semuanya berubah, aku selalu dimarahi dan dihukum oleh pak arif, aku
yang harus menanggung semuanya sendiri.
Tapi satu hal yang aneh, meskipun aku sering terkena marah dan hukuman namun aku tidak
pernah sekalipun menangis, hanya ada rasa benci dan dendam di dalam hatiku. Aku selalu
mencari akal untuk membalas semua yang aku dapat karena dirinya.
Terik matahari siang menyengat kulit-kulit kami yang berlalu lalang di jalanan kampus. Aku
merasa bosan dan aku memutuskan untuk pergi ke cafe di dekat kampus, semua berubah saat
meliat Al dan syerien tiba-tiba ada di cafe, itu mengingatkan aku kembali saat-saat aku
bersama Al dahulu. Aku menangis mengingat semua kejadian masa lalu yang kejam padaku.
"Mengapa kamu menampakkan wajahmu lagi di hadapanku di saat aku mulai belajar
menerima sakitku di masa lalu."
"Memangnya masih zaman nangis karena diduakan pacar? monyet saja biasa-biasa saja,
Tanya andra."
"Diam kamu, menyamakan aku dengan moyet pula, aku manusia sedangkan dia hewan,
kataku ketus."
"Mungkin setelah ini kamu akan memikirkan aku terus, seperti monyet yang selalu
membutuhkan pohon, aku pohonnya dan kamu monyetnya, kata andra sambil menjulurkan
lidahnya padaku."
"Awas kamu, jika aku berhasil menangkapmu akan aku patahkan kakimu itu, kataku."
"Sadis sekali kamu jadi cewek, kejar saja sampai kaki kamu tidak menyentuh aspal lagi, kata
andra."
Karena terbawa nafsu untuk mengejar andra sampai aku tidak memperhatikan jalan lagi tetapi
memperhatikan andra yang terus berlari di hadapanku. Dan aku kembali tersandung batu dan
terjatuh kali ini kepalaku yang luka.
Andra mendengar teriakanku dan berlari ke arahku, dan menggendongku ke tempat yang
lebih teduh, lalu andra meninggalkan aku, entah kemana dia akan pergi.
Tidak lama dia kembali dengan membawa kotak P3K ada kely dan dion juga bersamanya.
"Ya ampun amel, kenapa bisa seperti ini, Tanya kely."
"Ini semua karena aku yang ceroboh, kataku."
"Andra cepat bantu amel, pintah dion."
"Aku tidak mau, salah dia sendiri, kata andra."
"Aku juga tidak membutuhkan bantuanmu, aku bisa sendiri, kataku."
"Andra minta maaf sama amel, kamu itu cowok, harus mengalah sama cewek, iyakan sayang,
kata dion sambil tersenyum pada kely."
"Yang dikatakan dion itu benar."
Akhirnya andra mau meminta maaf kepadaku dan aku pun memaafkan andra. Sejak hari itu
tidak ada lagi balas membalas di antara kami.
BAB 7
PADANYA HATI INI DIAM

Benih cinta yang mulai tumbuh di hati masing-masing.

15 februari 2018
Siang ini aku datang terlambat ke kampus karena suatu urusan. Aku berlari masuk ke dalam
kampus, karena tidak hati-hati aku menabrak seseorang.
"Kamu punya mata tidak? sakit tahu, katanya memarahiku."
"Iya maaf aku yang salah, kataku."
"Kalau kamu lelaki sejati kamu akan malu jika memarahi seorang wanita yang jelas-jelas
tidak sengaja dan sudah meminta maaf, kata andra yang menyambung percakapan kami."
Andra berdiri di belakangku. Andra menarik tanganku dan sekarang aku ada di belakang
andra.
"Tidak perlu berbicara tentang lelaki sejati, kalau kamu berani lawan aku sekarang juga, pinta
pria itu."
Pria itu memukul ke arah andra namun andra berhasil menghindar tetapi pukulan kedua andra
tidak bisa menghindarinya dan membuat pipi kanan andra memar, setelah berhasil memukul
andra pria itu langsung pergi meninggalkan kami.
"Andra maaf karena aku, kamu yang menerima semua ini, kamu juga sih yang sok jadi
pahlawan, kataku."
"Banyak bicara kamu, bukannya bantu aku, kamu malah marah-marah, kata andra."
"Iya-iya aku bantu, bantu ke UKS, kataku."
"Bukan ke UKS tapi ke rumah Dion, kalau ke UKS nanti dosen tahu aku berkelahi, kata
andra."
"Kamu benar juga, tapi rumah Dion jauh dari kampus, aku mengantarmu pakai apa, kataku."
"Dasar bodoh, kamu panggil Dion dan kely untuk menemuiku, kata andra."
"Oh iya, kataku sambil pergi mencari dion dan kely."
"Dion, kely, ada masalah baru, andra, andra terkena pukulan, kataku."
"Sekarang andra dimana? Tanya dion."
"Kalian ikut saja denganku, kataku menuju tempat andra."
"Astaga andra, kamu berkelahi dengan siapa? Tanya dion"
"Jangan banyak bertanya, sekarang ayo antar aku kembali ke rumahmu, kata andra."
"Aku tahu andra sangat kesakitan, gumamku dalam hati."
"Amel, ayo bantu aku, malah bengong, jangan-jangan kamu mulai ada rasa ya denganku, kata
andra."
"Tidak, kataku malu."
"Jangan bohong, pipi merah kamu sudah membuktikan tahu, kata andra."
"Andra sekali lagi kamu bicara seperti itu aku akan pergi, kataku."
"Kalau aku tidak mau, bagaimana? kata andra."
"Amel yang kesal dengan ucapan andra, benar-benar pergi meninggalkan andra."
"Amel tunggu, aku juga sama denganmu, aku mulai ada rasa padamu, dan hari ini aku mau
kamu dan aku jadian, kata andra."
"Aku tidak percaya, kamu suka bercanda dan kali ini pasti aku yang jadi bahan lelucon kamu,
kataku."
"Jika kamu ingin bukti, maka berbaliklah dan lihatlah diriku, kata andra, jika aku tidak suka
padamu aku tidak akan mencelekakan diriku sendiri dengan melawan pria tadi, tapi karena
aku suka sama kamu maka aku tidak takut demi melindungimu, kata andra."
"Andra benar mel, ini saatnya kamu bahagia, kamu melupakan masa lalu kamu dan kembali
merasakan cinta, kata kely."
"Aku setuju dengan kely, kata dion."
"Baiklah aku akan mencoba menjalin asmara dengan andra, kataku."
"Aku melihat ada ketulusan di mata andra, dengan keadaan terlukapun dia rela berdiri demi
diriku walau tubuhnya gemetar menahan sakit."
Setelah mengatar andra ke rumah dion, aku dan kely pamit kepada mereka berdua, di
perjalanan kely memberitahuku, ada lomba puisi besok di kampus. Dan aku tertarik
mengikutinya, aku suka menulis puisi karena pengalaman-pengalaman kelam di kehidupan
masa laluku.
*****
Esok harinya perlombaan dimulai...

APA KABAR DENGAN DIA


Oleh: Amelia Aisya Putri
Berkali-kali perahu kertas aku biarkan berlabu
Aku tidak peduli dimana mereka saat ini
Jika tenggelam hati pun demikian
Embun di kelopak mata
Bukti hati ini terluka
Siapa? Siapa yang tahu
Hari-hariku pupus karenamu
Tidak ada sadar dalam cintamu
Apa cintamu untukku adalah nyata?
Tapi aku tidak merasa demikian
Kau pernah menjadi payung dalam hujanku
Kau pernah menjadi bayangan dalam langkahku
Kau pernah menjadi awan pelindung bagiku
Sekarang apa kabar denganmu yang entah kemana
Sendiri terpaku di bawah derita hati

MELODI HATI
Oleh: Andra
Melodi hati mengalahkan irama detikan hujan
Suaramu terbawa udara sampai di daun telingaku
Aku mencari pemilik suara membelah hati
Aku akan menyapa dengan senyum
Hadir! Hadirlah di depan mataku
Berikan aku cinta dan kasih
Pastikan aku akan membalas lebih dari itu
Jadikan aku pengunci hatimu

Puisi terbaik akan ditempel pada mading kampus, dan puisi itu adalah puisi aku dan andra.
Aku tidak menyangka andra pandai membuat puisi yang romantis.
"Andra puisimu bagus sekali, kataku."
"Puisi ini aku buat saat bertemu denganmu, kamu menjadi inspirasi puisiku, kata andra."
"Kamu bisa saja, kataku."
Sejak hari itu aku melupakan semua kejadian yang membuatku kesal, aku juga telah
melanggar kata-kataku sendiri, aku justru jatuh cinta padanya. Tetapi masih ada ketakutan
dalam diriku, takut jika suatu saat nanti dia juga akan melukaiku sama seperti apa yang Al
lakukan padaku.

BAB 8
KEMBALINYA MASA LALU

Jika dia mencintaiku lalu, aku mencintainya, maka siapa yang akan memulai?

27 maret 2018
Semua bermula pada saat aku dan andra makan malam bersama di sebuah restaurant. Andra
menyiapkan makan malam ini untuk membahagiakan aku, dan benar saja aku bahagia karena
hal yang tidak pernah aku dapatkan dari Al sekarang aku dapat dari andra.
Puluhan sinar lilin mengelilingi meja ini, andra memintaku memejamkan mata sejenak lalu
kembali memintaku membukanya. Adra memberi aku buket bunga mawar merah dan putih
yang lumayan besar dengan pita merah jambu yang menambah cantiknya bunga itu. Aku
tersenyum malu pada andra.
Andra memberiku kejutan lain di saku celananya, dia memberikan aku sebuah kalung dengan
liontin love. Namun liontin ini berbeda dari yang lain ada kunci dan gembok yang terpisah
satu sama lain.
Andra memberikan kalung berbentuk gembok kepadaku sedangkan dia yang memakai kalung
berbentuk kunci. Ini artinya hanya aku yang bisa mengunci dan membuka hatimu, kata andra.
Setelah itu kami menyantap hidangan makan malam yang ada di meja sejak tadi. Tidak
berselang lama andra meminta izin ke toilet, aku menunggu andra sekitar sepuluh menit
namun andra tidak kunjung kembali. Tiba-tiba handphoneku berdering, dan ternyata itu
adalah andra.
"Hallo andra, kamu dimana, lama sekali, kataku."
"Maafkan aku amel, aku pulang lebih awal karena mendadak aku tidak enak badan, dengan
menahan sakit kepala yang luar biasa."
"Kenapa kamu langsung pulang, aku kan bisa mengantar kamu, kataku."
"Aku tidak mau merepotkan kekasihku, kata andra."
"Kamu ini, kebiasaan merayu, kataku."
"Ya sudah, aku mau istirahat dulu, kata andra.", "Dan jangan lupa hati-hati di jalan, beritahu
pada supirnya dia akan berhadapan denganku jika terjadi sesuatu dengan kekasihku, kata
andra."
Akupun pulang sendiri dengan perasaan masih tertuju pada keadaan andra yang sedang sakit.
Sesampai di rumah aku langsung tidur karena kelelahan yang mendera.
Esok harinya di kampus, aku mencari andra di kampus, dan aku menemukannya di kelas, aku
menghampiri andra dengan tangan dan kepala di meja.
"Andra, apa kamu masih sakit? Tanyaku."
"Tidak, aku mau sendiri, tinggalkan aku, kata andra dengan posisi yang tidak berubah."
"Andra, aku khwatir sama kamu, tapi kamu membentakku, jika ada masalah katakan padaku,
jangan kamu jadikan aku sebagai pelampiasan, kataku."
"Aku bilang kamu pergi, kata andra sekali lagi."
Aku pergi meninggalkannya, untuk pertama kalinya aku menangis karenanya, sebelumnya
aku selalu bahagia tapi kali ini ada yang salah dengannya. Mungkin ada masalah yang tidak
boleh aku ketahui. Aku akan memberinya waktu sendiri untuk menenangkan hati dan
fikirannya.
Saat pulang kuliah aku dan kely berkunjung ke rumah dion, sekaligus aku ingin memberikan
sesuatu pada andra.
"Andra, aku punya lolipop untuk kamu, kamu makan ya, kataku sambil memberikan permen
itu padanya namun andra melempar permen lolipop itu ke lantai."
"Aku bukan anak kecil lagi, aku tidak akan makan permen seperti itu lagi, aku kan sudah
bilang sama kamu aku mau sendiri, kata andra sambil membuang muka."
"Mendengar itu semua aku pun pergi dari rumah dion dan kely menyusul aku dari belakang."
"Dion, aku tidak bisa selamanya marah pada amel, tapi aku juga tidak bisa mengatakan apa
yang terjadi padaku, aku tahu dia pernah merasakan sakit hati yang sangat dalam dan kali ini
semua masa lalunya akan kembali mengingatkannya melalui diriku, kata andra."
"Minggu depan aku harus ke singapore, aku minta jika aku tidak kembali maka kalian yang
harus menemuiku disana, kata andra."
"Aku mengerti perasaanmu, tapi setidaknya kamu lebih baik dibanding Al, kamu harus bisa
bertahan demi cintamu, amel wanita yang kuat kamu harus percaya itu, kata dion."
"Kamu benar amel wanita yang kuat, tapi dia akan tetap merasakan sakit, dia akan menangis,
dan saat ini juga pasti dia sedang menangis, memikirkan perubahan yang terjadi padaku yang
begitu cepat, aku baru mengenalnya dan aku juga sangat mencintainya namun sakit ini
mengharuskan aku berpisah, kata andra."
"Sudahlah lebih baik kamu tenangkan fikiran kamu dan istirahatlah, kamu harus berjuang
demi amel yang kamu cintai, jangan biarkan dia merasakan kesakitan seperti di masa lalunya,
kata dion."
Kely menenangkan aku, aku melihat kely menangis.
"Ada apa denganmu kely? mengapa kamu ikut menangis? Tanyaku."
"Aku ikut sedih melihatmu seperti ini, kata kely sambil memelukku."
Aku kembali ke rumah dengan perasaan hancur, tidak lama setelah aku sampai di rumah aku
tertidur dengan perut kosong dan mata bengkak. Aku akan terlihat berbeda besok di mata
andra, dengan mata yang membengkak. Aku akan buatkan bekal untuk andra dan semoga
andra tidak marah lagi. Aku membuat itu pakai perasaan dan senyuman, aku ingin dia
tersenyum menerima makanan dariku.
Di kampus aku menunggu andra dengan memegang tempat bekal untuknya. Andra datang
bersama dion dan kely, akupun menghampiri mereka.
"Hai andra, kenapa wajahmu terlihat sangat pucat? kamu sakit? Tanyaku."
"Aku tidak apa-apa, minggir aku mau ke kelas, kata andra."
"Tapi andra, aku bawakan bekal untuk kamu, kamu makan ya atau mau aku suapin?
Tanyaku."
Aku bukan anak kecil lagi, dan aku tidak suka nasi goreng, kata andra dan menjatuhkan kotak
makanan yang aku berikan padanya.
Aku merasa sangat sakit melihat nasi goreng itu terjatuh ke lantai.
"Andra maaf, aku tidak tahu kalau kamu tidak suka nasi goreng, tapi besok aku akan buatkan
roti bakar untukmu, kataku."
"Aku tidak bisa menerimanya, kata andra."
"Tapi kenapa, aku mohon cerita padaku, jika kamu sedang ada masalah."
"Aku rindu kamu yang dulu ceria dan jahil, dan aku sedih kamu yang sekarang galak dan
tidak bisa aku mengerti, kataku."
"Aku mohon berhenti bicara, dan pergi dariku sekarang juga, kata andra."
"Baik, aku akan pergi, tapi satu hal yang perlu kamu ingat, aku sangat mencintai dirimu dan
menerima kekuranganmu, aku terima diperlakukan seperti ini, kataku sambil meninggalkan
mereka."
"Andra apa tadi yang kamu lakukan itu tidak terlalu kasar padanya? Tanya dion."
"Itu agar dia semakin membenci diriku dan mau meninggalkan aku, aku sadar itu terlalu
berlebihan dan aku juga sakit saat mengatakan semua itu padanya, kata andra."
"Aku benar-benar kasihan pada amel, apa salahnya sehingga ia harus merasakan kehilangan
untuk kedua kalinya, cintanya begitu tulus namun balasannya tidak pernah selaras dengan
semua pengorbanannya, kata kely."
Tuhan telah mempertemukan aku dengannya dalam waktu singkat di sisa hidupku, dan yang
aku sesali mengapa Tuhan memberikan semua ini disaat aku benar-benar mencintai gadis itu.
Jika nanti aku pergi, aku akan menjadi malaikat yang menemani langkahnya dalam bentuk
bayangan.
*****
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam hidupku, semuanya
perlahan-lahan menjauh dariku. Hanya tinggal kely dan dion yang masih bersamaku namun
aku tidak tahu jika suatu saat nanti mereka juga menjauh. Jika itu benar terjadi, siapa yang
akan menemaniku melewati semua takdir ini?
Aku tidak sengaja bertemu andra kembali di dalam kelas, dia begitu cuek padaku hingga
tidak ada senyum bahkan matanya terlihat sangat hitam. Aku sempat takut melihatnya seperti
ini, namun aku juga tidak berani bertanya karena aku tahu jika dia hanya akan memarahiku.
Aku mengikutinya yang keluar di saat aku ingin masuk ke dalam kelas, aku khawatir akan
terjadi sesuatu padanya. Dia berjalan ke arah gudang kampus, aku bingung apa yang akan dia
lakukan di sana sendiri. Andra berhenti tepat di depan pintu gudang itu dengan tangan
mengepal lalu ia memukul pintu tua dan memukulkan kepalanya di pintu itu.
Aku tidak tega melihatnya seperti itu, tangannya sudah terluka dan juga tubuhnya mulai
melemah.
"Andra hentikan, aku bilang hentikan, jangan menyakiti dirimu sendiri, kataku."
Setelah mendengar suaraku andra menatapku dengan tatapan tidak berdaya, aku sempat takut
melihatnya berjalan ke arahku karena aku fikir dia akan memukulku namun tidak, dia justru
memeluk diriku dan menangis membasahi pundakku, dan seketika pula andra tekapar di
lantai, karena aku tidak kuat menahan tubuhnya.
Aku segera berlari meminta pertolongan, dan aku kembali pada Al, setelah kembali aku tidak
lagi menemukan dirinya, apa mungkin dia tersadar lalu pergi? atau seseorang telah
membawanya pergi? Aku semakin merasa panik dengan keadaan andra.
*****
Setelah hari itu aku tidak lagi melihat andra di kampus. Kely dan dion memberitahu aku
bahwa andra pergi ke singapore, dion dan kely tidak tahu pasti alasan andra pergi ke
Singapore bersama orang tuanya. Yang membuat aku sedih adalah aku sama sekali tidak tahu
andra akan pergi, dia juga tidak memberitahukan aku.
"Kamu harus menunggu andra kembali, kata dion dan kely."
"Tetapi apa yang akan andra lakukan disana, dan mengapa dia harus disana, ada aku disini
yang bisa menemaninya. Aku akan membatu menyelesaikan masalahnya, kataku."
"Kamu tidak akan bisa menyelesaikan masalahnya kata dion."
"Mengapa begitu? Tanyaku."
"Karena masalahnya begitu berat, aku pun tidak bisa menyelesaikan masalahnya, kata dion."
"Kita akan menunggu andra, jika andra tidak kembali maka kita yang akan kesana, kata
kely."
"Aku setuju, kata dion."
Aku pergi meninggalkan mereka berdua untuk pergi ke perpustakaan dan membaca buku,
untuk menghilangkan penat hari ini. Dan juga berfikir mencari alasan andra harus pergi ke
Singapore meninggalkan aku.
Setiap hari aku tidak fokus pada yang membawakan materi di kelas, karena fikiranku hanya
tertuju pada andra yang pergi jauh tanpa kabar darinya. Hariku dipenuhi dengan penantian
akan sosoknya kembali bersamaku.
Hidupku semakin kelam, karena aku merasakan masa lalu aku yang juga ditinggal ke luar
negeri, aku takut jika andra juga dijodohkan dengan wanita lain disana.
Berhari-hari aku menunggu kabar darinya namun satupun tidak ada, dia juga tidak pernah
menelfonku. Aku hanya ingin tahu keadaanmu yang terlihat parah saat itu, aku tidak ingin
kamu kenapa-kenapa.
Berminggu-minggu aku lalui namun aku belum juga mendapat kabar darimu, sebenarnya apa
yang sedang kamu lakukan disana sehingga kamu rela membiarkan aku menunggu kamu.
Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa di sini tanpa hadirmu.
*****
4-Apr-18
Satu bulan lebih lamanya kami menunggu andra yang tidak kembali. Sampai hari ini tepat
kami akan melangsungkan wisuda kelulusan, sedangkan andra tidak kembali untuk
menyelesaikan kuliahnya. Semua orang bahagia dengan gelar sarjana, kecuali aku yang tidak
bahagia karena andra tidak bersamaku disini.
Dan setelah semua ini selesai aku juga akan berpisah dengan kely dan dion. Mereka akan
melangsungkan pernikahan mereka seminggu lagi dan setelah itu mereka akan pindah ke
London. Sedangkan aku akan tetap menunggu andra di Indonesia.
Seminggu kemudian hari pernikahan kely dan dion telah di depan mata. Begitu banyak tamu
undangan yang menyaksikan cinta mereka, aku berharap bertemu andra disini, pasti dia akan
datang di pesta pernikahan sepupunya. Selesai sudah pernikahan mereka namun andra belum
juga terlihat.
Aku kembali menemui dion dan kely untuk mengajaknya ke singapore menemui andra.
"Dion, kely, kalian masih ingatkan, waktu itu kalian pernah bilang jika andra tidak kembali
maka kita yang akan kesana, dan sekarang aku ingin besok kita pergi menemuinya, kataku."
"Kami juga berfikiran hal yang sama denganmu, besok kita akan pergi ke singapore menemui
andra demi kamu"
Aku bahagia karena mereka menepati janjinya padaku, dan aku juga bahagia akan bertemu
dengan andra disana.
Setelah aku pulang dari pernikahan kely dan dion, aku mulai berkemas untuk besok
berangkat ke Singapore, aku akan bertemu andra disana, dan pasti dia akan sangat terkejut
melihat kedatanganku.
Esok harinya kami pergi ke bandara menuju singapura, setelah sampai di bandara singapore
aku mengajak dion dan kely untuk membeli kue untuk andra terlebih dahulu, aku memilihkan
kue yang sangat indah untuknya.
"Dion, kely, sebelum kita menemui andra, kalian harus menemaniku ke toko kue untuk andra,
kataku."
Dion dan kely yang mendengar ucapanku terlihat sedih bukan bahagia.
"Baiklah jika itu yang kamu mau, kata dion."
Mereka pun menemaniku membeli kue special untuk andra. Setelah membeli kue, dion
mengantar kami ke tempat andra berada, tempat yang sangat jauh dari perkiraanku. Dan yang
aku herankan mengapa dion membawa kami ke rumah sakit.
"Untuk apa kita ke rumah sakit? Tanyaku."
"Di sini tempat andra, andra yang selama ini berjuang melawan tumor yang menggerogoti
tubuhnya, dia tidak pernah memperlihatkanmu jika dia sedang kesakitan maka dia hanya
akan meninggalkanmu tanpa harus kamu tahu mengapa, kata dion sambil menangis."
"Apa? mengapa kalian tidak memberitahukan kepadaku? mengapa kalian lagi-lagi harus
menyembunyikan hal besar seperti ini dariku? kataku."
"Antar aku pada andra sekarang, andra sangat membutuhkan aku saat ini, kataku."
Setelah sampai di depan kamar andra dirawat, aku semakin menangis melihatnya terbaring
lemah tidak berdaya dengan alat-alat medis di tubuhnya. Aku masuk dan menemuinya,
terlihat keluarga andra terus menangisi anak mereka.
Aku menggenggam tangan andra yang mendingin serta memucat, aliran darah mulai tidak
terliat.
"Mengapa kamu melakukan ini padaku? aku tidak bisa menemanimu dalam perjuanganmu
melawan sakit. Bangunlah dan lihat aku ada bersamamu disini, aku juga membawakan kamu
sebuah kue yang aku beli sepenuh hati untukmu. Lihatlah aku yang kamu tinggalkan sebulan
lebih lamanya, sekarang aku sudah sarjana dan gelar sarjanaku juga untukmu.
Aku akan menunggumu dan menemanimu untuk menyelesaikan kuliahmu. Dan kamu juga
masih memakai kalung kunci itu, dan hanya kamu yang bisa membuka kunci hatiku. Dan apa
kamu lupa hari ini? hari ini adalah hari dimana kita genap sebulan pacaran."
Tidak ada respon sama sekali dari andra, aku melihat andra kejang-kejang, aku sangat takut
terjadi apa-apa dengan andra, semua yang ada di ruangan ini panik, kami diminta untuk
keluar dari ruangan ini, agar dokter dapat dengan leluasa memeriksa andra. Aku melihat
sudut mata andra meneteskan air mata, aku sangat ingin menghapus air mata itu namun aku
tidak bisa masuk.
Selama dokter memeriksa andra aku tidak henti-hentinya berdoa pada Tuhan untuk
kesembuhan andra. Setelah beberapa menit dokter keluar dan memberitahu bahwa mereka
tidak bisa menyelamatkan andra. Seketika aku menjatuhkan kue yang kugenggam saat
mendengar semua pernyataan dokter. Aku berlari masuk menemui andra dan menggerak-
gerakkan tubuhnya.
"Andra bangun, bangun dan lihat aku disini, aku ada disini bersamamu, kamu harus bangun,
kita akan kembali ke Indonesia bersama tapi bukan dalam keadaan seperti ini."
"Amel tenang dan ikhlas kan andra pergi dengan tenang, kata kely sambil memelukku."
"Tapi mengapa semua ini terjadi padaku kel, aku sudah kehilangan Al dan sekarang andra
juga meninggalkan aku. Aku harus apa sekarang? semuanya sudah hancur, aku tidak punya
harapan lagi, kataku."
"Tidak amel, kamu masih punya aku dan dion yang bersamamu, kata kely."
"Tidak, kalian sudah menikah dan akan pindah ke London, setelah itu aku dengan siapa?
Tanyaku."
Kely dan dion tidak bisa menjawab pertanyaan terakhirku.
Andra berhasil membuatku terluka untuk yang kedua kalinya. Entah apa yang harus aku
katakan pada takdirku yang tidak adil. Siapa yang tahu kemana aku akan mengeluh. Air
mataku sudah memenuhi sudut mataku.
Entah setelah semua ini, aku masih mampu untuk mencintai atau tidak. Pasalnya aku sudah
cukup merasa kehilangan mereka yang menemani aku selama ini. Mereka berdua sama-sama
pergi meninggalkan pilu dalam diriku. Memberiku kenangan yang manis lalu kenangan pahit.
Aku tidak henti-hentinya menangisi kepergian andra sampai pemakaman andra selesai, aku
memeluk nisannya, aku sedih semua ini terjadi padamu dan bukan aku. Aku harus
melanjutkan hidupku sendiri lagi tanpa kamu di sisiku.
Setelah semua kejadian itu, aku memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan pergi
menjelajahi dunia semauku. Aku ingin semua masa lalu bisa aku lupakan dan aku harus bisa
mencapai cita-citaku, karena aku yakin kamu juga akan bahagia di sana saat aku sukses.
BAB 9
MEMILIH BERTEMAN

Biarkan aku seperti ini.

11 mei 2018
Aku bekerja sebagai seorang penulis, dan menerbitkan puluhan novel. Dan salah satu novel
yang aku buat adalah novel gerimis mata hati yang aku ambil dari kehidupan nyataku.
Dimana aku terluka untuk kedua kalinya oleh dua pria yang sama-sama aku sayangi.
Aku berkeliling dunia mencari inspirasi untuk aku tulis, banyak yang bisa aku pelajari dari
dunia, dan sekaligus untuk mengobati hati yang telah terluka untuk kedua kalinya.
Takdir membawa aku dalam keadaan itu, dimana sampai sekarang aku belum bisa menerima
laki-laki lain setelah andra. Aku takut untuk kembali mencoba jatuh cinta, aku takut semua
ini akan terjadi lagi, dimana aku akan merasakan sakit untuk yang ketiga kalinya.
Cukup mereka berdua saja yang meninggalkan luka dalam hatiku. Mereka sudah cukup
melengkapi hidupku meski dengan penderitaan.
******
Aku bahagia mendengar kabar dari kely dan dion yang sudah memiliki seorang putra, aku
tidak bisa melihat proses persalinan kely, karena aku sedang berada di Prancis. Aku akan
menyelesaikan tulisanku terlebih dulu baru berkunjung ke London menemui kely dan dion.
Aku duduk santai di sebuah kursi di pinggiran jalan yang ramai penduduk, aku meneguk kopi
yang masih hangat sambil memandangi langit sore. Seseorang menepuk pundakku, aku
melihatnya wajahnya sangat asing bagiku, aku belum pernah melihatnya, tapi anehnya dia
tahu aku orang Indonesia dan dia juga pandai berbahasa Indonesia.
"Hai, aku cristofer."
"Hai juga, kataku."
"Aku tahu nama kamu, amel kan? Tanya cristofer."
"Iya, apa kita pernah bertemu sebelumnya? Tanyaku."
"Mungkin kamu belum pernah melihatku tapi aku pernah melihatmu di salah satu acara tv,
Dan aku juga suka semua novel yang kamu buat, semuanya menyentuh hati, kata cristofer."
"Terima kasih atas pujian kamu, kataku."
Dia banyak cerita pengetahuannya tentang diriku.
Kami menghabiskan waktu bersama dengan topik yang terus terganti.
"Mengapa kamu mengidolankan diriku? Tanyaku."
"Sebab kamu wanita yang tangguh dan berbakat, kata cristofer."
"Aku juga tahu kamu pandai bermain gitar dan bernyanyi, kata cristofer."
Cristofer kembali mengingatkanku pada Al, dia yang dulu mengajari aku memetik gitar
sementara aku juga berlatih bernyanyi, aku pernah membuat lagu setelah aku merasa sangat
rapuh ditinggal orang-orang yang aku sayangi. Cristofer memintaku untuk menyanyikan lagu
yang aku buat.

Kita Tidak Bisa Bersatu


Dahulu aku punya cinta, cintanya juga untukku
Aku pernah bahagia, dan pernah terluka
Angin dan hujan menjadi satu namun tidak akan pernah abadi
Seperti cinta kita yang kini telah rapuh
Reff :
Jangan pernah tinggalkan aku lagi
Janji untuk tetap bersama kau ingkari
Kau tinggalkan aku dan terus tinggalkan aku
Lalu siapa yang akan bahagiakanku jika bukan dirimu

Pernah terlukis nama di hati


Pernah kau jadi milikku dan sekarang kau jadi miliknya
Kini aku sendiri tanpa siapa yang tahu
Tuhan beri hati untuk dia yang setia
Cristofer bertepuk tangan untukku, bukan hanya cristofer tetapi pengunjung yang ada di cafe
itu. Tidak mudah untuk menjadi apa yang kita mau, seperti diriku yang membutuhkan begitu
banyak pengorbanan dan juga kerja keras.
Aku melakukan semua ini demi diriku dan untuk mereka yang punya pengalaman yang sama
denganku. Sedih kembali menyerang aku tidak kuat menahan air mataku mengingat Al yang
meninggalkan aku demi bisnis sedangkan andra meninggalkan aku benar-benar untuk
selamanya, aku tidak bisa melihat sosok dirinya lagi namun aku masih punya ingatan
bersamanya.
Setelah hari itu aku dan cristofer pergi ke suatu museum louvre di prancis, aku memilih
museum louvre karena museum itu adalah bekas istana kerajaan prancis dan menjadi salah
satu museum terbesar di dunia. Aku suka tempat-tempat yang bersejarah, aku juga suka
menghabiskan waktuku untuk menulis dan menatap langit sore untuk memikirkan sesuatu
yang menarik untuk ditulis.
Aku menghidupkan camera dan mulai membidik satu demi satu obyek, namun tidak jarang
ada tempat yang tidak memperbolehkan kita mengambil gambar. Hari ini kami habiskan
waktu di museum ini, hingga aku merasa sangat kantuk dan berpamitan dengan cristofer.
"Cristofer, aku harus kembali ke apartemen, ini sudah terlalu larut malam, di negaraku aku
tidak terbiasa tidur tengah malam, kataku."
"Baiklah, kamu hati-hati di jalan dan jangan lupa untuk datang lagi ke cafe kemarin, aku akan
mengajakmu ke tempat lain di prancis, dan kamu pasti akan terpukau melihatnya, kata
cristofer."
"Baiklah, kataku sambil meninggalkannya."
Tidak lama aku menunggu taksi, setelah satu jam aku di atas taksi dan akhirnya sampai juga
di apartemen. Aku menggantung jaket dan melepas syal di leherku, cuaca yang dingin
membuat tubuhku mudah lelah, aku membuat coffee untuk menghangatkan tubuhku.
Aku duduk di jendela apartemen yang luas, aku mulai mengetik semua moment pertama aku
di prancis dan salah satu negara pertama yang aku kunjungi, selanjutnya aku akan
memikirkan negara mana lagi yang harus aku kunjungi untuk mencari inspirasi.
Aku mendengarkan musik dari handphone milikku. Aku terlalu sibuk mendengarkan musik
dan juga mengetik sampai aku dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba masuk dan
mengagetkanku.
"Hallo amel, how are you? (apa kabar?) what are you doing? (kamu sedang apa?) Tanya
Aabriella."
"You startled me, I was listening to music and wondering, (kamu mengagetkan aku, aku
sedang mendengarkan musik dan mengetik) kataku."
"May I hear the music you are listening to? (boleh aku mendengar music yang sedang kamu
dengarkan?) Tanya Aabriella."
"Of course, (tentu saja) kataku."
"Indonesian music? what is the meaning of this song, (musik Indonesia? apa arti dari lagu
ini?) Tanya Aabriella."
"It's a song of evidence, the meaning of the song tells the story of not easy to win a person's
heart, (itu lagu bukti, arti lagu itu menceritakan tentang tidak mudahnya memenangkan hati
seseorang) kataku."
"Good song (lagu yang bagus) kata Aabriella."
Aabriella adalah salah satu temanku di prancis, dia juga suka menulis cerita sepertiku, kami
bertemu di bibliotheque nationale de france (perpustakaan nasional prancis) saat itu aku ingin
membaca sebuah buku novel yang sama sedangkan bukunya hanya ada satu saja, kami
berbincang mengenai banyak hal tentang tulisan.
Esok hari aku kembali ke cafe kemarin dan menunggu cristofer, aku tidak sendiri, ada
Aabriella bersamaku. Cristofer bilang akan mengajak aku ke suatu tempat yang indah.
Terdengar suara cristofer memanggilku.
"Amel, aku disini, kata cristofer."
"Hai cristofer, ayo kemari, kataku."
"Cristofer kenalin ini Aabriella teman sesama penulis, dan Aabriella ini cristofer, dia
temanku juga disini, kataku."
"Hai, kata mereka saling menyapa."
Cristofer mengajak kami ke place de la concorde itu adalah alun-alun kota berbentuk
octagonal yang terletak di antara tuileries gardens dan champs elysees, dan merupakan alun-
alun terluas.
Aku merasa sangat bahagia karena mereka, aku bisa bertemu teman baru yang baik seperti
kely dan dion. Selama perjalanan kesana kami bersenda gurau, agar suasana semakin
menyenangkan.
Aku juga bisa menulis kisah pertemananku di Indonesia bersama kely dan dion serta
pertemananku di prancis bersama Aabriella dan cristofer. Meski kami beda agama itu tidak
menjadikan masalah untuk kami berteman, untuk kami saling berbagi cerita.
Sesampai disana kami terus mengabadikan moment dengan sangat baik, aku seketika berada
di dunia yang berbeda. Hampir 2 jam kami menghabiskan waktu di tempat ini, kami
memutuskan untuk mencari tempat lain lagi dan yang kali ini akan kami kunjungi adalah
menara effiel.
Setiba di tempat itu aku terdiam memandangi menara itu dan seketika air mataku terjatuh,
karena aku mengingat kakek dan nenek yang ada di Indonesia. Selama aku ada di prancis aku
tidak lagi pernah mendengar kabar mereka. Aku merindukan mereka, aku janji akan pulang
menemui mereka setelah urusanku di prancis selesai.
"Amel, why are you crying? (mengapa kamu menangis?) Tanya Aabriella."
"I just remember my grandparents in Indonesian (aku hanya merindukan kakek dan nenek
aku di Indonesia)."
"Sudah, jangan menangis, karena mereka juga akan merasa sedih jika melihatmu menangis,
kata cristofer"
"I will not cry anymore (aku tidak akan menangis lagi)" kataku sambil memeluk mereka.
"You two wait a minute here, I'll be right back (kalian berdua tunggu sebentar disini, aku
akan segera kembali)" kata cristofer.
Kami pun menunggu cristofer, entah apa yang akan dia lakukan. Cristofer kembali dengan
membawa es krim di tangannya. Kami menyantap es krim bersama, aku merasa punya
keluarga baru.
Malam mulai tiba, kami harus pulang, aku dan Aabriella pulang bersama, setelah sampai di
rumah, aku menghidupkan cameraku dan melihat foto kebersamaanku dengan mereka. Entah
sampai kapan aku bisa menyelesaikan tulisanku ini, aku harus kembali menemui kakek dan
nenek. Aku terlelap, tubuhku begitu lelah karena hari yang kulalui.
*****

Pagi ini seseorang mengetuk pintu apartemenku, aku membuka dan terkejut melihat cristofer.
"Selamat pagi amel, kata cristofer."
"Selamat pagi, kamu mau apa pagi-pagi begini? Tanyaku."
"Kamu tidak perlu banyak bertanya, lebih baik sekarang kamu mandi dan aku akan
menunggumu di bawah, kata cristofer."
Akupun menuruti perintahnya, setelah mandi dan berpakaian aku pergi menemuinya di
bawah.
"Memangnya kita mau kemana cristofer? Tanyaku."
"Ke jembatan gembok cinta paris, kata cristofer."
"Untuk apa kita kesana? Tanyaku."
"Kamu banyak Tanya, ikut saja denganku, kata cristofer."
Sesampai di jembatan itu, cristofer meminjam gitar dari salah satu pengamen di sana. Lagi-
lagi cristofer memintaku untuk bernyanyi. Kali ini aku menyanyikan lagu anji "DIA"
"Amel, kamu tahu alasan mengapa aku membawamu ke tempat ini? Tanya cristofer."
"Aku sama sekali tidak tahu, kataku."
"Semakin aku mengenal dirimu, aku juga sadar telah jatuh cinta padamu, kata cristofer."
"Tapi, kataku sambil memegang kalung gembok yang dulu andra berikan kepadaku, dan
kuncinya ada pada andra, haruskah aku mencoba untuk kembali merasakan cinta? tapi
bagaimana jika aku kembali tersakiti?"
"Amel apakah kamu mau menjadi pacarku? Tanya cristofer."
Aku terdiam sesaat dan memutuskan untuk mencoba cinta yang baru lagi.
"Iya aku mau, kataku."
Kami menggembok cinta kami di jembatan paris ini.
Cristofer adalah orang yang baik, sopan dan pandai berbahasa Indonesia, mengapa tidak
untuk mencoba memberinya kesempatan. Aku juga sudah seharusnya bisa move on dari masa
laluku, aku harus bangkit untuk hidup yang baru. Aku tidak ingin melihat mereka yang ada di
sekelilingku merasa khawatir akan diriku.
Sepulang dari jembatan cinta paris, aku menemukan Aabriella berdiri di depan pintu
apartemenku. Aku pun mempercepat langkahku menemuinya.
"Hello Aabriella, what are you doing? (kamu sedang apa) Tanyaku."
"I'm just waiting for you, by the way, where are you from? (aku hanya sedang menunggumu,
ngomong-ngomong kamu dari mana) Tanya Aabriella."
"Pont de I'Archeveche, (jembatan cinta paris) kataku."
"Are you going with a cristofer? (apa kamu pergi dengan cristofer) Tanya Aabriella."
"Yes, I went with him? (iya, aku pergi dengannya) kataku."
"I'm leaving, sorry for bothering you (aku pergi dulu, maaf karena telah menganggumu) kata
Aabriella."
"Wait Aabriella, do you love cristofer? (tunggu Aabriella, apa kamu mencintai cristofer?)
Tanyaku."
"Yes, but it looks like he loves you (iya, tapi sepertinya dia mencintaimu) kata Aabriella."
Aku harus bisa mempersatukan mereka, aku tidak ingin Aabriella merasakan apa yang aku
rasakan yaitu merasa kehilangan orang yang dia cintai, biarlah aku yang kembali melepaskan
demi kebahagiaan Aabriella.
Dia belum biasa merasakannya sedangkan aku sudah dua kali merasakannya, aku lebih
berpengalaman dalam menghadapi rasa sakit, aku yakin Aabriella tidak akan kuat menerima
sakit dan kenyataan jika aku dan cristofer telah jadian tanpa sepengetahuannya, kataku dalam
hati.
Aabriella pergi meninggalkan aku dengan air mata yang mengalir di pipinya. Dia juga gadis
yang baik, dia pantas mendapatkan apa yang menjadi keinginannya.
Tanpa berfikir lagi, aku menelfon cristofer dan memintanya untuk bertemu denganku di cafe
itu.
"Hallo, cristofer aku ingin bertemu denganmu di cafe itu sekarang juga, kataku."
"Tapi untuk apa, kita baru saja bertemu, kata cristofer."
"Aku mohon, ini sangat penting cristofer, kataku sambil menutup telfonku."
Aku buru-buru menemui cristofer di cafe itu, sesampai disana ternyata cristofer belum
sampai, aku menunggunya dengan memikirkan cara untuk membuat cristofer mengerti.
Tiba-tiba seseorang menutup mataku dari belakang, akupun melepaskan jari-jarinya dari
mataku, dan mulai bicara.
"Cristofer ayo duduk di sana, kataku."
"Kamu ini kenapa, kok kamu berbeda dari biasanya, kata cristofer."

"Cristofer, aku harap kamu bisa mengerti dan memahami semua yang akan aku katakan,
kataku."
"Katakan saja, jangan membuatku semakin penasaran, kata cristofer."
"Cristofer, kamu pria yang baik, dan kamu juga pantas mendapat wanita yang baik, tidak
seperti diriku, maaf karena aku mengtakan ini, hubungan kita tidak akan bahagia karena ada
seorang wanita yang lebih mencintai kamu melebihi aku.
Aku juga tidak bisa tinggal di prancis untuk selamanya, setelah tulisanku selesai aku akan
kembali ke Indonesia. Aku minta maaf karena telah membuatmu kecewa tapi aku juga tidak
ingin membuatnya kecewa. Aku tidak ingin ia merasakan hal yang sama dengan apa yang
aku rasakan beberapa tahun lalu. Aku ingin hubungan kita sampai disini saja dan mulailah
mencoba mencintai Aabriella. Besok lusa dia akan merayakan ulang tahunnya yang ke 24,
dan di moment special itu aku ingin kamu mengatakan cinta padanya, itu jika kamu benar-
benar cinta padaku. Cinta butuh pengorbanan dan sekarang aku sudah melakukannya dan
sekarang terserah padamu, kataku."
"Aku tidak percaya dengan semua yang kamu katakan ini, aku mencintaimu bukan mencintai
Aabriella, aku ingin bersamamu bukan dengannya. Tapi jika itu yang kamu inginkan, aku
akan melakukannya demi cintaku padamu, kata cristofer sambil meninggalkan aku."
Aku hanya bisa menangis, melepas itu bukan persoalan yang mudah namun jika itu
diperlukan demi suatu kebahagiaan sahabatku maka aku akan melakukannya meski harus aku
yang tersakiti kembali.
Akupun kembali ke apartemen dan melanjutkan tulisanku, aku harus bisa menyelesaikannya
dalam dua hari, aku harus kembali ke Indonesia. Sampai larut malam aku tetap saja mengetik
meski mataku tidak sanggup lagi menahan kantuk. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur
dan kembali melanjutkannya besok.
Pagi yang cerah, aku sempatkan menulis puisi perpisahan untuk mereka, karena setelah ulang
tahun Aabriella aku akan kembali ke Negara asalku. Setelah membuat puisi aku bermain gitar
dan bernyanyi, setelah mandi dan berpakaian aku kembali pergi mencari tempat untuk
menulis, setelah hari itu cristofer tidak lagi menghubungiku, aku tahu bagaimana
perasaannya, tapi aku yakin lambat laun dia akan bisa menerima Aabriella.
Setelah tulisanku selesai, aku memotret sudut demi sudut di tempat ini, di tengah-tengah aku
memotret aku merasakan sakit di perutku, dan aku memutuskan untuk kembali ke apartemen.
Tubuhku melemah, tapi aku harus berkemas semua barang-barangku di apartemen ini. Dan
aku juga harus pergi mencari kado untuk Aabrella, aku harus bisa menahan sakitnya perutku.
Setelah semua selesai, aku kembali tidur dan berharap besok sakit perutku sudah hilang.
Tapi aku salah sakit perutku bukannya hilang tetapi tambah sakit, dan sudah sampai di
kepalaku juga. Bagaimana caranya aku bisa ke pesta Aabriella, dan jika aku tidak pergi
pastilah dia akan merasa sangat sedih. Aku pergi ke pesta dengan menahan sakitnya perutku.
Disana banyak sekali tamu, namun aku belum juga melihat Aabriella dan cristofer.
Tidak lama seseorang menepuk pundakku, itu adalah Aabriella, dia bersama cristofer.
"Hello Aabriella, happy birthday (halo Aabriella, selamat ulang tahun) kataku."
"Thank you amel (terima kasih amel), kata Aabriella."
"Because you are already there, now we start the party (karena kalian sudah ada, sekarang
kita mulai pestanya) kata Aabriella."
Sekarang waktunya tiup lilin dan mengucapkan suatu permohonan, setelah Aabriella meniup
lilinnya, cristofer meraih kedua tangan Aabriella.
"Aabriella, I love you (Aabriella, aku mencintaimu) kata cristofer."
"Cristofer, I love you too (aku juga mencintaimu) kata Aabriella."
Aku ikut merasa bahagia karena cristofer benar-benar melakukan apa yang aku katakan saat
bertemu dengannya. Semua orang bertepuk tangan, Aabriella memeluk tubuhku dengan
sangat erat, aku tahu betapa bahagianya dirinya bisa mendapatkan sosok yang ia cintai.
Setelah pestanya selesai, dan tinggallah kami betiga di tempat ini.
"Aku hanya ingin memberikan ini untuk kalian berdua yang sudah menjadi sahabatku selama
aku ada di sini. Tapi berhubung tulisanku sudah selesai, aku harus kembali ke Indonesia
malam ini juga. Karena aku sudah memesan tiketnya. Aku menulis puisi ini dan kamu harus
membacanya setelah aku pergi."
"Amel, you will come back here right? (amel, kamu akan kembali lagi ke sinikan?) Tanya
Aabriella."
"I don't know (aku tidak tahu) kataku."
"Don't forget me, (jangan lupakan aku) kata Aabriella sambil memelukku."
"Cristofer, aku minta kamu jaga Aabriella, kataku."
"Aku akan menjaganya demi dirimu amel, kata cristofer."
"Terima kasih cristofer, kamu telah mengabulkan satu permintaanku, aku harus pergi
sekarang, kataku."
"Bye, see you (selamat tinggal, sampai jumpa) kata Aabriella."
Mereka sudah tidak terlihat lagi dan mereka pasti sudah membaca puisi yang aku buat untuk
mereka.

Love story
Aku pernah patah hati
(I've been broken heart)
Aku pernah kehilangan dia yang aku cinta
(I never lost the one I love)
Kembali untuk mencintai sulit bagiku
(back to love is hard for me)
Hidupku seakan hancur
(my life was devastated)
Setelah bertemu mereka hidupku seakan kembali
(after meeting them my life seemed to come back)
Mereka menangis membacanya, mereka merasakan hal yang sama sepertiku, merasa sangat
kehilangan. Begitu banyak sosok yang aku temui dalam hidupku, namun mengapa selalu
terjadi suatu perpisahan. Aku mengingat semua yang pernah aku jelajahi dalam hidupku.
Banyak sekali kenangan bersama Al, Andra, Kely, Dion, Aabriella, dan Cristofer.
Setelah sampai di bandara soekarno-hatta aku kembali naik taksi ke stasiun kereta api menuju
bandung. Perutku kembali sakit, mungkin karena hari ini aku terlalu lelah. Aku tidak pernah
memikirkan kesehatanku, jika aku sakit aku tetap saja bekerja mengetik tulisan. Sesampai di
rumah paman, kakek dan nenek terlihat sangat terkejut akan kehadiranku disini.
"Amel cucuku, apa ini benar kamu? Tanya kakek."
"Iya kek ini amel, cucu kakek, kataku."
"Amel sekarang kamu sudah tumbuh dewasa, kata nenek."
"Iya nek, ini semua berkat kakek dan nenek yang membesarkan aku sampai sekarang,
kataku."
"Kamu tidak boleh pergi jauh lagi dari nenek, kata nenek."
"Iya nek, amel juga mau bersama kalian disini, kataku."
"Sekarang kamu makan dulu, kata nenek."
"Iya nek, amel juga lapar, kataku."
"Malam ini kamu harus tidur dengan nenek, karena nenek masih ingin melepas rindu
denganmu, kata nenek."
"Baiklah nek, aku juga masih sangat rindu denganmu, kataku."
Setelah makan, aku tidur bersama nenek, banyak cerita yang bisa aku beritahu kepada nenek.
BAB 10
MAAFKAN AKU

Jika kamu mau, aku bisa meminta agar malaikat meminjamkan sayapnya padamu.

07 mei 2018
Aku menghela nafas panjang sembari meneguk kopi di depan rumah dengan pekarangan
hijau dan udara pagi yang sejuk. Ditambah lagi nenek membelai rambutku, aku memeluk
nenek dengan air mata yang tidak mampu aku tahan.
"Amel sayang, mengapa kamu terlihat sangat sedih? Tanya nenek."
"Aku tidak sedang bersedih nenek, aku hanya merasa lelah karena perjalanan semalam,
kataku."
"Ya sudah kalau begitu nenek masuk dulu, kata nenek."
Kakek sedang memotong rumput dengan tangan gemetar, kakek sudah semakin tua, aku
berjalan mendekatinya dan meminta agar kakek istirahat saja, biar aku yang melanjutkan
semua ini.
Mereka terlalu berarti di kehidupanku, aku tidak akan mungkin bisa melihat mereka sakit.
Memotong rumput merupakan pekerjaan yang tidak mudah, membutuhkan ketelitian dan
kesabaran.
Paman surya memintaku berhenti memotong rumput, kata paman kakek dan nenek
memanggilku. Aku merasa perasaanku tidak enak, ada apa dengan mereka memanggilku,
akupun meninggalkan pekerjaan kakek dan bergegas menemui kakek dan nenek di dalam.
"Ada apa kakek dan nenek memanggil amel? Tanyaku."
"Amel kami sudah tua, kami tidak akan bisa menjaga kamu dalam waktu yang lama, kata
nenek."
"Maksud nenek apa? Tanyaku."
"Kamu sudah dewasa, sudah waktunya untuk kamu menikah, kata nenek."
"Tapi aku tidak punya pasangan untuk menikah, dan aku juga sudah tersakiti tiga kali, aku
masih ingin sendiri, kataku dengan lembut."
"Kakek akan mengenalkan kamu dengan cucu dari teman kakekmu ini, kata kakek."
"Aku tidak bisa memaksa seseorang yang tidak mencintaiku, kataku."
"Kakek yakin setelah dia melihat kamu, dia akan setuju, kata kakek."
"Jika itu bisa membuat kalian bahagia maka amel akan menurutinya, kataku."
"Baguslah kalau kamu sudah setuju, kakek akan merasa sangat bahagia, kata kakek."
Akupun tersenyum pada kakek dan nenek yang pergi meninggalkan aku dan paman surya.
"Amel, kamu yakin akan menikah dengan pria yang kakek dan nenek pilihkan untukmu?
Tanya paman surya."
"Aku tidak punya pilihan selain menerimanya, kakek dan nenek yang sudah membesarkan
dan merawatku dari kecil, apa lagi yang bisa aku berikan jika bukan semua ini yang membuat
mereka bahagia, kataku."
"Paman juga akan mendukung keputusnmu, paman akan berdo'a untukmu, kata paman
surya."
"Terima kasih paman surya, kataku."
"Iya sama-sama sayang, kata paman surya."
Di belakang rumah paman ada danau yang tidak begitu luas dan dalam, tempat itu sangat
cocok bagi mereka yang membutuhkan ketenangan. Seperti diriku saat ini, aku berjalan ke
pinggiran danau, di pinggir danau itu juga tumbuh bunga-bunga yang cantik dengan warna
menarik.
Aku memeluk kedua lututku dan menangis tanpa sebab, aku takut jika aku benar-benar sakit,
aku tidak berani ke dokter karena jika benar aku tidak tahu bagaimana cara memberitahu
kakek dan nenek mengenai penyakitku tersebut.
"Kamu lihat gadis yang duduk di pinggir danau itu? Tanya kakek."
"Iya, aku melihatnya, kata pria itu."
"Dia adalah cucu yang ingin kakek kenalkan padamu, kata kakek."
"Jadi dia orangnya? Tanya pria itu."
"Iya, sekarang ayo temui dia, kata kakek."
"Baik kek, kata pria itu sambil berjalan mendekatiku."
"Hai, kamu amel cucu dari kakek sultan kan? Tanya pria itu."
"Iya, kamu tahu dari mana? tanyaku tanpa melihat ke arahnya."
Aku putra arfandi, panggil saja putra, aku tahu dari kakekmu, kata putra."
"Apa kamu orang yang akan kakek kenalkan denganku? Tanyaku."
"Iya kamu benar, tapi apa yang sedang kamu lakukan di danau ini? Tanya putra."
"Aku tidak punya pilihan lain selain tempat ini untuk menemaniku dalam hidupku yang
kelam, kataku."
"Amel ayo kita berteduh di pohon itu, gerimis dan sebentar lagi akan hujan, kata putra."
"Hujan tidak akan turun, kamu tahu gerimis itu apa? Tanyaku."
"Yang aku tahu gerimis itu sama dengan hujan, kata putra."
"Kamu benar, gerimis adalah hujan yang ragu-ragu untuk turun membasahi bumi tempat
dimana seseorang saling menyakiti dan hujan akan berfikir mereka lebih baik tidak turun
sebab para wanita di bumi sedang menangis, kataku."
"Andai kamu bisa mengambil sehelai bulu dari sayap malaikat, apa yang akan kamu lakukan
dengan bulu tersebut? Tanya putra."
"Aku tidak akan setega itu kepada malaikat, kalau kamu? Tanyaku."
"Aku akan menjadikannya pena untuk mengirim surat agar Tuhan menghilangkan semua
kesedihanmu melalui malaikat, kata putra."

"Mengapa kamu mau menerima perjodohan ini, sementara kita belum pernah bertemu dan
berkenalan sebelumnya? Tanyaku."
"Karena aku percaya Tuhan akan memberikan jodoh untukku melalui cara apapun, kata
putra."
"Sepertinya kamu pria yang baik, apa pekerjaanmu? Tanyaku."
"Aku seorang cheff, kata putra."
"Wah berarti kamu bisa mengajari aku memasak, kataku"
"Tentu saja bisa, kata putra"
Sakit perutku kembali kambuh dan kepalaku juga mulai sakit, tubuhku dingin terkena hujan,
rambutku juga basah. Putra menggendongku ke rumah paman dengan keadaan menggigil.
Sesampai dirumah kakek, nenek, dan paman surya melihat putra sedang berlari
menggendongku.
"Putra apa yang terjadi dengan amel? kalian berdua hujan-hujan ya? Tanya kakek."
"Sepertinya amel kedinginan terkena air hujan, aku juga sudah memintanya untuk berteduh
namun amel menolak dan memilih untuk duduk di bawah gerimis hujan, kata putra."
"Kalau begitu, kamu bawa amel ke kamarnya dan berikan dia selimut, nenek akan buatkan
teh panas untuknya, kata nenek."
Mereka sangat panik karena diriku, mereka belum tahu apa yang sebenarnya terjadi
denganku. Setelah aku sadar dari pingsanku, aku tidak lagi melihat putra. Mungkin dia sudah
pulang karena pakaiannya juga basah karena menemaniku duduk di bawah gerimis hujan.
Aku merasa bersalah padanya, aku harus meminta maaf padanya jika nanti aku bertemu
dengannya lagi.
*****
Aku memutuskan untuk pergi ke dokter untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi
padaku. Dokter mengambil sampel darahku untuk mengecek penyakit yang aku derita. Aku
juga sudah menjelaskan kepada dokter bila aku sering merasakan sakit perut dan sakit kepala
yang luar biasa. Setelah menunggu dua jam akhirnya hasil laboratorium sudah keluar.
Dokter memberikan hasilnya padaku, dan akupun membaca surat itu dan mengetahui jika aku
positif terkena gagal ginjal, tapi kata dokter masih ada kesempatan untuk menyembuhkan itu
dengan cara operasi ginjal. Aku tidak akan melakukan itu, aku tidak ingin kakek, nenek,
paman, dan putra mengetahui bahwa aku terkena gagal ginjal. Dokter sudah memberiku obat
untuk menghilangkan rasa nyeri dan pusing.
Selama aku berada di perjalanan pulang, aku terus saja memegang perutku yang terasa sakit.
Sesampai di rumah aku langsung mengunci kamarku dan meminum obat dari dokter, setelah
itu aku menyembunyikan obat tersebut agar kakek, nenek, dan juga paman tidak
mengetahuinya. Aku yakin mereka tidak akan sanggup mengetahui itu dan pasti mereka akan
berusaha agar aku pulih dari penyakit ini.
Nenek mengetuk pintu kamarku, pasti nenek mengkhawatirkan aku yang sedari tadi hanya
berdiam diri di kamar. Aku membukakan pintu untuk nenek, betapa beruntungnya aku
mempunyai nenek yang begitu perhatian dan menyayangiku lebih dari orangtua aku sendiri.
Nenek membawakan makan malam untukku.
"Amel, kamu harus makan, jika tidak, pasti kamu akan sakit, kata nenek."
"Aku akan makan sebentar lagi, kataku."
"Kamu sedang memikirkan sesuatu? katakan pada nenek jika kamu ada masalah, kata nenek."
"Amel tidak sedang ada masalah nek, kataku."
"Kalau begitu nenek simpan makanannya di atas meja, tapi kamu harus makan dan jangan
sampai tidak, kata nenek."
"Iya, terima kasih nek, kataku."
"Sama-sama sayang, sekarang kamu istirahat, nenek akan pergi menemani kakekmu, kata
nenek."
Lagi-lagi aku menangis bila nenek terus saja memperhatikan aku, aku yang sebentar lagi
meninggalkan mereka. Aku menghabiskan makanan dari nenek, meski perutku terasa sakit.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku lagi, setelah aku buka ternyata putra yang
datang.
"Kamu ada apa malam-malam datang kemari? Tanyaku."
"Lebih baik kita bicara di luar saja, kata putra."
"Baiklah, kataku."
"Aku datang kemari karena kakek kamu yang memita agar aku datang dan menemanimu
yang seharian tidak keluar kamar, mereka sangat khawatir padamu, kata putra."
"Aku hanya ingin sendiri, kataku."
"Kamu tahu mengapa ada ombak di laut? Tanya putra."
"Karena takdir ombak itu bersama laut, kataku."
"Karena ombak menjadi teman untuk sunyinya laut, dan kamu seperti ombak itu yang
menjadi teman untuk sunyinya hatiku, kata putra."
"Kamu bisa saja, oh iya aku mau bertanya padamu, kataku."
"Silahkan saja, aku akan mendengar dan menjawab pertanyaanmu tersebut, kata putra."
"Jika suatu saat aku terkena penyakit, apa kamu akan tetap bersamaku? Tanyaku."
"Mengapa kamu bicara seperti itu? Tanya putra."
"Kamu hanya perlu menjawab pertanyaanku, kataku."
"Kamu tahu langitkan? Tanya putra."
"Iya, memangnya kenapa dengan langit? Tanyaku."

"Langit akan selalu membutuhkan awan dan awan akan selalu setia bersama langit meski itu
dalam keadaan terang maupun gelap, mereka selalu bersama tanpa kita sadari itu, dan kamu
ibarat langitnya sedangkan aku adalah awan yang tidak akan membiarkanmu sendiri, kata
putra."
"Terima kasih putra karena kamu mau menjadi temanku, kataku."
"Iya sama-sama, kata putra."
"Aku mau bertanya sesuatu padamu, kata putra."
"Kamu bertanya soal apa? Kataku."
"Mengapa wajahmu terlihat begitu pucat? Tanya putra."
"Mungkin karena aku terlalu lelah, kataku."
"Begitu ya, kata putra."
"Sebaiknya kamu pulang saja karena ini juga sudah malam dan udaranya semakin dingin,
kataku."
"Kalau begitu aku pulang dulu, kata putra."
"Iya, kamu hati-hati di jalan, kataku."
"Oke, kata putra."
Aku kembali ke kamar dengan jalan perlahan karena kepalaku yang sakit, kubaringkan
tubuhku di tempat tidur lalu memandangi foto sahabat-sahabatku serta tiga orang penting di
dalam hidupku yang telah meninggalkan aku. Air mataku kembali mengalir mengingat semua
yang pernah aku lalui bersama mereka.
*****
Putra datang menemuiku di rumah paman, putra bermaksud ingin mengajakku ke suatu
tempat yang indah. Aku percaya tempatnya akan indah karena sekarang aku ada di bandung
yang juga terkenal dengan wisata alamnya.
Putra memintaku untuk naik ke mobilnya sementara ia harus berpamitan terlebih dulu pada
kakek, nenek, dan juga paman surya. Di dalam mobil putra memutar lagu "Bukti-Virgoun."
"Apa kamu menyukai lagu ini? Tanyaku."
"Tentu, semua orang juga menyukai lagu ini, dan kamu sendiri suka lagu apa? Tanya putra."
"Aku juga suka lagu ini, tapi aku juga suka mendengar dan menyanyikan lagu "dia dari anji"
kataku."
"Selera music dan lagu kita ternyata sama, kata putra."
"Iya kamu benar, kataku."
Kami tiba di tempat yang sedikit tinggi namun kita akan menyaksikan keindahan alam dari
tempat ini. Untuk pertama kalinya aku pergi ke tempat setinggi ini, tempat ini sungguh luar
biasa.
"Apa kamu bisa merasakan sentuhan angin di kulitmu? Tanya putra."
"Iya aku bisa merasakan halusnya angin yang menggelitik kulitku, kataku."
"Kamu tahu apa yang akan aku lakukan jika kita terjatuh di tempat setinggi ini? Tanya putra."
"Aku tidak tahu apa yang akan kamu lakukan, kataku."
"Aku akan meminta malaikat agar mau meminjamkan sayapnya padaku untuk
menyelamatkan kamu, kata putra."
"Jika malaikat tidak ingin meminjamkan sayapnya padamu? Tanyaku."
"Aku akan menarik tanganmu dan berlari melompati satu persatu awan yang menggantung di
atas sana, kata putra."
"Kamu belajar kata-kata seperti itu dari mana? Tanyaku."
"Dari sini, kata putra sambil menaru kepalan tangan di dadanya."
"Apa artinya itu? Tanyaku."
"Semuanya dari hati, kata putra."
Aku hanya tersenyum mendengarnya, dia bisa membuatku merasa dihargai sebagai seorang
wanita. Dia pandai dalam menghibur diriku, dia juga begitu baik padaku.
Setelah puas melihat pemandangan, putra memintaku untuk turun ke bawah dan mencari
sesuatu yang lebih menyenangkan. Aku melihat balon berwarna-warni yang mengingatkan
aku pada Al yang dulu menyatakan cinta kepadaku dengan puluhan balon gas yang indah,
putra memegang pundakku bermaksud menyadarkan aku dari lamunanku.
"Kamu tidak apa-apakan? Tanya putra."
"Aku tidak apa-apa, kataku."
"Kamu mau balon itu? Tanya putra."
"Bukan, bukan seperti itu, aku tidak ingin merepotkanmu, kataku."
"Hal seperti itu tidak akan merepotkan aku sama sekali, kata putra."
"Terima kasih putra, kau sudah sangat baik padaku."
"Aku sudah tidak bisa lagi menghitung berapa banyak kata terima kasih yang kamu berikan
kepadaku, kata putra."
"Kamu membuat aku merasa malu, kataku."
Putra pergi menemui orang yang menjual balon gas terebut, dan membeli semua balon itu.
Lalu putra kembali berjalan ke arahku dengan memegang puluhan balon yang sebagian
menutupi wajahnya.
Aku membantunya untuk memegang balon itu agar putra tidak terlalu pusing membawanya.
"Sekarang letakkan balon itu disini, kata putra."
Akupun meletakkan balonnya di tempat yang putra pilih, lalu ia memberiku selembar kertas
agar aku bisa menulis satu permohonan.
"Kamu ambil kertas ini dan tulislah satu permohonan, kata putra."
"Baiklah, aku akan menulis satu permohonan di kertas ini, kataku"

"Tuhan jika engkau menginginkan diriku untuk kembali bersamamu, maka aku ingin
bersama orang-orang yang aku sayangi meski dalam waktu yang singkat. Berikan aku waktu
dimana aku dapat memberikan mereka kebahagiaan."

"Jika sudah, ayo gulung kertasnya dan ikatkan di tali ini, lalu lepaskan, kata putra."
"Tunggu, aku akan melepaskan balonnya bersama-sama dengan satu permohonan yang kamu
buat, kataku."
"Baiklah jika itu mau kamu, kata putra."

"Aku ingin selalu bersamanya, jadikanlah aku malaikat untuk dirinya yang saat ini sangat
membutuhkan sosok pelindung." (putra)

Kami pun melepaskan balon itu bersama-sama, bolon itu terbang bebas di langit dengan
membawa dua buah surat permohonan aku dan putra.
Setelah itu kami pergi mencari makanan, semua makanan di pinggiran jalan itu sangat lezat.
Untuk pertama kalinya aku makan bakso setelah beberapa tahun lamanya.
"Kamu suka makan bakso? Tanya putra."
"Iya aku suka, tapi aku lebih suka nasi goreng buatan nenek, kataku."
"Kalau begitu besok aku akan mengajakmu membuat nasi goreng bersama di rumah
pamanmu, kata putra."
"Kamu serius? Tanyaku."
"Iya aku serius, aku akan membuatkan nasi goreng yang sangat lezat, kata putra."
"Aku merasa sangat bahagia mempunyai teman sepertimu, kataku."
"Aku lebih bahagia karena bisa berteman dengan wanita sebaik dirimu, kata putra."
"Jangan memuji aku seperti ini, kataku."
"Tapi pujian itu pantas buatmu, kata putra."
"Habiskan makananmu, lalu kita pulang, nenek, kakek, dan juga paman surya pasti sudah
menungguku, kataku."
"Iya baiklah, kata putra."
Setelah membayar makanan yang sudah kami makan tadi, kami kembali ke mobil dan pulang
ke rumah. Sepanjang perjalanan aku merasakan sakit kepala dan perut seperti waktu itu, aku
menahan sakit itu dengan berusaha tersenyum.
Setiba di rumah, aku melihat kakek dan nenek sedang berdiri di teras rumah.
"Putra terima kasih untuk hari ini, aku masuk duluan ya karena kakek dan nenek sudah
menungguku, kataku."
"Iya, selamat malam, kata putra."
"Selamat malam, kataku."
Putrapun pulang ke rumahnya untuk beristirahat setelah seharian menemaniku berjalan-jalan.
BAB 11
DILEMA

Aku tidak tahu mengapa aku mendapatkan kedamaian dalam kegelisahan dan juga kesepian.

09 juni 2018
Putra datang menemuiku untuk menepati ucapan yang kemarin ia katakan padaku. Dia ingin
membuatkan aku nasi goreng lezat. Akupun menyambutnya dengan senyuman termanis yang
aku punya.
"Sekarang ayo kita ke dapur untuk membuat nasi goreng, kata putra."
"Ayo, aku sudah tidak sabar ingin melihat caramu membuat nasi goreng, kataku."
Aku melihat putra memainkan pisau dengan sangat terlatih, satu persatu bahan mulai ia tumis
dan terakhir dia memasukkan nasi. Setelah itu putra selesai menyajikannya dan memberikan
nasi goreng itu padaku. Aku mencicipi makan yang ia buatkan untukku.
"Nasi goreng ini sungguh lezat, aku saja tidak bisa membuat nasi goreng selezat buatanmu,
kataku."
"Jika kamu mau, aku bisa mengajarimu membuat makanan lezat, asal kamu sungguh-
sungguh mau belajar, kata putra."
"Jujur saja, aku belum pernah memasak, nenek tidak memperbolehkan aku untuk memasak di
dapur, karena nenek khawatir bila terjadi sesuatu padaku, kataku."
"Kamu beruntung mempunyai kakek, nenek, dan paman yang sangat menyayangi kamu, kata
putra."
"Kamu benar, aku sangat beruntung memiliki mereka, tapi kamu juga beruntung karena kamu
dirawat dan dibesarkan oleh orang tua kamu, kataku."
"Iya aku beruntung memiliki seorang ibu yang luar biasa, dimana orang tua kamu? mengapa
aku tidak pernah melihatnya? Tanya putra."
"Ayah dan ibuku pergi meninggalkan aku sejak usiaku lima tahun, mereka menitipkan aku
kepada kakek dan nenek untuk dirawat, dan sampai saat ini aku tidak pernah lagi mendengar
dimana keberadaannya saat ini, kataku."
"Maafkan aku karena telah mengingatkanmu pada ayah dan ibumu, kata putra."
"Tidak apa-apa, kamu tidak perlu meminta maaf untuk pertanyaanmu itu, kataku."
"Kamu mau bertemu dengan ayah dan ibuku? Tanya putra."
"Ak..aku mau berkenalan dengan ayah dan ibumu, kataku."
"Kalau begitu ikut denganku sekarang juga, kata putra."
"Tunggu, aku mau mengambil tasku, kataku."
"Baiklah, aku akan berpamitan dengan kakek, nenek, dan paman surya dulu, kata putra."
"Oke, kataku."
"Kakek, nenek, paman surya, aku akan mengajak amel bertemu dengan ayah dan ibuku, kata
putra."
"Ya sudah kamu hati-hati di jalan, kata kakek."
"Iya kek, kata putra."
"Kamu harus janji sama nenek buat menjaga dan melindungi amel, kata nenek."
"Putra janji nek, kata putra."
Kami pun pergi ke rumah putra yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah paman surya.
Putra menggandengku masuk ke rumahnya, aku merasa sangat gugup dan takut jika nanti
ayah dan ibu putra tidak menyukai diriku.
"Assalamualaikum, ayah, ibu, kata putra."
"Walaikumsalam, putra siapa wanita yang bersamamu? Tanya ibu putra."
"Ini amel bu, cucu dari kakek sultan, kata putra."
"Cantik sekali, dan dia terlihat memiliki hati yang baik pula, kata ibu."
"Yang ibu kamu ucapkan benar sekali, kata ayah putra."
"Terima kasih tante, om, kataku."
"Iya sama-sama sayang, ayo kemari dan duduk di dekat tante, kata ibu putra."
"Ayo kamu tidak perlu takut karena ibuku baik seperti yang pernah aku katakan padamu, kata
putra."
"Memangnya apa yang kamu katakan kepadanya mengenai ibu? Tanya ibu putra."
"Rahasia, kata putra."
"Kamu ini ya, kata ibu putra."
"Amel, mengapa kamu tidak mengajak ayah dan ibumu kemari, kata ibu putra."
"Ayah dan ibuku sudah lama meninggalkan aku, mereka pergi tanpa kabar dan entah kemana,
mereka hanya menitipkan aku pada kakek dan nenekku saja, aku juga tidak ingat dengan
wajah mereka, kataku."
"Sayang sekali mereka meninggalkan anak secantik dan sebaik dirimu, dan mulai hari ini
kamu bisa memanggil tante dengan sebutan ibu, kata ibu putra."
"Sungguh, aku merasa sangat senang, kataku."
"Sekarang ayo peluk ibumu ini, kata ibu putra. Aku memeluknya dengan sangat erat dan air
mataku membasahi lengan bajunya, aku menangis bahagia merasakan pelukan hangat dari
seorang ibu."
"Dan amel, kamu juga bisa memanggil om dengan panggilan ayah, om dulu sangat ingin
punya anak perempuan, namun Tuhan memberikan putra pada kami."
"Dan om juga punya kamu, kata ayah putra."

"Terima kasih banyak om, tante, amel merasa sangat bahagia bisa memiliki keluarga baru
yang baik dan sayang pada amel, kataku."
"Karena kamu pantas mendapatkan ini semua, kata putra."
"Putra terima kasih banyak dengan semua yang kamu berikan untukku, kamu memang teman
aku yang baik, kataku."
"Iya sama-sama, kata putra."
Ibu ratna adalah nama dari ibu putra yang sudah menganggap aku sebagai anaknya. Andai
saja orang tuaku tidak meninggalkan aku, pasti aku akan selalu memeluk dan berada di dekat
mereka. Aku juga ingin ibu menidurkan aku dengan mengelus rambutku dengan jemarinya,
lalu memberikan aku kecupan di kening.
Dan harusnya mereka ada menemaniku saat aku diwisuda dan mereka tersenyum bangga
padaku. Ibu ratna memperlihatkan aku album foto yang monokrom milik putra sewaktu dia
masih kecil. Ibu ratna benar-benar ibu yang penyayang, bayangkan saja foto saat ibu ratna
hamil perminggu dan perbulan ada di dalam album ini serta saat ibu ratna melahirkan putra,
merawat putra dari umur ke umur hingga dewasa seperti ini. Putra memang beruntung, aku
sirik padanya karena aku juga menginginkan hal itu sejak dulu.
"Ibu, Ayah, aku mau mengajak amel jalan-jalan dulu, kami tidak akan lama dan juga pulang
malam, kami akan naik motor, kata putra."
"Putra, Amel, hati-hati ya sayang, kata ibu ratna."
"Putra jangan ngebut, kata ayah putra."
"Putra, memangnya kita mau kemana? Tanya amel."
"Kamu suka danau kan? nah kita akan pergi ke danau dekat rumah paman surya, kata putra."
"Untuk apa kita ke danau itu? Tanya amel."
"Kita akan piknik di tempat itu, aku sudah menyediakan semua itu semalam, kata putra."
"Terima kasih putra, kamu terlalu baik padaku, aku harap kamu melakukan ini untuk teman
baikmu, kataku."
"Aku melakukan ini semua demi kamu, teman baikku, kata putra."
"Sekarang aku tutup mata kamu dan akan membukanya, kata putra."
Setelah berjalan beberapa langkah akhirnya putra membuka penutup mataku, betapa
terkejutnya aku saat melihat ratusan balon warna-warni di danau ini, serta bunga-bunga
matahari yang sangat indah.
"Bagaimana kamu suka? Tanya putra."
"Aku suka dan aku bahagia, ini sungguh mengagumkan putra, terima kasih buat semua yang
kamu berikan untuk diriku, kataku."
"Aku juga merasa bahagia saat kamu tersenyum, karena senyum itu terlalu manis untuk
redup, kata putra."
"Kamu bisa saja, kataku."
"Ayo kita makan, aku sudah lapar, kata putra."
"Ayo, aku juga sudah lapar, kataku."
"Saat kamu memandang mentari, apa yang kamu temukan? bukankah hanya cahaya yang
silau? lalu mengapa kamu menyukainya? Tanya putra."
"Aku menyukainya karena hidupku sudah terlalu gelap dan aku membutuhkan secercah
cahayanya untuk menghapus gelapku, namun sekarang aku tidak perlu memandang mentari
lagi, karena sudah ada kamu yang lebih nyata terlihat, kataku."
"Kamu belajar merayu darimana? Tanya putra."
"Dari seseorang yang memberikan aku banyak kebahagiaan yaitu kamu, putra.. Kataku."
"Amel, apa aku termasuk seseorang yang berharga bagimu? Tanya putra."
"Kamu akan selalu menjadi awan untuk langit, awan yang berharga sebagai teman dari langit,
kataku."
"Apa kamu mempunyai teman seperti aku? Tanya putra."
"Aku punya empat orang sahabat yang begitu aku sayangi dan aku rindukan."
Namanya kely, dion, cristofer dan Aabriella. Mereka begitu perhatian padaku, mereka selalu
ada di dekatku ketika aku merasa sedih, terluka dan bahagia.
"Kamu memang pantas mendapatkan sahabat-sahabat seperti mereka karena kamu terlalu
baik dan terlalu berharga untuk ditinggalkan, kata putra."
"Kamu salah jika mengatakan aku terlalu berharga untuk ditinggalkan, buktinya kedua orang
yang aku sayangi meninggalkan diriku tanpa mengerti perasaanku, kataku."
"Mengapa bisa mereka meninggalkan dirimu? Tanya putra."
"Al pergi meninggalkan aku karena dia dijodohkan oleh orang tuanya demi mempertahankan
perusahaan ayahnya yang mulai bangkrut dan aku menyaksikan langsung pernikahan mereka
tanpa aku sadari saat itu, sedangkan andra, dia sangat menyayangiku hingga dia terpaksa
berbohong dan menyembunyikan sakitnya dariku, satu bulan dia terbaring di rumah sakit
yang ada di Singapore, sebelum pergi meninggalkan aku untuk selamanya, dia sudah menjadi
malaikat di atas sana, kataku."
"Maafkan aku, karena sudah mengingatkan kamu dengan masa lalu yang terjadi padamu, kata
putra."
"Kamu tidak perlu meminta maaf, kamu satu-satunya teman yang aku punya disini, kataku."
"Sekarang kita pulang saja, karena wajahmu terlihat pucat, mungkin tempat ini terlalu dingin
untukmu, kata putra."
"Baiklah, sekarang kita pulang saja, kataku."
Putra mengantar aku pulang ke rumah paman surya, putra tidak tahu jika saat ini aku merasa
pusing dia hanya mengira bahwa aku merasa kedinginan. Putra membawa motornya dengan
kecepatan maksimal dan juga sangat berhati-hati. Ketika sampai di rumah paman, nenek
langsung mendekatiku dan memeluk diriku. Aku tahu nenek selalu mengkhawatirkan aku,
walaupun aku hanya pergi sebentar saja.
"Putra terima kasih untuk hari ini dan sebelumnya, kataku."
"Sama-sama, kalau begitu aku pamit pulang dulu ya, salam buat kakek dan paman surya, kata
putra."
"Iya, pasti aku sampaikan salammu untuk mereka berdua, kataku."
"Sekarang ayo masuk dan mandi setelah itu bantu nenek untuk memasak makan malam, kata
nenek."
"Baik nek, kalau begitu amel ke kamar dulu ya, kataku."
"Iya, jangan lama-lama mandinya, nanti kamu bisa masuk angin, kata nenek."
"Iya nenekku sayang, kataku."
Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, tiba-tiba handphone aku bordering, tertera nama
kely di layar handphoneku, akupun segera mengangkat telfonnya.
"Hallo, kely! aku sangat merindukan kamu dan juga dion, kataku."
"Kami juga merindukanmu amel, sekarang kamu ada dimana? Tanya kely."
"Aku ada di bandung, di rumah paman surya, aku sangat merindukan kakek dan nenekku,
maka dari itu aku pulang ke indonesia dan lupa memberikan kabar kepadamu, kataku."
"Kami tidak masalah dengan hal itu, bagaimana kabarmu? Tanya kely."
"Aku baik-baik saja, kataku berbohong menyembunyikan sakitku (maafkan aku kely karena
aku sudah mengatakan satu kebohongan padamu, namun aku terpaksa melakukan itu, kataku
dalam hati)."
"Syukurlah, jika kamu baik-baik saja, kata kely."
"Dan kamu bagaimana kabarmu, dion dan juga anakmu? Tanyaku."
"Kami semua baik-baik saja, kata kely."
"Kalau begitu aku tutup telfonnya ya karena aku harus membantu nenek memasak untuk
makan malam, kataku."
"Iya, baiklah, kata kely."
Nenek memintaku untuk mengupas bawang merah dan putih, aku juga harus mengulek
bawang itu dengan cabai merah yang rasanya sangat pedas. Aku tidak biasa dengan aroma
pedas seperti ini sehingga aku bersin-bersin. Setelah semua masakan selesai, tugas
selanjutnya membawa semua hidangan ini ke meja makan.
Di meja makan sudah ada kakek dan paman surya yang menunggu makanannya, mereka
terlihat sangat lapar. Di tengah makan malam berlangsung, kakek bertanya padaku.
"Amel, menurutmu putra pria yang seperti apa? Tanya kakek."
Pertanyaan kakek tersebut membuat aku tersedak,
"Putra? putra pria yang sangat baik, sopan, dan juga penyayang, kataku."
"Apa kamu menyukainya? Tanya kakek."
"Mengapa kakek menanyakan hal seperti itu? Tanyaku."
"Kakek hanya ingin memastikan saja, jika benar kakek akan meminta putra untuk
melamarmu, kata kakek."
"Kek cukup! jangan memaksa amel untuk menikah, amel tidak bisa, kataku."
"Tapi, apa alasanmu untuk tidak mau menikah? Tanya kakek."
"Aku tidak bisa memberitahu kalian alasannya, kataku sambil menangis."
Aku tidak bisa menahan sakitnya kepalaku karena tangisanku sendiri, setiap sudut ruangan
seakan berputar 180 derajat. Tubuhku terkapar di lantai sebelum paman membawaku ke
kamar, mereka semua panik, terutama kakek yang terlihat sangat kesal pada dirinya sendiri
karena telah membuatku seperti ini.
Saat aku sadar, kakek menggenggam telapak tanganku dengan sangat erat, lalu kakek
meminta maaf dengan semua pertanyaan yang membuatku merasa sedikit tertekan. Aku juga
merasa bersalah pada kakek, karena penyakitku ini, kakek harus meminta maaf padaku.
Nenek memintaku untuk istirahat, agar keadaanku lebih baik lagi dan besok aku bisa
beraktivitas kembali.
Esok harinya putra datang menjenguk diriku, dan aku juga tidak menyangka putra memasak
untuk diriku. Dia membuatkan aku bubur dan menyuapiku dengan sangat sabar.
"Amel, kamu sakit apa? Tanya putra."
"Aku tidak sakit, aku hanya merasa sangat lelah saja semalam, kataku."
"Kalau begitu kamu harus banyak istirahat dan jangan tidur terlalu malam dan satu lagi
jangan selalu main laptop, karena radiasinya dapat merusak mata dan akan menimbulkan
sakit kepala, kata putra."
"Iya baiklah, aku mau ke toilet dulu ya, kataku."
"Iya hati-hati, biar aku bantu berdiri, kata putra."
"Oke, kataku."
Saat aku berada di toilet handphone aku berdering, putra bingung mau mengangkatnya atau
menunggu aku kembali dari toilet.
Putra menunggu terlalu lama dan memutuskan untuk mengangkat telfonnya, tetapi putra tidak
bicara sepatah katapun, karena matanya tertuju pada obat-obatan yang ada di dalam tasku.
"Putra! kataku."
"Amel, aku mohon katakan yang sejujur-jujurnya, kamu sakit apa? Tanya putra."
"Putra, itu bukan milikku tapi, kataku belum sempat aku melanjutkannya."
"Tapi apa amel, mengapa kamu harus berbohong, jika kamu tidak mau memberitahu
kepadaku, tidak apa-apa, aku akan bertanya pada kakek dan nenek saja, kata putra."
"Putra! putra! jangan, aku mohon mereka juga tidak tahu hal ini, aku akan
memberitahukannya hanya padamu, tapi sebelum itu, aku mau kamu berjanji untuk tidak
mengatakan apa-apa kepada kakek, nenek, dan juga paman surya, kataku."
"Aku berjanji dan kamu bisa memegang janjiku, kata putra."
"Kata dokter aku terkena gagal ginjal, dan aku harus meminum obat-obatan itu agar sedikit
membantu menghilangkan nyeri dan sakit kepalaku, kataku."
"Amel, itu penyakit yang parah, mengapa kamu tidak jujur saja pada kakek, nenek, dan juga
paman surya? Tanya putra."
"Aku tahu keputusanku ini salah, namun aku akan lebih merasa bersalah jika membuat
mereka terus mengkhawatirkan aku, mereka sudah cukup baik padaku, kataku."
"Mereka akan lebih merasa bersalah dibandingkan kamu, mereka akan merasa tidak
memperhatikanmu sehingga tidak tahu jika kamu sedang sakit, kata putra."
"Yang kamu katakan itu benar, tetapi aku tidak akan sanggup mengatakannya kepada
mereka, kataku."
"Jika kamu mau, aku yang akan mengatakannya pada kakek, nenek, dan juga paman surya,
kata putra."
"Tidak putra! kamu sudah berjanji padaku, kataku."
"Baiklah jika itu mau kamu, tapi aku akan membawamu ke dokter dan kamu tidak boleh
menolak, kata putra."
"Baiklah, kataku."
Putra mengantar aku ke rumah sakit untuk kembali diperiksa oleh dokter, perjalanan tidak
terlalu jauh namun melelahkan bagiku. Setelah sampai di rumah sakit, kami harus menunggu
beberapa menit untuk mengantri. Tidak lama dokter memanggil namaku, aku merasa sangat
ingin berlari menjauhi ruangan ini. Tapi aku tidak bisa membuat putra kecewa denganku, dia
sudah mengantarku ke tempat ini.
"Dokter kalau boleh tahu, amel sakit sudah berapa lama? Tanya putra."
"Memangnya amel tidak memberitahu kamu? Tanya dokter."
"Tidak, bahkan dia juga menyembunyikan sakitnya dari kakek, nenek dan juga pamannya,
kata putra."
"Sudah hampir 1 bulan, kata dokter."
"Amel, kamu sudah menyembunyikan hal ini cukup lama, dan aku yakin tidak lama lagi pasti
kakek, nenek, dan juga paman surya akan mengetahuinya, karena penyakitmu akan semakin
membuat pertahanan tubuhmu menurun, kata putra."
"Aku tahu, tapi aku tetap tidak mau memberitahukannya, kata amel."
"Ya sudah kalau begitu, kata putra."
"Dokter terima kasih, kalau begitu kami pamit pulang dulu, kata amel."
"Iya sama-sama, kata dokter."
"Ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat, kata putra."
"Putra! jangan terlalu memberiku perhatian lebih, karena itu akan membuat mereka merasa
curiga, kataku."
"Baiklah, maafkan aku, kata putra."
"Jangan meminta maaf lagi putra, kataku."
Sepanjang perjalanan pulang, aku tidak mendengar suara putra, dia terlihat sangat focus
mengendarai motornya. Aku merasa sedikit aneh karena tidak biasanya putra seperti ini,
mungkinkah dia marah padaku karena menyembunyikan hal ini padanya?
Amel, mengapa kamu tidak mengerti juga, aku mengkhawatirkan keadaanmu dan aku tidak
ingin kehilangan dirimu. Aku sudah merasa nyaman dengan kehadiranmu di sisiku dan aku
tidak ingin kamu pergi meninggalkan aku seperti langit yang kehilangan awan ketika
mendung.
Ketika sampai di rumah paman surya, putra tidak lagi melihat diriku dan mengemudi
motornya dengan kecepatan yang tinnggi dan itu membuatku khawatir padanya. Aku masuk
ke dalam rumah dan menuju ke kamar, aku menangis merenungi kesalahan terbesar yang
telah aku lakukan dengan menyembunyikan hal ini pada kakek, nenek, dan juga paman. Tiba-
tiba seseorang membuka pintu kamarku dan mendapati diriku sedang menangis.
"Amel sayang, mengapa kamu menangis? Tanya nenek."
"Aku hanya merindukan kedua orang tuaku nek, kataku berbohong pada mereka."
"Tidak biasanya kamu menangis karena merindukan ayah dan ibumu, kata nenek."
"Sudahlah nek, sekarang amel tidak menangis lagi, kataku."
"Baguslah, kamu jangan menangis karena nenek juga ikut merasa sedih jika melihatmu
seperti ini, kata nenek."
"Oh iya, nenek mau apa datang ke kamarku? Tanyaku."
"Nenek hanya mau memastikan kamu baik-baik saja atau tidak, kata nenek."
"Amel baik-baik saja, nenek tidak perluh khawatir ya, kataku."
"Iya-iya sayang, kata nenek."
"Amel mau tidur siang dulu nek, kata amel."
"Tidur yang nyenyak sayang, nenek mau ke dapur dulu, kata nenek."
"Iya nenekku sayang, jangan lupa masak yang enak-enak, kataku."
"Nenek akan buat makanan yang lezat, kalian pasti akan menyukainya, kata nenek."
Aku tidak sanggup menatap wajah nenek dalam waktu yang lama, aku semakin merasa
mengambil keputusan yang baik untuk menyembunyikan sakitku darinya. Aku juga tidak
berani membayangkan reaksi dari kely, dion, cristofer, dan Aabriella mengetahui jika aku
sedang sakit.
Aku merasa sedikit bosan malam ini, jadi aku memutuskan untuk mengirim pesan kepada
putra.
"Putra apa kamu sedang sibuk?, tanyaku."
Putra membalas pesanku dengan sangat cepat.
"Aku sedang sibuk, kata putra."
"Kalau mengitu aku minnta maaf telah mengganggumu, balasku."
"Kamu tidak ingin tahu aku sibuk apa? Tanya putra."
"Memangnya kamu sibuk apa? Tanyaku."
"Aku sibuk memikirkan dirimu, sepanjang hari aku hanya memikirkan temanku yang sok
pintar, kata putra."
"Apa katamu! aku sok pintar? Tanyaku."
"Memang benarkan kamu sok pintar, kata putra."
"Terserah apa katamu saja, aku tidak mau lagi mengirim pesan padamu, kataku."
"Jangan marah, aku tidak akan mengulangi ucapanku lagi padamu, kata putra."
"Hahaha...ternyata kamu takut ya kalau aku marah? jangan takut, aku tidak akan marah hanya
karena perkataanmu itu, kataku."
"Kamu ini, senang sekali membuat orang merasa salah tingkah, kata putra."
"Benarkah? itu artinya kamu juga pernah salah tingkah karenaku? Tanyaku."
"Tidak! bukan seperti itu, kamu salah paham, kata putra."
"Sudalah jangan berbohong padaku, akui saja kebenarannya, kataku."
"Aku mengaku kalah, kali ini kamu yang memenangkan debat ini, tetapi lain kali aku yang
akan memenangkannya, kata putra."
"Siapa takut, aku tidak akan membiarkan kamu menang, kataku."
"Oke, kita tunggu saja perdebatan selanjutnya, kata putra."
"Baiklah, kataku."
"Sudah, lebih baik kamu pergi tidur karena kamu harus banyak istirahat, kata putra."
"Kamu benar, tapi aku belum merasa ngantuk, jadi tidurnya sebentar saja karena aku masih
ingin menghirup udara malam yang entah sampai kapan aku bisa merasakannya, kataku."
"Jangan katakan hal seperti itu amel, aku yakin kamu pasti akan sembuh, kata putra."
"Lebih baik kamu yang tidur, karena aku tahu kamu merasa lelah bekerja di restaurant,
kataku."
"Baiklah aku tidur duluan ya, kata putra."
"Selamat malam, kataku."
"Selamat malam juga amel, kata putra."
Bagaimana lagi cara aku mengucapkan terima kasih kepada putra yang menemani hariku
bersama penyakit ini. Tidak terasa mata ini benar-benar terlelap tanpa sengaja.
*****
Pagi menyambut gugurnya daun yang setelah malam itu semakin kering, dan memilih
melepas diri dari tungkai yang selama ini menopangnya.
Saat aku hendak pergi ke toilet, aku sulit untuk menopang tubuhku sendiri. Bahkan aku
merasa tubuhku semakin lemah.
Pukul 07:00 putra datang menemuiku setelah semalaman dia tidak bisa tidur dikarenakan
memikirkan keadaanku.
"Tokk, tokk, suara ketukan di balik pintu kamarku, aku berusaha bangkit dan turun dari
tempat tidur dan mengesot sampai di depan pintu untuk meraih gagang pintu itu. Aku tak
sanggup untuk berjalan, maka dari itu aku mengesot."
Saat pintu terbuka, putra terlihat sangat terkejut melihatku dengan wajah yang pucat.
"Amel! kamu kenapa ? mengapa kamu duduk di lantai yang dingin ini dan wajahmu semakin
tidak bisa berbohong lagi soal sakitmu, kata putra."
"Putra, bolekah aku meminta satu saja permintaan untuk yang terakhir? tanyaku."
"Tentu saja boleh, memangnya kamu mau meminta apa dariku? Tanya putra sambil
menggendongku ke sofa yang ada di kamarku."
"Aku hanya akan mengatakannya di saat waktunya tiba, kata amel yang semakin membuat
putra penasaran."
"Baiklah jika itu yang menjadi keinginanmu, dan sekarang lebih baik kamu makan, aku akan
ambilkan makanan untukmu, kata putra."
"Putra tunggu! Kataku."
Dan putra berbalik ke arahku dan mengangkat kedua alisnya yang mengisyaratkan sebuah
pertanyaan.
"Aku hanya ingin berterima kasih padamu, kataku."
"Sama-sama, kata putra dan melanjutkan perjalannya ke dapur."
"Aku benar-benar tidak lagi bisa menahan sakit di bagian perutku ini."
Tidak lama putra datang dengan membawa semangkuk bubur dari dapur.
"Amel, kamu merasakan sakit itu lagi ya? Tanya putra yang terlihat sangat cemas dan aku
hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan putra."
"Sekarang kita harus ke dokter dan kamu tidak boleh menolaknya dan maafkan aku amel,
karena aku tidak lagi bisa menyembunyikan rahasia ini lama-lama. Dan sekaranglah
waktunya untuk mereka tahu semua ini, kata putra yang menggendong tubuhku ke dalam
mobilnya."
Kakek, nenek, dan paman yang melihat putra menggendongku tersentak kanget dan mulai
bertanya sebenarnya apa yang terjadi pada amel.
Putra hanya meminta kakek, nenek dan paman untuk ikut bersamanya ke rumah sakit. Di
perjalanan nenek dan kakek tidak henti-hentinya menanyakan apa yang sebenarnya terjadi
padaku, namun putra tetap diam.
Sesampai di rumah sakit, aku langsung di bawah ke ruangan gawat darurat.
"Kakek, nenek, paman, maafkan putra yang sudah menyembunyikan hal besar mengenai
amel. Sebenarnya amel mengalami gagal ginjal yang sudah ia rasakan sebulan yang lalu.
Amel melarangku untuk memberitahukan semua ini pada kalian karena ia tidak ingin kalian
mengkhawatirkannya lagi, kata putra."
"Cucuku, kata kakek yang tak lagi bisa mengeluarkan banyak kata dari bibir dan tubuh
gemetarnya itu."
Putra menelfon semua orang yang amel sayangi termasuk ayah dan ibu putra serta kely, dion,
cristofer dan Aabriella yang berada jauh darinya.
"Hallo, apa benar ini kely sahabat amel? Tanya putra."
"Iya benar, dan ini siapa ya? Tanya kely."
"Aku putra, teman amel di bandung, aku hanya ingin memberitahukanmu mengenai amel
yang kini sedang berada di rumah sakit karena gagal ginjal, kata putra."
"Apa! tidak mungkin, baru beberapa hari yang lalu aku menelfon amel dan emel terdengar
baik-baik saja, kata kely yang mulai menangis tidak percaya."
"Amel sengaja tidak memberitahukanmu, karena dia tidak ingin orang-orang yang ia sayangi
mengkhawatirkan dirinya, kata putra."
"Baiklah besok aku akan pulang ke Indonesia untuk menemui amel, kata kely sambil
menutup telfonnya."
"Ada apa denganmu kely! mengapa kamu menangis setelah menerima telfon? Tanya dion."
"Kamu tidak akan percaya sepertiku yang juga masih tidak percaya, amel... amel sekarang
ada di rumah sakit, dia mengalami gagal ginjal, kata kely sambil memeluk dion."
"Itu tidak mungkin, sekarang bagaimana keadaan amel? Tanya dion."
"Aku juga belum tahu bagaimana keadaan amel sekarang, yang terpenting kita harus kemali
ke Indonesia besok, kata kely."
"Iya, kita harus kembali ke Indonesia demi amel, saat ini amel pasti membutuhkan kita, kata
dion."
Baru saja putra akan menghubungi cristofer, dan cristofer terlanjur menghubungi amel, lalu
putra menjawab telfon dari cristofer.
"Hallo amel, bagaimana kabarmu di Indonesia? Tanya cristofer."
"Maaf, saya putra teman amel, saya hanya ingin mengabari anda bahwasanya amel sekarang
dirawat di rumah sakit terbesar yang ada di bandung, amel mengalami gagal ginjal sejak
sebulan yang lalu, kata putra."
"Apa! sebulan yang lalu, berarti amel sudah mengalami gagal ginjal sejak masih ada di
prancis, kata cristofer."
"Yang anda katakan benar, dan amel menyembunyikan hal ini kepada semua orang, kata
putra."
"Terima kasih atas informasinya, aku akan pergi ke Indonesia besok, kata cristofer."
*****
(KELY, DION, CRISTOFER DAN AABRIELLA)
Setelah beberapa jam akhirnya pesawat mereka mendarat. Kely dan dion turun dari pesawat
dengan perasaan sedih karena ia datang ke Indonesia untuk melihat amel sahabatnya.
Kely berjalan tidak hati-hati sehingga menabrak seorang pria berbadan tinggi.
"I'm sorry, kata kely."
"Tidak apa-apa, kata pria itu."
Kely terkejut mendengar pria bule itu pandai berbahasa Indonesia.
Kely meninggalkan pria itu dengan tersenyum heran. Cristofer dan Aabriella pun pergi
menuju stasiun kereta api untuk mengejar kereta yang menuju bandung.
Di stasiun kereta api kely dan cristofer kembali bertemu dan saling berkenalan.
"Hai, kamu orang yang aku tabrak kan waktu di bandara ? Tanya kely."
"Iya, dan kenalin namaku cristofer dan ini Aabriella, kata cristofer."
"Namaku kely dan ini dion dan yang satunya lagi Nicole anak kami, kata kely."
"Anak yang manis, kata cristofer."
"Oh iya, kalian pasti mau ke bandung karena wisata alam yang ada di bandung itu sangat
indah dan keren kan? Tanya kely."
"Tujuan kami ke bandung bukan untuk berwisata atau berkuliner, tetapi kami ingin melihat
dan menemani sahabat kami yang sedang sakit di bandung, kata cristofer."
"Kok tujuan kita sama ya, kami juga ke bandung untuk menemani sahabat kami sejak SMA,
kalau boleh tahu siapa teman kalian yang sakit? Tanya kely."
"Namanya Amelia aiyah putri, seorang penulis yang berkeliling dunia untuk mencari
inspirasi tulisannya, kami bertemu di prancis, kata cristofer."
"Amel? kalian kenal dengan amel? amel juga adalah sahabat yang saat ini kami rindukan
semenjak lulus kuliah kami berpisah, dan saat pertemuan akan dimulai malah pertemuan
melihatnya sedang sakit, kata kely sambil meneteskan air matanya."
"Bagaimana kalau kita pergi bersama saja, kalian juga kan belum tahu daerah sini, kata dion."
"Iya, memang lebih baik seperti itu, kata cristofer."
Mereka berempat pun pergi ke suatu rumah sakit terbesar yang ada di bandung. Hampir
sekitar 15 menit mereka mencari ruangan amel dirawat. Dan akhirnya mereka menemukan
ruangan amel, dan ada putra yang mendampingi amel saat itu.
Kely terlihat gemetar melihat sahabatnya lemah mematung di tengah keramaian sahabatnya.
Kely menggenggam jari amel yang dingin dan lembut itu sambil menangis. Dilanjutkan
dengan cristofer, dion dan Aabriella.
"Kalau boleh tahu kamu siapa, Tanya kely pada sosok lelaki yang bersama amel tadi."
"Aku putra, aku dan amel saling dijodohkan namun amel tetap menganggap aku sebagai
teman terbaik, kata putra."
"Terima kasih sudah memberitahukan kami keadaan amel saat ini, kata kely."
"Sudah seharusnya kalian tahu, kata putra."
Tidak lama perbincangan mereka, amel mengalami kontraksi nyeri yang sangat menyiksa
tubuh lemahnya itu. Yang mengharuskan dokter mengeluarkan semua orang yang ada di
dalam ruangan ini.
Semua orang yang menunggu hasil dari dokter begitu gelisah akan keadaan amel di dalam
sana.
Dokter muncul dengan wajah yang sudah bisa ditebak jika kondisi amel tidak begitu baik.
Malam sudah gelap, mereka berlima tertidur di samping amel yang belum sadar juga dari
kemarin.
"Mereka semua terbangun karena amel menyentuh kepala mereka."
"Amel, Alhamdulillah kamu sudah sadar, mengapa kamu tidak jujur kepada kami kalau kamu
sedang sakit, kami datang demi dirimu, aku sangat rindu bertemu denganmu, kata kely sambil
memeluk amel yang tetap diam."
"Maafkan kami amel, kami tidak bisa menjagamu sehingga kamu sakit seperti ini, kata dion."
Amel hanya memejamkan matanya sembari mengeluarkan air mata. Putra menyeka air mata
amel dengan wajah yang begitu sedih. Amel menarik tangan putra dengan tenaga yang sangat
tidak berdaya. Sampai telinga putra mengenai sungkup yang terpasang di wajah amel. Amel
berusaha mengatakan sesuatu pada putra.
"Putra, sekarang adalah saat yang tepat untuk kamu menggali tanah yang berada tepat di
samping pohon di danau tempat kita bertemu, dan ambil peti yang aku tanam, kata amel."
Putra pun menitip amel pada sahabat-sahabatnya, dan pergi ke tempat yang amel perintahkan.
Putra menggali tanah itu dengan perasaan bimbang, dan penasaran dengan isi peti itu, setelah
mengambil peti itu, putra kembali ke rumah sakit dan menemui amel.
"Aku sudah mengambil apa yang kamu peintahkan, kata putra."
Dan amel kembali menarik tangan putra.
"Sekarang buka peti itu, pinta amel."
Putra pun membuka peti itu dan menemukan sebuah surat di dalamnya. Putra juga membaca
surat itu sampai tidak menyadari air matanya terjatuh tanpa terpedulikan lagi rasa tegar.

For you
Putra Arfandi
15 juni 2018
Maafkan aku yang menyamar menjadi awan disaat kamu yang seharusnya bahagia.
Lepas dan lupakan aku seperti caramu melepas balon di kala itu, tanpa meminta balon itu
untuk kembali lagi.
Berhenti mengharapkan senja yang tidak mungkin hadir saat malam menyepi bumi.
Satu yang harus kau tiru, yaitu gerimis, yang meski menjatuhkan pasukannya tetap
tersenyum pelangi selepas redup langit.
Jujur, aku juga mulai mencintaimu, namun aku tidak yakin bisa bersamamu selepas malam
ini.
Aku terlahir sebagai beban mereka yang bersamaku hingga detik ini.
Alasan terbesarku tidak memberimu harapan adalah karena ketidakmampuan diriku
melihatmu terluka di kemudian hari, mengalami apa yang aku alami sebelumnya. Aku
mengorbankan cintaku demi kebahagiaan masa depanmu kelak.
Jangan menjadi seperti diriku yang semasa hidup mengalami luka hati yang tak lagi mampu
dinalar.

Setelah membaca surat itu, putra langsung memeluk amel dengan sangat erat. Terlihat amel
juga bersedih dalam diamnya.
Saat amel tidak bergerak lagi, semuanya hening, putra berlari memanggil dokter dan perawat
yang ada di rumah sakit itu.
Mereka diminta untuk keluar dari ruangan amel, di luar mereka semua terlihat begitu panik.
Putra menggaruk-garuk kepalanya dengan sedikit kesal. Mengapa tidak dari awal ia tahu
tentang penyakit amel untuk dirawat di rumah sakit.
Setelah dokter keluar, mereka semua langsung melingkari dokter.
"Maafkan kami, amel sudah tidak bisa kami selamatkan, kata dokter."
"Kakek, nenek, paman, dan sahabat-sahabat amel serta putra langsung masuk dan melihat
amel yang pucat."
"Amel bangun, jangan tinggalkan kami, kami masih ingin bersamamu, kata kely."
"Amel, maafkan aku yang tidak bisa menjagamu, kata dion."
"Kamu adalah gadis yang terbaik yang pernah aku kenal, kata cristofer."
"Amel, I'm sorry (maafkan aku), kata Aabriella sambil memeluk tubuh amel yang kaku."
"Lepas semua penderitaan yang selama hidup menyiksamu, aku tegar karena kamu yang
memintanya, tapi perlu kamu tahu aku cinta meski kamu tak lagi bersamaku di dunia ini, kata
putra."
Selain itu kakek, nenek dan paman amel menangis histeris melihat amel benar-benar pergi
meninggalkannya, mendahului dirinya yang lebih tua darinya.
Di pemakaman amel, kely dan dion terkejut melihat Al juga ada di pemakaman amel.
"Mau kamu apa lagi ha?! kamu tahu, kamu sudah banyak memberi penderitaan buat amel,
dan sekarang percuma kamu ada disini, kata kely sambil memukul dada Al yang tetap diam."
"Kamu sahabat terbaikku dan kamu juga sahabatku yang brengsek, hatimu begitu tega
menyakiti amel yang mencintaimu tulus dari hatinya, kata dion."
"Dari mana kamu tahu mengenai pemakaman amel? Tanya kely."
"Putra yang memberitahukan aku, dan memintaku untuk datang di sini, kata Al."
"Yang al katakan benar, aku melihat nama Al sayang di kontak amel, maka dari itu aku juga
memintanya untuk hadir, kata putra."
Setelah pemakaman itu selesai, kely, dion, cristofer dan Aabriella kembali pulang ke negara
mereka tinggal. Dan putra tetap ingin menjadi cheff di sebuah restoran bintang lima yang ada
di Bandung.

-SELESAI-

Anda mungkin juga menyukai