Anda di halaman 1dari 53

OCEANKA

Bersamamu itu candu sekaligus lara


MOS

Matahari pagi datang menyapa bangun tidurku. Mataku mengerjap menerima sinar yang
terpantul dari jendela kamar. Aku teringat bahwa aku bukan lagi anak SMP melainkan sudah
menduduki bangku SMA. Pagi secerah ini membuatku begitu bersemangat untuk mengikuti
kegiatan Masa Oriestasi Siswa. Dengan kepercayaan diri aku pergi dengan senyuman menuju
sekolah.

Aku terkikik geli saat melihat beberapa siswa terlambat karena alasan yang terasa di
buat-buat. Tetapi aku langsung terlonjak kaget ketika ingat aku belum mencari kelas X MIPA 2.
Benar sekali, aku di SMA mengambil jurusan IPA, yang katanya banyak diminati siswa. Sudah
berkeliling ke utara tapi aku belum menemukan kelasku. Sampai di lorong bagian barat aku
bertanya kepada salah satu laki-laki siswa murid SMA N 2 BANTUL yang sepertinya dia adalah
kakak kelas. Terlihat dari warna seragamnya yang sudah mulai pudar. Tubuh perpawakan tinggi,
kulit sawo matang dan wajahnya yang tegas.

“Maaf kak, kalo boleh tanya kelas X MIPA 2 dimana ya kak?” sambil membaca name tag lelaki
itu, Reynan Oceanka W. Nama yang estetik.

“Lurus aja, deket tangga “ Jawaban kurang bernada dari cowok dengan tubuh perpawakan tinggi,
kulit sawo matang, dan wajahnya yang tegas. Akupun langsung mengucapkan terimakasih lalu
pergi menuju kelas yang di maksud kakak tadi.

Ruang kelas X MIPA 2 masih sepi dari orang bercengkrama. Mungkin karena hari ini
hari pertama jadi masih canggung untuk memulai obrolan. Aku masuk kelas jam 06.55, sudah
telambat 5 menit tetapi dapat meja paling depan pojok lagi. Sesuai dengan jadwal sekarang
menyanyikan lagu Indonesia Raya dan membaca Asmaul Husna. Kemudian beberapa pengurus
osis datang untuk melanjutkan kegiatan MOS hari ini. Tibalah saatnya giliranku untuk
memperkenalkan diri di depan kelas. Aku berdiri dengan tegap menatap teman teman baruku
yang terasa masih asing.

“Perkenalkan nama saya Reira Nandinee Humaira, dari SMP N 1 NUSANTARA, alamat
cangapan patalan jetis bantul. “ Gila sih, jedug jeder banget nih hati, batinku yang mulai
memanas.

“Motto hidupnya apa dek?” Tanya salah satu kakak pengurus osis, Dean namanya. Kalo ngga
salah baca sih.

“Emmm motto hidup saya adalah “

Aku mulai berpikir dengan keras, karena tadi sebelum giliranku tidak ditanya motto
hidup. Tapi saat aku yang memperkenalkan diri beberapa pertanyaan mulai ditambah. Entah itu
status, motto hidup, hobi, bahkan pencipta lagu Indonesia Raya.

“Motto hidup saya adalah lakukan sebanyak-banyaknya untuk memperoleh hasil sebaik-
baiknya.” lanjutku setelah beberapa kali berpikir.

Lega juga setelah memperkenalkan diri. Walaupun agak kecewa dengan ekpetasi ku
mengenai MOS yang seru aku tetap melakukan kegiatan dengan sepenuh hati. Sudah semua
siswa di kelas maju tetapi aku tidak bisa langsung bisa menghafal nama mereka. Satu nama yang
aku ingat, teman sebangkuku, Harum Larasati. Siswi yang berpenampilan seperti kutu buku,
berkacamata dan pendiam. Sampai akupun enggan untuk mengajaknya mengobrol, dia seperti
menutup diri untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Entahlah disesi bercerita dengan pengurus osis membuatku merasakan suasana yang
cukup membuatku berpikir, bahwa masuk organisasi OSIS bukanlah ide yang buruk. Saat
kegiatan dilaksanakan tidak ada yang membuatku tertarik. Aku malah membayangkan cerita di
Wattpad. Seorang adik kelas yang dibully kakak kelas lalu jatuh cinta dan hidup bahagia. Bahkan
aku berhalusinasi ada masalah dengan ketua osis lalu dihukum dan sering ketemu sampai
terbiasa bersama. Namun, sayangnya ketua osisnya perempuan, wakilnyapun sudah punya pacar.
Aku denger denger sih pacarnya galak kayak singa. Definisi dipatahkan sebelum tumbuh.

“Heyy, Reira kan? Kenalin aku Aurel.“ lamunanku buyar saat salah satu siswi mengajaku
berkenalan.

“Hai juga, salam kenal rel, kamu tau ngga abis sosialisasi ini ngapain?”

“Kalo ngga salah sih keliling sekolah. “

“Oh kalo gitu bareng ya rel”

Kegiatan demi kegiatan pun sudah kulalui, sekarang waktunya istirahat. Huhhh akhirnyaaa

Perut menjerit-jerit minta diisi, malas banget sebenernya ngantri desak-desakan dengan
banyak orang. Tapi ya gimana dari pada pingsan karena kelaparan kan mending ngantri. Aku
berinisiatif untuk mengajak Harum teman sebangkuku ke kantin, tapi dia menolak katanya sudah
bawa bekal. Tidak ada pilihan lain aku cuma kenal Harum dan Aurel. Aku membalikan badan
mengadap mejanya Aurel.

“Rel, kekantin yuk… ”

“Sorry re, aku udah titip sanny tadi, mager jalan hehe.” ya sanny temen sebangkunya.

Mau ga mau aku harus ke kantin sendiri. Dengan perasaan malu campur lapar aku
melangkahkan kaki untuk membeli geprek ayam. Katanya sih geprek Bu Joko paling dahsyat di
SMA N 2 BANTUL. Markicob mari kita cobaaaa. Saat memasuki kantin ga sengaja aku
menginjak tali sepatuku sendiri. Badanku terdorong kedepan dan menabrak tubuh salah satu
cowok sampai es teh yang dia bawa tumpah ke lantai.

“Maaf kak, maaf “ Aku reflek langsung bilang maaf kan, tapi aku kaget saat cowok itu balik
badan menghadapku. Reynan Oceanka.

“Hmm“ jawab cowok itu simple. Astagaaa kenapa kakel satu ini dingin tapi mood banget

“Maaf sekal..” belum selesai ngomong langsung pergi. Ya Tuhan kenapa kau ciptakan manusia
sedingin dia. Batinku.

Tanpa pikir panjang masalah tadi aku langsung beli geprek ayam bu Joko lalu kembali ke
kelas. Kali ini aku gamau makan di kantin karena rame banget dan ngga ada yang nemenin.
Masuk ruang kelas aku langsung termenung memikirkan kejadian tadi. Rasanya ngga enak
banget udah numpahin teh tapi belum ganti rugi. Mungkin lain kali aja kalo ketemu lagi. Kalian
jangan berpikir aku jatuh cinta sama kakak kelas dingin itu. Aku udah punya temen dekat dari
SMP. Walapun cuma temen aja sih.

“Ayo ke aula “ Lamunanku lagi lagi buyar seketika saat Aurel mengajakku ke aula untuk
mengikuti kegiatan selanjutnya.

“Bentar rel, aku makan geprek dulu, laper banget ini “

“Yaudah aku duluan ya nanti tak cariin tempat”

“Oh oke, jangan paling depan yaa!”

“Beresss”

Heran banget sama Aurel, kenapa tu anak buru-buru banget padahal masih jam istirahat.
Mana kegiatan sosialisasi ngebosenin banget lagi. Duduk berjam jam ndengerin materi sampe
mau gumoh saking banyaknya.

Kenapa ya siswa X MIPA 2 ga ada yang mau ngobrol sama aku, apa aku keliatan ngga
ramah, atau mungkin mereka yang malas untuk berteman. Berpuluh-puluh pertanyaan mulai
bermunculan dipikiran ku saat melihat aktivitas yang terjadi di ruang kelas. Sedikit dari mereka
mulai berjalan menuju aula. Akupun langsung ikut-ikutan.
Sampai di dekat aula tengak-tengok kanan kiri tapi ngga kelihatan batang hidung Aurel,
padahal aku udah pake kacamata.

“Hei cari siapa“ Seorang cowo berparas putih tinggi mengajak ku berbicara? Waww impressive.

“Aku baru nyari Aurel dari kelas X MIPA 2 “

“Itu di depan sendiri pojok kanan”

“Astaga padahal udah tak bilangin jangan cari tempat duduk paling depan, malah ngeyel “

“Btw aku juga dari kelas X MIPA 2 loh, kamu ngga tau? “

Ya ampun dia satu kelas sama aku? Kok aku bisa ngga tau ya? Apa dia temennya Aurel?

“Oh ya, nama kamu siapa?”

“Hahah kamu lupa ya nama ku? Kenalin aku Rhoyvan Samudra, biasanya dipanggil Sam.”
Balasnya sambil mengulurkan tangan

“Oh oke aku Reira. “ Ucapku dengan menoleh ke kiri karena kaya ada yang manggil

“Re, sini “

Belum sempat membalas uluran tangan Sam aku buru-buru duduk di samping Aurel yang
tadi memanggilku. Saat mau melepas sepatu aku tersenyum manis kepada Sam menunjukan
ekspresi maaf karena belum membalas uluran tangannya. Lagian di aula juga udah mulai ramai,
jadi ga enak kalo diliatin berduaan. Saat pemateri udah menjelaskan dan aku mau nulis, aku cari
cari bolpoinku ngga ada padahal seingetku udah kebawa tadi.

“Rel aku pinjem bolpoin ada ngga, aku lupa ngga bawa “

“Aku cuma bawa satu re, coba pinjem sampingmu atau belakangmu”

Karena aku belum akrab sama mereka dan gamau sok akrab juga aku memilih untuk
mengambil bolpoin ke kelas. Kalo mau pergi ga perlu izin, jadi aku berdiri lalu melangkah pergi
ke kelas. Saat sudah sampai di depan kelas, aku bingung kenapa banyak kakel yang sedang
kumpul di dekat tangga.

“Ini punyamu kan?”


Tiba tiba kak Reynan menyodorkan bolpoin warna pink yang jelas-jelas dibolpoin itu ada
namaku. REIRA MIPA 2. Kok dia bisa tau ya kalo aku reira. Oh iya aku kan pake name tag
besar banget.

“Emm iya kak itu punya saya “ Sambil nerima bolpoin yang disodorkannya tadi.

Tanpa memperdulikanku Kak reynan langsung bergabung dengan teman-temannya. Dan


aku berdiri dengan kebingungan. Bingung mau ngucapin terimakasih atau engga. Panik kakelnya
banyak banget ditangga, apa mereka ngga pelajaran di kelas. Ya Tuhan gimana inii

“Udah dek sana balik ke aula, ngapain jadi patung di situ kek orang idiot “ Teriak salah satu
teman kak reynan.

Keliatannya sih dia salah satu orang yang berpengaruh di situ, penampilannya kayak acak
acakan, tapi lumayan ganteng. Namanya samar ga jelas di mataku, mungkin karena terlalu jauh.

“Iya kak “ aku membalikan badan lalu menuju aula. Aku denger samar-samar sih ada yang
bilang anjir tu adkel kek orang tolol. Sambil berjalan aku mengelus dada menahan emosi.
Untungnya dia kakak kelas kalo bukan udah aku jambak rambutnya sampe botak. Aku kembali
duduk ke aula dan menyesuaikan materi yang dijelaskan.

“Rel, kamu kenal kak reynan ngga?” Tanya ku iseng.

“Kak Reynan kelas XII MIPA 1?” sepertinya Aurel tau banyak informasi tetang siswa SMA N 2
BANTUL.

“Ngga tau sih, tapi namanya Reynan Oceanka W di name tag seragam “ Jawabku dengan nada
datar agar Aurel ngga tau kalo aku kepo.

“Iya, itu Kak Reynan kelas XII IPA 1, kamu naksir ya sama dia? Jangan deh dia itu leadernya
geng VOSA. Dan yang terpenting dia itu anti sama cewek, padahal fans nya lumayan banyak
loh“

“What? Leader geng? Kok kamu tau banyak tentang kak reynan rel? “

Astaga kenapa aku tanyanya beruntun, jadi keliatan banget kalo aku kepo kan. Aurel tiba
tiba diem ngga jawab. Aku curiga sih dia punya saudara yang sekolah disini.
“Emm itu anu, beritanya itu udah banyak kesebar di smpku dulu, jadinya tau deh. Ngomong
ngomong kamu ngga naksir kan sama kak reynan ?”

“Engga aku ngga naksir, tadi itu aku di kantin nabrak dia terus es tehnya tumpah deh belum
sempet ngeganti dia langsung nylonong pergi “

“OMAIGAT… nabrak badannya gitu? Dan kamu dibiarin pergi? “

“Iya, kenapa emang?” Tanyaku polos

“Ada yang ngga beres nih. “

***

Bel pulang sekolah sudah menggema, pembelajaran diselesaikan tepat pada pukul 14.45.
Tentunya ini adalah waktu yang aku tunggu tunggu. Baru pertama kali masuk sekolah udah
kayak maraton materi selama satu minggu dijadikan satu. Tidak ada yang salah dengan
materinya tetapi dengan jam belajar yang tampak seperti melampaui kewajaran. Tapi mau
bagaimana lagi kebijakan pemerintah adalah peraturan yang harus diindahkan. Apakah siswa lain
juga merasakan kekesalan yang sama? Lalu apakah guru juga menyadarinya?

Aku menuju gerbang sekolah untuk menunggu grab, lalu pulang kerumah untuk
mengistirahatkan diri yang sudah lelah dengan urusan duniawi.

***

Sang surya menyadarkanku dari bunga tidur. Aku duduk dan mengumpulkan niat untuk mandi.
Sama seperti hari kemarin aku bangun pagi lalu pergi ke sekolah diantar oleh ayah yang sekalian
bekerja. Entah terkena angin apa aku terbesit obralanku dengan Aurel kemarin. Aku akan
mencoba bertanya dengannya nanti. Sebenarnya ada fakta apa yang dia sembunyikan dariku.

“Sudah sampai di sekolah puteri ayah yang maniez, cepetan gih turun, ayah udah mau telat.”
ucapan ayah yang membuatku turun dari motor.
“Hati-hati ayah, jangan lupa bekel dari bunda dimakan yaa!” jawabku sambil mencium tangan
ayah.

“Iya, sudah sana masuk “

“Ayah dulu yang pergi baru deh reira masuk.“ Sanggahku sambil menatap penuh keyakinan

Ayah sudah melenggang pergi, motornya sudah tidak terlihat dijangkauan mataku. Aku masuk
gedung sekolah sambil bersenandung kecil. Tanpa disadari aku sudah sampai di ruang kelas yang
akan aku singgahi selama satu tahun kedepan. Ruang kelas yang mulai hidup dengan cengkrama
manusia berparas asing. Aku menyadari bahwa semuanya akan membiasakan diri bertemu
dengan orang baru seiring berjalannya waktu. Aku menaruh tasku di meja lalu tersenyum ramah
kepada harum. Dia masih saja tidak mau mengajaku mengobrol.

“Eh kamu re, sini gabung main sama kita“

Aurel mengajaku untuk mengikuti permainan yang belum aku ketahui namanya. Saat aku
mendekati meja yang dikelilingi beberapa orang, aku bingung kenapa ada spidol di tengah
tengah meja dan beberapa kertas yang sudah dilipat.

“Ini game apa?“ tanyaku membuat mereka keheranan

“Kamu beneran ngga tau re? Ini itu game truth or dare.” Saut seorang siswi cantik yang terlihat
elegan dengan warna rambut hitam pekat. Daisy. Itu nama yang aku baca dari name tag yang ada
diseragamnya. Nama yang anggun seperti bunga daisy.

Aku menikmati permainan ini, walaupun bikin senam jantung tapi keseruan saat spidol di
putar mengarah ke seseorang itulah yang paling menantang. Kurang 5 menit lagi bel masuk akan
berbunyi, dan ini adalah putaran yang terakhir. Masih ada beberapa kertas yang belum terbuka
dan kali ini spidol diputarkan oleh daisy. Spidol itu berputar dengan cepat lalu berhenti tepat
diarahku. Aku panik bukanmaen, yang lain berteriak kegirangan karena nasib bepihak pada
meraka. Aku memberanikan diri memilih dare, dan mengambil kertas yang masih terlipat.
Sebelum membuka kertas aku menatap Aurel, Daisy, Shara, dan Nisa yang masih menertawakan
kekalahanku.

“Aku pilih kertas yang ini ya.“ Kataku dengan penuh keyakinan.
“Kamu yakin pilih dare? Janji ya tantangan itu di selesaikan.” Tanya nisa yang sedikit
meragukanku.

“Iya, janji. Tenang aja.” Jawabku enteng.

“Wait, kita melingkar dulu, siapa tau itu top game yang kita buat tadi.” Usul shara.

“Top game apa?” Tanyaku yang tiba tiba ragu memilih dare, tapi gimana lagi nasi sudah menjadi
bubur. Tidak mungkin aku membalik pilihanku.

“Tantangan yang paling menantang.“ Jawaban dari shara semakin membuatku berfirasat
negative. Dengan sedikit keraguan aku membuka kertas itu, tantangan yang bertuliskan huruf
kapital.

“MELULUHKAN HATI KETUA GENG VOSA.” Ucapku lirih. Aku perpikir sejenak, ketua
geng vosa? Kak reynan? Ngga mungkinkan nggebet kelas XII? Aku baru aja masuk SMA 2 hari.
Sial. Batinku bergemuruh.

“Semangat re, doaku menyertaimu haha.“ Ucap shara sambil menepuk pundaku seolah
menyalurkan energi baik ketubuhku.

“Janji adalah hutang ya re, waktunya cuma 2 bulan.“ Tegas nisa penuh penekanan yang
membuatku diam membatu.

Aurel menatapku dengan rasa sesal, dan daisy hanya menatapku dengan senyum keprihatinan.

Seharusnya aku tidak mengikuti game ini sampai akhir. Game yang membawaku ke hal
yang tidak aku bayangkan sebelumya. Aku berjalan meunuju mejaku dengan lemas, memikirkan
bagaimana caranya bisa meluluhkan hati kakak kelas itu. Wait, sepertinya aurel bisa
membantuku. Aku memutar kebelakang menghadap meja aurel dan berharap ia bisa menemukan
cara untuk menyelesaikan permainan ini.

“Rel, mau tanya dong tentang kak reynan.“

“Kalo mau tanya tentang hal itu jangan disini, nanti aja pas pulang sekolah.”

Tanpa sanggahanpun aku langsung mengangguk. Aku harus memfokuskan diri untuk
pelajaran lalu menyelesaikan semua ini. Tanpa disadari jam istirahat sudah tiba, aku diajak Sam
untuk makan di kantin bersama. Aku berpikir mungkin aku bisa bertanya dengan Sam tentang
cara mendekati laki-laki. Seperti kemarin aku memesan geprek Bu Joko, memang soal rasa tidak
bisa dibohongi.

“Kamu jadinya mau pesen apa Sam?” tanyaku karena Sam masih melihat lihat menu yang ada di
kantin. Apa dia ngga mikir dia sudah menghabiskan waktu banyak hanya untuk memilih menu.

“Samaiin aja deh sama kamu. “ Jawabnya enteng

“Kenapa ngga dari tadi.“ Ucapku dengan nada kesal.

“Galak amat kayak raja hutan.“

Tanpa menanggapi ucapan Sam aku langsung mencari meja yang masih kosong. Kalo
dipikir-pikir Sam tidak sehangat yang aku bayanglan. Bahkan dia terkesan kurang tanggap
tentang keadaan mungkin bisa dikatakan ngga peka. Sam juga suka bicara tanpa memikirkan
perasaan orang lain. Jika bukan karena permainan ini aku tidak akan mau makan berdua sama
dia. Sam menarik kursi untukku, sebenernya aku agak risih tapi gapapa dari pada jadi perkara
panjang.

“Silakan nona cantik!” Ucap Sam yang membuat bulu kuduku berdiri

“Iss, meriding aku sam.“ Jawabku sambil menunjukan ekspresi ilfeel.

“Hahah, bercanda re, gitu aja marah-marah, nanti tambah cantik loh.“

“Fix, kamu salah minum obat sam.“ Tegasku

Makanan yang kami pesan pun datang, saat makan aku masih bingung bagaimana jika
jawaban sam tidak masuk akal dan membuatku semakin pusing. Tetapi tidak ada salahnya aku
mencoba bertanya, kalaupun jawabannya diluar nalar aku bisa menjitak kepalanya dan berharap
dia bisa sembuh dari sikapnya yang aneh.

“Btw Sam, kamu tau ngga gimana cara membuka hati laki laki?”

“Tau lah, gampang banget itu mah “

“Yang bener? Emangnya gimana caranya?”

“Operasi aja, terus kebuka deh hatinya.“ Jawabnya dengan tenang seolah dia sudah ikhlas jika
gelas yang aku penggang melayang kewajah putihnya. Sekarang saatnya mengatakan 5 S.
“SABAR, SABAR, SABAR, SABAR, SABAR. AKU TANYA SERIUS SAM. Aku traktir deh“

“Gini ya re, laki-laki itu akan membuka hati kalo dia nyaman sama cewek yang udah terbiasa
sama dia. Cara gampangnya gini deh, elo senyumin aja tiap hari, lakuin kontak mata sama tu
cowok, kalo lo udah ngerasa responnya positif ajak dia pulang bareng atau mungkin lakuin
kegiatan berdua, kayak kita gini… “

“Makan berdua juga termasuk cara membuka hati laki-laki maksud kamu? “

“Iyaalah, emangnya lo mau membuka hati siapa?“

“Yang jelas bukan buat kamu Sam.“ Jawabku spontan yang membuat wajahnya sedikit murung.

“Kayaknya tu cowok juga ngga bakal mau sama lo re.“

“Kalo ngga mau yaudah gapapa, cari yang lain.”

“Gue selalu siap dibelakang lo, perjuangin yang sekiranya lo suka dan ngga bakal bikin nyesel,
ayo bayar terus ke kelas, bel masuk udah bunyi. “ Sam langsung melenggang pergi dan aku
mengikuti langkang kakinya.

***

Setiap orang memang tidak bisa mengelak dari permasalahan hidup. Hidup bukan tentang
menunggu badai berlalu, tetapi belajar menari ditengah derasnya hujan. Dan aku sedang
mencoba menerapkan hal tersebut. Hidup setiap hari seolah-olah hidup baru saja dimulai. Entah
permainan itu adalah kesialan dalam hidupku atau membawa kehidupan baru untuku.

Waktu berjalan dengan cepat, waktu yang ditunggu-tunggu seluruh siswa sudah tiba. Aku
membalikkan badan dan menatap tajam Aurel, seolah mengancam dia jika mengingkari janji.
Memang tadi pagi dia bilang ingin membicarakan Kak Reynan setelah pulang sekolah. Aku dan
Aurel menuju taman yang sepi dari jangkauan siswa, yaitu di sebelah selatan gedung kelas X.
Aku memilih duduk didekat kolam ikan, Aurel juga langsung duduk di sebelahku.

“Aku berharap kamu bisa bantu aku rel, aku tau kamu tau banyak tentang ketua genk itu.“

“Aku bakal bantu kamu sebisa aku re, emangnya hal apa aja yang pengen kamu tau?”

“Yang kamu tau aja, mungkin kebiasaannya atau kesukaan dia gitu.”
“Oke, simak ceritaku baik-baik ya re, ngga ada siaran ulang.“

Aku hanya mengangguk dengan antusias

“Kak Reynan itu dari keluarga berada, papahnya dokter dan ibunya pengusaha sukses. Dia itu
selalu membuat masalah agar orang tuanya sadar kalo dia itu masih butuh perhatian dari keluarga
dekat. Tetapi setauku usahanya itu ngga berhasil, karena orang tuanya masih sibuk dengan
pekerjaan masing-masing. Sampai akhirnya dia membuat geng, yaitu geng VOSA. Entah apa
maksud dari VOSA itu, dan kesukaan dia itu baca buku serta bermain basket. Walaupun nakal
Kak Reynan pandai dalam hal akademik maupun non akademik. Kayaknya cuma itu sih yang
aku tau re, paham ngga?”

“Paham, jadi aku caranya ngedeketin dia gimana ya..”

“Dan ya, satu lagi. Dia anti sama cewek, aku denger-denger sih banyak yang suka dia tapi ya gitu
dia tolak mentah mentah, bahkan ada cewek yang di permalukan didepan umum. Jadi mulai
sekarang kamu harus siapin mental dulu re.”

“Kamu tau banyak tenang Kak Reynan dari siapa rel?”

“Sebenernya.. Emm dia itu kakak kelasku SMP, nah iya kakak kelas SMP. “

Aku menduga bahwa ada yang disembunyikan Aurel, dia terlihat gelisah saat aku tanya
bagaimana dia bisa tau sebanyak itu tentang Kak Reynan. Aku berpikir Aurel adalah mantannya
Kak Reynan, tetapi entahlah aku pusing memikirkan itu.

“Makasih ya rel, ayo pulang grab aku udah di depan gerbang “

Aku dan Aurel berjalan di pinggir lapangan basket untuk menuju gerbang utama. Di lapangan
basket tampak ramai oleh siswa.

“Eh re, itu liat ada Kak Reynan basket!“

“Yang mana? “

“Nah itu itu, yang masukin bola ke ring basket.“ Ucap Aurel sambil menunjuk seorang cowok
yang sedang menyeka keringat menggunakan tangan.
“Saran aku sih re, deketin Kak Reynan secara perlahan, ngedapetin Kak Rey itu ibarat mimpi.
Dan mimpi tidak akan terwujud melalui sihir, mimpi itu membutuhkan keringat, tekad dan kerja
keras.”

“Ngomong apa sih rel, santai aja kali.“ Ucapku agar terlihat tenang

“Kamu mah dibilangin malah ngga percaya.“ Tukasnya sebal sambil mengerucutkan bibir.

“Udah ya rel, aku pulang dulu “

“Okai, hati-hati ya re!“

Aku hanya membalasnya dengan mengangkat jempol tangan lalu tersenyum. Aku menaiki grab
dan pulang kerumah.

***

Biasa Bertemu

Sinar mentari menyadarkanku dari indahnya mimpi. Aku membuka jendela kamar dan
menghirup udara pagi yang belum terkontaminasi dengan polusi kendaraan. Lingkungan yang
bersih juga bisa meningkatkan …

Aku bersiap-siap untuk ke sekolah. Seperti hari-hari biasa keluargaku rutin sarapan
bersama. Bunda adalah orang pertama yang mengajarkanku untuk mandiri. Dan ayah adalah
sosok laki-laki pertama yang memberi tahuku tentang kerasnya hidup. Aku memang anak satu-
satunya tapi mereka tidak mengekangku untuk melakukan kegiatan apapun asal itu positif.

“Gimana rasanya.“ Tanya bunda saat aku menyuapkan satu sendok pertama.

“Seperti biasa, gimana yah..?”

“Endul bingit bun.“ Jawab ayah sambil mengangkat kedua jempolnya.

Suasana keluarga yang hangat adalah impianku sejak kecil. Bunda datang kehidup ayah
untuk melengkapi kekosongan keluarga ini. Memang bunda tidak mengasuhku sejak kecil, tetapi
ia berhati kuat untuk memilih keluarga yang ia tinggalkan 15 taun lalu. Bunda kembali dengan
lembaran baru dan menghidupkan suasana yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Setelah
selesai makan aku mempersiapkan perlengkapan sekolah di kamar.
“Cepat sayang, grabnya udah nunggu didepan pagar, ayah harus ke kota dulu, nanti takutnya
telat kalo nganter Reira.“ Ucap bunda.

“Bentar bun, baru masukin baju olahraga.“ Teriaku dari kamar

Aku berlari dengan kecepatan penuh dan langsung berpamitan sama bunda. Kemudian ku
langkahkan kaki menuju depan rumah. Menaiki grab dan dibonceng mas mas adalah hal
awkward menurutku. Mau ngobrol malu, ngga ngobrol suasananya aneh. Setidaknya basa basi
sedikit. Saat sedang menghayati peran sebagai penumpang tiba-tiba motor berhenti dan hampir
jatuh. Untung masnya dapat menahan beban motor.

“Mas kenapa kok motornya tiba-tiba berhenti?” tanyaku kebingungan

“Maaf mbak, ini motornya mogok ngga tau kenapa, saya coba perbaiki kalo bisa…”

Bel masuk kurang 15 menit lagi, kalo mau pesan grab lain ngga enak sama masnya. Kalo
mau lari, jarak sekolah masih 2 kilomater. Saat melihat sekeliling komplek ini tanpa sengaja aku
melihat seorang cowok yang mengeluarkan motor dari pagar rumahnya. Dia sepertinya salah
satu murid di sekolahku karena memakai seragam ciri khas SMA N 2 BANTUL. Terlintas
dipikiranku untuk menghampirinya dan minta bonceng. Walapun malu, aku harus mencoba
untuk meminta bantuannya. Siapa tau dia mau menolong cewek cantik ini.

“Mas, disana ada temen saya. Ini saya mau nyoba nebeng ke dia mas, soalnya udah mau bel
masuk takutnya telat.” Ucapku sambil menunjuk cowok yang memanasi motor ninja berwarna
hitam.

“Oh iya, mbak nggapapa. Mohon maaf banget ya mbak…”

Aku mengangguk dan mengeluarkan uang berwarna hijau dari saku.

“Ini mas tambahan dari saya.”

“Tapi tadi udah dikasih upah sama ibuk mbak..”

“Nggapapa mas ambil aja buat tambah-tambah.”

Setelah mas grabnya mengucapkan terima kasih, aku langsung melangkahkan kaki
mungilku ke rumah cowok itu. Rumah berwarna putih dengan pagar coklat yang tampak elegan.
Saat melihat dari dekat aku tidak asing melihat postur tubuh cowok pemilik ninja hitam itu. Dari
kejauhan aku sempat mengira bahwa itu adalah Sam.

“Permisi “ kata yang ku ucapkan dengan gugup membuatnya menoleh dan mengamatiku dari
atas sampai bawah. Aku hanya berkedip saat melihat wajah tegasnya. Tanpa diduga aku
diberikan jalan untuk mendekati ketua geng vosa.

“Emm, maaf Kak Reynan, saya kesini mau meminta bantuan bonceng kesekolah. Karena grab
yang saya kendarai tiba-tiba mogok”

Kak reynan hanya diam seribu bahasa, tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Kok ada
ya orang sedingin ini. Aku bingung harus gimana, apa aku maksa aja? Astaga, Kak Reynan udah
naik diatas motor tetapi belum menjawab permintaanku. Saat Kak Reynan sudah siap menarik
gasnya, aku gesit mengarahkan tubuhku didepan motornya. Sepertinya dia kaget tetapi aku tidak
peduli yang aku pikirkan sekarang adalah sampai ke sekolah tepat waktu.

“Kak, reira ngga mau masuk sekolah telat, reira minta tolong nebeng ya kak…” permohonanku
yang sama sekali tidak diindahkan. Sepertinya aku harus memberi sebuah hadiah buat Kak
Reynan?

“Nanti reira traktir deh selama satu bulan dikantin, khusus buat Kak Sean”

Entah angin dari mana tiba-tiba aku mengganti nama Kak Reynan menjadi Kak Sean.
Namanya adalah Oceanka. Laut yang luas. Laut adalah hal yang menarik. Walaupun berganti
hari, berganti iklim, dan berganti musim sepanjang waktu. Dia tidak pernah berubah rasa. Dan
Kak Reynan sama dengan laut. Dia tidak pernah mengubah rasa. Tetap dingin.

“Naik! ” aku terkejut bukan kepalang. Ucapannya yang tegas membuatku sadar bahwa Kak
Reynan mengizinkanku untuk menaiki motornya. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ini aku
berjalan dan mengangkat sedikit rokku agar bisa menaiki motornya.

Diatas motor yang melaju dengan cepat, jilbabku menari-nari kesana kemari. Ingin
rasanya memukul helm Kak Reynan, agar dia bisa mengendarai dengan pelan. Udah aku ngga
pake helm, naik motornya kayak balapan di area pertandingan. Dan aku cuma bisa berdoa agar
selamat. Pasti pengendara lain menggerutu kesal karena ulah Kak Reynan dijalanan. Pantas saja
dia menjadi ketua geng vosa.
“Kak pelan sedikit bisa ngga, jilbabku rasanya mau lepass” Teriakku geram, Kak Reynan
langsung memelankan motornya. Mungkin dia orang yang pengertian.

“Mau turun sekarang?“ Balasnya dengan tidak sopan sama sekali. Dan sekarang aku tahu jangan
berharap bahwa seorang Reynan Oceanka bisa disuruh. Jangan terlalu berharap dengan manusia.

“Em engga, ngebut aja gapapa kok kak, biar reira merasakan dekatnya dengan malaikat izrail. "

“Huhh”

Hanya HUHHH? Memang Kak Reynan makhluk hidup ciptaan tuhan yang tidak memanfaatkan
pemberian-Nya dengan baik. Mulut yang seharusnya untuk bicara malah cuma diem hemat
berkata-kata. Padahal diluar sana banyak orang bisu yang pengen bicara. Dasar aneh.

“Turun!” Kata yang keluar dari bibirnya pasti hanya 1-3 kata. Tabahkan hatiku selama 1 bulan
ya Tuhan…

“Iya kak, terima kasih banyak. Jangan lupa nanti istirahat reira yang traktir.“ Balasku saat
menyadari sudah sampai di parkiran.

“Hmm”

Jadi dengan ditraktir satu bulan Kak Reynan baru mau menerima pertolongan dari orang
lain? Ciri-ciri manusia yang tidak mau rugi dan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Banyak
pasang mata yang iri melihatku. Mungkin karena aku dibonceng oleh ketua geng yang mereka
segani. Agak malu sih sebenernya, tapi gimana lagi. Kepepet banget.

“Kak, Kak Sean risi ngga sih diliatin begitu?“

Sebenernya aku mau mau pergi langsung ke kelas tetapi demi menjalankan rencana aku
harus memancing topik. Aku mengikuti langkah Kak Reynan seperti anak ayam yang tidak mau
tertinggal oleh induknya.

“Kak, kenapa ngga dijawab sih?” Tanya ku polos dan mensejajarkan langkah kakinya.

“Diem bisa ngga?“ Balasnya penuh penekanan.

Mentalku menciut seperti balon yang kempes secara perlahan-lahan. Namun aku kembali
terkejut saat Kak Reynan tiba-tiba menggandeng tanganku. Tangannya yang besar menggengam
tanganku yang mungil. Aku kira Kak Reynan sangat sulit untuk didekati, tetapi ini apa? Baru
satu kali boncengan udah digandeng sampe kelas. Mungkin kalo udah satu bulan bonceng dia
aku bisa digendong tiap hari.

Aku masih diam sambil mengontrol detak jantung yang terpompa dengan cepat. Kami
berjalan seolah remaja yang dimabuk cinta. Aku heran kenapa kak Reynan tidak berhenti di
depan kelasku, kenapa dia malah ikut masuk ke dalam kelas. Apa dia mau balik kekelas X lagi.

“Kak udah sampe sini aja, ngga enak diliatin temen sekelas.” Pintaku saat di depan pintu.

Namun yang namanya Reynan Oceanka selalu mengabaikan permintaan orang lain. Dia
mengantarku sampai ke meja paling belakang. Dan jelas itu bukan tempat dudukku. Sebenernya
Kak Reynan kenapa, apa dia kena peletku. Tapi akukan ngga pake pelet.

“Lo pindah “ Ucapnya kepada Ridwan teman kelasku. Tanpa bantahan Ridwan langsung
melakukannya.

“Kak, kenapa nganter sampe sini?. Tatapan mereka kayak nenek sihir. “

“Lo duduk sini! Jam istirahat gue jemput lo.” Bisiknya sambil menatapku dalam. Entah dimataku
sekarang kak Reynan terlihat seperti psikopat yang ada difilm-film yang pernah aku tonton.

“Kak Sean, apa Reira adalah salah? Apa karena tadi minta bonceng? Apa karena waktu
nraktirnya kurang lama? “

“Sekarang lo udah masuk dalam kehidupan gue”

“Maksut Kak sean? “

Tanpa menjawab pertanyaanku dia berdiri dan langsung melenggang pergi.

***

Kamu punya lautan untuk bahagia, lalu mengapa kamu memilih berenang dikolam kesedihan.

***

“Reiraaaa, kamu harus cerita sama aku sekarangg!!!!!!” Teriak Aurel menggemakan ruang kelas.

“Cerita apa?“ Tanyaku datar seolah tidak terjadi apapun.


“Waittt, gue mau dengerin. Gue ambil makanan dulu, ya kali istirahat cuma diem.“

Tambah Nisa yang ikut-ikutan kepo. Kayaknya mereka pengen tau kenapa aku bisa cepat dekat
dengan Kak Reynan. Dan mungkin diluar sana banyak juga yang nggosipin.

“Gini ya re, kamu itu harus cerita sedetail mungkin jangan ada yang ter-“

“Ayo!” tanpa aba-aba suara bass memotong pembicaraan Aurel.

“Aku duluan ya “ Ajakan dari Kak Reynan yang harus aku laukan. Aku berbasa-basi sedikit
dengan Aurel agar dia tidak terlalu kelepasan.

Sepertinya gossip aku berboncengan dengan Kak Reynan sudah menyebar seantero
sekolah. Hal yang membantu aku menjalankan misi. Ada rasa senang namun juga takut. Tidak
sedikit dari murid-murid cewek melihatku tajam saat berjalan beriringan dengan Kak Reynan
menuju kantin. Seolah mereka singa dan aku domba yang siap diterkam kapan saja.

Kak Reynan menyuruhku duduk dan dia yang memesankan makanan. Bukankah
perilakunya menunjukan bahwa dia laki-laki yang pengertian. Saat sedang memainkan ponselku
ada segerombolan cewek yang mendatangiku. Sepertinya dia kakak kelas.

“Heh upik abu, ngapin lo deket deket sama pacar gue?”

Maksut dia “pacar” itu Kak Reynan? Masa iya kak reynan mau sama cewek sejenis dia sih.
Sebenernya cantik tapi wajah manisnya ketutup sama akhlak.

“Maksutnya pacarnya kakak itu siapa ya kak? Apa Kak Sean?“

“Dih, lo tu ngga usah sok deket sama pacar gue “

“Lo yang ngga usah deket-deket sama pacar gue.“ ucap kak reynan sambil membawa nampan
yang atasnya berupa makanan.

Aku menengok kebelakang, apa yang dimaksud kak Reynan itu orang lain. Tetapi cuma
ada aku dan empat cewek itu. Jadi siapa siapa yang dimaksud Kak Reynan. Kayaknya dia salah
ngomong dan berniat melindungiku dari 4 singa betina itu. Aku ngga tau nama mereka, karena
ketutup jilbab sekolah. Entah kenapa kali ini Kak Reynan terlihat seperti laki-laki idaman.

***
“Makan!“ Titah Kak Reynan bak raja yang menyuruh prajuritnya. Dia menyodorkan mangkuk
yang berisi bakso. Bau uap bakso yang masuk diindra penciumanku menambah seleraku untuk
makan.

“Kak Sean ngga makan?“ Tanyaku bingung, karena dia hanya membeli semangkuk bakso dan
seporsi dimsum goreng.

“Ngga.“

Aku hanya mengangguk dan melahap makanan yang ada di depan mataku. Aku merasa
imageku jelek, tetapi aku ngga peduli yang penting kenyang dulu. Saat aku mendongak tatapan
mataku dan Kak Reynan bertemu. Tatapan matanya seolah menyiratkan bahwa dia ingin
menyampaikan sesuatu. Namun saat aku ingin membuka suara dia malah mengalihkan mata.
Pertanyaan yang ingin aku utarakanpun aku tahan ditenggorokan. Dan suasana kembali hening.

Apakah aku sudah berhasil meluluhkan hati ketua geng vosa? Atau dia hanya
membutuhkanku untuk kamuflase? Aku masih belum bisa menebak apa yang akan kualami
kedepannya. Banyak kejadian yang terjadi diluar skenarioku. Belum ada satu minggu bersekolah
di SMA tetapi perjalanan hidupku dipenuhi duri kasat mata.

“Woi, siapa nih cewe rey? Halo adik cantik.“ Ucap cowok berpenampilan tidak rapi. Baju
sekolah dikeluarkan, rambut acak-acakan, dan dasi diikat dikepala. Dia bertanya kepada Kak
Reynan kemudian mengalihkan pandangannya kepadaku.

Aku hanya membalas dengan senyum kaku. Tidak berniat untuk membuka mulut dan
fokus kembali ke makanan yang belum aku habiskan. Tampaknya dimsum ini lebih menarik dari
pada cowok itu. Tetapi setelah aku ingat-ingat cowok ini adalah cowok yang mengejekku seperti
orang idiot karena berdiri seperti patung waktu lalu.

“Uhuk-uhuk.“ Makanan yang harusnya berada disaluran pencernaan tetapi tersedak ke saluran
pernafasan. Aku menerima sodoran es teh dari kak Reynan. Kenapa hari ini tingkah lakunya
terlihat sangat manis.

“Wuihhh, sosweet banget brayyy seperti romeo dan Juliet yang memadu kasih. Bisa nih dibuat
judul film romance. ”
Aku mengdongak melihat wajah teman Kak Reynan. Mataku melotot tajam seolah untuk
memperingatinya jangan banyak bicara. Berani-beraninya aku melotot didepan kakak kelas.
Lagian kenapa kalo dia kakak kelas. Sama-sama bayar sekolah disini kok. Bagaskara Al
Jayendra.

“Ngapain kesini lo gas, pergi sana”

“Eiiittt tidak bisa, lo bener suka sama ni adek kelas rey? “

“Pergi atau kursi ini melayang kejidat lo “ Tegas Kak Reynan yang kedua kalinya.

Aku hanya mendengarkan perdebatan kecil yang terjadi diantara mereka. Kak Reynan
tampak mulai emosi terlihat dari kepalan tangannya yang menguat. Aku masih bingung kenapa
tidak dibicarakan baik-baik. Apa seperti ini cara pertemanan digenk mereka?

Kak Bagas juga masih berdiri dengan tenang sambil mengunyah permen karet
dimulutnya. Sepertinya Kak Bagas adalah salah satu teman dekat kak Reynan karena dia tidak
takut saat melihat emosi Kak Reynan muncul.

“Kak bagas kalo mau ikut gabung disini nggapapa” Aku berbasa-basi sedikit agar
suasana mencair. Siapa tau kak bagas bisa cerita banyak tentang Kak Reynan. Dari gelagatnya
bisa ditebak bahwa Kak Bagas ini mudah keceplosan. Jika bukan untuk menyelesaikan
permainan ini, aku gamau terpegang diabu hangat.

“Nih liat rey, adik cantik aja mengizinkan Manu Rioz untuk gabung duduk, masa kamu yang
orang pinggiran malah marah-marah terus.”

“Manu Rioz siapa kak? Bukannya dia model luar negeri ya?”

“Lah iya ini gue manu rioz lagi pulang kampung “

“Hahah, kak bagas lucu juga “

Tidak sengaja aku melihat Kak Reynan yang juga tersenyum tipis. Aku masih belum puas
melihat senyum yang terbit dari wajahnya. Ternyata Kak Reynan bisa tersentuh dengan hal-hal
kecil. Aku yakin sebenarnya Kak Reynan adalah orang yang hangat. Entah kenapa aku jadi
membayangkan bagaimana jika aku menjadi alasan untuk kak Reynan tersenyum.
“Kalo senyum senyum aja rey, ngga perlu banyak marah nanti cepet tua. Dari pada tua sendiri
mending menua berdua bareng saya…. Asekk” gombalan Kak Bagas semakin membuatku
tertawa dengan lepas.

“Jijik gue, dasar gay “

“Awas lo kena karma, mencintai tanpa dicintai itu sakit “ Jawab Kak Bagas dramatis.

“Kak Bagas beneran gay ya? “

“Enak aja, pesantren betina gue noh banyak. “

“Habisnya mendalami banget jadi peran gay, cocok kak jadi pemain film “

“Ngga dulu, jadi model aja udah sibuk. Lo harusnya nyontoh diri gue. Udah ganteng bisa cari
uang sendiri, pinter lagi.”

“Diem lo gas. Gue mau muntah “

“Kurang ajar, lo cuma irikan rey karena gue lebih unggul diberbagai bidang, dan yang paling
penting gue digandrungi banyak cewek sejogja dan sekitarnya”

“Reira juga kagum sama kak bagas… “

“Nah liat tu rey, adik cantik aja kagum ama gue. Emang siapa sih yang bisa menolak pesona
seorang Bagaskara Al Jayendra.“ Tukas Kak Bagas sombong.

Aku mengalihkan perhatian dari Kak Bagas ke Kak Reynan. Kak Reynan mengangkat
alisnya seolah bertanya mengapa aku mengatakan kagum pada Kak Bagas. Bibirku
menyunggingkan senyum lebar saat melihat ekspresi kepala besar dari Kak Bagas. Kak Reynan
dan Kak Bagas adalah dua manusia yang unik jika disatukan. Yang satu selalu bersikap tenang
dan yang satunya selalu ramai karena tingkahnya.

“Aku kagum karena kok bisa ya Kak Bagas lolos dari kejaran dokter jiwa.“ Ucapku datar
tanpa memikirkan perasaan Kak Bagas yang awalnya bahagia menjadi mengerucutkan bibirnya.
Ekspresinya tetap menghiburku. Lucu sekali.

“Disini gue ga dihargain, mending pergi jauh lalu tak tak terlihat lagi. Kalo mau nyari gue, cari
aja dirasa penyesalan kalian karena gue ada disitu.”
“Ga jelas.“ jawab Kak Reynan spontan. Kata-kata singkat dan pedas selalu diproduksi
oleh bibir Kak Reynan, jadi kalo ngobrol sama dia harus siap mental dari awal. Liat aja Kak
Bagas yang udah berteman lama sama dia aja ngomongnya ngga disaring. Apalagi kalo sama
orang baru.

“Mas rey lo jahat banget sih sama dede bagass. Yaudeh deh bagas mau masuk kelas udah bel
masuk juga dari tadi. Bye “

“Hah udah bel?”

Astaga sekarang jam pelajarannya Pak Wondo guru killer di sekolah ini. Dan kenapa
Kak Reynan selalu terlihat tenang dikondisi apapun. Apa dia ngga pernah merasakan panik,
nerveous, atau hal yang bikin jantung berpacu dengan cepat. Seharusnya aku sadar kalo jam
istirahat udah habis dari tadi. Kantin juga udah sepi tinggal aku sama Kak Reynan dan beberapa
siswa yang skip pelajaran.

“Kak gimana ini? Reira ada pelajaran mapelnya Pak Wondo”

“Kita ke kelas sekarang “

Aku dan Kak Reynan berjalan menuju kelasku. Aku merasa gelisah karena aku telat
masuk kelas padahal belum ada satu minggu jadi murid baru. Sebenernya bukan tentang
keterlambatan tetapi attitude yang harus aku terapkan selama sekolah disini. Percuma kalo kita
punya pengalaman yang banyak tetapi attitude kurang. Tanpa disadari aku dan Kak Reynan
sudah sampai di ruang kelas.

“Permisi pak, mohon maaf Reira terlambat memasuki jam pelajaran dikarenakan tadi sakit
kepala dan istirahat di UKS sebentar, apakah boleh diizinkan untuk mengikuti pembelajaran
selanjutnya pak?“ jelas kak Reynan kepada Pak Wondo.

“Ya, silakan duduk!”

Tunggu, sakit kepala? UKS? Ternyata selain pandai bermain basket Kak Reynan juga
pandai membual. Benar-benar bakat yang bisa dimanfaatkan dengan baik. Seharusnya aku
memberikan penghargaan terbaik kepadanya. Dengan begitu mudah dia mengelabuhi guru?

“Ingat nanti pulang bareng gue.“ bisiknya lalu pergi.


***

Setegar Embun yang Dibasuh Hujan

Aku mempunyai harapan untuk meluluhkan ketua geng vosa dengan waktu yang cepat
dan menyelesaikan permainan ini. Tapi aku tau harapan itu seperti api, jika dia kecil akan
memberikan rasa hangat namun jika dia besar bisa membakar diriku sendiri. Ya karena harapan
tak selamanya sesuai dengan kenyataan.

Aku merasa terjebak dikondisi yang awalnya aku kira air tenang namun ternyata ombak
datang dan membuatku menghantam karang. Banyak kejadian yang udah aku alami selama
seminggu sekolah disini. Bahkan tadi saat aku pergi ke kamar mandi banyak kakak kelas yang
mencemoohku karena aku mudah dekat dengan laki-laki yaitu kak Reynan dan Sam.

Memangnya kenapa? Bukankah berteman itu hal wajar? Kenapa manusia selalu berpikir
bahwa seorang perempuan yang berteman dengan laki-laki itu selalu pacaran atau dekat?
Mungkin itu terjadi karena sudah menjadi hal umum tanpa mau berpikir positif. Aku juga
mengira pasti masih banyak yang memandang derajat wanita itu tidak setara dengan laki-laki.
Lalu bagaimana dengan seorang ibu single parent? Bahkan wanita bisa melakukan apa yang
laki-laki selalu bisa lakukan contohnya mencari nafkah. Namun seorang laki-laki belum tentu
bisa melakukan apa yang biasa wanita lakukan, bahkan dari hal-hal kecil.

“Heh Re, ngapain ngelamun sendiri disini” suara bariton membuatku tersadar dari pikiran
yang menggangguku waktu tadi. Dia Sam. Cowok putih yang 5 hari lalu mengajaku berkenalan.
Dia tipe yang humoris tetapi gaya bicaranya yang tidak aku sukai, seperti ada hal yang terasa
canggung saat ngobrol dengannya.

“Enak aja di taman, udaranya fresh gitu.”

“Lo ngga tau ada tempat yang lebih fresh dari taman ini?”

“Tau.”

“Apa emang?”

“Tempat yang jauh dari Sam.”

“Eiit… bukan itu dong. Tempat yang fresh selain taman ini adalah….”
“Cepetan Sam, mau masuk kelas nih kalo lama.”

“Tempatnya itu di loteng atas gedung kelas X IPS 2, selama seminggu aku diSMA ini biasanya
kalo baru suntuk sama pahitnya kehidupan pasti loteng itu. Mau ngga kesana?”

“Ada apa disana?”

“Ada masa depan saya tante…” jawab Sam bernada gurau

“Sam serius dikit bisa ngga? Aku lagi badmood nih.”

“Ada gerangan apa sih cantik, kok badmod gitu?”

Aku menggerucutkan bibir dan menampakan wajah kesal, namun Sam malah tertawa
seolah hidup tanpa dosa. Entah kenapa saat Sam tertawa aku seperti pernah melihat wajahnya
dikala tersenyum. Tetapi aku lupa dimana melihat Sam tersenyum kepadaku. Sepertinya Sam
meyadari bahwa aku memperhatikannya.

“Kenapa ngliatin? Aku ganteng ya?”

“Jijik Sam, mending kamu tunjukin loteng itu dimana.”

“Lets go”

Aku dan Sam berjalan menuju atas gedung X IPS 2. Kelas itu adalah kelas terakhir jadi
tempatnya berada dipaling ujung. Ternyata disebelah tembok kelas itu ada tangga yang tertutup
palang besi. Mungkin tangga itu dikhususkan untuk karyawan sekolah saja. Namun kenapa Sam
bisa sampe tau kalo diatas ada loteng padahal tangganya tertutup palang besi yang otomatis ngga
bisa masuk.

“Ini ditutupin palang Sam tangganya, yakin lewat sini?”

“Emangnya kamu mau lewat sini, manjat-manjat palang yang ujungnya lancip?”

“Ya enggalah, aku pake rok.” Kenapa pertanyaan Sam retoris banget sih. Ngga tau
kenapa kalo deket-deket dia hawanya panas pengen marah-marah terus. “Yaudah aku balik ke
kelas aja, kamu manjat sendiri. Bye” saat aku ingin melangkah namun pergelangan tanganku
ditahan oleh Sam.
“Kita bukan lewat sini, tapi lewat sana.” Jawab sam sambil menunjuk tumpukan meja
yang tertata rapi tepat disamping pohon alpukat. Apa dia gila? Manjat meja? Ini bukan waktu
yang tepat untuk ribut dengan Sam. Karena tanpa sengaja aku melihat ada guru yang sedang
menuju ke kelas X IPS 2. Dengan terpaksa aku mengikuti semua arahan dari Sam.

Mulai dari menaiki meja sampai bergelantungan dipohon alpukat. Jika pemandangan
yang ada diloteng zonk tidak segan-segan aku mematahkan tulang lehernya. Demi apapun
setelah menjadi remaja aku ngga pernah bergelantungan dipohon. Saat kakiku mendarat diatap
aku kaget, tempatnya luas dipenuhi tanaman hijau dan ada beberapa sofa rusak tetapi masih
layak pakai. Mataku terkagum melihat pemandangan ini, gunung merapi bisa terlihat jelas
diindra pengihatanku. Bola mataku melotot saat mendekati pembatas ada seorang cowok yang
tidur di sofa. Wajahnya ditutupi buku mungkin untuk menhindari sinar matahari.

Aku seperti tidak asing dengan postur tubuhnya. Kulitnya bersih rambutnya ikal hitam
pekat dan ya sepatu itu. Aku ingat, dia yang membawaku kesekolah tadi pagi. Kak Reynan. Tapi
kenapa dia bisa disini? Apa hubungannya sama Sam? Aku membalikan badan dan memandang
Sam seolah bertanya kenapa ada dia disini.

“Bangunin aja, dia nunggu kamu dari tadi.”

“Sam, ngga ada yang salah kan?”

“Ngga re, tenang aja”

“Bangun reyy!” Ucap Sam sambil berjalan menuju sofa yang ditiduri Kak Reynan.

Kak Reynan mengerjapkan matanya, sebenarnya ada apa? Kenapa kak Reynan
menungguku dan apa hubungannya kak Reynan sama Sam? Aneh. Jawabannya tidak bisa aku
perkirakan. Mereka terlalu misterius.

“Duduk sini re, ngga usah kaku kayak kanebo kering” ucapan Sam menyadarkan lamunanku.

Aku berjalan dan duduk disamping Sam. Entah kenapa aku tiba-tiba percaya sama Sam.
Dia tampak ramah saat ini, sebenarnya sih dia emang ramah dari kemarin tapi ngga terlalu aku
perhatiin. Aku mengalihkan pandangan dari Sam ke Kak Reynan, dia seperti melihatku dalam,
matanya sayu seperti banyak beban pikiran. Aku jadi ikut larut dalam pandangan matanya,
dengan melihatnya aku tenang.
“Kak Sean sakit ya?”

“Kak sean?” ucap Sam kebingungan.

“Iya kak Sean, kenapa?”

“Ternyata Reira emang mirip sama Zeline. Bahkan cara mereka berbicarapun sama” tambah Sam
yang semakin membuatku bingung. Siapa Zeline? Mereka ngobrol yang ngga aku tau sama
sekali.

“Gue balik kelas.” Tiba-tiba Kak Reynan pergi meninggalkan kami tanpa penjelasan apapun.
Dan Sam pun hanya menghembuskan nafas gusar soalah malas berbicara. Aku terdiam dan
lenyap dalam pemikiranku sendiri.

***

Jatuh Cinta Itu Sederhana, Tapi Jatuh Karena Cinta itu Menyakitkan

***

Lupa tentang kenangan adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Hanya bisa mengingat
tanpa mengulang kembali adalah hal menyakitkan. Dan sepertinya Zeline adalah salah satu tokoh
dikehidupan Kak Reynan. Itu hanya asumsiku bahwa zeline adalah masalalunya, mungkin Kak
Reynan terpaksa lalu terbiasa tanpa zeline itu. Namun aku datang mengingatkannya kembali
tentang kenangan yang dulu pernah singgah dihidupnya.

Zeline. Nama yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Siapa dia sebenarnya? Hanya
Sam yang tau, tapi tadi dia tidak mau membuka suara tentang zeline. Aku penasaran, dahiku
berkerut memikirkannya. Benar-benar misterius bukan?

Aku mengampiri Aurel, berharap dia bisa membantu mencari tahu siapa Zeline. Namun
Aurel tipe wanita yang kepo, kalo dia ngga tau nanti dia malah tanya kesiapa-siapa. Astaga aku
bingung harus menyusun puzzle ini. Hal ini juga bisa membuatku semakin sulit untuk membuka
hati Kak Reynan, tetapi kemiripanku dengan Zeline juga bisa mempermudahkanku untuk
melancarkan misi ini. Bimbang itulah isi hatiku sekarang.
“Woiii re, kenapa lu? Ngga pulang? Udah bel dari tadi padahal.” Pertanyaan Aurel
mengagetkanku. Memang benar sekarang udah waktunya pulang sekolah, tetapi tadi pagi Kak
Reynan bilang mau pulang bareng.

“Iya nih baru nunggu Kak Reynan.” Jawabku tenang sambil memasukan buku bilogi kedalam
ranselku yang berwarna cream pucat.

“Re lo kok gampang banget sih ndeketin Kak Reynan, kayak mulus banget gitu.”

“Aku juga ngga tau, mungkin karena aku cantik?” Aku menjawabnya dengan mengedipkan mata
soalah olah menjadi wanita ganjen.

“Kepedean lu, anjrit.”

“Ayo!” Tiba-tiba suara bass menghentikan percakapanku dan Aurel. Suara yang selalu
datar tanpa intonasi. Aku melihat bibir Kak Reynan lebam, aku yakin itu sakit. Ingin
menunjukan perhatian tetapi ada Aurel. Aku melihat Kak Reynan iba. Dia seperti maling yang
lolos dikroyok masa.

“Rel, aku duluan ya.”

“Hah?... oh iya Re. Hati-hati!”

Aku bisa melihat ngespresi Aurel yang tampak tak percaya. Sebenarnya akupun juga
begitu, jalan hidup yang jauh dari ekspetasiku. Awalnya aku mengira bahwa aku mendekati Kak
Reynan memerlukan usaha yang keras. Namun takdir berkata lain, Kak Reynan seperti membuka
lebar pintu untuk aku masuk dalam kehidupannya.

Kak Reynan menggengam tanganku seolah dia takut aku lari jauh dari pandangan
matanya. Genggaman erat yang pertama kali aku rasakan terasa hangat. Mungkin saat ini melihat
wajahnya yang tenang menjadi kesukaanku, walaupun memar dibeberapa bagian tidak
mengurangi kadar ketampanannya. Pantas saja banyak yang mengingkinkan Kak Reynan
ternyata dia spek dewa. Sepertinya aku terlalu berlebihan memikirkan Kak Reynan.

Aku dan Kak Reynan sampai di parkiran lalu bergegas pulang. Masih sama tanpa
menggunakan helm. Kenapa dia sangat terlihat elegan, jika seperti ini aku bisa jatuh cinta
beneran. Saat aku melihat jalan, ini bukan jalan kea rah rumah. Entah motor hitam ini akan
membawaku kemana. Aku ingin bertanya tapi aku yakin tidak akan dijawak oleh Kak Reynan.
Tetapi tidak ada salahnya mencoba.

“Kak kita mau kemana? Ini bukan jalan kerumahku.”

“Toko.”

“Hah? Ke Tokyo? Yang bener aja, aku ngga bisa bahasa jepang.”

“Budeg.”

“HAH APA KAK? NGGA DENGER.” Teriaku kencang.

Aku bisa melihat Kak Reynan menyipitkan matanya dari spion. Dia tersenyum atau
meringis kesakitan? Mungkin kesakitan, ngapain dia tersenyum karena aku, jangan terlalu
percaya diri. Manusia satu ini tidak bisa di tebak jalan pikirannya.

Kak Reynan melewati jalan jalan kecil, sepertinya karena aku tidak memakai helm.
Beberapa menit setelahnya Kak Reynan berhenti dipinggir jalan raya, aku melihat sekeliling
jalan ini dipenuhi penjual helm. Tunggu. Jangan bilang Kak Reynan ingin membelikanku helm.
Kenapa dia sangat manis.

Aku turun dari motor dan diapun begitu. Tanpa melepas helmnya dia berjalan kesalah
satu tenda yang menjual helm. Aku hanya diam disamping motor, ya buat apa ngga diajak.
Mungkin dia beli helm buat adik atau ibunya. Aku melihat Kak Reynan mengeluarkan uang
merah tiga lembar sambil menenteng helm bogo berwarna merah muda. Helmnya lucu, andai aja
Kak Reynan beliin itu buat aku.

“Pake!” suruhnya.

“Buat aku kak?” tanya ku polos. Aku masih terkejut dengan sikapnya, seperti ada kupu-
kupu yang berterbangan diperutku. Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Tiba-tiba
tangan kekar itu memasangkan helm dikepalaku. Aku menatap matanya, seolah bertanya
mengapa kak Reynan melakukan ini.

“Cepet naik!”
Aku buru-buru menaiki motornya, kenapa sih Kak Reynan sukannya nyuruh-nyuruh. Dia
merasa menjadi ketua geng jadi bisa nyuruh seenaknya. Kadang bikin sebel tapi sikapnya
terkadang juga sangat manis.

“Hubungin keluarga, kita pulang malem.”

Tuh kan, nyuruh lagi. Heran banget. Dia mau ngejak aku kemana sih, kenapa ngga bilang
dari sekarang. Tetapi tanpa membantah aku langsung melakukan perintahnya. Ucapan yang
keluar dari mulutnya harus aku lakukan, cari aman aja biar ngga diturunin ditengah jalan. Kak
Reynan mengendarai motor ngebut membuatku harus memeluk tubuhnya, dia sempat tegang
namun beberapa detik kemudian dia bisa mengontrol dengan tenang.

Aku suka cara Kak Reynan menghadapi masalah hidup. Tanpa melihatkan masalahnya
dia bisa terlihat seolah tidak terjadi apapun. Namun aku tau pasti banyak ujian yang ia tempuh
sendiri. Mungkin dia membuat geng adalah salah satu cara dia melampiaskan semua masalahnya.

“Gramedia?” tanyaku setelah Kak Reynan memarkirkan motornya diparkiran Gramedia.


Astaga aku baru sadar, ternyata yang dimaksud Kak Reynan adalah toko bukan Tokyo. Malu-
maluin banget ngga sih kayak orang budge kalo dijalan.

Kak Reynan hanya menganggu dan melepaskan helmku dan langsung menggandengku
masuk ke toko buku itu. Toko yang sering aku kunjungi bersama ayah. Sekarang aku singgah
lagi di toko ini dengan kakak kelasku. Kejadian yang ngga pernah aku bayangkan dikit demi
sedikit membuatku pening untuk memikirkannya.

“Kak Sean mau cari buku apa?”

“Novel karya Boy Chandra.”

“Judulnya apa, kalo novel-novel kesini, Reira juga suka baca novel karya Boy Chandra
apalagi yang judulnya Sesudah HuJan Reda. Walaupun udah dibaca beberapa kali tetep ngga
bisa move on jadi selalu inget.” Jawabku sambil menuju ke rak-rak novel. Kak Reynan melihat-
lihat novel Tereliye.

“Kalo novel yang itu bahasa berat banget, kalo ngga baca dari karya pertama kali nanti Kak
Reynan bingung maksud disetiap kata-katanya.”
“Lo suka baca?”

“Iya, Kak Reynan baru pertama kali ini kan ke Gramedia?”

“Ngga, ini yang kedua kalinya.”

“Terus novelnya mau buat siapa? Ini loh bagus ceritanya ngga bikin bosen dan ngga bisa
ditebak” saranku sambil menangkat novel berjudul “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi”.

“Ceritannya gimana?”

“Bahasanya mudah dicerna, emangnya buat apa novelnya? Kalo buat tugas sekolah sih udah
bagus.”

“Iya tugas, kelas XII disuruh buat novel, cuma untuk acuan aja.”

Aku hanya mengangguk, dan berjalan mengitari rak-rak yang tersusun buku secara rapi.
Aku melihat buku keluaran terbaru, tapi belum lama kemarin aku udah beli beberapa novel. Kak
Reynan megikuti langkah kaki kecilku, aku tersenyum tipis saat melihat dia membawa novel
yang aku sarankan. Sudah puas mengelilingi Gramedia kami langsung menuju kasir dan
membayar satu novel. Ya aku ngga beli cuma Kak Reynan yang ngambil satu novel.

Aku dan Kak Reynan keluar dari Gramedia disambut dengan keindahan senja. Senja
tenggelam dengan sempurna terbawa dengan angin yang menari. Pertama kalinya bersama
seseorang yang kita tidak tahu bahwa dia akan datang dikehidupan dan menikmati senja adalah
hal menenangkan.

“Mau kemana lagi kak?” Tanyaku kepada Kak Reynan yang fokus mengendarai motor.

“Keliling Jogja.”

Katanya setiap sudut dijogja itu romantis, selalu ada yang tersisa saat kita berkeliling
Jogja. Seperti yang aku rasakan saat ini, ragu dan candu menjadi satu. Kak Reynan membuatku
ragu untuk mendekatinya namun saat satu kali bersama dengannya tidak bisa membuatku lepas
dengan mudah.

Kak Reynan menghentikan motornya disalah satu angkringan yang bisa menikmati
indahnya gemerlap malam. Suasana nostalgia dan keramahan saling melempar tawa. Betapa
indahnya menyaksikan malam dan berpadu dengan ketampanan Kak Reynan. Sepertinya akau
salah satu wanita yang beruntung.

“Aku bukan asli jogja.”

Tiba-tiba Kak Reynan membuka topik obrolan. Aku melihat matanya lekat, tersorot
kesedihan yang dalam. Aku tidak berniat untuk menjawabnya. Membiarkan Kak Reynan
menceritakannya tanpa paksaan. Tetapi aku berpikir kenapa Kak Reynan secepat itu percaya
kepadaku. Baru bersama tadi pagi tidak mungkin Kak Reynan mencurahkan semua masalahnya.

“Aku bukan anak tunggal, tapi seperti anak tunggal. Semuanya kulakukan sendiri.” Dia
menghela nafas sambil memandang malam dari kejauhan.

“Maaf kak ini pesanannya.” Pelayan angkringan mengantarkan makanan kami. Aroma yang enak
membuat perutku berbunyi.

“Makan aja, penghuni perutmu udah mulai rusuh.”

“Tadi yang bunyi bukan perutku kak, kicauan burung tuh.”

Kak Reynan hanya tersenyum miring seolah tidak percaya, aku memang tidak pandai
dalam membual. Tanpa berlama-lama aku menyantap makanan yang ada didepanku dengan
lahap. Kak Reynan mengusap keningnya mungkin makanan yang dibuat penjualnya terlalu
pedas.

“Kak Sean ngga suka pedes ya? Ini punyaku masih banyak, minum aja.”

Kak Reynan meminum minuman yang aku pesan karena minumnya sudah habis. Aku
merasa aneh dengan sikap Kak Reynan. Jika hanya berdua seperti ini Kak Reynan terlihat dia
tidak memiliki semangat hidup. Apalagi suasana disini bercampur dengan melodi lagu, sangat
menghayati.

Bun, kalau saat hancur ku disayang


Apalagi saat ku jadi juara
Saat tak tahu arah kau di sana
Menjadi gagah saat ku tak bisa
Sedikit kujelaskan tentangku dan kamu
Agar seisi dunia tahu

Keras kepalaku sama denganmu


Caraku marah, caraku tersenyum
Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena denganmu

Aku masih ada sampai di sini


Melihatmu kuat setengah mati
Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena denganmu

Lirik lagu yang terhanyut dalam relung hati semakin membuat kami menyelami malam.
Bahkan aku melihat Kak Reynan menutup matanya dan bernafas rileks. Aku yakin bahwa Kak
Reynan mempunyai beban yang banyak. Aku baru sadar sekarang udah jam 20.00, engga terasa
aku menikmati 5 jam full dengan Kak Reynan.

“Kak ayo pulang, takutnya nanti kemalaman.” Kak reynan membuka matanya lalu menjawab.

“Gamau nambah makan? Badan kamu kecil banget kayak bayi, atau mau dibungkus?”

“Enak aja kecil, ini namanya langsing bukan kecil.”

“Bungkus bawa pulang?”

“Ngga mau, nanti dicariin bunda kalo dibungkus bawa pulang.”

“Bukan kamu yang dibungkus, makanannya.”

Astaga malu, kenapa sih percaya diri banget didepan Kak Reynan. Mana aku ngirannya
Kak Reynan mau ngegombal lagi. Pasti muka aku udah kayak kepiting rebus. Udah berkali-kali
memperingatin diri sendiri jangan terlalu berharap besar sama Kak Reynan. Menyebalkan.

“Ohh makanannya, ngga usah Kak. Biasanya bunda masak kok kalo ayah pulang kerja.”

Kak Reynan menganggukan kepala lalu berjalan menuju abang penjualnya. Akan aku
ingat tempat ini, tempat dimana aku bisa melihat seorang ketua geng menikmati keindahan
malam kota jogja. Bersamanya aku tenang. Hanya itu yang aku rasakan sekarang. Senyum
tipisnya yang manis, kelembutan nada bicara saat menceritakan sedikit kehidupannya masih
terekam jelas dipikiranku.

“Ayo pulang!”

Aku memandang punggung yang berjalan lemah didepanku. Aku bisa melihat betapa
rapuhnya seorang Reynan Oceanka yang terkenal ketegasannya. Namun denganku sekarang
dengan mudah dia menunjukan bahwa Reynan juga bisa lemah. Entah karena masalah keluarga
atau Zeline. Aku sebenarnya ingin bertannya siapa zeline, tapi untuk sekarang bukan waktu yang
tepat.

Beta janji, beta jaga


Ale untuk selamanya
Beta janji akan setia
Hanya untuk satu cinta

Tiba-tiba nada telepon hpku berbunyi, aku yakin ini pasti dari ayah. Aku mendongakkan
kepala dan meminta izin kepada Kak Reynan untuk menerima telpon sebentar, memang nadanya
alay tapi nada dering ini meningatkan ku dengan janji ayah. Melihat Kak Reynan
mengganggukan kepalanya aku langsung mengeser tombol hijau dilayar hpku. Ayah menjadikan
fotoku dan bunda yang sedang tersenyum di Kawah Putih menjadi foto profil. Ayah memang
romantis, dan aku menyayanginya.

“Ayah ini Reira udah mau pulang, ayah ngga usah khawatir ya, iya pulangnya hati-hati
ngga ngebut kok. Dada ayah…”

Tut tut tut

Panggilan teleponku dengan Ayah berakhir. Ayah memang tipe orang tua yang
membebaskan aku meski aku anak tunggal, namun Ayah juga membatasi aku beberapa hal.
Contohnya jam pulang dan jam tidur. Dan aku tidak masalah dengan itu, demi kebaikanku juga.
Aku merasa bersyukur walapun aku pernah jatuh dilembah kesedihan bersama dengan ayah,
namun kami mampu bangkit.

“Pake ini, dingin.” Kak Reynan mengulurkan jaket yang ia pakai tadi. Udara jogja malam
ini memang dingin, namun tidak sedingin sikap Kak Reynan. Aku sebenernya pengen tersenyum
tapi harus jaga image. Ngga lagi deh baper, bikin malu aja. Perhatian kecil yang diberikan Kak
Reynan anggap aja angin lalu. Ingat ya Reira yang cantik, jangan kebawa perasaan.

“Ngga usah, dipake Kak Reynan aja. Reira ngga kedinginan kok.” Plis tolong paksa aku
kak buat pake jaket itu. Kenapa sih aku selalu berharap bahwa Kak Reynan sesuai ekpetasiku. Itu
sangat langka terjadi. Namun kali ini semoga doaku terkabul agar Kak Reynan memaksaku
untuk memakai jaketnya.

“oh yaudah kalo ngga dingin.”

Nah kan lihat sendiri. Betapa ngga pekanya seorang Reynan, kalo tadi ngga bayarin
makan pasti udah aku jambak rambutnya sampe kecabut akarnya. Nyebelinn bangett. Dengan
perasaan dongkol aku menaiki motor dan pulang.

***

Kamu Bisa Membeli Jam Namun Tidak Dengan Waktu

***

Semenjak hari itu aku tau, bahwa yang singgah tidak selalu menetap. Kata ayah
terkadang ada orang yang yang datang hanya karena penasaran dan pergi jika sudah tahu. Dan
aku belajar dari pengalaman-pengalaman ayah untuk pembelajaran hidup. Sejenak memikirkan
lika-liku proses menginjak remaja memanglah hal yang membuat kepala pening.

Sudah dua minggu berlalu juga aku meliwati hari-hariku bersama dengan Kak Reynan.
Pulang sekolah, berangkat sekolah, menemaninya basket bahkan diajak kerumahnya. Kemajuan
yang bagus bukan? Aku merasa ada yang janggal dengan Kak Reynan dan Sam. Entah mengapa
aku baru menyadarinya sekarang. Kemarin saat pertama kali Sam memarahiku karena aku
mematahkan batang rokoknya. Dia seperti menyebut bahwa Kak Reynan bukan orang baik. Aku
udah bertanya berkali-kali sama Sam tetapi dia masih membungkam mulutnya untuk tidak
berbicara denganku.

Kemarin Sam terlihat bukan Sam yang biasanya, Sam yang humoris hilang digantikan
dengan Sam yang sensian. Tawa yang biasanya menggema di ruang kelas seketika tidak pernah
terdengar lagi. Semenjak aku melewati hariku dengan Kak Reynan, Sam tidak pernah muncul
didepankan bahkan hanya untuk basa-basi. Aku akan meluruskan semua ini hari ini juga. Aku
harus tau kenapa Sam jadi begini. Padahal sebelumnya dia baik-baik saja.

“Rel, Sam dimana ya?” Aku bertanya dengan Aurel. Akhir-akhir ini aku juga jarang
bicara dengan Aurel, sepertinya dia juga menjauhiku, siapa lagi nih yang pengen menjauh. Baris
aja deh. Kayaknya banyak banget. Astaga Reira kamu kenapa sih. Yang membuat kamu sedih
tinggalkan dan yang membuatmu bahagia pertahankan. Kadang hidup memang sebercanda itu.

“Gatau.”

“Oke.” Aku sudah menduga jawaban Aurel pasti ‘gatau’. Jangan nangis re, kamu kuat.
Satu alasan yang membuat menangis akan kalah dengan seribu alasan agar kita tetap tersenyum.
Dan aku menanggapi Aurel dengan senyum tulus seolah senyum yang diberikan seseorang untuk
sahabatnya. Hatimu milikmu, dan jati diriku aku yang menentukan. Kenapa Aurel juga ikut-
ikutan kayak Sam. Aku masih menggapnya sama, tetap temanku. Aku juga tidak
memprioritaskan Kak Reynan, aku hanya menepati janjiku karena aku harus mentraktirnya
selama satu bulan.

Aku mencari Sam mengitari ruang-ruang kelas, kantin, lapangan bahkan parkiran
kemarin saat Sam ketawan merokok olehku. Aku istirahat di taman, memikirkan kenapa Sam
bisa bilang bahwa Kak Reynan tidak baik untukku. Otaku tiba-tiba mengulang kejadian di taman
ini, saat Sam mengajakku ke loteng. Tempat dimana dia saat penat. Aku berdiri dan berlari
menuju loteng. Aku harus segera menemukan Sam.

Saat aku berhasil untuk berusaha sampai ke loteng aku tersenyum ceria, namun seketika
lenyap saat melihat Sam dan Kak Reynan beradu kekuatan. Sam tersungkur ke lantai, Kak
Reynan berhenti memukul Sam saat melihatku. Bawah mata Kak Reynan memar, tidak jauh juga
dengan Sam. Mereka semua babak belur.

“Re…” Kak Reynan memanggilku lirih. Sam bangkit lalu berdiri tegap lalu tersenyum lebar
seolah ini hal biasa.

“Ngapain cewek cantik kesini? Kangen ya sama Sam ganteng.”

Aku tersenyum miris. Aku yakin banyak kebenaran yang mereka sembunyikan. Sejak
awal seharusnya aku mencari tahu apa yang Kak Reynan sembunyikan. Satu kebohongan
seharusnya sudah cukup untuk mempertanyakan kebenaran bukan? Aku yang memulai ini
semuanya, aku juga yang harus menyelesaikan semuanya.

“Sam, Kak Sean. Ada apa sebenarnya?”

“Kamu pengen tau Re apa yang terjadi? Kamu yakin? Udah siap sama kenyataan?”

“Maksudnya Sam?”

“Aku perjelas ya Re, dengerin baik-baik.”

Sam berjalan tertatih menduduki sofa lusuh itu. Kak Rey masih berdiri kaku sepertiku,
masih enggan melakukan pergerakan. Bingung dengan suasana yang terasa sangat panas. Kenapa
Kak Reynan tidak mau mengeluarkan sepatah kata apapun. Aku mengalihkan pandanganku dari
Kak Reynan ke Sam, aku melihatnya menarik napas dalam dan mengangkat suara.

“Kamu salah Re, seharusnya kamu pergi jauh dari Reynan. Dia pengecut.”

“Siapa Zeline Sam?”

“Zeline? Dia tunanganku.”

“Maksud kamu apa Sam?”Aku masih tidak bisa mencerna apa yang dimaksud Sam. Bagaimana
bisa Sam mempunyai tunangan. Dan apa hubungan zeline dengan Kak Reynan.

“Aku adalah saudara Reynan, tepatnya Aku adalah kakaknya. Kita saudara kembar. Namun aku
pernah terbaring koma selama satu tahun setengah. Jadi aku ketinggalan satu tingkat dengan
Reynan. Reynan tidak sebaik yang kamu bayangkan Re. Pergilah dari kehidupannya.”

“Apa? Kalian saudara kembar? Ngga mungkin.” Tiba-tiba kakiku lemas seperti jelly.

“Ngga percaya? Nama kita hampir sama, tanggal lahir kita sama, namun memang benar lebih
banyak perbedaan kita. Sehingga kamupun sulit untuk percaya.”

“Reynan Oceanka W, Rhoyvan Samudra W. Nama kalian hampir sama. Lautan. Kenapa Kak
Sean ngga pernah jujur sama aku?” Semuanya sulit dipercaya, ini seperti tidak masuk akal.

“Masih banyak fakta yang belum kamu ketahui Re. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk
membuktikannya. Ini baru dasar. Kalo kamu ngga yakin pergilah dari kehidupan Reynan.”
Aku melihat Kak Reynan yang diam tak berkutik. Kenapa dia tidak menyanggah dan
menahanku untuk tetap bersamanya? Bibirku bergetar menahan tangis. Aku masih tidak
menyangka dengan semua ini. Aku terjebak dalam permainanku sendiri. Aku kehilangan
kesempatan untuk memenangkan game ini. Aku memilih kalah.

“Zeline…?”Aku masih mempertanyakan tentang Zeline dengan lirih.

“Biar Reynan yang menjelaskan semuannya, Aku turun dulu mau ke UKS. Perih ditonjok
saudara sendiri.”

Aku membiarkan Sam turun, dan kini tinggal aku dan Kak Reynan. Canggung. Aku
bingung harus memulai bertanya dari mana. Kami sudah sering bersama. Memadu cerita dan
mengukir kenangan bersama. Walaupun baru satu bulan aku memasuki kehidupannya, tetapi
dengan mudah dia memasuki ruang tersendiri dihatiku. Seharusnya aku tidak membuka hati.
Seharusnya aku egois. Seharusnya aku aku menggunakan waktuku untuk memenangkan
permainan. Bukan tenggalam bersama perasaan. Kalut.

“Beri aku penjelasan Kak.”

“Kamu bukan siapa-siapa. Kamu hanya seseorang yang mirip dengan sayapku. Zeline. Aku tidak
bisa terbang, sayapku patah karenanya. Tapi kamu datang mengobati luka dan membuat sayapku
seperti semula.“

Aku membatu, sepertinya otaku melemah untuk berpikir kritis. Tadi Sam bilang Zeline
tunangannya. Lalu Kak Reynan bilang zeline sayapnya. Zeline bukan amoeba yang bisa
membelah diri kan. Seseorang tolong bantu aku agar Kak Reynan ngga jelasin sepotong potong
begini. Walaupun kalimat terakhirnya menenanangkan tetapi aku masih merasa resah.

Tidak sopan jika aku terlalu memaksa Kak Reynan untuk jujur. Kenapa saat bersama Kak
Reynan aku lemah. Tetapi saat bersama Sam aku berani memaksa. Kak Reynan pake pelet apa.
Aku merasa Kak Reynan belum mau bercerita banyak. Namun aku penasaran dimana zeline
sekarang? Kenapa hidup mereka aneh?

“Lalu dimana Zeline Kak?”

“Zeline tidur bersama malaikatku.” Maksud Kak Reynan apa sih? Tidur dimana, malaikat
siapa? “Pergi, kamu harus pergi.” Kak Reynan menyuruhku pergi darinya dikeadaan seperti ini?
Aku tidak habis pikir, aku mulai bisa membaca apa yang dimaksud Kak Reynan. Tapi aku tidak
bisa menyimpulkan kebenarannya sendiri.

Aku tersenyum, lalu mendekatkan diri ke Kak Reynan, memegang tangannya seolah aku
menyalurkan energy agar ia tetap kuat untuk menceritakan semuanya. Aku menghambuskan
nafas ternyata masalahnya serumit ini. Andai saja aku tidak masuk dalam kehidupan Kak
Reynan. Ini semua ngga akan terjadi. Aku pasti akan menjalani kehidupanku seperti biasanya.

Aku melihat Kak Reynan memijat keningnya, sepetinya dia berpikir keras bagaimana
masalah ini bisa selesai. “Aku dan Sam bukan saudara yang memiliki ikatan kuat. Walaupun
kami kembar tetapi kami berbeda. Dari kecil Sam mempunyai banyak teman, disukai banyak
orang, dan menurut orang tuaku Sam adalah orang yang berkompeten.”

Kak Reynan menjeda ucapannya, lalu berdiri dan melihat pemandangan gunung merapi.
Sekarang guru-guru memang ada rapat, makannya aku bisa leluasa untuk membolos jam
pelajaran. Demi mencari fakta yang seharusnya tidak aku ketahui. Terkadang perempuan malah
mencari penyakit padahal dia tau itu akan menyakitinya. Jika seperti ini yang salah siapa? Kak
Reynan menarik nafas lalu melanjutkan cerita yang ingin ia utarakan kepadaku.

“Aku dan keluargaku pernah di London 2 tahun lalu, puncak kehancuranku. Ayahku
adalah laki-laki pembisnis, dia selalu ngutamaiin uang dari pada keluarganya. Menurutnya uang
bisa membeli kebahagiaan. Dia egois. Dia menjodohkan Sam Dan Zeline, dengan alasan Sam
lebih berkompeten dari diriku agar hubungan kerjasama antara ayah dan papa Zeline bisa lebih
erat. Dan Sam adalah lelaki yang tepat untuk meneruskan warisannya. Padahal ayahku tau bahwa
Zeline adalah kekasihku sejak SMP.”

“lalu?”

“Sejak saat itu aku merasa terkhianati oleh saudaraku sendiri. Hanya demi menyelamatkan
bisnisnya ayah menghancurkan harapanku dan Zeline. Setelah Sam dan Zeline bertunangan
hatiku terasa perih saat melihat mereka selalu berkumpul. Karena itu aku melalukan tindakan
bodoh, Zeline hamil karenaku.”

“Apa hamil?” aku menutup mulutku dengan tangan, tidak percaya bahwa Kak Reynan bisa
melakukan itu.
“Aku kalut, Sam menghajarku saat ia mengetahui Zeline hamil. Zeline yang melihat kami berdua
berantem hanya diam kemudian dia berlari keluar. Saat itu kami berada dirumah. Orang tua kami
belum mengetahui ulahku. Saat zeline berlari keluar Aku dan Sam mengejarnya. Namun naas
Zeline menabrakan diri ke truk besar yang melaju denngan cepat.”

“Apa Zeline selamat?”

“Ngga, tubuhnya terpental kejalanan. Dia meninggal ditempat. Setelah keluarga besar
mengetahui bahwa Zeline hamil dan bunuh diri, mereka tidak terima. Dan mengira bahwa Sam
lah yang melakukannya. Keluarga zeline balas dendam dan membuat Sam koma selama satu
tahun setengah. Karena itu aku dan Sam kembali ke Indonesia. Walau Sam sudah
mengikhlaskannya namun hubungan kami masih renggang”

Aku bingung harus bagaimana, tiba-tiba Kak Reynan menariku dalam dekapannya.
Jantungku berpacu dengan cepat, aku merasakan rasa hangat dan nyaman. Pertama kalinya aku
merasakan ini. Aroma tubuh Kak Reynan yang wangi menyejukan indera penciumanku.
Tubuhku masih belum merespon dengan baik, masih kaku.

“Jangan gerak, tetap kayak gini… sebentar aja.”

“Reira ngga gerak Kak Sean.”

“Makasih, cuma kamu yang bisa menghadapi aku setenang ini.”

***

Aku Tidak Menyerah, Aku Hanya Lelah Berjuang

***

Perasaan ini tidak seharusnya aku ratapi. Yang hilang biarlah hilang, yang pergi biarlah
pergi. Awal yang manis belum tentu diakhir juga manis. Karena semenjak aku dekat dengan Kak
Reynan lambat laun teman-temanku menjauhiku. Sam yang dulu selalu menggangguku juga
pergi, dia terakhir bicara dengan ku satu minggu lalu setelah kejadian di loteng.

Saat dia mengajaku di taman selatan gedung kelas X. Dia sempat mengucapkan kata-kata
yang bahkan aku tidak tau maksudnya. “Semakin aku melupakanmu, semakin sulit aku
mengikhlaskanmu.” Itu kalimat terakhir yang Sam sampaikan kepadaku.
Padahal setiap hari bertemu, namun dia seperti membangun tembok kasat mata agar aku
tidak dekat-dekat dengannya. Di ruang kelas ini, aku seperti sendiri. Kembali asing dan
melakukan kegiatan masing-masing. sekarang waktunya istirahat, aku melangkahkan kakiku
menuju loteng tempat biasa Sam dan Kak Reynan disana. Samar-samar aku mendengar
pembicaraan mereka.

“Jangan deketin Reira kalo lo cuma nganggep dia pelampiasan. Gue ngalah sama lo
karena gue ngga mau kejadian 2 taun lalu terulang kembali.” Aku yakin itu suara Sam. Apa Sam
suka sama Aku? Aku dengan cepat naik ke loteng, mereka masih belum menyadari
keberadaanku.

“Lo ngga tau apapun tentang Reira. Walaupun dia mirip Zeline, sifat mereka beda. Dan
milik gue ngga akan gue bagi lagi. Sekalipun itu lo kakak gue sendiri. Sekalipun dia jadi
pelampiasan itu urusan gue.”

“Bangsat.” Aku melihat Sam mengepalkan tangannya.

“Cewek yang lo suka, selalu sama dengan cewek yang deket sama gue. Dulu gue yang selalu
ngalah, bahkan mama sendiri ngga ngebelaiin. Padahal lo tau seberapa besar gue merjuangin
dia.”

“Kalo lo bener mau merjuangin Reira, dateng ke Paradise jam 10 malem. Gue tunggu. Lo kalah
Reira buat gue”

“Lo ngga akan pernah bisa nyentuh mainan gue!”

Kakiku lemas seperti jelly, tubuhku luruh. Sam membalikan badan dan melihatku sayu.
Apa aku menjadi bahan undian antara kakak adik itu? Apa aku tidak seberharga itu dimata
mereka? Aku merasa sangat sesak. Kak Reynan dan Sam sama. Mengganggapku mainan.
Kepercayaan yang aku bangun untuk Kak Reynan runtuh seketika. Hari-hari yang kami lewati
bersama tidak akan berarti baginya. Kak Reynan bersamaku hanya bercanda, seharusnya aku
tertawa bukan jatuh cinta.

“Re…” Sam ingin meraihku, namun aku menolaknya.


“Mumpung lo dateng diwaktu yang tepat re, yang harus lo tau gue ngga pernah suka sama lo. Lo
cuma mainan gue. Cuma Zeline yang bisa buat hidup gue berwarna. Hidup lo itu penuh dengan
permainan, lo dari awal sebenernya udah kalah. Dan gue yang menang.”

“Apa karena game ToD itu? “ tanyaku dengan suara bergetar. Aku tidak tahan, ucapan
Kak Reynan sangat menyayat hatiku. Perih. Rasa sakitya buat main. Jantungku serasa diremas-
remas dengan kuat. Bahkan aku sudah lupa dengan game itu. Awalnya memang aku mendekati
Kak Reynan karena tantangan itu. Namun sengan seiring berjalannya waktu aku membuka hati
untuk Kak Reynan. Dan dengan mudahnya dia bilang aku mainannya? Apa itu wajar?

“Wanita Lemah.” Ucapan tegas Kak Reynan membuat air mataku turun. Dia tertawa
hambar lalu pergi meninggalkan aku yang masih bersimpuh dilantai. Sam jongkok dan
memengang kedua pipiku. Dia mengusap cairan bening yang terus keluar dari kedua mataku.

“Jangan nangis, cantikku ngga boleh nangis.”

Entah kenapa ucapan Sam malah membuatku semakin menangis. Aku jatuh dipelukan
Sam, aku mengeluarkan emosi didekapannya. Lagi-lagi ekspetasi menhancurkan diriku sendiri.
Aku memegang dadaku yang terasa sakit. Sakit, kecewa, bimbang membuatku kalap. “Aku suka
sama Kak Sean Sam.”

Aku bisa merasakan tiba-tiba tubuh Sam menegang, tangan yang awalnya mengelus
punggung untuk menenangku juga berhenti. “Sam, aku minta maaf.” Aku merasa sangat jahat
sama Sam. Tetapi perasaan ngga bisa dipaksa, aku hanya menganggap Sam sebagai teman.
“Ngga seharusnya kamu ada diposisi ini Sam.”

Aku manarik nafas dalam. Kenapa Kak Reynan bisa mengatakan itu. Aku kira yang kami
lakukan selama ini membuat hatinya terbuka. Ternyata aku salah. Benar. Tidak ada kisah yang
tidak ada akhir. Semuanya akan menjadi kenangan. Hilang.

“Aku nggapapa Re, kamu ngga usah mikirin ucapan Reynan tadi ya. Aku yakin pasti ada alasan
lain kenapa dia bisa bilang kaya tadi. Kamu yang tenang.”

Kenapa aku bisa sebodoh ini? Cowok sebaik Sam aku sia-siakan. Aku memberanikan diri
menatap mata Sam. Bola mata berwarna coklat terang itu berkaca-kaca. Aku bisa melihat
kesedihan yang terpancar dari matanya. Saat aku ingin berdiri, tubuhku lemah. Tenagaku sudah
habis. Sam menuntunku menuju sofa.

“Kamu tunggu sini, aku turun mau beli air sama makanan. Kayaknya kamu masih syok.”

Aku menyunggingkan senyum dan mengangguk menyetujui ucapan Sam. Setelah Sam
pergi aku menundukan kepala. Ucapan Kak Reynan tadi masih terngiang dikepalaku. Ucapannya
bagikan sengatan listrik bertegangan tinggi yang langsung menyentaku tanpa ampun. Aku harap
semua ini hanya mimpi. Aku mencubit lenganku sendiri, ternyata sakit. Berarti ini bukan mimpi.

Aku tersenyum miris, kebahagiaan kemarin hanya membawa tangis. Hal yang paling aku
takutkan terjadi. Kembali tidak dihargai. Aku sudah berusaha sebaik mungkin menerima Kak
Reynan dengan hati yang tulus. Lalu kenapa yang tulus selalu tersakiti. Apa semuanya karena
Zeline? Wanita itu sudah tiada, dan aku tidak pernah berniat menyingkirkan Zeline dari hati Kak
Reynan. Aku menerimanya dengan baik, tapi kenapa balasannya seperti ini?

Sam sudah kembali, dia menghampiriku dengan wajah ceria. Sepertinya dia udah cuci
muka. Kenapa hatiku malah jatuh kehati adiknya Sam. Aku menyadarinya sekarang. Kenapa
Sam hanya diam saat itu, kenapa dia tidak memilih membicarakan semuanya kepadaku. Hingga
akhirnya malah seperti ini. Rasa segetiga.

“Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam.” Ucap Sam seolah dia
mengetahui isi pikiranku

“Timbang sedih terus aku aku mau nyanyiin buat kamu. Tapi kamu jangan lari ya suaraku emang
jelek, tapi kalo ganteng boleh dicoba” Tambah Sam menghiburku.

Aku tidak bisa berkata-kata. Aku seharusnya membatasi harapan agar agar sakitnya tidak
berlebihan. Percayalah Kak Reynan aku pernah mengecewakan orang lain demi memilihmu.
Aku akan berpikir positif kamu melakukan ini pasti ada alasan yang ngga bisa kamu ungkapkan
sekarang. Aku akan menunggu waktu dimana semua yang kamu sembunyikan akan terungkap
dengan sendirinya. Benar. Ini hanya butuh waktu yang tepat.

“Aku udah berat-berat bawa gitar malah kamu ngelamun terus. Kembaran Afgan mau nyanyi
nih.”

“Yaudah, lagu galau Sam. Perih nih hatinya.”


“Dih, alay lu re, calon istri gue ngga boleh alay”

“Gila. Cepet nyanyi keburu bel masuk.”

Sam memetik senar gitar, jarinya dengan mudah memindah kunci agar menjadi alunan
yang indah. Aku tersenyum manis dan menyatukan tangan lalu bertepuk tangan pelan. Tubuh
yang ku iringan kekanan kiri secara bergantian seolah menghayati irama gitarnya. Sam sama
seperti Kak Reynan, menyukai musik. Hanya mereka yang dapat menhibur seseorang dengan
cepat.

Memenangkan hatiku bukanlah


Satu hal yang mudah
Kau berhasil membuat
'Ku tak bisa hidup tanpamu

Menjaga cinta itu bukanlah


Satu hal yang mudah
Namun sedetik pun tak pernah kau
Berpaling dariku

Beruntungnya aku
Dimiliki kamu

Kamu adalah bukti


Dari cantiknya paras dan hati
Kau jadi harmoni saat kubernyanyi
Tentang terang dan gelapnya hidup ini

Kaulah bentuk terindah


Dari baiknya Tuhan padaku
Waktu tak mengusaikan cantikmu
Kau wanita terhebat bagiku
Tolong kamu camkan itu

Meruntuhkan egoku bukanlah


Satu hal yang mudah
Dengan kasih lembut kau pecahkan
Kerasnya hatiku

Beruntungnya aku
Dimiliki kamu

Sam mengingatkan ku dengan malam bersama Kak Reynan. Hati yang belum tersayat,
akan mudah luluh. Namun sekarang mau sebagus apapun Sam bermain music, tetap Kak Reynan
yang berkuasa dan bertahta dihatiku. Sesakit apapun dia menyakiti hanya dia obat yang dapat
menyembuhkannya. Aku bertepuk tangan untuk mengapresiasi usaha Sam. Sam cowok yang
baik, aku tidak bisa menjadikan Sam sebagai banyangan Kak Reynan.

***

Aku Bosan Pura-pura Mengikhlaskanmu

***

Aku tidak benci dengan diriku sendiri. Aku hanya takut saat diriku tidak seperti harapan
orang lain. Suatu saat satu persatu orang yang ada dihidup kita akan memilih pergi meninggalkan
kita. Saat ini masih kucoba memulihkan hati yang sempat terluka. Aku masih butuh penjelasan
dari Kak Reynan.

Minggu pagi dengan langit biru yang cerah ini aku akan mengunjungi rumah Kak
Reynan. Aku bersiap-siap dan meminta izin sama Ayah Bunda. Aku lagi-lagi berharap Kak
Reynan mau memberi penjelasan. Aku sudah siap apapun alasannya. Sekalipun itu akan kembali
memberi luka baru. Aku merasakan aku akan mennagis hari ini, entah karena apa. terkadang aku
mempunyai firasat seperti itu. Entah itu akan terjadi atau tidak.

Aku memesan grab dan langsung melesat pergi. Tidak butuh waktu lama aku sampai
dirumah elegan Kak Reynan. Aku melihat pagarnya tertutup rapat, rumah ini seperti rumah
kosong tak berpenghuni. Aku menekan bel, semoga ada seseorang yang mebuka pagar ini.
Namun beberapa saat menunggu masih belum ada respon sama sekali, aku menekan bel sekali
lagi. Hasilnya sama. Kosong. Aku akan kembali lagi besok pagi saat berangkat sekolah.

Aku berjalan kaki untuk pulang. Kakiku melangkah diatas trotoar sambil menendang
krikil yang tertangkap oleh indra penglihatanku. Meratapi hidup yang tidak selalu berjalan mulus
sesuai harapan kita adalah hal yang menyedihkan. Aku membuka tas karena merasa handphone
ku bergetar. Dan benar saja Kak Reynan mengirimku pesan.

Kak Oceanka

Dimana re?

09.32

Dijalan kak, Kak Sean dimana?

09.33

Tengok belakang

09.33

Aku memutar tubuhku, melihat kurang lebih 10 meter Kak Reynan berdiri didepanku
menggunakan kaos putih, casual. Aku tersenyum dan berjalan mendekatinya. Entah kenapa aku
melihat Kak Reynan wajahnya pucat, apa Kak Reynan baru sakit? Melihat dia seperti ini dengan
mudah aku melupakan ucapannya yang menyakitiku, namun masih terekam jelas diotaku
bagaimana mudahnya Kak Reynan mempermainkanku. Aku memandangnya sayu lalu bertanya.

“Kak Sean darimana, tadi aku ke rumah ngga ada orang. Kenapa wajah Kak Sean pucet? Baru
sakit? Ini tangannya kok pake gelang pasien kenapa? Ini juga diperban. Kak Sean juga keliatan
lemes.” Kak Reynan menyentil dahiku.

“Mau apa dateng kerumah?” ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku.

“Nggapapa sih, cuma gabut aja.” Jawabku gugup. Aku masih merasa canggung bertemu Kak
Reynan. Tetapi Kak Reynan seperti tidak terjadi kesalahan apapun. Apa dia amnesia?

“Sana pulang.” Titahnya.

“Udah gitu doang Kak? Ngga mau ngomong apa gitu?”

“Ngga, baru banyak urusan. Kalo kamu kangen chat aja ngga usah repot-repot kesini.”

“Aku ngga kangen ya Kak, aku niatnya kesini juga cuma mau dengerin penjelasannya Kak Sean
kenapa bisa bilang kayak kemarin.”
“Ucapan yang mana?

“Bener deh, Kak Sean ngga punya hati. Aku pulang.”

“Hati-hati.”

Aku kembali berjalan dan berharap Kak Reynan memanggilku dan bilang jangan pergi.
Aku sudah memelankan langkah kaki. Ingin menengok kebelakang namun gensi. Aku sudah
berjalan cukup jauh tapi tidak ada ucapan apapun dari Kak Reynan, apa dia marah? Masak dia
yang marah, kan harusnya aku. Akhirnya aku memutar kepalaku, tidak ada Kak Reynan ditempat
ia berdiri tadi. Bener-bener ya, segampang itu dia menyuruhku jauh dari hidupnya. Oke. Dengan
penuh keseriusan aku akan marah dengannya. Lihat saja besok dia pasti mengejarku.

Aku pulang kerumah dengan hati yang dongkol. Kak Reynan kembali dingin seperti
awal. Ku kira dia sudah mencair, ternyata aku salah. Dia masih membeku tak mudah luluh.
Entah semangat dari mana, aku masih ingin terus mengejarnya sampai dapat. Walaupun aku
seperti dipermainkan tidak masalah, aku akan membuatnya tidak bisa hidup tanpaku. Aku emang
suka berhalusinasi, dan kebanyakan sulit terwujud. Contohnya ini. Karena aku terlalu munafik
jika bilang aku mengikhlaskan Kak Reynan.

***

Matahari pagi tertutup awan mendung. Aku mengerjapkan mata setelah bangun dari
tidur manisku. Aku masih memikirkan Kak Reynan, aku akan menemuinya nanti. Tapi aku harus
menyelesaikan masalahku dengan Aurel. Sepertinya dia masih marah. Aku berdiri dan bersiap
menuju sekolah.

Tanpa waktu yang lama aku sudah sampai kesekolah. Sepertinya upacara ditiadakan
karena cuacanya buruk, cuaca yang seperti ini terus mengingatkanku dengan Kak Reynan.
Pikiranku tidak bisa lepas darinya. Aku harus mencoba menyikirkan banyagan Kak Reynan dari
kepalaku. Aku harus fokus menyelesaikan masalahku dengan Aurel. Aku menhampiri meja
Aurel dan duduk disebelahnya lalu membuka obrolan.

“Rel, aku mau nanya.”

“Hmm” Aurel hanya membalas dengan deheman. Sabar.


“Kamu kenapa sih rel, kok jadi kayak ngediemin aku.”

“Kamu tu ngga ngehargaiin aku re, pas kamu ngga tau apa-apa tanyanya ke aku. Tapi pas udah
dapet berlagak ngga kenal. Gimana ngga marah?”

“Rel, bentar ya aku jelasin. Jangan dipotong.”

“Hmm”

“Aku sama Kak Reynan itu belum pacaran, itu dasarnya. Dan kenapa aku sama dia terus, aku
punya janji buat nraktir dia selama satu bulan karena dia udah pernah bantuin aku. Aku sama
sekali ngga ada niat manfaatin kamu ataupun ngga tau terima kasih sama kamu. Ya emang
karena kondisinya baru kepepet. Kalo udah semuanya selesai pasti aku bakal kelarin kan, kayak
gini.”

“Terus gue yang bantuin lo ngga dikasih apa-apa?”

“Rel astaga, kemarin kan aku kalah main ToD dan nraktir satu bulan itu termasuk proses misi.
Sekarang aku sama Kak Reynan baru ada masalah. Maksudku Kak Reynan juga
mempermainkanku. Pokoknya gitu deh.”

“What, drama?”

“Engga, banyak fakta yang belum kamu tau Rel.”

“Oke, kalo lo jujur gue maafin.”

“Nah gitu dong. Kan cantik kalo baikan gini.” Ucapku sumringah

“Dah baikan nih ya, nanti traktir”

“iya-iya, Sam kok ngga keliatan batang hidungnya. Dia izin?”

“Ngga tau, alpha kayaknya.” Aku mengangguk mengerti, mungkin Sam ada acara
keluarga. Sekarang masalahnya sudah kelar satu persatu. Tinggal Kak Reynan. Saat jam istirahat
nanti aku akan menemuinya. Aku mengikuti pelajaran yang diterangkan oleh guru. Tetapi ponsel
disakuku bergetar, siapa yang memberiku pesan dijam pelajaran seperti ini. Apa ayah? Aku
merogoh saku lalu mengeluarkan hp diam-diam lalu membuka chat.

SAM A2
Re…

07.45

Tolong keluar ke gerbang sekarang, penting.

07.46

Kalo titip surjin ke satpam aja, masih pelajaran ini

07.46

Ini tentang reynan

07.47

Hujan deras diluar, aku harus izin keguru untuk menemui Sam sebentar. Tetapi tidak
akan di izinkan jika aku keluar tanpa surat dari waka. Aku bilang ke Aurel akan menemui Sam
karena ada barang yang harus aku ambil sekarang. Aurel beniat menemaniku, namun aku
melarangnya agar dia fokus belajar. Aku berdiri dan berjalan menuju meja guru.

“Mohon maaf buk, saya mau izin ke koperasi sebentar. Seperinya saya sedang haid dan tidak
membawa pembalu.” Ucapku lirih

“Oya silahkan”

“Terima kasih buk”

Aku tergesa-gesa keluar kelas untuk menuju gerbang, hujan yang jatuh kebumi
membuatku merasakan kedinginan. Tubuhku sedikit basah karena air hujan, namun aku tidak
peduli yang terpenting sekarang adalah Kak Reynan. Aku melihat Sam berdiri mengenakan jas
hujan dan payung. Di tangannya ada box hitam yang entah apa isinya.

“Sam, ada apa? Kenapa mata kamu sembab?”

“Ini Re, dari Reynan.” Ucap Sam sambil menyodorkan box hitam berpita putih itu.

“Ini apa?”

“Buka aja, kita kesana.” Sam menujuk gazebo dan akupun menyetujuinya.
Aku penasaran kenapa Sam memberiku box, aku juga tidak sedang ulang tahun. Box nya
juga tidak berat, aku mengira bahwa ini kado Sam untuk menghiburku. Aku masih berpikir
positif thingking. Aku mencoba tersenyum dan membuka box ini. Ternyata isinya kalung dan
lipatan kertas. Aku mengambil kalung yang berliontin huruf R. Kalung yang cantik dan elegan.
Aku masih menyunggingkan senyum dan langsung membuka lipatan kertas putih itu.

Dear

Reira Nandinee

Kamu cantik, akan lebih cantik saat tersenyum manis. Aku tau ucapanku kemarin
menyakitimu. Aku minta maaf. Jika kamu sudah membaca surat ini artinya aku sudah pergi jauh
ketempat yang ngga bisa kamu temukan. Beberapa akhir ini aku lelah. Aku menjadikanmu untuk
semangat hidup, aku sakit Reira. Aku punya kelainan irama jantung, kapan saja bisa
menyebabkanku meninggal. Dan hari minggu saat aku bertemu denganmu itu adalah jam
sebelum aku dibawa ke rumah sakit. Aku harap itu bukanlah pertemuan terakhir kita. Semakin
hari tubuhku melemah tidak seperti dulu. Dan aku mengatakan bahwa aku hanya menjadikanmu
permainan itu kebohongan besar. Aku menganggapmu manusia yang dikirim tuhan untuk
menyembuhkan lukaku.

Kamu bukan pelampiasan, kamu hadir didalam kehidupanku adalah hal terindah.
Jangan menganggap bahwa kamu tidak berarti dihidupku. Kamu adalah wanita yang baik,
tetaplah menjadi Reira yang aku kenal. Beruasalah untuk selalu ceria walau itu tanpa aku. Akan
ada kakakku yang menjagamu. Sam. Aku harap dengan ini kamu membenciku dan mudah
melupakanku. Bahagialah dengan caramu sendiri. Aku mencintaimu. Sangat.

Tertanda

Kesayanganmu, Oceanka

Aku menangis terisak, badanku lemah memeluk kertas dan kalung itu. Jiwa yang aku
inginkan datang kepadaku dengan senyuman telah pergi seutuhnya. Aku tidak bisa lagi melihat
wajah tenangnya. Aku kehilangan Kak Seanku. Harapanku tetinggal olehnya, kapan dia datang
untuk menemuiku. Kenapa dia menitipkan kepada Sam.
“Dimana Kak Reynan sekarang Sam? DIMANA, BAWA AKU MENEMUINYA SAM?”

“Reynan udah ngga ada re, kamu yang tenang. Dia hanya singgah sementara dihidup kamu.
Setelah hujan reda aku akan membawa kamu ketempat peristirahatannya. “

Aku tidak percaya ini semua, tidak masuk akal. Kamarin aku baru bertemu Kak Reynan.
Tidak mungkin dia meninggalkanku. Dia menyayangiku. Iya dia ngga akan pergi jauh. Aku
memaksa Sam untuk menunjukan bukti ucapannya tadi. Aku dan Sam diguyur hujan. Dan
tibalah kami ditempat yang tidak pernah ingin aku kunjungi. Makam. Aku berjalan dibelakang
tubuh Sam. Sam berhenti didepan gundukan tanah yang penuh bunga. Aku bisa membaca nama
itu, aku bersimpuh diatas tanah yang bertuliskan nama Kak reynan.

Hatiku hancur, pikiranku kosong. Tetapi air mataku terus menetes. Jiwa Kak Renan telah
pergi. Aku hanya bisa menangis, kenapa aku tidak ada disaat akhir kepergiannya. Kini aku harus
membuka lembaran baru tanpa seorang Reynan Oceanka. Aku berharap pesan yang dituliskan
Kak Reynan untuku bisa aku terapkan. Terima kasih kak untuk kenangan yang kamu lukis
dikanvas hatiku. Aku tidak akan melupakannya. Karena kamu masih sama. Candu sekaligus lara.

***

Pergimu Tanpa Pamit Kenanganmu Terasa Sengit

***

THE END

KARYA : MEIRA SASANTI

KELAS : XII MIPA 2 / 27

Anda mungkin juga menyukai