Anda di halaman 1dari 9

I 35.

000 ft U
Oleh : Layla Azzahra

Tak pernah ku sangka sebelumnya. Kini, kaki ku tertapak pada sebuah mimpi
yang menjadi nyata. Tentang sebuah harapan yang tak lagi menjadi angan. Tentang
kamu yang ternyata masih menjadi sebuah ilusi. Tentang cerita yang baru dimulai.
Inilah aku, Angkara Asterisma. Gadis kecil yang selalu mengikuti planet-planet agar
tetap beredar pada orbitnya. Bersama sejuta kisah yang akan dilukis di angkasa
raya.
12 Juli 2018. Hari ini begitu cerah, laksana mentari yang ikut menyertai
kepergianku untuk waktu yang lama dari rumah untuk pertama kalinya. Karena hari
ini, aku akan mulai menjalani kehidupan baruku sebagai seorang siswa SMA. Tapi
kali ini berbeda. Sekolah yang kutempati berasrama. Aku pun tak tahu mengapa aku
bisa terjebak kedalam zona ini. Tak pernah terpikir oleh ku sebelumnya bahwa aku
menjadi seorang anak asrama.
“Angkara, kamu sudah siap kan?” Tanya mama pada ku.
“Siap dong ma, kan yang milih sekolah di Centaurus kan aku ma, hehehe. Ya harus
semangat dong.” Jawab ku pada mama.
“Ya ya ya, mama tau memang sekolah di Centaurus ini kemauan kamu. Ya sudah
ayo masuk ke mobil, nanti kita terlambat. Nggak ada lagi kan barang yang
ketinggalan?”
“Aman ma!” Ujarku.
Perjalanan yang cukup memakan waktu menuju Centaurus boarding school.
Tak bisa kupungkiri, jarak antara rumah ku dan Centaurus memang cukup jauh.
Waktu yang dibutuhkan kurang lebih sekitar 6 jam. Tak pernah terbesit dibenakku
sebelumnya untuk meninggalkan teman kecilku. Terutama teman-teman semasa
SMP ku dulu. Namun, ini sudah jalanku untuk menghabiskan 3 tahun ku di
Centaurus. Suka tidak suka, akulah yang mengambil keputusan ini.
Nyatanya, 6 jam bukanlah waktu yang lama, tak kusangka mobil ini ternyata
sudah berhenti saja. Pandanganku teralih, seakan dimensi lain menghampiriku.
Terlihat sekumpulan anak-anak yang sibuk mengeluarkan barang-barang dari dalam
mobil. Ya, benar, ternyata itu teman seangkatanku, yang baru sampai. Hiruk pikuk
terdengar riuh di Centaurus, segerombolan panitia, serta kakak tingkat sangat
antusias menyambut kami. Centaurus boarding school, sangat asing ditelingaku,
bahkan bentuk bangunannya pun seakan sangat jarang ku temukan.
Pembukaan martikulasi sebentar lagi dimulai. Kulangkahkan kakiku menuju
colleseum, ternyata semua angkatanku sudah ramai duduk dikursi yang telah
disediakan oleh panitia. Pandanganku teralih pada seorang laki-laki yang duduk
dikursi paling depan. Berkacamata, bermata sipit, berbadan cungkring, memandang
kearah depan dengan gagap. Ia menggunakan rombi biru lengkap dengan dasi yang
masih terpasang kuat dikerah bajunya. Perasaan ini mulai tak menentu saat kutatap
dirinya, hatiku bergetar saat ku pandang wajahnya. Semakin lama kupandang, rasa
ini semakin tak karuan. Aku tak tahu, apakah ini sebuah rasa atau sekedar delusi
semata. Yang kuyakini sejak pertama kupandang wajahnya, sejak itulah ku telah
jatuh hati padanya.
“Angkara Asterius Kota Aphelion…”
“hahh???” Gumamku. Karena sudah terlalu tenggelam kedalam lamunan nya, aku
sampai lupa, kalau sekarang adalah giliranku maju kedepan untuk mencium
bendera. Sebagai tanda bukti bahwa kami sudah resmi menjadi bagian dari
Centaurus High School.
3 hari menjalani martikulasi menurutku bukanlah waktu yang lama. Banyak
kejutan-kejutan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Kuberharap kejutan tu akan
terus berlanjut, sampai tahun terkhirku di Centaurus. Senin, 16 Juli 2018, adalah hari
pertamaku sebagai siswa SMA. Rasa senang, sedih, takut sedang mengisi ruang-
ruang dihatiku. Banyak perubahan yang terjadi, mulai dari bangun tidur, makan,
mandi, sholat, bermain handphone, semuanya berubah. Cukup kaget aku dibuatnya,
karena jujur ini pengalaman pertamaku sebagai anak asrama. Hal yang cukup seru
menurutku, jarak antara sekolah dan asrama tidak jauh, hanya butuh beberapa
langkah saja. Lucu memang, tapi aku suka itu. Perlahan kakiku mulai menuruni anak
tangga kecil menuju ke AOC (Auditorium Of Centaurus). Setiap jam 07:00 pagi, kami
harus sudah siap ke AOC, untuk melaksanakan school culture, dimana para siswa
harus membaca buku selama 30 menit, dengan duduk bersama advisor-nya masing-
masing. Dari arah depan terlihat sekumpulan orang-orang sedang berkerumun
melihat kearah mading. Ya, benar sekali tebakanku. Pembagian kelas. Sebenarnya
hatiku biasa saja akan pembagian kelas. Namun yang membuat ia tak biasa adalah,
saat kutahu namaku berada dikelas yang sama dengannya. Ya, orang pertama yang
membuat aku jatuh hati untuk pertama kalinya.
Pelajaran pertama adalah matematika. Kami kelas 10 sextans pun berjalan
menuju ruang matematika. Oh iya, hamper lupa sistem kelas disini mengggunakan
sistem rolling class, artinya kami sebagai siswa yang harus mencari kelas. Perasaan
canggung menghampiri diriku. Canggung ingin duduk dimana, canggung ingin
mengobrol denga siapa, canggung ingin memulai darimana, sampai tiba ada yang
meneriaki ku,
“Eh, duduk disini aja”
“Ehh, iya..” balas ku.
“Angkara…” Ujar ku, sambil menyodorkan tanganku.
“Aku Lyra..salam kenal ya”
“Lyra itu yang kerjanya di kecamatan itu ya?”
“Hah?? Itu mah Lurah. Hahahaha.. bisa aja kamu ra”
“Hahaha, emang lucu Ly? Selera humor kamu receh ya ternyata hahaha” Balasku.
“Lyra!!” Teriak seorang laki-laki dari arah belakang kursi. Aku dan Lyra pun sontak
juga ikut menoleh ke belakang,
“Lyra, kamu pasti suka tertawa kan?” Tanya laki-laki itu.
“Hah? Maksudnya?” Tanya Lyra kembali.
“Iya. Karena tak terlihat Lara diwajahmu, karena kamu Lyra..” Balasnya.
“………………” Aku dan Lyra saling menatap.
“Ya elah ketawa dong. Masa nggak ketawa sih. Gimana kalian berdua ini, selera
humor kalian cupu amat. Oh ya, kenalin aku Naqi. Udah panggil aja Naqi, masalah
nama panjang ntar juga bakalan hapal. Eits, kalian nggak perlu sok-sokan
memperkenalkan diri ke aku.” Jawab laki-laki yang kini sudah kami kenal namanya.
“Kamu Angkara, dan kamu Lyra” Tambahnya.
„„Hahaha oke Naqi. Mulai sekarang terhitung dari detik ini saya angkara Asterius,
disamping kiri saya Lyra Alaydrus, dan didepan saya Naqi, akan menjadi teman baik
sampai lulus.” Ujarku.
“Lah kok cuman sampai lulus? Sampe pelaminan dong!” Sanggah Naqi.
“Apaan sih qi! Selama-lamanya dong, hahaha” Balas Lyra.
“Deal?” Sambil aku menyodorkan tangan kanan ku.
“Dealll!!” Balas Naqi dan Lyra.
Naqi dan Lyra, mereka adalah tempat cerita pertamaku, Sejak saat itu, aku, Lyra,
dan Naqi semakin dekat.
Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa 4 bulan sudah kuhabiskan hari-hari
ku di Centaurus. Sampai aku lupa kalau besok adalah seleksi Olimpiade sains
tingkat sekolah. Jujur sebenarnya aku ragu, kenapa hal ini baru kurasakan. Apakah
sebenarnya memilih jurusan IPA adalah kehendak hatiku, atau bukan. Tapi
semuanya sudah terjadi. Sehingga kuputuskan aku memilih ekonomi. Entah
mengapa aku serasa dibuat tenggelam olehnya. Tahun pertama aku gagal. Gagal
dalam tingkat sekolah. Saat itu posisiku nomor 4 dari ketiga orang yang dipilih untuk
ketahap selanjutnya. Tapi tak apa, akan kukejar dia ditahun keduaku. Mungkin
usaha dan doaku belum sebanding dengan apa yang kuinginkan.
Tahun kedua di Centaurus. Kini posisiku sebagai kelas 11. Yah kuharap
tahun ini lebih baik. Setelah libur panjang, kini aku kembali ke asrama. Namun aku
kembali ke asrama sehari lebih cepat. Dikarenakan ada sesuatu yang ingin
kukerjakan. Aku dan Lyra sudah sepakat bahwa kami akan pulang satu hari lebih
cepat.
“Eh nginep dikamar aku aja ra..”
“Oke sip” Jawabku.
Aku menginap dikamar Lyra. Ternyata dikamar Lyra terdapat Aster dan Oliv.
Aster satu kamar dengan Lyra.
“Eh liv, kamu nginep disini juga ya?” Tanya ku pada Oliv.
“Iya nih. Eh ngomong-ngomong seru dong ada 4 orang disini. Gimana kalau kita
berempat nanti nonton film aja?” tawar Oliv kepada kami.
“Wah ide bagus tuh Lif !! Boleh juga tuh. Dilaptop aku banyak kok film” jawab Lyra.
“Sipp dehh!!” Ujar Aster.
Untuk pertama kalinya aku mengenali Oliv sedekat ini. Ternyata Oliv orangnya seru
juga. Biasanya aku dan Oliv tidak pernah mengobrol, kecuali untuk hal yang penting.
Kurasa aku dan Oliv akan menjadi teman yang baik untuk waktu yang lama.
Nyatanya memang prediksiku tak pernah salah. Aku dan Oliv ternyata satu
Ravenclaw. Ravenclaw merupakan nama untuk asrama yang kami tempati.
“Hahaha.. Sudah kuduga Oliv. Aku saat itu pernah berkata kepadamu. Akan
melanjutkan cerita kita, pada saat malam itu. kalau kita satu asrama. Yah, dan
ternyata kita satu Ravenclaw”
“Satu hal yang kudapat darimu Angkara, kau punya cenayang yang bagus,
hahaha..” Celetus Oliv.
“Bolehlah nanti malam aku main ke kamarmu ra”
“Kenapa tidak? Ada banyak cerita juga yang ingin kuceritakan kepadamu” Ujarku
kepada Oliv sambil membersihkan kasurku.
“Kau tau soal Bara…?”
Pagi ini sangat cerah seakan semesta merestui kami sebagai anak kelas 11.
Aku, Lyra, dan Naqi, ternyata kami berada dikelas yang sama lagi, sextans. Hal
yang kusenangi adalah ternyata Oliv juga satu kelas denganku. Dikelas 11, aku tak
lupa dengan target ku untuk melanjutkan perjuanganku di olimpiade. Aku dan Oliv
memiliki ambisi yang sama akan olimpiade ini. Tahun terakhirku untuk mengikuti
olimpiade tak akan kusia-siakan begitu saja.
“Ra, kamu mau ikut pelatihan olimpiade online gak?” Tanya Oliv kepadaku.
“Kamu ikut Lif?”
“Iya aku ikut. Tahun terakhir ra…”
“Aku mau naik pesawat bareng kamu Liv..”
“Aku juga mau ra…aku bener-bener gak mau ngecewain orang-orang untuk kedua
kalinya ra..” ujar Oliv.
“Aku….”
“Aku juga Liv..”
“Aku gak mau ngulangin kesalahan yang sama Liv untuk kedua kalinya..” Balas ku
pada Oliv.
Sejak saat itu aku dan Oliv selalu pulang sore ke Ravenclaw, karena kami
mengikuti bimbingan. Aku dan Oliv sering mampir ke tata usaha untuk ngeprint soal,
fotokopi soal, dan lain-lain. Ada banyak hal yang baru yang kupelajari dari Oliv,
selama kami bimbingan bersama. Disaat aku ingin menyerah, ada satu kata-kata
Oliv yang selalu membekas hingga sekarang. “Jangan jadi peramal sebelum
berperang”.
Hari ini adalah hari yang telah kutunggu selama 1 tahun lamanya. Hari ini
kami dan tim olimpiade lainnya mengikuti tes tingkat kabupaten. Gugup, jujur.
Namun aku percaya, apapun yang akan terjadi nanti, akan kuserahkan kepada yang
diatas. Aku memasuki ruangan tempat tesku berlangsung. Waktu yang disediakan
selama 2 jam. Dan aku akan menghabiskan waktuku hingga detik terakhir. Saat
mendapati soal, jujur sebenarnya itu soal yang sering aku kerjakan saat bimbingan.
Tapi entah mengapa aku merasa aku sangat ragu dengan jawabanku, walaupun
soal telah terisi semua. Perlahan satu persatu peserta lain mulai meninggalkan
ruangan. Hingga ternyata aku peserta yang paling terakhir meningalkan ruangan.
“Baiklah waktu habis, silahkan mengumpulkan jawaban kedepan ujar panitia
kepadaku seorang. Aku langsung bergegas mengumpulkan jawabanku. Dan saat
aku keluar ruangan kulihat semua teman-temanku ternyata seudah keluar semua
dari ruangan. Sudah kuduga aku memang peserta yang paling terakhir keluar
ruangan. Ternyata menunggu itu memanglah tidak menyenangkan, dari jam 10 pagi
kami menunggu hingga kedua waktu sholat telah lewat, pengumuman pemenang
belum juga diumumkan. Sebenarnya pada saat itu jantungku berdebar bukan main.
Tanganku pun mulai dingin, sampai pada akhirnya bunyi mikrofon terdengar. Kami
langsung berlari kearah sumber suara. Kini aku tahu bagaimana rasanya berharap
atas sesuatu yang bukan menjadi milikku. Saat itu juga aku langsung memeluk Oliv
sekencang-kencangnya dengan derai air mataku yang membasahi baju Oliv. Sore
itu, aku belajar apa arti mengikhlaskan.
1 minggu kemudian…
“Liv kamu masih ingat janji kita buat naik pesawat bareng?” Tanya ku pada Oliv.
”Why not??”
“Inii…” Aku menyerahkan poster lomba penelitian kepada Oliv. Oliv menatap poster
itu sejenak. Lalu muncul raut muka diwajahnya.
“Ini di Alhambra??..” Tanya Oliv sambil mengayunkan secarik poster itu. Belum
sempat aku menjawab, Oliv lansung berkata dengan spontan,
“Gas lahhh!!..”
Pagi, siang, sore, malam, kuhabiskan waktu bersama Oliv. Sampai-sampai
kami pernah membolos ke ruang komputer, karena hanya ingin melanjutkan
penelitian. Jujur, rasanya seperti orang gila dibuatnya. Setiap bertemu Oliv, topik
bahasan kami tak lain bukan hanya membahas masalah penelitian. Aku sampai
bosan dengan Oliv, seperti tak ada teman lain selain dirinya. Tapi walau begitu aku
senang. Bagiku Oliv dan penelitian ini laksana mentari, yang kehadirannya sangat
bearti.
“Liv kamu inget kan besok terakhir submit naskah?”
“Iya aku tau kok ra..”
“File nya dilaptop kamu kan? Tolong buka bentar Liv, ada yang mau aku perbaikin
sedikit lagi..”
“Okee..bentar ya…”
“Hmm ra, emang besok terkhir submit ya?” Tanya Oliv sambil memainkan laptopnya
dengan serius.
“Ya ampun Liv, kamu ini gimana sih, kan memang besok terakhir, kamu nggak baca
apa?!”
“Eee.. mmm…a..a..anu ra, ee fi fi file nya nggak ada dilaptop aku.” Balas Oliv
dengan terbata-bata.
“Lahh, kok bisa gak ada sih kan terakhir di kamu yang nyimpen!!”
“Apaan sih ra, kok kamu jadi nyalahin aku sih?? Jelas-jelas file nya emang udah aku
simpen disini. Sekarang aku Tanya kenapa kamu gak nyimpen juga buat jaga-
jaga?!”
“ Ya ampun come on Oliv, laptop aku kemaren mati. Emang kamu gak liat apa??
Lagian kan bagian simpan menyimpan itu kamu, bukan aku!!”
“Kayaknya kamu salah orang ra buat diajak naik pesawat bareng!!” Oliv pun pergi
meninggalkanku begitu saja di ruang belajar.
“Liv Liiv bukan gitu Liv” aku berusaha mengejar Oliv. Ternyata Oliv masuk
kekamarnya, namun dengan pintu yang terkunci.
“Livv tolong buka pintunya Liv..aku nggak bermaksud buat nyalahin kamu. Tadi itu
spontan Liv. Ayolah Liv buka pintunya. Besok hari terakhir submit naskah..kita bisa
cari naskah itu sama-sama Liv…”
“Llivv??....”
Tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar Oliv. Aku pun terduduk tak berdaya
didepan pintu kamar Oliv, tak ada yang bisa kulakukan selain menangis. Kini mentari
yang selama ini menyinariku, kini sirna begitu saja, digantikan oleh gelapnya malam.
Tak ada bulan, tak ada bintang. Dan aku, sama sekali tak pernah mengharapkan
datangnya malam disepanjang hidupku.
Malam itu aku sangat tak bisa tidur dengan nyenyak. Kehilangan kedua
mentari memang nyatanya lebih menyakitkan dari apapun. Pagi ini aku bergegas
menuju ruangan komputer. Berharap masih ada sesuatu yang bisa diharapkan.
Dipersimpangan saat ingin menuruni tangga aku berpapasan dengan Oliv. Namun
Oliv sama sekali tak menghiraukanku. Tak ada yang bisa kuharapkan lebih. jalan
terakhir adalah ruang komputer. Kugegaskan langkahku menuju ruangan tersebut.
Langsung kubuka komputer yang sering kami gunakan untuk membuat naskah. Dan
untung saja naskah itu ternyata masih ada disana.
“Yeahh, Oliv tunggu aku!!” Ucapku dengan nada bahagia.
Aku pun langsung beralih ke portal situs penggunggahan naskah. Tanpa ragu-ragu
langsung ku submit naskah itu. Penggungggahan karya berhasil. Yah, Inilah yang
kunanti-nanti selama ini. Aku tidak memberi tahu Oliv soal ini. Aku tak ingin terlalu
memperkeruh suasana. Jika memang nanti kami lolos, pasti dia manusia pertama
yang akan kuberi tahu.
Menunggu pengumuman ternyata taklah seindah menunggu laki-laki
berkacamata tempo itu. Ingin tertawa rasanya, aku pun tak mengerti, mengapa
perasaan ini tetap sama padanya. Sudahlah, daripada aku memikirkan sesuatu yang
tidak pasti, lebih baik aku bergegas bersiap berangkat sekolah. Sengaja aku turun
pagi hari ini, karena ada piket kelas.
“Ekhmm, kayaknya seru tuh naik pesawat..” Ujar seseorang dari dalam kelas.
“Hah? Maksud kamu apa Liv?” Ternyata suara itu adalah suara Oliv. Aku lupa kalau
aku satu jadwal piket dengan Oliv.
“File nya aman kan ra di komputer?”
“Hah? Jadi kamu sengaja Liv?”
“Ya Maaf ra, aku cuman mau ngerjain kamu…”
“Kalo waktu itu aku gak ke ruangan komputer gimana?? Ini bukan bahan lelucon
Liv.”
“Yahhh, aku udah nebak kalo kamu pasti bakalan pergi ke ruang komputer. Tapi
yang paling penting kan kita jadi naik pesawat bareng..”
“Mmaksud kamu kita lolos Liv?”
“Ya iyalah Angkara. Maaf ya, aku nggak ada uang buat beli tiket pesawat”
“Emang udah pengumuman??”
“Nihh.. Kalo kamu pengen liat..” Sambil Oliv menyodorkan handphonenya pada ku.
Tanpa basa-basi langsung kuambil handphone dari tangan Oliv. Dan ternyata
memang benar. Nama kami ada disana. Aku pun langsung memeluk Oliv
sekencang-kencangnya. Seperti kencangnya angin di angkasa, yang membawa
kami ketempat yang tak terduga. Aku percaya hari itu memang akan datang. Meski
kadang rasa sabar tak lagi berbatas, meski kadang rasa sakit tak lagi berbalas,
meski kadang harus ikhlas. Tapi percayalah hari itu akan datang.
“Yahh, Pesawatnya delay ya ra??”
“Iya nihh, sekitaran 1 jam. Gapapa Liv, sambil nunggu kita makan dulu yuk, laper
nih..” Tawar Oliv dengan muka memelas kepadaku.
……
Hari ini hujan turun begitu deras. Kuputuskan untuk membaca buku di ruang
tamu sambil menikmati secangkir teh hangat. Tiba-tiba kakak ku menghampiri diriku
dari arah depan.
“Lagi baca apa Dip? Kayaknya seru tuh..”
“Eh nggak kok kak, cuman lagi baca cerpen..”

Anda mungkin juga menyukai