Anda di halaman 1dari 21

Tugas Cerpen

Nama : Albert Steven Purnama

Kelas : X MIPA 6

Nomer : 01
The Power of Determination

Terkadang hidup memilukan, jalan yang kulalui tidak tentu arah.

Tersesat dan bingung sungguh membebaniku. Namun semua berubah ketika

bertemu dengan guru terbaik sepanjang hidup, yaitu pengalaman.

Pengalaman mengajariku bagaimana tetap berdiri dan terus melangkah

menuju hari yang cerah. Dengan semangat belajar yang gigih, doa yang

terus mengalir mengisi jiwa dan motivasi sekitar, kita sanggup melawan

dunia keluar dari balik hujan dan siap menuju hari yang cerah.

“Brakk” “Aduuh, kamu itu gimanasih dikkk! Jatuh semuakan

kalendernya,” Teriak amarah gadis itu kepadaku. Aku hanya bisa berlari

meninggalkannya karena ketakutan. Tepat sebelumnya pagi yang cerah ini

aku bersekolah di sekolah baruku. Aku tidak begitu senang, hati yang dingin

menyelimuti diriku. Kulangkahkan kakiku di sekolah ini, semua orang

melihatku, mereka menatap memandang membebaniku. Segera kucari kelas

baruku dan saat itu aku tidak melihat dan bertabrakan dengan seorang gadis.

Sesampai di depan kelasku, guru tersebut kaget. ”Kamu ke mana

saja nak? Kok sekarang baru datang, lihat jam sekarang berapa?”. Kulihat

jam di pojokan dengan rasa gemetar di badan, arah jarum jam pendek

menunjuk angka 8 dan panjang menunjuk angka 12. Semua anak di kelas itu
menertawakanku karena aku ternyata terlambat 1 jam. Tiba tiba seorang

guru BK yang kuketahui namanya adalah Bu Rina menghampiri guru

tersebut, setelah itu aku dipersilahkan duduk di kursi tua yang berada di

pojok belakang.

Tidak ada yang pernah duduk di sana karena mereka yang duduk di

sana pasti tidak memiliki teman. Kursi itu selalu diduduki oleh anak nakal

dan tidak pandai. Mereka yang duduk di kursi itu pasti tidak akan lama di

sekolah ini. Tulisan – tulisan tersebut membuatku merinding ketakutan,

membuatku berpikir akan diperlakukan hal yang sama seperti di sekolah

sekolah sebelumnya.

Guru menjelaskan dengan suara yang hampir tidak terdengar, tiba –

tiba tanpa kusadari aku diteriak panggil oleh guru tersebut. ”Eh Kau yang

duduk di kursi pojok belakang sana, sini maju dari tadi bengong saja”. Guru

tersebut menantangku mengerjakan soal fisika di papan tulis. Dengan

santainya aku kerjakan tanpa hambatan sedikitpun setelah itu spidol tersebut

kukembalikan kepada guru dan berjalan santai layaknya seorang ahli. Ssttt,

ternyata itu hanya khayalanku, kulangkah kakiku dengan berat dan kaku

sambil menahan takut dan pusing karena tidak mengerti apa apa. Jangankan

mengerjakan soal ini,membacanya sudah cukup membuatku pingsan.

Alhasil kutulislah rumus yang tidak pernah terpikirkan ke papan tulis. Tinta
tersebut semakin ke sini semakin membuat alis guru tersebut menurun. Aku

segera mengangkat spidolku tanda aku menyerah, guru tersebut terdiam dan

menyuruhku duduk tanpa sepatah kata kata.

Aku duduk kembali ke kursi mengerikan itu, lalu aku terus

memandangi guru tersebut dengan perasaan ketar ketir. Hari ini memang

cerah namun tidak bisa mencerahkan hatiku. Pintu diketuk oleh seseorang

dan masuklah sebuah kelompok OSIS di sekolah itu. Aku menelitinya dan

benar saja gadis yang kutabrak tadi ada di dalam grup tersebut.

Aku menutupi mukaku dan terdiam di kursi itu, aku takut akan

sesuatu hal yang tidak kuinginkan terjadi. Kalender dibagikan kepada ketua

kelas dan ketua kelas membagikan dengan adil. Saat sampai di depan

kursiku dia memberikan sebuah catatan bukannya kalender tahun baru. Jelas

aku tak mengerti maksudnya apa, kubacalah catatannya. Catatan tersebut

berisikan “Nanti kita bisa bertemu sepulang sekolah di kelas ini? Aku ingin

berbicara sedikit kepadamu tentang sekolah ini. Untuk kalender sepertinya

kamu anak baru jadinya harus dipending dulu kemungkinan besok sudah

keluar kalendermu”
Perasaanku semakin pusing tujuh keliling, aku takut merasa apa –

apa. Gadis itu ternyata memperhatikanku dengan tajam dan penuh rasa

amarah, berbeda dengan diriku yang memandang gadis itu biasa.

Bel waktu pulang tiba, setelah terbebani dengan mata pelajaran yang

sulit itu, aku ingin pulang. Namun aku teringat dengan si ketua kelas yang

mengajakku janjian bertemu di kelas. Si ketua kelas tersebut datang dan

memperkenalkan diri. Dia bernama Rayval. Lantas dengan senang hati aku

juga memperkenalkan diri. ”Kenalin namaku Axelle, biasa dipanggil Axe

atau kalau susah panggil saja Al.” Rayval sangat senang mendengar

pembicaraanku sepertinya dia menerimaku.

Dia mengajakku berkeliling sekolah dan menunjukkanku banyak

tempat baru. Saat berhenti di depan kelas, Rayval menarik tanganku ke

dalam kelas tersebut. Ternyata disana terdapat beberapa teman Rayval yang

sangat akrab kepada Ray namun tidak padaku. Mereka menganggapku

orang asing, mereka juga tidak welcome kepadaku. Dengan hati terluka aku

keluar dari kelas serambi mengangkat tas beratku ini.

Keesokan paginya, awan menangis deras seperti hatiku yang masih

terluka. Kulangkahkan kakiku ke sekolah dengan tangis dalam senyuman.

Aku melihat mereka menaiki kendaraan mewah dan berjalan layaknya


seorang anak, tidak seperti diriku yang berjalan biasa. Seandainya saja aku

tidak sia – sia wakitu itu, seharusnya aku tidak ada disini.

Ketika sampai di lobby, aku bertemu lagi dengan gadis itu. Gadis itu

menatap tajam mukaku lagi dengan perasaan yang ingin meledak. Diam –

diam gadis itu mengikutiku dengan langkah tegap. Kupercepat langkah

kakiku dengan harapan agar bisa menghindarinya.

Gadis itu berhasil menangkapku dan menggeret diriku ke sebuah

lorong sepi. Aku dimarahi habis – habisan oleh gadis itu. Gadis itu terus

mengeluarkan omelan panjang tanpa henti, apalagi hari ini sekolah masuk

pukul 9 dan sekarang masih pukul 7. Sungguh aneh tapi nyata, aku malah

merasa senang bukannya takut dengannya.

Gadis itu pergi meninggalkanku dan aku meninggalkan lorong

tersebut. Masih misterius siapa nama gadis itu, namun aku tak

memedulikannya.

Kembali ke pelajaran fisika yang menyulitkan dan seperti biasa aku

dimarah – marahin karena tidak paham fisika. Diam – diam gadis itu

melihatku dari kejauhan sambil tertawa kecil.


Hari demi hari namun tidak ada yang kudapat dalam sekolah ini.

Rasanya aneh sekolah tapi tidak dapat apa – apa, apalagi duduk di kursi

yang berada di pojokan. Tiba – tiba aku tertidur di rumahku ini, melihat lagi

siapa diriku. Aku hanyalah anak jalanan yang bersekolah di SMP yang bisa

dikatakan favorit. Lebih baik aku mengamen saja daripada bersekolah.

Tiba – tiba diriku terbakar oleh api semangat. Entah apa yang terjadi

tiba tiba rasanya ingin sekali melakukan ini itu. Diriku berteriak “Aku akan

mengubah hidupku”. Teriakkan itu cukup kencang dan membangunkan

tetanggaku di tenangnya malam. ”Tak usah banyak bermimpi kamu nak”.

Aku pun terdiam dan masuk ke rumah, namun itu tetap akan menjadi

semangat hidupku.

Hari ini aku mengikuti pelajaran dengan baik dan senang diriku, saat

diriku dipanggil mengerjakan tugas fisika di depan. Aku mencoba belajar

dan memasukkan rumus. Ternyata seisi kelas menertawakanku, walau aku

masih pandir setidaknya aku berani mencoba. Guru memberi tepuk tangan

kepadaku , ternyata rumusku tidak 100% salah, ada yang sudah benar.

Diriku langsung senang dan gembira mendengarkan pujian karena aku tidak

pernah mendapatkan pujian.


Sorenya aku pulang, aku penasaran siapa nama dari gadis itu. Gadis

itu terlihat memesona bagiku. Lihatlah rambutnya yang panjang begitu

indah, pipinya yang imut dan lucu. Kulitnya putih bersih dan dia sangat

anggun. Tapi apalah daya diriku, tidak akan pernah bisa mendapatkan

hatinya, mengerjakan soal saja masih salah.

Ray mendengarkan suara pikiranku. ”Namanya Felisha, Al. Dia

adalah anak osis terkemuka disini”. Setelah mendengarkan itu aku menjadi

ciut, aku ini siapa? Hanya anak jalanan yang di DO dari sekolah sebelumnya

karena ketauan mengamen saat jam sekolah. Tapi bagaimana ya jika tidak

mengamen? Tidak bisa bayar uang sekolah tentunya. Satu satunya cara

adalah aku harus belajar, tapi aku belajar dari mana?

Aku pulang dengan pikiran panas tentang bagaimana caranya belajar

di saat aku tidak punya uang. Seketika itu Felisha melintas di depanku,

alhasil aku salah tingkah di depannya. Felisha tertawa kecil melihat salah

tingkahku dan dia memandangku lalu tersenyum manis kepadaku

membuatku bahagia dalam hati. Tiba tiba hariku bewarna cerah, tidak lagi

hitam putih.

Karena hariku cerah maka aku langsung semangat belajar. Aku tau

tempat mana yang bagus untuk belajar. Yap, benar dari tempat sampah daur
ulang buku sebelah rumahku. Aku langsung menuju tempat tersebut,

ternyata tempat tersebut sepi. Aku mengambil buku Biologi yang sudah

tidak layak baca dan sudah setengah hancur. Bagi orang lain ini hal aneh

tapi bagiku ini ilmu dan masih bisa dibaca.

Keesokan paginya aku terbangun dan pergi ke sekolah. Diriku

bersemangat hari ini dan siap untuk menyelesaikan biologi. Hari ini aku

siap, sinar mentari menyinari jalanku menuju kelasku. Senyuman manis

menghiasi wajahku dan berharap aku bisa.

Sepertinya sinar mentari hilang dari jalanku setelah aku mendengar

bahwa jadwal pelajaran sudah berganti. Hari ini adalah sejarah bukan

biologi dan biologi dijadwalkan hari Senin besok. Hatiku langsung kaku dan

bingung harus apa yang kulakukan, namun aku tidak boleh menyerah aku

harus siap.

Ternyata pelajaran sejarah diganti biologi karena gurunya

berhalangan hadir, alhasil aku berteriak senang sehingga sekelas melihatku.

Hari kembali bewarna dan saat pertanyaan pertanyaan itu muncul dengan

senang hati kujawab dengan tepat. Guru Biologi, Bu Riska sangat senang

dan tidak percaya aku bisa menyelesaikannya.


Saat jam istirahat, salah satu anak bernama Budi menghampiriku.

Dia sangat bangga dan akhirnya mau berteman denganku. Dia

meminjamkanku beberapa buku pelajaran lainnya dengan imbalan aku

belajar bersamanya. Tentu kuterima dengan bahagia sekali. Hari ini

merupakan hari yang indah bagiku.

Hari demi hari, aku sekarang menjadi buah bibir di Sekolah. Teman

temanku mulai banyak, bahkan kini aku sudah dekat dengan Felisha. Suatu

saat aku disuruh oleh Bu Dwi selaku guru PKN untuk membantunya

mengantarkan barang ke kelas lainnya. Siap dan senang kuangkat barang

barang beliau. Beliau mengantarkanku dan menunjuk suatu kelas. Seketika

diriku shok kaget, ternyata kelas itu merupakan kelasnya Felisha. Dengan

menahan malu kucoba masuk dan salam. Teman teman mereka langsung

peka dan mengetahuiku. Mereka mencoba memanggil Felisha, namun dia

diam saja. Setelah itu diriku keluar dari kelas dengan rasa malu bercampur

senang.

Beberapa hari kemudian, aku dipanggil oleh guru fisika. Guru

tersebut menginginkan saya untuk siap tempur di olimpiade fisika. Jelas itu

membuatku tidak bisa tidur karena itu akan sulit dan sukar. Namun apa

salahnya mencoba? Aku segera mencari buku fisika sebanyak mungkin dan

mempelajarinya.
H-7 Olimpiade Fisika tingkat penyisihan akan dimulai. Aku belajar

dengan giat namun terkadang bosan. Si Felisha juga sibuk dengan

pergantian pengurus osis, karena sebentar lagi dia akan lulus. Aku akhirnya

lebih fokus untuk belajar dan belajar.

Hari H tiba. Sudah saatnya aku menunjukkan siapa diriku. Aku

datang ke tempat seleksi tersebut. Diriku sangat senang karena bisa bersaing

dengan perwakilan sekolah masing masing. Kulangkahkan kakiku masuk ke

dalam kelas, bulu kuduk merinding dan aku siap untuk melakukan yang

terbaik.

Soal soal begitu asing bagiku, rumit dan pastinya aku tidak pernah

paham. Aku mencoba sebisaku dan berharap bisa lolos untuk babak

selanjutnya. Tiba – tiba pikiranku teringat tentang senyuman Felisha

membuatku tidak fokus dalam mengerjakan ujian.

Pengumuman tiba, diriku ternyata lanjut ke babak selanjutnya. Aku

senang sekali mendengarkan itu. Di sisi lain hubunganku dengan Felisha

sedang terputus karena kesibukan masing masing. Aku berharap Felisha

baik – baik saja denganku walau tidak ada hubungan.

Teman temanku memberikanku semangat begitu juga dengan guru.

Atas saran dari Budi, aku memanggil guru khusus olimpiade untuk
mengajariku Fisika. Namun itu tidak semudah membalikkan tangan,

dikarenakan perekonomianku memburuk alhasil kemungkinan besar diriku

tidak bisa memanggil guru.

Hari hari kuiisi belajar dan bekerja serabutan. Bekerja membantu

orang membangun rumah, bekerja menjual dagangan dan masih banyak .Di

saat waktu kosong kuiisi dengan belajar fisika sebisaku. Terkadang diriku

dimarahin bossku karena bekerja tidak fokus.

Sudah saatnya, menunggu hari telah habis. Kini kuangkat pena

perjuanganku lagi menulis mengerjakan dan memecahkan soal soal yang

diatas normal. Seperti biasa diriku duduk di kursi paling belakang dan mulai

mengerjakan dengan tenang. Begitu tenangnya diriku sampai tidak bisa

diganggu gugat oleh siapapun.

Bel berbunyi, tanda selesai test. Kukumpulkan test milikku ke

pengawas dan pulang ke rumah. Suasana hari ini cerah dan tenang. Ntah

mengapa sekarang aku sudah berubah, aku memiliki nilai bagus,

keuanganku bagus, memiliki pujaan hati juga. Rasa itu selalu terkuak di hati

hingga nanti.

Pagi keesokannya, aku dipanggil kepala sekolah. Beliau sangat

gembira diriku tembus ke tingkat Nasional. Beliau akan membantuku untuk


mendapatkan medali emas tersebut. Sontak diriku sangat senang bukan

main. Aku langsung kembali ke kelas dan bilang kepada teman temanku

bahwa aku berhasil. Mereka langsung senang dan bahagia mendengarkan

itu.

Kebahagianku terlarut menjadi sebuah kesalahan fatal. Aku akhirnya

menjadi sombong kepada teman temanku. Aku menghina mereka tidak jago

tidak cekatan tidak pandai. Hari demi hari temanku mulai berhenti

mendukungku dan mulai menjauhiku. Namun aku benar benar tidak

memedulikan mereka.

Suatu hari aku bertemu lagi dengan Felisha. Aku tidak menyapanya

dan menginginkan harusnya dia yang menyapaku. Felisha hanya pergi

begitu saja selagi aku menatapnya dengan tajam. Di malam sunyi ini aku

mencoba men-chatting dirinya.Dengan amarah aku memarahinya mengapa

Felisha tidak menyapaku. Felisha hanya membaca pesankku tanpa sebuah

balasan.

Sontak membuatku marah kepadanya, ingin sekali dia kumarahi

namun tidak bisa. Aku harus belajar olimpiade fisika. Tanpa kusadari

ternyata besok adalah hari pertempuran olimpiade fisika. Akhirnya sistem

legend berjalan, aku belajar hingga tengah malam.


Hari pertempuran tiba, kini nama sekolah berada di pundakku dan

aku harus mencapai target. Sungguh membebaniku apalagi aku telat belajar

dan sibuk kepada Felisha. Pikiranku pecah tidak fokus banyak soal soal

yang kujawab salah fatal. Aku sudah yakin medali emas itu akan melayang

begitu saja.

Keesokan harinya, aku berharap ada setidaknya pengumuman yang

tidak perlu kuketahui hasilnya. Di depan gerbang sekolah Kepala Sekolah

dan guru guru sudah ada di sana. Aku langsung ingin menekan tombol

menyerah namun tidak ada. Alhasil mereka hanya bisa kecewa dengan

perfomanku yang mulai menurun. Mereka sudah mendukungku sebisa

mungkin agar sekolah mereka bisa mendapatkan medali emas, namun itu

hanya sebuah mimpi indah di siang hari.

Pikiranku benar benar tidak bisa tenang,banyak hal yang kupikirkan.

Pelajaran hari ini benar benar kacau, aku yang biasanya bisa mengerjakan

soalnya hanya bisa melihat dari kejauhan. Banyak teman temanku yang

mulai memperhatikanku. ”Ada apa dengan dirinya?” Ujar salah satu

temanku.

Pintu menuju pintu, performaku sudah hilang. Aku benar benar

kembali ke versi lamaku yang tidak bisa apa apa. Suatu hari aku ingin
bertemu dengan Felisha, sang pujaan hatiku. Namun mimpi itu benar benar

jauh dari inginku, Felisha memarahiku dan dia terlihat sangat tidak

menyukaiku. Rambut panjangnya diuraikan,matanya menajam ke

mataku,dan nada bicaranya naik. Aku tidak pernah melihat dia semarah itu

padaku. Apa mungkin dia kecewa denganku? Setelah itu aku dilarang keras

oleh dia sendiri dan teman temannya untuk menemui dia sampai kapanpun.

Aku terpukul dan hanya bisa melihat dari balik jendela kelasku. Dia

benar benar pergi hilang dariku. Dalam tidurku, aku tidur merenungkan apa

yang salah diriku, mengapa ini terjadi kepada diriku?A ku kehilangan

berlianku yang sangat kusayangi.

Dingin bagi hati yang bersedih di hari Selasa aku berjalan ke kelas.

Kelas terasa sepi saat aku masuk. Namun beberapa teman temanku mencoba

membuatku bahagia, aku sedikit bisa lega dan senang.

Di Akhir tahun ini aku sendiri tanpa dia lagi, sedih dan ingin sekali

membetulkan kejadian lalu, andai saja aku bisa kembali ke masa lalu aku

akan membetulkan semuanya. Di malam ini kulihat bintang bintang kecil di

atas yang membuatku sadar akan berartinya dirinya, biasanya dirinya yang

selalu mensupportku dalam keadaan apapun,suka duka.


Januari, harapanku di Januari adalah aku bisa melakukan revolusi

sedikit.Aku mencoba belajar lagi dengan kerja keras. Dimulai dari buku

bekas yang kubeli, buku Fisika yang tua dan rusak, dengan senang hati

kupelajari dan berharap ada angin perubahan.

Di sisi lain, aku mencoba mempelajari berbagai rintangan baru,

seperti bagaimana menjadi pendiam dan bagaimana cara mempelajari

kesalahan di masa lalu.

“Hari ini kita pindah kelas ya nak!” kata Bu Dwi. Kita pun pindah

kelas dengan senang hati. Ternyata kelas itu tidak asing bagiku,iya kelas si

Felisha yang kini menjadi kelasku. Kutemui sisa – sisa peninggalan dia di

kelas ini, mulai dari sertifikat dan masih banyak lainnya. Namun hatiku

masih merasa sakit jika melihat November lalu. Tapi tidak apa apa biar

waktu yang mengobati.

Aku diberi tau oleh Budi bahwa bulan depan si Felisha akan

berulang tahun. Jelas aku tidak peduli ke dia lagi. Lebih baik fokus

memperbaiki diri. Budi akhirnya mengerti mengapa diriku seperti ini.

Hari demi hari perfomanku sedikit naik dan kembali. Aku kembali

bisa menguasai kelas dan menjadi buah bibir walau tidak seramai yang dulu.

Beberapa temanku kembali mempercayakan pada diriku.


12 Februari aku dipanggil lagi oleh guru Fisika untuk bertanding lagi

di Olimpiade Sains tingkat Nasional. Jelas merasa dipercayai kembali

membuatku senang dan membuatku untuk menutupi lagi kesalahan tersebut

dengan angin segar.

Penyisihan untuk perwakilan sekolah dimulai, Aku sudah cukup

berpengalaman dan ini membuatku senang. Aku berhasil menembus dan

menjadi perwakilan sekolah. Di lain sisi Budi dan Rayval mendesakku

untuk membuat kado ulang tahun untuk Felisha. Awalnya aku menolak dan

lebih fokus untuk terus berjuang di kesempatan baru ini.

Budi memperingatkanku bahwa kado ini bukan sembarangan kado

melainkan pertanda maaf yang tulus karena pernah menyakitinya di masa

lalu. Aku akhirnya memahami itu.

Di sela sela kesibukan belajarku aku mencoba melukis wajah dia.

Aku berhasil mendapatkan foto tersebut dari salah satu media sosialnya.

Belajar fisika dan melukis membuatku pusing namun demi permohonan

maaf yang tulus akan tetap kulakukan.

Sabtu sesuai jadwalnya, maka ada babak penyisihan untuk

mendapatkan kelas pengayaan olimpiade. Ini sangat membuatku bahagia


dan semangat melakukannya. Bertemu lagi dengan soal soal yang rumit dan

pusing sudah biasa. Test ini memang begitu sulit tapi menyenangkan.

Setelah itu test selesai dan aku akan mengetahui pengumumannya

besok siang. Aku pulang dengan rasa senang di bawah sinar mentari panas.

Lalu aku berkeinginan untuk membeli sesuatu penghilang dahaga.

Kuperiksa saku celanaku, ke kiri ke kanan tidak ada satupun uang. Lalu

kupegang saku celanaku, ternyata mereka tembus ke bawah. Aku langsung

frustasi dan marah seketika. Aku akhirnya memilih jalan dengan amarah dan

kesal menemaniku.

Sesampai di rumah aku tidur sambil melupakan segala hal yang baru

saja terjadi. Aku berharap semoga besok hal baru datang dan melupakan hal

lama, melupakan semuanya untuk hari yang cerah.

Keesokannya lukisan tersebut sudah jadi dan siap untuk dibungkus

lalu diberikan kepada Felisha dengan harapan dia menerimanya dan aku

akan pergi mengejar ketertinggalan. Tiba Tiba telepon berbunyi banyak

ternyata isinya aku akan belajar di kelas pengayaan. Sontak aku gembira,

namun juga bimbang.

Hari Ulang Tahun dia tiba dan sekaligus bertabrakan dengan kelas

khususku. Aku menitipkan kado tersebut kepada temanku dan sampaikan


bahwa itu dariku. Lalu aku pergi ke kelas pengayaan untuk 1 minggu di

sekolah lain.

Aku tidak tau kado itu diperlakukan bagaimana yang penting adalah

aku telah memberinya, urusan diterima atau dibuang urusan Felisha.

Setidaknya kita sudah melakukan yang terbaik, hasil akan menuruti

bagaimana prosesnya.

1 minggu aku belajar di kelas khusus membuat performaku semakin

naik dan semakin tinggi. Aku tidak mendapatkan kabar bagaimana kado

tersebut berakhir. Namun dari isu yang menyebar aku mendapatkan

informasi bahwa kadoku diterima dan dia sangat senang. Aku sedikit senang

mendengar itu.

Minggu berikutnya terdapat penyisihan kembali. Aku mengikutinya

dan berhasil mengerjakan dengan tepat waktu dan akurat. Aku senang dapat

mengerjakan banyak sekali soal soal fisika yang rumit.

Tak terasa sudah sekarang bulan September. Aku yang tidak

mendapat informasi kemanakah dirinya bersekolah sekarang. Namun isu

yang beredar dia masuk ke SMAN favorit di kota ini. Sontak membuatku

bersemangat untuk mengikutinya, bukan karena cinta melainkan

pembuktian kepadanya.
September ini banyak sekali lomba dan aku kewalahan mau

mengikuti yang mana. Kurasa lomba lomba olimpiade ini menyenangkan

dan sekaligus persiapan melanjutkan ke olimpiade yang sesungguhnya.

Beragam medali dan penghargaan kudapatkan,disamping itu

kekalahan juga masih tetap menimpaku. Aku tetap harus berjalan hingga

hari yang cerah sebenarnya.

Olimpiade Fisika yang tertunda akhirnya dimulai.Aku masuk ke

kelas yang berhawa sejuk namun seram. Di sini aku dan pesaing lainnya

akan bertemu soal soal yang rumit. Satu per satu benteng soal berhasil

kutumbangkan. Soal rumit ditinggal, soal mudah dieksekusi. Tak terasa bel

berbunyi kembali, saatnya pengumpulan test yang membuat ketar ketir

semua.

Malamnya keluar pengumuman bahwa diriku lolos kembali ke

Tingkat Nasional. Belajar dari kesalahan tahun lalu kini aku mencoba

belajar giat dan berbohong kepada temanku bahwa aku kalah. Diam diam

tapi perlahan kupelajari soal soal tingkat olimpiade.

Saat pembuktian ke Felisha tiba, Soal yang ditampilkan terdiri dari

uraian dan analogi yang merumitkan. Namun semangat jiwa pembuktianku

membara.Satu persatu berhasil diselesaikan, hingga bel waktu habis.


Ujian selesai saatnya menunggu pengumuman.Hatiku ketar ketir

,karena ini hidup matiku. Satu per satu jawara disebutkan namanya.Hingga

akhirnya di bagian medali emas. Aku terpanggil.Sontak aku tersenyum

manis dengan rasa senang. Diikuti oleh kepala sekolah dan guru guru.

Mereka semua senang gembira begitu juga dengan diriku.

Tahun depan aku akan pasti duduk di kursi SMAN tempat Felisha

belajar. Aku sudah memiliki sertifikat sakti.Aku harap dia juga bangga

kepada diriku. Semoga aku bisa bertemu dengannya di bawah birunya langit

yang luas.

Anda mungkin juga menyukai