Anda di halaman 1dari 7

Kakak Kelas

Cipta : Desmita Adnyani

Setia, ya setia, itulah kata untuk mengawali kisah ini. Hai kenalin namaku
Dhira, aku seorang gadis berumur 14 tahun yang lahir di kota Denpasar, Bali.
Aku duduk dibangku kelas 8 SMP Dharma Jaya. Suasana pembelajaran yang
harus kuhadapi adalah jarak jauh, bertemu dengan teman dan berjabatan tangan
sangat sulit saat itu. Dunia sedang tidak baik – baik saja saat itu, seluruh orang
wajib dan harus mengenakan masker, hal itu terjadi selama 2 tahun lamanya.
Aku ingin bersekolah seperti biasa, tapi dunia mungkin berkehendak lain saat
itu. Walau pembelajaran jarak jauh, aku tak patah semangat untuk belajar. Aku
belajar, mengerjakan latihan hingga meraih hasil yang maksimal dan dikatakan
sempurna saat itu. Aku kadang berpikir “Seperti apakah rasanya duduk di
bangku SMP yang asli?” aku berbisik dengan halus dalam hatiku. Disaat suasana
sepi, aku umunya merenung tentang diriku di masa depan, suasana sepi, dan
hawa hembusan terasa berbeda itulah gambaran perjalanan dunia kala itu.
Semua menyebutnya Dunia Virus, virus membuat dunia ini berubah, sangat
drastis hingga aku tak nyaman dengan keadaan yang harus dipaksa ini.

Suatu hari dimana yang dahulu gelap sekarang kembali terbit terang
bagaikan sang surya di pagi hari. Hari dimana dunia dikatakan sudah pulih dari
insiden virus, semua orang berani keluar dari rumah-nya masing - masing
sekarang, cuaca cerah dan canda tawa kembali ada saat itu, aku menyukai kabar
itu. Suatu waktu saat hendakku untuk mencatat kejadian di memo, suara
pemberitahuan berbunyi “Ting Dung” aku bergerak cepat untuk melihat
pemberitahuan itu, membukanya dan ternyata sekolah sudah ada pembelajaran
jarak dekat atau bisa dikatakan semi normal, dikatakan semi normal karena di
pembelajaran masih harus ada peraturan untuk menjaga kesehatan, yakni salah
satu-nya menggunakan masker. Guna dari hal itu adalah untuk pencegahan
virus supaya tidak menyebar luas. Tapi itu bukan penghalang bagiku untuk
belajar, dan aku sangat gembira mengetahui hal itu, tentu karena aku bisa duduk
di bangku SMP yang asli, dan bertemu teman – teman. Senang dan gembira
tentu ada kala itu, informasi dikatakan bahwa dilaksanakan hal itu besok hari
pukul 07.00 pagi. Malam sebelum hari esok tiba, aku sangat menanti hari
tersebut. Aku mandi, makan, dan menyiapkan buku-buku dengan sangat
gembira sampai ibuku sendiri bertanya “Dhira, kenapa kau sangat gembira saat
ini? Apa yang terjadi?” “Hehe, tidak bu, aku sangat senang untuk menyiapkan
persiapan di hari esok” “Iya, jangan sampai larut, selamat malam untukmu”
suasana kala itu hangat dan riang. Tampaknya sekarang sudah menunjukkan
pukul 22.00 malam, saat-nya tidur! Aku sangat mengantuk namun gembira
malam ini, tak sabar untuk esok hari “Semoga tuhan memberiku kelancaran esok
hari..” aku berdoa dalam hati dengan kusyuk dan damai.

Pagi hari kini telah tiba. Sang surya tampak cerah di sebelah timur sana,
angin yang bersorak singkat dengan hawa yang masih sejuk menggambarkan
saat pagi itu, dedaunan yang berjatuhan dengan sisa rintikkan air hujan kemarin
malam, membuat suasana sangat terasa damai pagi ini. Sekarang saatnya diriku
untuk berangkat menuju sekolah, aku menaiki transportasi beroda 2 yang
dipandu oleh ibu-ku. Perjalanan ku dari rumah sampai di sekolah sungguh
singkat aku tak mengetahui jika diriku sudah sampai di depan gerbang sekolah
“Dhira, kita sudah sampai, turunlah. Nanti kau telat..” “E-em baik bu, tentu
sekarang” aku tak mengiranya jika sudah sampai, aku berpamitan dan berjalan
menuju kelas dan duduk sesuai absenku. Aku di sekolah juga memiliki sahabat
yang satu giliran denganku. Echa namanya, ia sangat gemar
mengdokumentasikan apa yang ada saat itu, aku berkenalan dengan Echa saat
awal aku masuk ke SMP. Dari yang berkenalan di sosial media, kini aku bisa
langsung bertemu dengan dirinya, walau harus ada peraturannya, itu tak
masalah yang terpenting aku bisa menemuinya dan berbincang sepatah 2 kata.
Aku melaksanakan pembelajaran dengan tertib dan kini sudah berjalan selama 1
bulan lamanya. Dari yang dahulu harus memakai giliran sekarang sudah bebas
tanpa giliran atau dikatakan semua giliran masuk di hari yang sama. Suasana
kelas sangat ramai dan hangat penuh dengan canda tawa. Kini jam pelajaran
sudah lewat dan saatnya beristirahat, aku berjalan untuk mencuci tanganku
tanpa sengaja aku melihat salah satu kakak kelas yang sangat tampan dan gagah
jalannya. Dia berjalan dengan 2 teman – temannya yang tak kalah gagah dari
dirinya. Kupikir aku terpesona oleh ketampanannya. Saat itu aku bertatapan
dengannya saat mencuci tangan hingga aku lupa mematikan kerannya, sungguh
komedi untuk pagi ini. Aku bercerita ke sahabatku Echa tentang kejadian tadi
“Cha, kamu kenal ga? Ada kakak kelas tampan lewat tadi” “Entah dhir, aku ga
tahu terlalu dalam bahkan sedikitpun tentangnya, apa bisa besok kamu
tunjukkan ke aku siapa orangnya?” kita sama – sama tak tahu siapa nama kakak
kelas tampan tadi itu. Aku sangat penasaran siapa orang tersebut. Jam istirahat
sudah lewat, sekarang aku kembali belajar. Mata pelajaran saat ini adalah Ilmu
Pengetahuan Alam / IPA. Mataku sangat lelah untuk mendengarkan penjelasan
yang disampaikan oleh guru itu, tapi aku tetap memaksakan untuk
mendengarkannya, hingga tak sadar jam pulang sudah tiba sekarang. “Kring
kring kring” bunyi bel pulang, aku merapikan buku, memasukkan-nya k etas
dan berangkat menuju keluar kelas. Tanpa tidak sengaja aku melihat kakak kelas
tadi dari kejauhan. Entahlah aku tak mau terlalu penasaran jadi seseorang. Aku
pulang dengan masih menyimpan rasa penasaran dalam diriku.

Sampai rumah, kini aku masuk kamar dengan langkah cepat dan berpikir
saat dunia terasa kosong dan hampa bagi ku. Aku berpikir mengenai kakak
kelas itu. Ketampanannya yang takjub dengan langkah kaki yang gagah
bagaikan sang pangeran yang baru saja turun dari kuda nya, seperti itu lah
kakak kelas itu. Aku ingin berkenalan namu aku belum cukup berani melakukan
hal itu. Aktivitas berjalan seperti biasa hingga hari esok datang, kini dengan
perasaan kagum aku berangkat ke sekolah, berharap semoga bisa ketemu
dengan kakak kelas tampan itu. Memasuki kelas dan menaruh tas tanpa sengaja
dia lewat di depan kelas ku saat itu, temannya memanggilnya “Yudanta, sini
khe, kantin yok” “Ya, ya sabar” “Cepetin” dengan percakapan yang singkat itu
aku mengetahui nama laki – laki itu adalah Yudanta. Tentu kabar yang gembira
bagi diriku sendiri. Aku bersemangat untuk belajar di hari itu, sampai jam
istirahat kembali tiba, aku menemui Echa dan berbincang tentang siapa nama
dari kakak kelas yang ku ceritakan kemarin “Cha, aku sudah tau namanya”
“Siapa dhir?” “Yudanta namanya” kita saling bercakap – cakap saat itu, menebar
rasa persahabatan, suasana saat istirahat itu bagiku sangat hangat dan seperti
keluarga sendiri yang sedang canda tawa menghibur diriku. Jam pulang kini
hadir, aku meninggalkan kelas dan tak lupa dengan buku yang harus ku
genggam karena tas sudah sangat penuh, disaat hendakku berjalan menuju
taman, aku terpukul oleh salah satu lengannya, dan buku ku semua jatuh
untung saja tidak terlalu jauh untukku menggapainya, seorang laki – laki
membantuku mengambil buku itu, mungkin dia merasa bersalah karena sudah
membuat kesalahan. Disaat hendakku mengambil buku akhir, tangannya
bersamaan dengan tanganku mengambil buku itu, aku tak tahu dia siapa, kami
saling tatap menatap “Maaf dik, aku gasengaja” “I-iya kak, terima kasih” aku
baru sadar jika laki – laki itu adalah Kak Yudanta yang kuceritakan tadi pagi.
Salah satu momen yang bersejarah bagi diriku, tentu karena saling tatap dengan
laki – laki setampan itu, ini sangat menakjubkan. Aku pulang dengan riang dan
rasa gembira sepenuh hati saat itu, bahkan sampai rumah hingga makanpun
senyumku tak hilang – hilang.

1 minggu setelah kejadian itu, disuatu saat aku sadar bahwa sejak pertemuan
itu, aku sadar aku benar-benar telah masuk dalam kedalaman cinta, yang
menutup celah hati untuk tak merelakan oarng lain menyinggahinya kecuali dia.
Dia ialah kakak kelas itu Yudanta. Benar, aku sangat jatuh cinta dengan dia.
Kuceritakan kisah ini dengan Echa, dan mulai kutuliskan begitu indah di buku
catatan harian-ku. Setelah dan sejak aku menceritakannya kepada sahabatku,
Echa “Eca,hari ini aku bahagia banget.” Ucapku pada Echa. “Kenapa memang?
Jangan bilang kalo dia lagi.” “Tau deh, bener kata kamu. Aku udah tau banyak
satu hal yang pasti.” Lanjutku penuh bahagia. Echa hanya tersenyum, ia sangat
mengerti sekali akan hal ini. Aku berharap lebih, dan selalu kuberharap akan
keberhasilanku untuk meraih hatinya. Meraih dia yang terlalu jauh untuk
kugapi. Kuiringi langkah ini dengan kata semoga, semoga yang berarti banyak
untuk bisa kumaknai. Aku ingin menjadi kekasihnya! Aku tak akan menyerah,
aku harus berusaha. Hari terus berganti, rasa cinta ini semakin dalam.
kesempatan untuk lebih dekat dengannya kini memihakku. Aku sering
berjumpa dengannya, dengan sosok kakak kelas yang kutunggu diawal pagi dan
di jam istirahat di sekolahku. Menunggu hal luar biasa yang akan terjadi, yang
mungkin luar biasa hanya untukku, bukan untuk dia yang belum menyadarinya.

6 bulan lamanya aku jatuh cinta dengannya, dan kini banyak hal yang kini
telah kuketahui dari dirinya, semakin kutahu, semakin dalam cinta ini bersemi.
Seolah hanya dia satu-satunya yang bisa membuatku terus bermimpi. Menghiasi
hari, disetiap kesempatan yang kulalui. Walau jarak memisahkan aku dan kakak
kelas itu. Namun satu hal yang belum bisa kujalani, dan saharusnya ini
kulakukan sejak lama. Sejak pertama kulihat dia, tapi keberanianku telah
membeku bersama rasa yang membuatku merasa canggung untuk menyapanya.
Walau ini sederhana, tapi bagiku ini hal yang sangat sulit dan tak mudah untuk
kulakukan. Tak seperti biasa sapaan yang kuberiakan pada kakak kelas yang
lain. Beda itu wajar, ini mungkin rasanya. Karena rasa itu berbeda saat kujumpai
pria manapun selain dia, Yudanta. Aku sadar akan perasaan itu, dan aku
mengetahuinya jikalah aku telah jatuh cinta pada sosok kakak kelas itu. Tak bisa
kupungkiri lagi, ini telah berlangsung terlalu lama bagiku untuk seorang gadis
yang jatuh cinta dengan seorang laki - laki.

Suatu hari di sekolah yang ramai, dengan terik matahari yang terlalu panas,
aku tanpa sengaja, menatap laki – laki itu lagi, namun kali ini aku sangat terkejut
untuk menerima kenyataan ini. Dia bersama wanita lain di depanku, tapi aku
tentu tak bisa membentaknya karena dia masih menganggapku orang asing dan
aku tak berani untuk memaksakannya. Tangisan, cemburu, lemas, kecewa ada
saat itu, kupikir aku sudah buntu untuk menemukan jalan sekarang, aku tak
tahu arahnya harus kemana. setelah aku mengetahui sosok wanita yang sedang
dekat dengannya. Wanita yang istimewa di matanya, wanita itu bukan aku.
Karena aku bukanlah wanita yang ia kagumi, dan juga wanita yang tidak terlihat
istimewa di mata kakak kelas itu. Hampa dan kosong, saat rasa cinta ini meleleh.
Karena harapan semoga itu saat ini telah salah, salah karena kakak kelas itu
sama sekali tak menyadari keberadaanku di sekelilingnya. Keberadaanku
dimana saat dia berada, disitulah aku berdiri menantinya. Kecewa, benar itulah
yang aku rasakan. Kenapa dia tak memberi kesempatan untukku mendekatinya.
Seolah aku hanya datang, terdiam, dan berlalu di hadapannya. Mungkin ini
salah, karena aku lah yang tak berani untuk memulainya sehingga ia tak pernah
pula menayadarinya. Tapi kenapa dia tak memulainya dulu? Kenapa harus aku?
Perasaan ini terus bergulir. Semakin kurasakan, semakin kumenyadari. Ternyata
selama ini aku telah tenggelam kedalam cinta palsu. Kedalam harapan palsu
yang ia berikan. Rasa itu terus menguat, bahwa aku salah menilai perasaan dia
padaku akan sama.
Tak berlangsung lama, setelah ku mengetahui kedekatannya dengan wanita
itu. Wanita yang ia kagumi, dan wanita yang istimewa di matanya. Cinta telah
bersemi diantara mereka, tak lama setelah hari itu aku mengetahui semua hal
itu. Selama itu pula, aku tak kuasa akan kepedihan ini. Cinta yang sama sekali
tak memihakku, dan hanya membuatku bisa terdiam begitu saja tanpa mampu
bertindak lebih untuk memenangkan perasaanku. Aku sadar, dan aku
mengetahui tak sepantasnya aku maju kembali. Mereka kini telah menjadi
sepasang kekasih. Terlihat begitu jelas dari sikap dia berbeda dari yang semula
kukenal. Hancur, lemas dan tak berdaya yang kurasakan saat aku harus
menerima kenyataan ini. Karena semua harapanku dan mimpiku telah sirna
karenanya. Harapan untuk bisa bersama dan menggenggam tangannya seperti
wanita yang telah bersamanya itu, dan mimpi yang memudar karena mimpi
untuk meraih hatinya tak bisa lagi kuteruskan. “Dhira, kamu yang sabar ya.
Jangan sedih terus seperti ini. Masih ada banyak cowok yang bisa mengerti
kamu selain dia.” Ucap sahabatku, Eca. “Iya Eca, aku tahu. Tapi dia beda Ca, aku
tak bisa semudah itu melupakannya.” Ucapku, penuh kepasrahan. “Yang sabar
yaa.” Ucap Eca, sembari mengelus bahuku.

Sejak Kejadian itu, aku sadar. Sadar jika dia, kakak kelasku, telah bersama
wanita itu. Tak sepantasnya aku mencampuri urusan mereka dengan masalah
pribadiku, dengan masalah perasaanku karena telah mencintainya terlalu dalam.
Kuputuskan untuk menyimpannya, menyimpan kenangan semasa aku dan
kakak kelas itu bisa dekat. Saat beberapa kesempatan bisa dekat dengannya, saat
dimana aku bisa merasakan bahagia akan kehadiraannya meski cinta tak saling
bicara. Aku ukir kisah ini begitu indah saat pertama kali, meski kini ukiran itu
telah berubah jauh dari yang kuharapkan. Karena nyatanya aku dan dia tak bisa
bersama dalam sebuah hubungan yang lebih istimewa, lebih dari hanya sekedar
mengenal dan dekat. Tapi apalah daya, karena cintanya bukan untukku,
cintanya hanya untuk wanita yang istimewa di matanya itu, wanita yang
menjadi kekasihnya. Tak sedikitpun niat untuk merusak hubangannya dengan
wanita itu. Karena aku hanya ingin melihat dia bisa bahagia bersama orang yang
ia sayangi dan cintai. Meski aku kecewa, tapi rasa kecewa itu seakan sirna.
Suatu saat dimana aku yang masih sedikit rasa untuk penasaran terhadap
dirinya mulai membuka media sosialnya. Disana aku tak menemui foto wanita
dulu itu, bahkan tampaknya mereka saling blokir akun. Entahlah apa yang
terjadi semoga baik – baik saja hubungan mereka. Tanpa sengaja Echa sahabatku
mendapati informasi bahwa Yudanta sudah putus hubungan dengan kekasihnya
dahulu. Kini entah kenapa aku sedikit gembira mendengarkan hal itu, rasa
semangat kini kembali ada dalam diriku, bagaikan api yang membara seperti
itulah semangatku untuk hari ini. Dahulu aku yang sedih kini sudah terbit
dengan rasa semangat dan percaya diri. Hari berlalu dan aku sangat menantinya
untuk kejadian ini, sekarang, aku menyatakan cinta ku untuknya. Mungkin ini
bukan hal yang mudah, aku menyatakannya dalam pesan di sosial media,
namun aku menggunakan akun samaran yang bahkan dia tak mengetahuinya.
“Halo kak Yudanta, ini sudah berlangsung lama, aku ingin menyatakan bahwa
aku jatuh cinta padamu sejak 6 bulan lalu, aku tak akan menyebutkan namaku
sendiri, terima lah pesan ini, terima kasih” detak jantungku sangat kencang,
bahkan saat aku mengetahui pesannya, bahwa dia membalas “Maaf sebelumnya,
aku juga tak tahu siapa dirimu, maafkan diriku untuk menolakmu, terima kasih
telah menyimpan rasa untukku, mungkin ini terlalu sulit bagiku untuk
membalasnya” jantungku mendadak dari yang kencang kini normal, benar aku
ditolak, tapi setidaknya aku merasa puas karena telah menyampaikan
perasaanku yang benar – benar hampir hilang sejak kejadian itu, rasa ini
berlangsung begitu lama, walau aku tak bisa menjadi kekasihnya, terima kasih
telah hadir dalam kehidupanku, aku akan mulai mencoba mengubah rasa ini,
mungkin ini terlalu sulit untuk dilupakan tapi disuatu saat aku akan berjanji,
aku akan berhasil melupakan mu kak. Meski harapan untuk bisa bersamanya
telah hilang, namun harapan itu tersimpan rapi dalam kenanganku bersamanya,
bersama rasa yang mengubur kenangan bahagia meski pun rasa bahagia itu
hanya untukku, karena ia tak pernah menyadarinya, sampai saat ini. Karena
kini, kisah ini hanyalah sebatas antara aku dan kakak kelas.

Anda mungkin juga menyukai