Mulai Covid-19
Hai nama ku Widya, di siang hari ini tepatnya setelah pulang sekolah aku bersama dengan ke-
7 temanku nongkrong di salah satu café dekat sekolah ku. Biasalah ya namanya juga anak muda
kan hahaha, kami pun memesan menu yang ada di café tersebut. Setelah itu kami mencari tempat
untuk duduk dan tidak lama setelah itu pesanan kami datang. Disela kami makan dan mengobrol,
aku yang sedang asik melihat hp pun terkejut. Aku membaca sebuah berita lewat Instagram
Pontianak Informasi jika Presiden RI mengumumkan kasus Covid19 sudah masuk ke Indonesia
pada bulan Maret 2020.
Aku yang melihat itu pun sontak dengan cepat menujukkan nya ke teman ku “Eh liat nih,
Covid19 ternyata udah masuk Indonesia” teman-temanku yang awal mulanya masih mengobrol
pun menoleh kearah ku dengan pandangan yang terkejut. “HAHHH??” semua temanku dengan
spontan berkata seperti itu bersama-sama dengan mulut yang terbuka. Aku yang juga kaget pun
semakin kaget waktu temanku berteriak bersamaan, “Ih sumpah aku kaget asli, aku kira bakal ga
masuk ternyata masuk juga” kata ku sambil bergumam.
Malam harinya, saat aku tidur tiba-tiba aku terbangun oleh notif whatsapp dari grup kelas,
ternyata itu pengumuman kalau besok seluruh sekolah sudah diwajibkan untuk daring. Aku yang
kesal pun dengan cepat melempar hp ku ke atas kasur. Keesokan harinya, karna aku tau
pembelajaran jarak jauh seperti ini tidak sepenuhnya masuk ke otak ku, otomatis aku harus
belajar lebih mandiri dirumah. Aku bener-bener merasa kesal jika harus daring.
Tugas – tugas ku juga tidak kalah banyak, bahkan di hari pertama sekolah aku ngerasa pusing
karena harus mengejar waktu pengumpulan. Bahkan tidak hanya satu tugas, sehari aku bisa
mendapatkan 3 sampe 4 tugas. “Aduh tugas aku banyak banget, mana waktu pengumpulannya
sebentar lagi. Udah lah aku harus fokus, ngomel sendiri hanya buang-buang waktu ku saja” Ucap
aku dalam hati. Jujur saja aku ingin sekali masuk secepatnya agar tugas seperti ini tidak ada lagi.
Setelah menyelesaikan tugas ku, aku pun bersantai di balkon kamar ku. Tidak lupa juga aku
memakai masker sebelum keluar,yah walaupun hanya ke balkon kamar tapi aku tetap harus
menggunakan masker. Saat melihat sekitaran ku, aku merasa sepi banget karena semua orang
tidak diperbolehkan untuk berpergian jauh bahkan mall saja tutup “Sepi sekali jalanan ini,
biasanya ada saja orang yang berlalu lalang untuk sekedar sepedaan ataupun olahraga biasa.”
dampak dari Covid 19 ini benar benar membuat diri ku sendiri susah untuk melakukan apa pun.
Yang biasanya aku sekolah selalu saja bercengkrama dengan temanku, sekarang hanya sebatas
membalas pesan lewat telepon genggam masing masing.
4. Perpisahan
Setelah satu minggu kejadian itu suasana mulai mereda, aku sementara tidak mengikuti
kegiatan komplek yang diadakan tiap minggu. “Huftt ngapain lagi ya? Aku benar-benar ga tau
lagi mau ngapain.” Gumamku kesal. Seketika terlintas dipikiranku untuk mengajak teman-
temanku menginap satu malam dirumah ku, kebetulan juga kan besok hari Minggu. Aku segera
menelpon temanku untuk membicarakan hal yang tadi terlintas dipikiranku, “Hai guys aku ada
rencana nih, gimana kalau malam ini kalian nginap dirumahku. Kebetulan besok juga libur kan,
sekalian kita belajar bareng buat ujian akhir sekolah.” “Wahh boleh tuh kayanya bakalan seru.”
Ucap salah satu temanku.
“Yahh aku takut ga dibolehin sam-“ tiba-tiba saja terdengar ada seseorang yang mengetuk
pintu rumahku “Eh bentar ya, kayanya ada tamu nih.” Aku bingung tumben juga rumahku ada
tamu, mengingat aku hanya tinggal sendirian. Walaupun biasanya ada tante ku yang sesekali
datang bekunjung tapi sangat tidak biasa tante ku mengetuk pintu, karena dia juga memegang
kunci rumah ini. Saat aku membuka pintu, muncul orang yang sangat ingin aku lupakan
“Assalamualaikum” ucap Hisyam “Waalaikumsalam” balasku dengan pelan karena jujur saja
aku rasanya seperti tidak punya muka lagi dihadapan Hisyam.
“Ada urusan apa kesini?” tanyaku bingung “Aku kesini mau pamitan sama kamu, besok aku
udah harus flight ke Yogya.” Aku terkejut mendengar hal itu. “Oh begitu ya kala gitu hati-hati
ya.” Kami terdiam sejenak karena suasana menjadi canggung “Soal kemarin ak-“ “Aku udah
dengar semuanya dari Pak RT, maaf ya udah salah paham ke kamu.” Potong Hisyam. “Iya
gapapa.” “Aku paham kalau kamu cuma nyoba buat ngebela diri, sekali lagi aku minta maaf ya.”
Ucap Hisyam sambil mengulurkan tangannya “Iya santai aja, lagi pula aku udah ngelupain
kejadian itu.” Balasku sambil membalas jabatan tangan Hisyam.
Setelah pertemuan terakhirku dengan Hisyam aku merasa lumayan lega, yah karena perpisahan
kami terjadi secara baik-baik dan saling meluruskan kesalah pahaman masing-masing. Aku
berusaha mencoba untuk melupakannya walaupun, dengan perkenalan kami yang bisa terbilang
singkat namun itu akan menjadi memori yang dapat kuputar berulang-ulang kali, oh iya kami
juga sempat saling bertukar nomor. Sekarang saatnya aku sudah harus mulai untuk fokus ke
ujian akhir sekolah yang akan dilaksanakan satu bulan lagi namun dilakukan secara daring
dirumah masing-masing.
“Akhirnyaa selesai juga hari terakhir ujian.” Ngomong-ngomong aku berencana untuk
berkuliah di Yogyakarta tepatnya di UGM dan mengambil jurusan bisnis karena aku berencana
mengembangkan usaha travel kedua orang tuaku. Jika kalian berpikir aku akan berkuliah di
UGM karena lelaki itu kalian salah, sebenarnya aku sudah memiliki impian untuk berkuliah di
UGM sejak aku baru saja menduduki bangku SMA. Walaupun sebenarnya orangtua ku tidak
ingin aku untuk berkuliah di kota asing yang bahkan belum pernah aku kunjungi karena mereka
tidak mau anaknya jauh dari mereka seperti saat aku di SMA tapi aku berhasil meyakinkan
mereka dan mengurangi rasa khawatir mereka.
5. Pertemuan Terakhir
Tahun ini aku hampir menyelesaikan tahun terakhir kuliahku, lalu mulai banyak berita muncul
bahwa tatap muka akan diperbolehkan kembali. Untung saja ternyata berita itu benar dan bukan
gosip semata karena aku sudah sering mendengar bahwa kami akan melakukan tatap muka tapi
ternyata itu hanya hoax. Akhirnya aku dapat merasakan kuliah tatap muka di tahun terakhir
kuliahku ini. Aku lumayan menikmati masa-masa kuliahku, aku banyak bertemu teman-teman
yang asik dan kami banyak menikmati waktu bersama . Walaupun saat kuliah kami tidak
bertemu karena tatap muka masih dilarang, kami mengatur waktu masing-masing untuk bertemu
diluar jam kuliah sekedar untuk mengakrabkan diri ataupun mengerjakan tugas bersama.
Hari ini saatnya giliranku untuk sidang skripsi bersama beberapa temanku, kini saatnya aku
untuk memasuki ruangan. Selang beberapa jam akhirnya aku sudah meninggalkan ruangan
“Gimana Wid hasilnya?” Tanya salah satu temanku “Hahhh ga tau deh, aku pusing banget ada
beberapa pertanyaan yang gabisa aku jawab.” Ucapku lemas. “Ehh gimana kalau kita jalan-jalan
aja mumpung skripsi kalian udah pada selesai, biar ga tegang amat lagi pula sebentar lagi kita
udah wisuda kan. Sekalian kita nyiapin untuk wisuda juga.”. Kami pun mengikuti saran yang
dikatakan oleh temanku tadi, yahh lumayan lah untuk meringankan pikiran sejenak.
Tiba saatnya kami untuk wisuda, oh iya kedua orangtua ku juga datang untuk merayakan hari
wisudaku. Teman-teman SMA ku juga turut serta datang di sela kesibukan mereka, walaupun
hanya beberapa dari mereka yang datang namun aku senang karena mereka menyempatkan
untuk datang ke acara wisudaku. Aku sangat bersyukur dihari wisuda ku ini selain karena orang
tua dan teman-temanku datang, aku mendapatkan predikat Cum Laude dengan IPK 3,85. Tentu
saja dengan IPK segitu aku sudah sangat amat bersyukur, sebenarnya aku tidak menyangka akan
mendapat IPK yang tinggi aku hanya berpikir setidaknya aku lulus saja.
Mendengar hal itu kedua orang tuaku menangis terharu, melihat hal itu aku juga merasa sedih
sekaligus bangga. Tidak sia-sia perjuangan ku selama pandemi ini, apalagi aku juga jauh dari
kedua orang tuaku selama masa-masa kuliah. Saat acara wisuda berakhir aku segera
menghampiri teman-temanku yang sudah menunggu diluar gedung tempat aku wisuda. Saat aku
sedang berjalan sambil menatap layar ponselku, tiba-tiba saja ada seorang anak kecil laki-laki
berumur sekitar 3 tahun yang tersandung di depanku. Hampir saja aku menabrak anak kecil itu,
aku segera membantu anak itu berdiri sambil membantunya membersihkan pasir yang menempel
di lengan dan kakinya.
“Kamu gapapa? Ada yang sakit ga?” aku lontarkan begitu banyak pertanyaan pada anak itu
sambil mencoba mencari tisu dari dalam tasku dengan terburu-buru. “Makasih ya tante, aku
gapapa.” Jawab anak itu namun dengan air mata yang berlinang dan hampir jatuh dari matanya,
aku berusaha mencoba untuk menenangkannya “Wah keren loh kamu ga nangis.” Ucapku untuk
menenangkannya. Dari jauh terlihat seorang pria berumur 20an akhir terlihat berkejar
menghampiri kami seperti khawatir “Evan, kamu darimana aja sih. Baru juga ayah tinggal
sebentar, mbak makasih ya udah bantuin anak saya maaf kalau ngerepotin.” Ucap pria itu sambil
melihat kondisi anaknya.
Aku yang melihat pria itu sejak ia menghampiri anak laki-laki yang baru saja aku tolongi
hanya bisa berdiri mematung. Memori yang telah lama aku lupakan, muncul sedikit demi sedikit
walaupun tidak semua memori itu muncul tapi tetap saja itu adalah kenangan. “Eh Widya? Benar
kan?” ucap pria itu, aku segera tersadar dari lamunanku “Hai Hisyam, apa kabar? Udah lama
ya?” balasku sambil mengulurkan tangan dan tersenyum. Kami berjabatan tangan seperti saat
terakhir kali bertemu, itu bagaikan deja vu bagiku. “Ini anak kamu ternyata, lucu ya.” Sambil
menyamakan posisiku dengan Evan dan mengelus lembut kepalanya “Oh iya, kamu sendirian
Wid?” Tanya Hisyam.
Tiba-tiba saja ada wanita yang sangat tidak asing bagiku menghampiri kami. “Sayang Evan
nya udah ketemu? Eh Widya yaa? kamu kuliah disini juga ternyata.” Tanya wanita itu lembut.
Benar saja ternyata wanita itu adalah Dhea, dia juga terlihat mengandung sekitar 7 bulan. “Wahh,
kita malah reuni disini ya hahaha. Kalian berdua tinggal di Yogya ternyata ya?” Tanya ku, “Iya
Wid, setelah menikah kami langsung pindah kesini.” Balas Dhea. Aku dan Dhea asik mengobrol
tentu saja kami sudah melupakan apa yang terjadi pada masa itu, karena itu kejadian yang sudah
lumayan lama. Saat aku asik berbincang dengan Dhea, Hisyam juga sibuk bermain bersama
Evan.
Selang beberapa menit temanku datang menghampiriku, Dhea yang paham situasi itu segera
pamit padaku. “Widya aku duluan ya, kapan-kapan ketemu lagi. Selamat atas kelulusannya ya
Wid.” Ucap Dhea “Selamat ya Wid.” Diikuti dengan ucapan Hisyam sambil menggendong Evan
di pundaknya, aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangan kepada mereka. “Wid, mereka
siapa? Akrab banget kayanya.” Tanya temanku “Itu loh cowo yang waktu SMA.” Balasku santai.
Temanku terkejut mendengar itu “Kamu gapapa kan Wid?” Tanya mereka khawatir “Apaan sih
gapapa kali, lagian itu udah lama. Sekarang kan aku udah ada Vincent juga.” Balasku.
Vincent adalah pacarku, kami berpacaran sejak aku memasuki semester 2 kuliah. Dia
merupakan katingku saat kuliah, kami sudah berpacaran sekitar 3 tahunan. Walaupun saat kami
berpacaran lumayan banyak lika-liku nya hahaha. Sepertinya dia akan terlambat karena jadwal
penerbangannya ditunda, setidaknya aku senang karena dia merelakan waktu kerjanya demi ku.
Jika kalian bertanya bagaimana perasaan ku saat bertemu Hisyam dan Dhea apalagi mengetahui
mereka menikah bahkan sudah memiliki anak.
Jujur saja aku merasa terkejut karena aku tidak menyangka kita bakal ketemu lagi disini.
Apakah aku sedih? Jawabannya tentu saja tidak, kenapa aku harus menangisi pria masa lalu yang
bahkan sudah memiliki istri dan anak. Hanya saja aku sempat bingung dengan situasi tadi, aku
merasa canggung namun jika aku merasa canggung itu akan aneh bukan? Karena kami sudah
tidak memiliki hubungan apa-apa lagi hanya sekedar teman lama yang bertemu kembali. Aku
percaya setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, dan begitu juga sebaliknya setiap
perpisahan pasti akan ada pertemuan kembali, lalu kami akan dipertemukan dengan versi terbaik
kami masing-masing.
-TAMAT-