Anda di halaman 1dari 8

1.

Mulai Covid-19
Hai nama ku Widya, di siang hari ini tepatnya setelah pulang sekolah aku bersama dengan ke-
7 temanku nongkrong di salah satu café dekat sekolah ku. Biasalah ya namanya juga anak muda
kan hahaha, kami pun memesan menu yang ada di café tersebut. Setelah itu kami mencari tempat
untuk duduk dan tidak lama setelah itu pesanan kami datang. Disela kami makan dan mengobrol,
aku yang sedang asik melihat hp pun terkejut. Aku membaca sebuah berita lewat Instagram
Pontianak Informasi jika Presiden RI mengumumkan kasus Covid19 sudah masuk ke Indonesia
pada bulan Maret 2020.
Aku yang melihat itu pun sontak dengan cepat menujukkan nya ke teman ku “Eh liat nih,
Covid19 ternyata udah masuk Indonesia” teman-temanku yang awal mulanya masih mengobrol
pun menoleh kearah ku dengan pandangan yang terkejut. “HAHHH??” semua temanku dengan
spontan berkata seperti itu bersama-sama dengan mulut yang terbuka. Aku yang juga kaget pun
semakin kaget waktu temanku berteriak bersamaan, “Ih sumpah aku kaget asli, aku kira bakal ga
masuk ternyata masuk juga” kata ku sambil bergumam.
Malam harinya, saat aku tidur tiba-tiba aku terbangun oleh notif whatsapp dari grup kelas,
ternyata itu pengumuman kalau besok seluruh sekolah sudah diwajibkan untuk daring. Aku yang
kesal pun dengan cepat melempar hp ku ke atas kasur. Keesokan harinya, karna aku tau
pembelajaran jarak jauh seperti ini tidak sepenuhnya masuk ke otak ku, otomatis aku harus
belajar lebih mandiri dirumah. Aku bener-bener merasa kesal jika harus daring.
Tugas – tugas ku juga tidak kalah banyak, bahkan di hari pertama sekolah aku ngerasa pusing
karena harus mengejar waktu pengumpulan. Bahkan tidak hanya satu tugas, sehari aku bisa
mendapatkan 3 sampe 4 tugas. “Aduh tugas aku banyak banget, mana waktu pengumpulannya
sebentar lagi. Udah lah aku harus fokus, ngomel sendiri hanya buang-buang waktu ku saja” Ucap
aku dalam hati. Jujur saja aku ingin sekali masuk secepatnya agar tugas seperti ini tidak ada lagi.
Setelah menyelesaikan tugas ku, aku pun bersantai di balkon kamar ku. Tidak lupa juga aku
memakai masker sebelum keluar,yah walaupun hanya ke balkon kamar tapi aku tetap harus
menggunakan masker. Saat melihat sekitaran ku, aku merasa sepi banget karena semua orang
tidak diperbolehkan untuk berpergian jauh bahkan mall saja tutup “Sepi sekali jalanan ini,
biasanya ada saja orang yang berlalu lalang untuk sekedar sepedaan ataupun olahraga biasa.”
dampak dari Covid 19 ini benar benar membuat diri ku sendiri susah untuk melakukan apa pun.
Yang biasanya aku sekolah selalu saja bercengkrama dengan temanku, sekarang hanya sebatas
membalas pesan lewat telepon genggam masing masing.

2. Pertama Kali Melihatnya


Tak terasa aku sudah menaiki kelas XII. Aku belajar daring seperti biasanya, aku benar benar
bingung belajar hanya lewat ‘zoom’ semata. Walaupun aku di bantu dengan les, itu tidak bisa
menjamin semua mata pelajaran bisa aku kuasai. Saat ada waktu luang aku benar benar
menggunakannya untuk memahami materi yang sulit untuk aku pahami. “Pelajaran ini kenapa
susah sekali masuk ke otak ku sih? Padahal sudah aku baca berulang kali. Arghhh tidak boleh
nyerah aku harus bisa, banyak juga kok yang bisa memahami ini.” lirih ku yang sudah benar
benar pusing dengan apa yang ada di hadapan ku sekarang.
Saat hari sabtu dan minggu, aku ngerasa waktu ku ini benar benar tidak ada gunanya kalau aku
hanya berdiam diri saja di rumah, “Aku pikir-pikir waktu ku ini hanya diam dan tidak berguna
saja, apa aku ikut ngeramein kegiatan komplek ku ini saja ya?” pikir ku. Komplek perumahan ku
selama PPKM ini ada mengadakan kegiatan setiap Sabtu dan Minggu. Bapak-bapak biasanya
membantu menjaga keamanan, ibu-ibu menyiapkan makan siang gratis. Biasanya juga ada laki-
laki yang membantu ibu-ibu itu untuk mengangkat barang yang berat atupun hanya sekedar
membantu saja karena tidak ada kerjaan.
“Sepertinya besok aku harus membantu ibu-ibu agar tidak membuang waktu ku sia-sia seperti
ini.” Ucap ku. Aku yakin mengikuti kegiatan seperti itu tidak akan bikin diriku mengingat tugas-
tugas yang lalu. Hitung-hitung aku hiling lah kalau kata anak jaman sekarang. Tidak ada
gunanya juga aku mendekap di kamar memainkan telepon genggam terus terusan. Keesokan
harinya seperti yang aku rencanakan kemarin, aku mengikuti kegiatan yang diadakan oleh
komplek ku.
Sesampainya di sana aku selalu saja di lempari pertanyaan dari ibu-ibu yang bantu di sana,
“Kamu itu yang merantau sendirian disini untuk sekolah kan?” Tanya ibu-ibu itu. “Iya bu, saya
dari luar kota merantau ke sini untuk sekolah karena saya dapat beasiswa untuk sekolah di
daerah sini.” Jawab aku dengan bangganya. Aku ke sini memanglah merantau, karena aku
mendapatkan beasiswa. Walaupun begitu, aku sebenarnya anak yang mampu sebab itu ayah ku
membelikan rumah di sini. Ayah khawatir jika aku nge-kos aku tidak dapat kos-kosan yang
layak untuk ditinggali.
Ketika sedang asik membantu ibu-ibu komplek memasak, aku tiba tiba terfokus pada satu laki-
laki yang menurutku begitu tampan. Laki-laki itu memiliki mata yang tajam, rahang yang tegas,
bentuk badan yang gagah, tangan yang terlihat kekar, tinggi yang lumayan. Walaupun mimik
wajahnya terlihat cuek, dia terlihat memiliki kelembutan dan dia tampak senang membantu
orang orang sekitar. “Bukankah itu keponakan Pak RT? Dia sangat tampan ternyata.” Ucap
sekumpulan remaja yang tak jauh jaraknya tak jauh dari ku. “Oh ternyata dia ini keponakan dari
Pak RT.” Gumam ku.
Aku sangat tertarik dan sama sekali tidak bosan melihatnya. Siapa si yang bosan melihat lelaki
tampan? Hahahaha. Walaupun begitu aku mencoba fokus membantu ibu-ibu komplek untuk
menyiapkan makanan ini. Saat ingin mengantar makanan ke tempat lain, aku tiba-tiba saja
dibantu oleh laki-laki yang ternyata merupakan keponakan Pak RT dan menjadi pusat perhatian
ku sejak tadi, “Aku bantuin kamu untuk mengantarnya.” Ucap laki – laki tersebut. “E-eh iya
boleh, terimakasih ya.” Jawab ku gugup, aku langsung berbalik arah agar dia tidak melihat muka
ku yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Muka ku memerah sebab menahan diri, aku terus
menjaga kelakuanku agar tidak menjadi reog di depan lelaki tampan ini hahaha.
3. Perkenalan
Aku segera membuang pikiranku tentang dia sejauh mungkin tapi itu hal yang sulit karena dia
terus muncul dipikiranku. “Aduh kenapa sih dia terus muncul dipikiranku, ayo Widya kamu
harus fokus. Lebih baik aku kembali membantu para ibu-ibu komplek.” Gumam ku dalam hati.
Saat sudah selesai membantu ibu-ibu komplek memasak, aku dan remaja perempuan seusiaku
lainnya ditugaskan untuk membersihkan bekas kami memasak tadi.
“Ini mau ditaruh dimana?” ucap pria yang sejak tadi ada didalam pikiranku. Aku pun tersontak
kaget, tiba-tiba saja dia datang berusaha untuk membantu. “Oh yang itu taruh di tempat cucian
piring aja, biar nanti aku yang nyuci nya.” Aku berusaha mencoba untuk berbicara setenang
mungkin. Dia pun berjalan ke arah tempat cucian piring, tapi selang beberapa menit aku bingung
kenapa ia tak kunjung kembali. Lantas aku pergi menghampirinya karena khawatir, “Aku kira
kenapa kok kamu gak balik-balik” ucapku padanya. Dia pun menoleh ke arahku dengan tangan
yang penuh dengan busa cucian dan melanjutkan kegiatannya mencuci piring.
“Kan aku bilang taruh aja biar nanti aku yang nyuci, udah minggir biar aku aja.” Ucapku
lembut padanya yang sedang asik melakukan kegiatannya. “Jangan lebay segini aku juga bisa!”
jawabnya ketus, “Hahh…” balasku memelas sambil berdiri disampingnya ikut membantu
membilas cucian, ya setidaknya meringankan pekerjaannya. Aku mencoba inisiatif memulai
obrolan “Ooh iya kita belum kenalan kan? Aku Widya salam kenal yaa.” “Aku Hisyam” balas
nya dingin. Kami pun terdiam beberapa saat, aku berusaha mencari topik pembicaraan agar
suasana lebih cair sekaligus mengakrabkan diri dengannya, hirung-hitung sekalian PDKT lah ya
hahaha.
“Ngomong-ngomong kamu emang tinggal sama Pak RT ya?” “Nggak, aku disini cuman
bantuin Pak RT buat ngurus istrinya yang sakit” balasnya. “Oalah, pantesan aku jarang lihat
kamu. Hmm tadi aku dengar-dengar katanya kamu sekarang kuliah ya, Dimana kalau boleh tau?”
tanyaku penuh penasaran. “Iya, aku kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.” Aku pun
tersontak kaget mendengar jawabannya “Wow keren juga”. Kami mengobrol banyak hal hingga
tak terasa cucian piring yang tadi menumpuk pun sudah selesai semuanya, aku juga mulai
banyak mengetahui hal baru tentangnya.
Kami masih terus berbincang sambil melakukan pekerjaan lain yang belum selesai, tiba-tiba
saja kami dihampiri oleh seorang perempuan yang lumayan cantik usianya terlihat sepantaran
dengan Hisyam. “Eh Hisyam kamu dipanggil tuh sama Pak RT.” Ucap perempuan itu,
“Emangnya ada apa Dhea?” Tanya Hisyam. “Oh ternyata namanya Dhea” ucapku dalam hati
sambil melakukan pekerjaan lain, “Nggak tau, udah cepat kesana ntar dimarahin kalau lama.”
Balas Dhea. Hisyam pun pergi meninggalkan kami berdua, tapi aku merasa sedari tadi ada
sepasang mata tajam yang melihat ke arahku dengan tatapan tidak suka.
Benar saja saat aku menoleh ke arah Dhea ternyata dia memperhatikanku sejak tadi. Tiba-tiba
Dhea melangkahkan kakinya ke arahku dengan tangannya yang menyilang ke depan. “Aku liat-
liat asik juga kamu ngobrol sama Hisyam” ucapnya dengan nada menyindir, aku hanya bisa
berdiri mematung karena aku masih harus mencerna situasi ini. “Kok kamu diam sih, padahal
tadi kayaknya akrab banget tuh ngomong sama Hisyam.” “Apaan sih? Aku sama Hisyam cuman
ngobrol biasa.” Balasku tegas “Halah ga usah banyak alasan, aku tau kamu juga suka kan sama
Hisyam. Aku udah banyak nemu cewek kayak kamu, baru diajak ngobrol dikit baper nya udah
selangit.”.
Amarah ku mulai memuncak saat mendengar kata-kata tajam yang keluar dari mulut Dhea
“Hahh, padahal tadi aku sempat muji kamu cantik tapi ternyata salah ya. Yahh percuma sih kalau
paras cantik tapi punya mulut sampah kayak kamu.” Ucapku dengan nada menyindir, tentu saja
hanya dengan ucapanku ini orang seperti Dhea akan langsung tersindir. Saat itu juga Dhea
langsung menghampiriku dengan cepat dan meraih rambutku dengan kedua tangannya, aku pun
dengan cepat menghindar namun sepertinya sudah terlambat. Karena tidak mau kalah aku juga
segera menyambar rambut Dhea dengan cepat “ARGHH an**r lu ya padahal gue udah lembutin
lu diawal.” “Apaan sih orang kamu duluan yang ngejambak aku.” Ucapku sambil berusaha
melepaskan tangan Dhea.
Suasana pun menjadi semakin ricuh, para warga pun mulai berdatangan. Saat aku berhasil
melepaskan Dhea langsung dengan cepat menampar pipiku, aku yang terkejut reflek membalas
Dhea dengan tinjuanku. Untung saja aku pernah diajari boxing sedikit oleh salah satu temanku di
SMA. Sayangnya sepertinya hari ini bukan hari keberuntunganku, saat aku melayangkan tinjuku
ke arah Dhea saat itu juga Hisyam datang menghampiri kami. Dan terjadilah salah paham antara
kami, Hisyam segera berlari kearah kami yang lebih tepatnya kearah Dhea yang sedang terduduk
dilantai. Aku berusaha ikut membantu Dhea berdiri karena aku merasa apa yang aku lakukan
terlalu berlebihan.
Saat aku sedang mencoba membantu Dhea tiba-tiba tanganku ditepis oleh Hisyam, aku terkejut
setengah mati dan muncul perasaan tidak tenang. “Aku gak nyangka, padahal kita baru aja dekat.
Tapi baguslah untung aku gak kenal kamu lebih lama” ucapan menohok itu keluar dari mulut
pria yang aku kagumi, yang bahkan baru saja aku kenal. “ADUHH sakit banget nih.” Ucap Dhea
sambil melirik ke arahku dengan agak dilebih-lebihkan. Aku yang hanya bisa mematung mulai
dihampiri warga untuk ditenangkan dan diminta untuk menjelaskan kronologi yang terjadi, tapi
rasanya percuma untuk menjelaskan itu semua. Warga komplek memintaku untuk menenangkan
diri dirumah “Udah gapapa kamu pulang aja nanti biar bapak yang jelasin kesemua.” Ucap Pak
RT, aku hanya mengangguk.

4. Perpisahan
Setelah satu minggu kejadian itu suasana mulai mereda, aku sementara tidak mengikuti
kegiatan komplek yang diadakan tiap minggu. “Huftt ngapain lagi ya? Aku benar-benar ga tau
lagi mau ngapain.” Gumamku kesal. Seketika terlintas dipikiranku untuk mengajak teman-
temanku menginap satu malam dirumah ku, kebetulan juga kan besok hari Minggu. Aku segera
menelpon temanku untuk membicarakan hal yang tadi terlintas dipikiranku, “Hai guys aku ada
rencana nih, gimana kalau malam ini kalian nginap dirumahku. Kebetulan besok juga libur kan,
sekalian kita belajar bareng buat ujian akhir sekolah.” “Wahh boleh tuh kayanya bakalan seru.”
Ucap salah satu temanku.
“Yahh aku takut ga dibolehin sam-“ tiba-tiba saja terdengar ada seseorang yang mengetuk
pintu rumahku “Eh bentar ya, kayanya ada tamu nih.” Aku bingung tumben juga rumahku ada
tamu, mengingat aku hanya tinggal sendirian. Walaupun biasanya ada tante ku yang sesekali
datang bekunjung tapi sangat tidak biasa tante ku mengetuk pintu, karena dia juga memegang
kunci rumah ini. Saat aku membuka pintu, muncul orang yang sangat ingin aku lupakan
“Assalamualaikum” ucap Hisyam “Waalaikumsalam” balasku dengan pelan karena jujur saja
aku rasanya seperti tidak punya muka lagi dihadapan Hisyam.
“Ada urusan apa kesini?” tanyaku bingung “Aku kesini mau pamitan sama kamu, besok aku
udah harus flight ke Yogya.” Aku terkejut mendengar hal itu. “Oh begitu ya kala gitu hati-hati
ya.” Kami terdiam sejenak karena suasana menjadi canggung “Soal kemarin ak-“ “Aku udah
dengar semuanya dari Pak RT, maaf ya udah salah paham ke kamu.” Potong Hisyam. “Iya
gapapa.” “Aku paham kalau kamu cuma nyoba buat ngebela diri, sekali lagi aku minta maaf ya.”
Ucap Hisyam sambil mengulurkan tangannya “Iya santai aja, lagi pula aku udah ngelupain
kejadian itu.” Balasku sambil membalas jabatan tangan Hisyam.
Setelah pertemuan terakhirku dengan Hisyam aku merasa lumayan lega, yah karena perpisahan
kami terjadi secara baik-baik dan saling meluruskan kesalah pahaman masing-masing. Aku
berusaha mencoba untuk melupakannya walaupun, dengan perkenalan kami yang bisa terbilang
singkat namun itu akan menjadi memori yang dapat kuputar berulang-ulang kali, oh iya kami
juga sempat saling bertukar nomor. Sekarang saatnya aku sudah harus mulai untuk fokus ke
ujian akhir sekolah yang akan dilaksanakan satu bulan lagi namun dilakukan secara daring
dirumah masing-masing.
“Akhirnyaa selesai juga hari terakhir ujian.” Ngomong-ngomong aku berencana untuk
berkuliah di Yogyakarta tepatnya di UGM dan mengambil jurusan bisnis karena aku berencana
mengembangkan usaha travel kedua orang tuaku. Jika kalian berpikir aku akan berkuliah di
UGM karena lelaki itu kalian salah, sebenarnya aku sudah memiliki impian untuk berkuliah di
UGM sejak aku baru saja menduduki bangku SMA. Walaupun sebenarnya orangtua ku tidak
ingin aku untuk berkuliah di kota asing yang bahkan belum pernah aku kunjungi karena mereka
tidak mau anaknya jauh dari mereka seperti saat aku di SMA tapi aku berhasil meyakinkan
mereka dan mengurangi rasa khawatir mereka.

5. Pertemuan Terakhir
Tahun ini aku hampir menyelesaikan tahun terakhir kuliahku, lalu mulai banyak berita muncul
bahwa tatap muka akan diperbolehkan kembali. Untung saja ternyata berita itu benar dan bukan
gosip semata karena aku sudah sering mendengar bahwa kami akan melakukan tatap muka tapi
ternyata itu hanya hoax. Akhirnya aku dapat merasakan kuliah tatap muka di tahun terakhir
kuliahku ini. Aku lumayan menikmati masa-masa kuliahku, aku banyak bertemu teman-teman
yang asik dan kami banyak menikmati waktu bersama . Walaupun saat kuliah kami tidak
bertemu karena tatap muka masih dilarang, kami mengatur waktu masing-masing untuk bertemu
diluar jam kuliah sekedar untuk mengakrabkan diri ataupun mengerjakan tugas bersama.
Hari ini saatnya giliranku untuk sidang skripsi bersama beberapa temanku, kini saatnya aku
untuk memasuki ruangan. Selang beberapa jam akhirnya aku sudah meninggalkan ruangan
“Gimana Wid hasilnya?” Tanya salah satu temanku “Hahhh ga tau deh, aku pusing banget ada
beberapa pertanyaan yang gabisa aku jawab.” Ucapku lemas. “Ehh gimana kalau kita jalan-jalan
aja mumpung skripsi kalian udah pada selesai, biar ga tegang amat lagi pula sebentar lagi kita
udah wisuda kan. Sekalian kita nyiapin untuk wisuda juga.”. Kami pun mengikuti saran yang
dikatakan oleh temanku tadi, yahh lumayan lah untuk meringankan pikiran sejenak.
Tiba saatnya kami untuk wisuda, oh iya kedua orangtua ku juga datang untuk merayakan hari
wisudaku. Teman-teman SMA ku juga turut serta datang di sela kesibukan mereka, walaupun
hanya beberapa dari mereka yang datang namun aku senang karena mereka menyempatkan
untuk datang ke acara wisudaku. Aku sangat bersyukur dihari wisuda ku ini selain karena orang
tua dan teman-temanku datang, aku mendapatkan predikat Cum Laude dengan IPK 3,85. Tentu
saja dengan IPK segitu aku sudah sangat amat bersyukur, sebenarnya aku tidak menyangka akan
mendapat IPK yang tinggi aku hanya berpikir setidaknya aku lulus saja.
Mendengar hal itu kedua orang tuaku menangis terharu, melihat hal itu aku juga merasa sedih
sekaligus bangga. Tidak sia-sia perjuangan ku selama pandemi ini, apalagi aku juga jauh dari
kedua orang tuaku selama masa-masa kuliah. Saat acara wisuda berakhir aku segera
menghampiri teman-temanku yang sudah menunggu diluar gedung tempat aku wisuda. Saat aku
sedang berjalan sambil menatap layar ponselku, tiba-tiba saja ada seorang anak kecil laki-laki
berumur sekitar 3 tahun yang tersandung di depanku. Hampir saja aku menabrak anak kecil itu,
aku segera membantu anak itu berdiri sambil membantunya membersihkan pasir yang menempel
di lengan dan kakinya.
“Kamu gapapa? Ada yang sakit ga?” aku lontarkan begitu banyak pertanyaan pada anak itu
sambil mencoba mencari tisu dari dalam tasku dengan terburu-buru. “Makasih ya tante, aku
gapapa.” Jawab anak itu namun dengan air mata yang berlinang dan hampir jatuh dari matanya,
aku berusaha mencoba untuk menenangkannya “Wah keren loh kamu ga nangis.” Ucapku untuk
menenangkannya. Dari jauh terlihat seorang pria berumur 20an akhir terlihat berkejar
menghampiri kami seperti khawatir “Evan, kamu darimana aja sih. Baru juga ayah tinggal
sebentar, mbak makasih ya udah bantuin anak saya maaf kalau ngerepotin.” Ucap pria itu sambil
melihat kondisi anaknya.
Aku yang melihat pria itu sejak ia menghampiri anak laki-laki yang baru saja aku tolongi
hanya bisa berdiri mematung. Memori yang telah lama aku lupakan, muncul sedikit demi sedikit
walaupun tidak semua memori itu muncul tapi tetap saja itu adalah kenangan. “Eh Widya? Benar
kan?” ucap pria itu, aku segera tersadar dari lamunanku “Hai Hisyam, apa kabar? Udah lama
ya?” balasku sambil mengulurkan tangan dan tersenyum. Kami berjabatan tangan seperti saat
terakhir kali bertemu, itu bagaikan deja vu bagiku. “Ini anak kamu ternyata, lucu ya.” Sambil
menyamakan posisiku dengan Evan dan mengelus lembut kepalanya “Oh iya, kamu sendirian
Wid?” Tanya Hisyam.
Tiba-tiba saja ada wanita yang sangat tidak asing bagiku menghampiri kami. “Sayang Evan
nya udah ketemu? Eh Widya yaa? kamu kuliah disini juga ternyata.” Tanya wanita itu lembut.
Benar saja ternyata wanita itu adalah Dhea, dia juga terlihat mengandung sekitar 7 bulan. “Wahh,
kita malah reuni disini ya hahaha. Kalian berdua tinggal di Yogya ternyata ya?” Tanya ku, “Iya
Wid, setelah menikah kami langsung pindah kesini.” Balas Dhea. Aku dan Dhea asik mengobrol
tentu saja kami sudah melupakan apa yang terjadi pada masa itu, karena itu kejadian yang sudah
lumayan lama. Saat aku asik berbincang dengan Dhea, Hisyam juga sibuk bermain bersama
Evan.
Selang beberapa menit temanku datang menghampiriku, Dhea yang paham situasi itu segera
pamit padaku. “Widya aku duluan ya, kapan-kapan ketemu lagi. Selamat atas kelulusannya ya
Wid.” Ucap Dhea “Selamat ya Wid.” Diikuti dengan ucapan Hisyam sambil menggendong Evan
di pundaknya, aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangan kepada mereka. “Wid, mereka
siapa? Akrab banget kayanya.” Tanya temanku “Itu loh cowo yang waktu SMA.” Balasku santai.
Temanku terkejut mendengar itu “Kamu gapapa kan Wid?” Tanya mereka khawatir “Apaan sih
gapapa kali, lagian itu udah lama. Sekarang kan aku udah ada Vincent juga.” Balasku.
Vincent adalah pacarku, kami berpacaran sejak aku memasuki semester 2 kuliah. Dia
merupakan katingku saat kuliah, kami sudah berpacaran sekitar 3 tahunan. Walaupun saat kami
berpacaran lumayan banyak lika-liku nya hahaha. Sepertinya dia akan terlambat karena jadwal
penerbangannya ditunda, setidaknya aku senang karena dia merelakan waktu kerjanya demi ku.
Jika kalian bertanya bagaimana perasaan ku saat bertemu Hisyam dan Dhea apalagi mengetahui
mereka menikah bahkan sudah memiliki anak.
Jujur saja aku merasa terkejut karena aku tidak menyangka kita bakal ketemu lagi disini.
Apakah aku sedih? Jawabannya tentu saja tidak, kenapa aku harus menangisi pria masa lalu yang
bahkan sudah memiliki istri dan anak. Hanya saja aku sempat bingung dengan situasi tadi, aku
merasa canggung namun jika aku merasa canggung itu akan aneh bukan? Karena kami sudah
tidak memiliki hubungan apa-apa lagi hanya sekedar teman lama yang bertemu kembali. Aku
percaya setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, dan begitu juga sebaliknya setiap
perpisahan pasti akan ada pertemuan kembali, lalu kami akan dipertemukan dengan versi terbaik
kami masing-masing.

-TAMAT-

Anda mungkin juga menyukai