***
"Kringgg"
Bel berbunyi lagi, sebuah pertanda istirahat pertama. Dan aku tetep
termenung perkataan Bu Rina di kelas tadi, dan juga terlintas dipikiran ku
juga perkataan ayah di mobil, apakah maksud nya bidadari itu ada watinya
yang disukai dan dijuluki ataukah jodoh, entah apalah itu.
Ku buka bekal ku yang isinya sandwich tadi pagi dan ku makan perlahan.
Tak sadar sahabat-sahabatku mendatangi ku di meja kantin.
"Vi, dari tadi kok muka lu sedih mulu sih, perasaan lu lagi ga enak ya?
Cerita dong." tanya Andi.
"Iya nih, lu gapapa Vi?" sahut Ron.
"Gua gapapa kok, cuma lagi ga mood aja. Ditambah lagi sama perkataan bu
Rina, bikin gua tambah males dan bete" jelas ku.
"Serius lu gapapa?" tanya mereka bersamaan.
"I - iyaa, bener gapapa" ku balas dengan sedikit senyum.
"Oh, okay." Jawab mereka bersamaan lagi.
Tiba tiba Ron berkata. “Yang dibilang sama bu Rina emang ga salah Vi, lu
sih bengong pas dia lagi ngejelasin soal.”
“Iya Vi, udah tau bu Rina galak, masih beruntung lu gak di suruh keluar
kelas.” Sambung Andi.
“iya, maaf.” Jawabku putus asa.
Setelah makan, aku memulai pembicaraan.
"eh mau nanya dong, bidadari itu ada ga sih?" tanya ku. Entah mengapa aku
menanyakan ini kepada mereka, tiba-tiba saja terlintas dipikiran ku.
"Ada!! Tuh lagi duduk di bangku depan kita ada bidadari-bidadari, cantikk
banget kan?" jawab Ron semangat sambil tertawa sedikit.
2 bidadari yang dimaksud Ron itu adalah Laras dan Clarie dan yang lainnya.
Mereka berdua memang sangat cantik, hingga hampir semua murid laki-laki
di sekolah ini tertarik pada meraka berdua.
"Hahahaha..." tawa riang kita bertiga. Dan sebenarnya aku juga sangat
tertarik oleh salah satu dari mereka, Laras perempuan yang ku maksud, tapi
aku sadar bukan hanya aku saja yang suka padanya.
"Kringgg"
Tak lama kemudian, bel berbunyi lagi, pertanda masuk ke kelas. Semua
murid di kantin kembali ke kelas masing - masing. Aku menyuruh Ron dan
Andi pergi ke kelas duluan, karena aku ingin ke toilet, kebiasaan ku ke toilet
sangat lama setiap kalau sehabis bel pelajaran matematika, dengan alasan
yang sama, yaitu sakit perut karena habis makan, yaa... Karena aku tidak
tertarik pada matematika, dan nilai matematika juga kurang bagus.
Ketika aku terdiam duduk di toilet, aku mendengar suara tangisan kecil,
suara itu berasal dari toilet sebelah, toile perempuan.
Lalu aku keluar dari toilet laki - laki, di saat yang bersamaan, seseorang dari
toilet sebelah keluar, dia berlari kencang sehingga menabrak ku, lalu tempat
makan ku jatuh berantakan. Ternyata yang menabrak ku itu Laras.
"Duh, maaf banget." dia meminta maaf sambil terisak.
"Iya gapapa, tenang aja." Balas ku.
Dia pun membantu ku merapikan tempat makan ku. Tak lama kemudian
tangan kita berdua saling bersentuhan dengan tidak sengaja, dengan sedikit
tatapan mata, lalu saling membuang muka.
Setelah merapikan tempat makan ku, kita berdua sedikit berbincang.
"Eh... Lu gakpapa? Ga sengaja gua denger lu nangis pas di toilet, maaf." Aku
memulai pembicaraan dengan bertanya.
"Huh... Sebenarnya ada sesuatu sih yang bikin gua sedih banget." Jelas dia.
"Hmm... Apatuh, kalo bisa tau?" tanya ku.
"Serius mau denger?" tanya dia. Aku bingung kenapa dia mengatakan seperti
itu. Hm.
"Ya... emang kenapa?" jawab ku kebingungan.
"Gakpapa, kayak aneh aja ada yang mau dengerin gua, udah lama banget ga
pernah cerita sama orang." Jelas dia. Aku sedikit terkejut dia mengatakan hal
itu. Karena yang aku pikir dia punya banyak teman dan sangat baik dengan
teman-temannya itu. Terutama Clarie.
"Kok gitu, lu kan populer, siapa sih yang ga tau lu? Masa temen buat cerita
aja gak ada, Clarie kan temen deket lu." Jawab ku meyakinkan.
"Gua gak suka jadi populer kalau gua sendiri gak bahagia, semua itu cuma di
depan orang - orang doang. Gua merasa gak nyaman, apa lagi sama Clarie,
gua bahkan gak kenal dia jauh, kalau main bareng temen - temen yang lain
pun gua selalu dianggap gak ada, gak pernah didengerin, tapi mereka semua
yang mengurus gua, melarang gua berteman sama teman sekelas yang jelek
ataupun miskin." Yang dia katakan benar - benar membuat ku terkejut dan
gak nyangka, aku kira Clarie dan teman - teman nya baik, ternyata seperti ini
kelakuannya. Aku bingung harus berkata apa, aku ingin memberi nasihat
atau dukungan takut salah ngomong, karena aku tak kenal dengan mereka.
Tanpa basa basi aku berkata. “Sabar ya Ras, gua gatau harus buat apa, tapi lu
mau tetep berteman sama mereka?” tambah tanyaku sedikit.
Lalu dia menjawab pertanyaan ku dengan kebingungan. “G-gatau, karena
gua takut gapunya teman lagi karena sikap gua dan apa yang Clarie suruh
dan gua lakuan sama orang orang.” Jawabnya pasrah.
Lalu aku menjawab “Oh begitu, santai aja Ras, gua mau kok jadi teman lu.”
Jawab ku sambil tersenyum.
“Serius Vi?” Tanyanya. “iya.” Jawabku singkat.
“Udah jangan nangis lagi, sekarang masuk kelas yuk.” Hibur ku sedikit.
Kita pun berjalan ke kelas masing-masing.
***
KRINGG
Bunyi bel pulang sekolah berbunyi.
“Baik anak-anak waktu belajar kita sudah selesai, ibu ingin memberikan
tugas pada halaman 70, kegiatan kelompok, bentuk kelompok 3 orang dan
presentasikan hasil diskusi kelompok kalian minggu depan. Ada pertanyaan
mengenai teks eksplanasi dan tugas kalian?” Jelas bu Nia, guru Bahasa
Indonesia ku, beliau sangat lembut, tetapi tentang tugas dia sangat tegas,
Ron pernah satu kali lupa mengerjakan tugasnya, lalu dia diberi tugas
tambahan. Sejak saat itu aku tidak pernah malas untuk mengerjakan tugas
darinya.
“Bu, apakah pembagian kelompok boleh kami pilih sendiri?” Tiba-tiba ketua
kelas ku bertanya.
Lalu bu Nia menjawab “Silahkan, tetapi ini bukan berarti kalian melilih
teman ya.”
“YES” kata kita bertiga. Aku, Ron, dan Andi. Kita spontan langsung saling
bertatapan dan tertawa kecil.
Tak lama kemudian aku keluar kelas seperti biasa sendirian dan terakhir,
bukan berarti Ron dan Andi meninggalkan ku sendirian, mereka memang
tahu kalau oulang sekolah aku lebih suka jalan sendiri. Beruntungnya aku
memiliki teman seperti mereka.
“Ravi!” Tiba-tiba ada orang memanggil namaku. Ku tengok kiri kanan tapi
tidak ada siapa-siapa.
“Psst.. Ravi!” suara kecil memanggilku lagi, aku heran kebingungan di
lorong seperti anak kucing yang mencari induknya. Sumber suara itu dari
kelas sebelah, tanpa ragu lagi, pintu kelas itu ku dorong dan ternyata yang
memanggil ku itu Laras.
“Laras? Lu yang manggil gua?” tanyaku heran. “Iya, maaf gua pake suara
kecil” jelasnya.
“iya, ada apa?” Tanyaku.
“Mau naik bis sekolah bareng gak? Gua sendirian nggak ada teman.”
Katanya sambil menggaruk kecil kepalanya.
“Ohh, itu doang? Yaudah ayo jalan.” Jawabku singkat karena takut
ketinggalan bis sekolah.
Lalu kita jalan menuju halte yang sudah ada bis sekolah, kita langsung
berlari karena takut ditinggal, karena bis itu sudah mau jalan.
“Pak,Tunggu!” teriakku dari jarak sekitar 5 meter.
Tanpa basa basi kami langsung naik ke bis dan duduk di tempat yang
kosong, untung saja masih ada tempat duduk yang kosong jadi kita tidak
perlu berdiri sampai rumah.
Sesaat kemudian, aku melihat Laras mengeluarkan sebuah alat, ternyata itu
sebuah earphone untuk mendengarkan lagu.
“Mau dengar juga?” Tanya Laras.
“Boleh?” bodoh diriku malah bertanya, padahal dia sudah menawarkan.
“nggak, ya boleh dong! Nih.” Jawabnya dengan tawa kecil.
“Judul lagu nya pelangi, dari Hivi.” Katanya, bahkan tanpa kutanya lagu apa.
Sepanjang jalan aku hanya terdiam, tapi tidak dengan jantung ku yang
berdebar begitu cepat dan kencang, untung saja bis ini dingin karena ac, jadi
aku tidak keringat dingin karena gugup. Bagaimana aku tidak gugup, bahu
kita saling bersentuh karena kabel earphone yang tidak panjang.
Lalu aku mencoba memulai percakapan “Lagunya enak.”
Lalu dia berkata, “Hehe, iya dong. Selera musik kan bagus.” Katanya sambil
tersenyum, yang membuat ku tersenyum juga. Suasana semakin asik karena
kita mengobrolkan selera musik kita masing masing dan ternyata kita
memiliki selera musik yang sama.
15 Menit telah berlalu, bis pun berhenti di halte tujuan Laras untuk pulang,
tak terasa waktu berjalan sangat cepat karena kita keasyikan berbincang. Dia
pun bersiap untuk turun.
“Yahh gua udah sampai di halte tujuan nih, asik juga ya kita ngobrol”,
katanya sambil tertawa.
“Makasih banyak ya Vi, udah mau denger cerita gua, senang banget bisa
cerita”, Ucapnya dengan tatapan dan senyuman yang tulus.
“Iya sama-sama, gua juga senang kok, udah turun nanti bisnya jalan
hahaha”, jawabku sambil tertawa.
Lalu kami saling berpamitan.
“Oke gua turun, sampai jumpa besok di sekolah”, pamitnya.
Setelah dia turun aku melambaikan tangan di jendela dan dia pun begitu
selagi bis jalan menuju halte selanjutnya.
Hatiku sangat senang berbunga-bunga, masih terbayang senyum manisnya
yang menanamkan benih-benih cinta di hati. Apakah ini yang dimaksud ayah
tentang bidadari yang ada di ujung pelangi, entah lah aku sedang jatuh cinta.