satu anak yang beruntung, karena aku dilahirkan dikeluarga yang bisa dikatakan berada di tingkat ekonomi mengah keatas dan itu membuat bersyukur... tetapi anak yang dilahirkan dari tingkat menengah keatas itu bukan berarti selalu dipenuhi dengan kebahagian, itu salah besar. Sampai dititik aku merasa bahwa kehidupan ini sungguh tidak adil tapi aku harus menjalaninya karena ini kehidupan yang diberikan kepadaku, apapun itu aku harus mensyukurinya dan menikmatinya.. dan aku akhirnya bertemu denganmu, aku sungguh tak menyangka bahwa dirimu adalah takdirku, terimakasih sudah hadir dalam hidupku walau aku sempat menolak dan meragukanmu.. terus ajari aku cara mencintaimu sampai kapanpun itu, dia adalah suamiku bagaskara. Kita dipertemukan disebuah program universitas, pada waktu kita masih berada di tingkat 6, lewat program itu aku mengenalnya. “Taaa... ” aku tau itu Mara, siapa lagi yang punya suara melengking seperti toa masjid selain dia “aku dengar raa.. jangan teriak-teriak, malu tuh dilihatin orang banyak” omelku Kita yang saat itu memang berada dikantin kampus dan memang banyak mahasiswa yang masih jajan ataupun makan siang disitu “abis aku kesal tauk, masa kita gak sekelompok” rengeknya “emang kelompok apa sih ?” aku yang bisa-bisanya gak tau apa-apa tanpa dosa aku bertanya “yah gimana sih ? kelompok KKN taa...” “oooh... emang sudah dibagi ?” sambil menyeruput es yang baru saja aku beli di bulek in “taa.. kalo belum dibagi gak mungkin aku tau, aku gak sekelompok sama kamu” Aku ber oooh ria “ih kamu kok bisa aja sih taa.. pokoknya aku pengen sekelompok sama kamu taa.. gimana caranyaa coba ?” “protes aja sama ketua penyelenggara” “Ih kok gitu taa... ya gak bisa doong” Lalu aku hanya menanggapi ocehan sahabatku itu dengan geleng-geleng, dari mana aku ketemu dia dalu yaaah, akhirnya kita bergegas pulang karena kita searah maka aku nebeng aja. Part 2 Jam 06.00 waktu dimana mahasiswa berkumpul untuk acara pembukaan kegiatan KKN yang akan dilaksanakan satu bulan kedepan “Ta.. kamu bawa motor” tanya ica yang memang dia satu kelompok aku, aku mengenalnya karena dia memang satu jurusan dengan mara dan untungnya ada dia jadi aku tidak terasa cangguh ketika dikelompok itu, aku tidak terlalu akrap sih, Cuma gak papa yang penting ada salah satu anggota yang diawal aku sudah mengenalnya, itung- itung dia tema ngobrol “iya.. , ada apa ?” “kamu naik elef aja bareng aku yaa.. , motor kamu biar dibawa sama bagas, di dielef gak ada temen soalnya” “ooooh... iya sudah kalo begitu” lanjutku “mana yaa bagasnya, ini kunci motornya” “itu tuh.. nanti aja setelah pembukaan kamu kasihkan kuncinya” “oke” Semua mahasiswa berkumpul dan duduk rapi diaula kampus mendengarkan sambutan demi samputan dari pihak kampus meskipun gak semua mendengarkan sih, biasa kita mahasiswa memang terkadang khilaf dengan gibahan kalo sudah ketemu teman, terutama cewek. Akhirnya selesai juga acara pembukaan dan kita digiring kekelompok masing-masing untuk menuju tempat desa yang akan ditempati, setiap kelompok akan diberi arahan sama pembimbing dan diantarka ketempat itu “bagas” panggilku “ini kunci motornya, kamu sudah dikasih tau ica kan ?” tanyaku “ooh iya iya” sahutnya “makasih yah” Setelah mendengar arahan kita akhirnya berangakat menuju desa Sesampainya disana kita dibagikan tempat tidur, karena dikelompok kita memang kebagian satu rumah, jadi kita putuskan untuk membagi tempat tidur yaitu bagian depan atau ruang tamu itu untuk laki-laki dan bagian rumah tengah itu untuk wanita, setelah itu kita lanjutkan beres-beres dan agenda selanjutnya kita buat untuk menyapa tetangga dan lanjut kegiatan untuk besok “ta ini kunci motornya” panggil bagas “oke, makasih” Malamnya kita pembagian jadwal, akhirnya aku kebagian belanja keperluan dapur dan peralatan kebersihan sialnya aku satu kelompok sama bagas, doaku semoga dia bisa jadi patner shopping yang tepat yaah “cieeeh.. tata satu kelompok sama bagas, asik tuuh..” celoteh ica waktu kita didapur, dia sedang ambil minum sedangkan aku lagi bikin susu full crem kesukaanku, sudah jadi kebiasaanku meminum susu sebelum tidur “emang kenapa ?” tanyaku “ih kamu gak tau, bagas suka sama kamu” “hah? Suka?! sok tau aja kamu?” “idih dibilangan juga, kamu tau gak sih tatapan bagas kekamu itu sudah beda, gak mungkin lah kalo dia gak suka sama kamu” “hmm.. iya sudah, terserahlah” aku tidak terlalu memerdulikan tentang itu, karena memang pada saat itu hatiku sudah kometmen dengan orang lain yang bernama arsya. Arsya dia adalah seseorang yang tanpa sengaja dipertemukan denganku, dia orang sangat istimewa bagiku, dia menuntunku, dia pekerja keras, dia orang yang mampu berjalan lebih jauh dari pada aku, memang kita tidak ada status apapun tapi kehadirannya membuatku merasa bahwa dia memang takdirku. Hubunganku dengan arsya memang tidak banyak orang tau, karena memang arsya bukan alumni kampusku, dia kelahiran ’93 jauh lebih tua empat tahun dari tahun kelahiranku, aku mengenalnya karena dia tetangga budeku, sepupu sahabatku yaitu mas ulum, aku sama mas ulum memang sudah berteman dari kita duduk dibangku taman kanak-kanak, aku bertemu dengan arsya waktu resepsi pernikahan kakak sepupuku, dan pada waktu itu dia memang sebagai fotografer resepsi acara pernikahan, karena memang itu pekerjaannya. Semakin lama, semakin aku mengenalnya, membuatku merasa nyaman berada dekat dengannya. Aku sungguh berterimakasih dengan arsya, karena kehadirannya telah mengundang tawaku, bagiku hanya arsya saja yang kubutuhkan. Memang terkadang cinta itu membuat kita egois asal diri kita merasa bahagia. Part 3 “ibuu... ini bawang berapa satu kilonya ?” tanyaku pada penjual pasar “28 ribu nduk” sahut sipenjual “ibu.. mahal sekali, beri saya potongan nanti saya ambil bawang putihnya juga, ngeeh ?” tawarku “iya sudah saya potong dua ribu perkilonya, eneng jadi ngambil kah ?” “matur nuwun ngeh buu.. jadi saya ambil bawang putih satu kilo, bawang merah satu kilo ngeh” Lalu ibuk itu memberikan barang yang sudah ditimbang itu kepadaku “jadi pinten semua ibuk ?” tanyaku Katanya “brambangnya 26 ribu ditambah bawangnya 25 ribu, jadi semua 51 ribu yaa.. nduk” “enggeh, ini uangnya ngeh bu.. terimakasih” “eneng, bawaannya berat biar dibawakan sama suaminya saja ituh” kata ibuk penjual itu Aku sama bagas langsung saling tatap, seketika aku merasa heran “eh, aduh ibuk, dia buka suami saya tapi teman saya” “lah saya kira suami, soalnya kalian serasi gitu, maaf ya neeng, maaf ya mas” “emang iya aku sudah setua itu, sampai dikira sudah menikah” barang-barang yang aku bawa tadi langsung diminta sama bagas, dan akhirnya dia membawanya lalu kita bergegas cari kebutuahan lainnya. Baru beberapa barang yang kita dapat “huuufttt.. banyak sekali orang hari ini seh” batinku, tanpa sadar aku mengembuskan nafas dengan kasar “ada apa ta ? capek yaa..? kamu istirahat aja di parkiran biar aku yang keliling, mana catatannya?” “hmm.. capek sih sedikit, ayok kita lanjut biar cepet kelar” sahutku “kamu yakin ta ?” tanyanya “iyaa.. lagian aku takut kalo kamu yang belanja” “takut ? Takut kenapa ?” tanyanya sambil garuk-garuk kepala. Kubalas dengan senyuman “takut uangnya habis, gara-gara kamu gak bisa nawar” lanjutku “kita kan masih lama disini, jadi harus hemat” lalu tanggannya lansung mengelus puncak kepalaku sambil menantapku dengan senyum, tanpa sadar mataku langsung melotot karena saking kagetnya. “ayok..” ajaknya yang langsung pergi duluan, aku masih linglung dengan kejadian tadi “hah? apa? kok bisa sih? wajahku merah gak yaa..? semoga tidak ya allah.. tidaaak... malu.. lagian tangannya gak sopan bangeet sih, main pegang-pegang kepalaku, jangan-jangan kemaren yang dibilang ica bener lagi, jangan sampek daah” tanpa sadar aku jalan menyusulnya dengan geleng-geleng kepala “ya allah apa yang barusan terjadi” batinku lagi “Haaaaah... akhirnya selesai juga” keluhku “gas kamu lapar gak ? yuk makan diwarung padang itu, aku udah laper banget, sekalian kita istirahat sebelum balik” tawarku. Tanpa pikir panjang bagas mengiyakan ajakanku. Disinilah kisahku dan bagas dimulai, dia banyak cerita tentang kehidupan, bahkan dari tatapanku saja dia bisa menyimpulkan bahwa aku ini seseorang yang mempunyai luka yang sangat amat perih, pernah suatu ketika dia merasakan detak nadiku dan dia hanya berkomentar “ra.. kamu perlu bahagia, dengan caramu sendiri” kata itu yang terus terngiyang-ngiyang dikepalaku, aku merasa bahwa bagas itu orang yang sudah mengenalku lama. Tapi itu gak mungkin, karena aku mengenal dan melihatnya itu dalam program kampus tingkat enam ini, yah aku akui dulu SMA kelas tiga dia ikut ujian di SMA ku sih tapi aku benar-benar gak tau dia.
“ciee.. gimana? Asik gah tuh”celoteh ica
“ih apaan sih ca, orang kita gak ngapa-ngapain, cuman belanja, makan terus balik” kataku, memang itu faktanya “Mmm... masa iyaa ? ngapa-ngapin juga gak papa kali taa..” “apain sih, gak jelas nih anak” kataku “ih.. yang gak jelas tuh kamu, udah jelas-jelas didepan matamu ada cowok ganteng, perhatian, baik lagi..” “eh kamunya malah kabur? Coba kalo aku jadi kamu, aduuuh... tak terima tanpa syarat apapun” oceh ica lagi “xixixiiii.... ngomong apasih caa.. kamu mau, yaudah tuh” “beneran, awas aku tikung kamu nyeseel loo..” ancamnya “emang kenapa sih ta.. kamu gak mau sama bagas? Padahalkan kamu juga jomblo, sayang tau.. “ tanyanya Dengan entengnya aku jawab “enggak pengen aja” sahutku. Menurutku arsya aja lebih dari cukup, meskipun arsya tidak pernah memberikan kepastian tentang hubungan kita, aku menjadi bagian dari hidupnya itu sudah lebih dari cukup. Part 4 Minggu ini minggu pertama kita berada didesa ini, dan untuk minggu ini kita fokus pendekatan masyarakat terdekat tempat tinggal dengan banyak berkomunikasi, tak luput kita harus bagi jadwal beris-bersih dan memasak, selain itu masing-masing dari kita mencari target perusahaan sesuai bidang kita masing-masing. Karena bidangku bergerak dipendidikan anak maka aku dan dua anggota lain sudah lebih dulu praktek kesekolahan terdekat yang ada didesa itu.