Anda di halaman 1dari 5

Menghujani hatiku

I’ ve never had the words to say


But now I’m askin’ you to stay
For a little while inside, my arms
And as you close your eyes tonight
I pray that you will see the light
The shining from the stars, above

Terhanyut aku tak sadar telah menirukan disetiap bait dari lagu “more than
this” yang terdengar melalui headphoneku, tersadar bahwa aku telah sampai
didepan toko buku aku sengaja tidak mematikannya karena aku membenci
keramaian dan suara suara yang memang tak ingin aku dengar.
Satu buku, dua, tiga, empat aku memilah dan memilih deretan buku buku
yang tertata rapi dalam raknya, jujur saja aku sangat suka membaca, terutama
membaca novel novel remaja. Tiba tiba saja bruukkkk… “maaf maaf” seseorang
menabrakku yang dengan pasti membuat semua buku yang kubawa menjadi jatuh
berantakkan dilantai. Tentu dengan dongkol aku merapihkannya dengan segera
karena malu semua mata sedang menatap kearahku sekarang ini. Tak berhenti di
situ orang itupun langsung berlutut dan membantuku merapihkan buku bukuku
setelah semuanya selesai dia langsung pergi begitu saja. Seketika aku hanya
bengong dan terpaku melihat sosok itu berlalu, tak lama setelah itu aku baru
tersadarkan bahwa dia meninggalkan sesuatu disini, saat aku melihatnya ternyata ini
sebuah buku yang berjudul “hujan” yang pasti itu sangat tebal dan aku tak akan
membaca buku buku seperti itu.
“aahhh sepertinya dia meninggalkan bukunya disini, aaiiss bagaimana aku
bisa mengembalikan ini?” gumamku dalam hati. Kemudian aku kekasir untuk
membaya semuanya.
Luv youuu, luv you yeongwoninii suara hapeku berdering disisi kanan kasur
dan”emmaaaa…. Mian aku lupa kalau kamu ngjak ketoko buku hari ini, maaf banget
yaa” suara keras itu berasal dari sebrang telpon dari sahabatku satizah.
“ya ya ya aku sudah menduga sedari awal karena kamu sangat pelupa, heheh”
jawabku sambil sedikit menggodanya.
“haaahh kurang ajar kamu, hehe oiya nanti malam kita cari makan keluar yuk
emm?? Mau yah yah yah aku yang traktir deeh!!” suaranya memelas menunggu
kepastianku.
“eemmm bener yaa?? Hehe oke aku ikut” jawabku singkat.
“assaaa gitu dong, kita ketemu di café biasa yah, jam 7 uda disana, fix?” lanjutnya
kemudian. “siap bos tizah cantiik” aku mengiyakannya. Tuuutt telpon terputus
setelahnya.
Pukul 6.30 aku bersiap untuk pergi cari makan dengan tizah, lalu aku
memasukkan beberapa buku kedalam tasku dimeja belajar, memakai sweater,
memakai sepatu kemudian beragkat dengan berjalan kaki, karena kebetulan jarak
antara café dan kontrakanku tidak terlalu jauh. Setelah sampai ternyata aku datang
lebih dulu daripada tizah, tiba tiba ada sesuatu yang menjadi pusat perhatianku.
“dia? Lakilaki itu, bukankah dia orang yang di toko buku tadi pagi? Bener gak sih?”
gumamku.
“yaakk!! Emma aku telat ya? Maaf ya” tiba tiba tizah datang dan membuyarkan
lamunanku.
“ eehh tizah kamu ngagetin aja, enggak kok aku tadi yang datang lebih awal” aku
menjawab dengan terkejut. Dan saat aku kembali mencari laki laki itu, dia sudah tak
lagi dsana, ditempat yang kulihat sebelumnya.
“ emma!! Kamu liatin apaan sih? Emang disana ada apa? Huh? Dari tadi bengong
aja kayak kambing congek. Hahah” tizah kembali mengagetkanku
“ aahh enggak kok, yudah kita masuk sekarang yuk, uda laper nih” aku mengalihkan
pembicaraan lalu masuk kedalam café dengan sesekali aku melirik ke sekeliling
tempat itu untuk mencari laki laki tadi, dan tidak lagi disana tentunya.
Kamipun masuk dan memesan makanan makanan masing masing, sembari
menunggu pesanan kami datang, aku mengeluarkan salah satu buku yang pagi tadi
baru ku beli.
“wow emma sejak kapan kamu baca buku setebel ini nih? Wiihh kemajuan!!” tizah
tiba tiba mengambil sebuah buku begitu saja dari tasku, seperti biasanya tidak
pernah ada privasi diantara kami.
“ ohh enggak kok, itu bukan punyaku” jawabku singkat
“ emmaaaa kamu nyolooong?” tizah berbica sedikit berteriak sehingga membuat
orang orang disekitar kami menatap kearahku.
“ ssstttt tizah kamu ngaco apa? Gila aja aku main nyolong gituan, itu bukan punyaku
tapi milik seseorang yang ketinggalan ditempat aku beli buku tadi pagi, jadi aku
bawa deh” aku menjelaskan dengan perlahan kepada tizah
“ oohhh kirain, eehh tapi ngapain kamu bawa? Kan kamu bisa nitipin dikasir, siapa
tau orangnya nyariin kan?” dia menguraikan beberapa pemikiran. Karena tizah
memang seorang perempuan yang sangat bisa untuk berfikir realistis dalam
keadaan yang benar benar genting.
“omaigat tizaaah aku juga baru sadar sekarang, terus gimana doooong?? Kamu sih
tadi gak ikut, kan aku jadi gak mikir bener tadi” jawabku penuh penyesalan.
“haahh terlambat emma sayang, yudah nanti kita bicarakan lagi gimana cara
ngembaliinnya, sekarang ini kita makan dulu, arra?” tuturnya kemudian
Beberapa saat kemudian kami berdua telah selesai makan dan tizah yang
membayarnya seperti yang dijanjikannya lalu kami keluar dari café bersama sama.
“oiya emma maaf ya kita gak bisa pulang bareng, soalnya aku disuruh mama beli
sesuatu ketoko sebrang jalan nih” tiba tiba tizah harus pergi dan dengan demikian
kita harus berpisah dari café ini.
“ aahh iya tizah gapapa kok, kalau gitu aku juga mau cari keperluan kuliah juga” aku
mengiyakan
“bener gapapa? Yaudah aku duluan yah? Bye emma, nanti kalau ada apapa sms
yah?” jelasnya yang penuh dengan perhatian. Benar saja, aku memang tinggal
sendirian dikota besar seperti Surabaya ini, dan aku tak pernah banyak berbicara
kecuali dengan latizah atau orang orang dikampus, itupun mungkin hanya
seperlunya, dan tizah sangat mengerti tentang itu. Aku bersyukur masih memiliki
sahabat seperti latizah.
“ hmmm iya tizah I’m fine, sip aku pasti kasih kabar kamu kok” jawabku dengan
senyuman yang mengembang.
Akhirnya kami berjalan terpisah, aku pergi kearah utara dan tizah kearah selatan.
“hah menyebalkan sekali, hari sabtu gini tizah gabisa nemenin aku
dikontrakan atau sekedar jalan jalan” aku berjalan dengan menggerutu karena
sedikit kecewa.
Saat aku berjalan menyusuri trotoar jalan, sesuatu secara tidak sengaja terbersit
dalam benakku.
“aahh iyaa buku itu, seperti apa sih selera baca orang itu, kenapa tebel banget
bukunya, nyoba liat aahh” gumamku penasaran dengan isi tersebut dan kemudian
mengeluarkannya dari dalam tasku,
“hujan?, aneh banget judulnya aja cuma hujan, hehehe pasti orang yang punya buku
ini kepribadiannya membosankan banget, hahah” terka terkaku sok tau sambil
terkekeh kecil sendiri. Baru saja aku membuka covernya, lembar per lembar aku
melihatnya, sampai pada di kalimat pertama “hujan api, dan asap,” tiba tiba byuuurrr
tik tik tik hujan turun dengan tiba tiba sekali, dengan reflex aku langsung melindungi
kepalaku dari hujan dengan buku tersebut dan berlari mencari tempat berteduh
sampai aku berhenti di sebuah halte bus.
“ haahh apa ini sebuah kebetulan? Baru aja aku baca buku yang judulnya hujan,
eehh kenapa langsung hujan, padahal ini kan terang banget mataharinya” gerutuku
kesal.
Karena sangat penasaran aku kembali membuka buku tersebut dan berniat
membaca lanjutan kalimat yang sempat terpenggal tadi.
“huj….” belum sempat aku melanjutkan kalimatku tiba tiba
“hujan, api maupun asap tak pernah bisa bersatu, pada saatnya hujan akan
memadamkan api, maupun api yang berkobar kobar tak membiarkan hujan
mengalahkannya, dan ketika hujan yang sekalipun tak pernah bisa menghapus sang
asap. Sampai kapanpun itu tidak akan bisa, tapi asap dan api selalu terkait satu
sama lain. Dan ketiga unsure tersebut tetap berada dialam semesta yang besar ini”
ucapannya dengan sedikit senyuman sambil melihat sedikit kearahku. sesosok yang
tiba tiba saja berbicara panjang lebar, dan ternyata itu semua tertulis dalam bait
pertama buku dengan judul “hujan” ini.
“ haaaah wow” ucapku singkat dengan ekspresi melongo karena terkagum kagum.
Tiba tiba saja orang itu membungkuk dihadapanku dengan jarak yang hanya
beberapa centi saja dari wajahku.
“ cepp, tutup mulutmu sebelum lalat lalat ini akan menjadi penghuni rongga
mulutmu. Heheh” nada bicaranya yang sangat menyebalkan sambil menutup
mulutku yang menganga dengan menjepitkan kedua tangannya.
“iisss” jawabku jengkel sambil segera menyingkirkan tangannya dari bibirku.
Orang itu hanya terkekeh lalu berdiri dari hadapanku dan memasukkan kedua
tangannya kedalam saku celananya dan duduk disebelahku dengan melipat kakinya,
dan kamipun tetap diam di halte bus dibawah guyuran hujan yang deras di malam
hari.
“ ah iya maaf mungkinkah kamu orang yang ada di toko buku pagi tadi?”
kataku membuka pembicaraan.
“ hmm” jawabnya yang singkat dan tanpa melihat kearahku.
“ eemm ini buku kamu kan?, tadi kamu meninggalkannya dengan buku bukuku, dan
maaf uda gak sopan baca buku orang lain” uraiku menjelaskannya.
“ itu buku kamu sekarang, dan kita bukan orang lain” jawabnya kemudian.
Akupun seketika sangat terkejut dan menatap tajam kearahnya, seakan mengartikan
banyak pertanyaan.
“ itu buat kamu, buku itu adalah tentang kamu, emma mayankee seew” lanjutnya
kemudian
“ huh, gimana dia tau aku? Tau namaku? Tidaak jangan jangan?” gumamku dalam
hati
“ hehehe berhenti berfikir buruk tentangku emma, dengarkan aku baik baik”
lanjutnya lagi dengan menggoyang pundakku untuk dapat berhadapan dengannya
sekarang.
Saat ini, jantungku rasanya berdegup 100 kali lebih cepat, dan aku hanya bisa
menelan ludahku sendiri karena merasa sangat gugup berada tepat didepannya dan
melakukan kontak mata dengan sosok itu. Seperti kami telah lama mengenal.
“kenapa aku mengatakan kamu sepeti buku itu? Karena bagiku adalah seperti hujan
malam ini, kamu begitu dingin seakan tak memperdulikan hal lain” jelasnya
“ huh?” jawabku semakin kebingungan
“ jika kamu hujan maka sesekali dengan segala ketenanganmu kamu dapat
memadamkan kobaran api sepertiku sekalipun, meskipun masalahmu sendiri adalah
mengalahkan bayangan masa lalumu sendiri yang sebenarnya ada di balik
bayangan dariku” urainya lagi dan lagi.
“ ah permisi, sebenarnya apa yang kamu maksutkan, aku bener bener gak ngerti”
sanggahku kemudian
“ emma, selama 2 tahun ini sebenernya aku telah memperhatikanmu, karena aku
adalah abhar, teman kecilmu dulu, Dan aku telah menemukanmu sekarang”
jawabnya sembari terus menatapku lembut.
Seketika badanku terasa melemas, aku tak mampu lagi menatap pandangan itu,
maka aku hanya diam membayangkan kisah masa kecilku bersama orang itu, ya dia
cinta pertamaku, abhar.
Ketika malam itu seperti sesuatu yang besar telah menghujani hatiku dengan
sebuah perasaan yang sangat tidak aku mengerti. Tapi itu membahagiakanku.
-END-

Anda mungkin juga menyukai