Anda di halaman 1dari 7

Tresna Erwan

TRESNA ERWANHai, saya Erwan

Buku yang Mengandung Janji dan Cinta | Cerpen

CERPEN

Buku yang Mengandung Janji dan Cinta | Cerpen

Namaku Rosyad, biasa dipanggil Roy. Aku kelas 3 SMA di kota Banten. Ini adalah kisahku yang teragis
dan mungkin bisa dibilang sepele. Namun dari kejadian ini, membuatku susah untuk tidur dengan
nyenya.Setiap hari ketika saya melihat benda tersebut, saya selalu ingat dengan kejadian itu. Sepele
memang, sungguh-sungguh sepele tapi tak pernah bisa dilupakan.

Kejadiannya kurang lebih dua tahun yang lalu. Pada saat itu di kelas 1 SMA, di kelas yang paling utara,
aku sedang bercanda dengan kawanku sebangkuku.Temanku memang orangnya jahil, kadang bulpenku
di pinjam diam-diam, kadang juga sampai di bawa pulang, kadang juga bukuku yang menjadi sasaran
empuknya.Tapi aku tak masalah, aku menganggap semua hal itu hanya bercandaan belaka. Itu sudah
menjadi kebiasaan sehari-hari kami yang hidup di gedung bersama, apalagi dia adalah teman satu
bangku denganku.

Tapi karena bercandanya, sebuah kecelakaan,- emm lebih tepatnya kejadian yang tak terduga, mungkin
itu berawal. Tidak ada niatan diantara kita untuk saling menjatuhkan atau membuang. Kami hanya ingin
saling tertawa.Saat itu, bacalah dengan membawa buku tulisku. Dilemparnya ke atas lalu ditangkapnya.
Dia hanya berharap aku marah, tapi kebiasaanku sering tidak peduli padamu. Terlalu kekanak-kanakan
menurutku.

Sampai ketika dia menjatuhkan buku tulisku ke lantai, dia telat menangkapnya. Lalu seketika itu aku
marah, tapi aku tidak balas pada saat itu juga. Aku berjanji ketika akan membalasnya pada sakit hari
nanti dia tidak melihatnya.

Waktu sakit pun tiba, Kemana lagi kita akan pulang, tapi disela waktu senggang itu, aku diam-diam
mengambil buku yang ada di mejanya lalu langsung saja aku buang ke dalam tong sampah.

Aku pun puas dengan tindakanku, karena balas dendam dari dia yang telah merusak buku
kesayanganku. Aku ingin melihat terlihat di wajah karena buku tulisnya yang berada di sampah.
Saat itu, dia menghampiriku untuk mengajak pulang. Aku pun tersenyum kecil bentuk kemenanganku.
Tapi dia malah keheranan, kenapa aku tersenyum. itu dia kaget kerena menemukan bukunya yang ada
di atas meja hilang begitu saja.

Dia menanyakan kepada ekspresi wajah khawatir,

“kau kemanakan buku yang ada di atas mejaku?”

“mana aku tahu, cari aja sendiri” jawabku sambil tertawa sinis.

“astaga Roy, buku itu bukan milikku, itu bukunya Diana.”

Diana adalah wanita cantik serta anak paling pintar yang dikagumi satu kelas. kebanyakan lelaki suka
terhadapnya. Tapi jika kau tanya aku, mungkin lebih tepatnya aku tidak mengenalnya, atau mungkin
tidak terlalu memperhatikan teman yang tidak terlalu dekat denganku. Apalagi bicara, pemandangan itu
indah.

itu aku berlari menuju tempat-tempat sampah di mana aku membuang buku tersebut, karena khawatir
dengan buku yang ternyata bukan milik sendiri.

Ku dapati di depan tong sampah tersebut, ada wanita berdiri dengan membawa buku yang sedikit kotor.
Buku itu bertahan dengan buku yang telah aku buang. Aku masih ragu awalnya tapi terlihat dia
menangis sambil memandangi buku tersebut membuatku yakin bahwa dia adalah pemilik buku itu.

Aku bingung dalam keadaanku seperti ini, apa yang harus aku perbuat. Minta maaf dan bilang kalau itu
salah ku? itu tidak mungkin. Aku tidak biasa ngomong sama perempuan, aku bahkan tidak pernah.
Aku tidak bisa berkata apa-apa, tubuhku kaku tak bisa bergerak, mulutku bagai ada yang memborgol,
dadaku sesak, jangtungku berdenyuk kencang saking jaringannya. Apa yang harus ku perbuat Ya
Tuhaann?

Aku merasa bersalah dan aku tidak mengucapkan maaf padanya, sungguh aku tak bisa. Aku sama sekali
tak bisa bilang kepada wanita untuk meminta maaf. Bahkan aku tak pernah punya masalah dengan
wanita.

Setelah ku pandangi beberapa menit, dia pergi dengan sedikit berlari menuju jalan kecil di antara
rumah-rumah warga lalu menghilang.

Aku masih berdiri kaku. rasa yang bercampur aduk ini sungguh tak karuan. Baru kali ini perasaan yang
aneh seperti ini datang. Tak pernah sama sekali dalam mimpi aku memiliki perasaan yang seperti ini.

Apa yang harus saya lakukan? Apa aku harus menyalahkan pertanyaan yang menjailiku? toh juga dia
yang mulai, sehingga aku membalasnya yang ku kira itu adalah bukunya.

Apa aku harus pergi kerumahnya dan bilang kalau itu tadi adalah perbuatanku? Mustahil.

“sudahlah tak apa-apa, besok aku akan membantu didirikan. Sekarang ayo kita pulang.” kata berbisik
pelan.

Aku masih tidak percaya dengan kajadian tadi. Tubuhku tetap saja membeku, tapi memaksaku berjalan,
dan tanpa sadar aku sudah di depan rumah. Aku masih berpikir hal tadi.

Hari demi hari berlalu.

Sampai sekarang, saya belum juga meminta maaf kepadanya. Mungkin juga dia sudah lupa, toh juga itu
kejadian dua tahun yang lalu. Tapi entah kenapa hati ini tak bisa melupakanya begitu saja. Masih ada
rasa yang harus.
Aku pernah meminjam, sebelum lulus SMA, aku harus meminta maaf darinya. Karena bila masih saja
belum dapat maaf darinya, maka setiap aku melihat buku pasti akan muncul rasa bersalah itu kembali.

Hari menjelang nasional semakin dekat. Aku mencari waktu yang tepat agar bisa meminta maaf
kepadanya tanpa mengetahui tentang anak-anak yang lain.

Aku sering mencarinya dan memperhatikannya. Nampaknya dia bahagia saja tanpa adanya maaf dariku.
Kadang dia berada di kelas membaca buku, kadang dia bergurau dengan teman yang lain, sepertinya dia
sudah benar-benar lupa dengan kejadian itu.

Pada hari selasa, sekitar jam 15.30 aku mendapati dia masih berada di kelas sendiri. Dia sedang asik
dengan bukunya. Dia juga tak tahu kalau aku memperhatikannya dari hari-hari kemarin.

Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk meminta maaf. Tapi mengapa rasa hati ini berdebar-debar,
seperti ada rasa yang lain selain rasa bersalah.

Apakah ini cinta? Apakah saya salah memperhatikannya terus menerus? Aku hanya ingin mencari waktu
yang pas agar bisa meminta maaf kepadanya, tapi karena itu juga kadang tersenyum-senyum sendiri
ketika memandanginya.

Aku juga heran, kenapa aku bisa ikut bahagia dia sedang asik bercanda ketika teman-temannya. Kenapa
juga aku harus membuntutinya dan menghawatirkannya, toh juga dia sudah lupa.

Saat itu juga aku mengetuk pintu kelas dan berdehem memberinya tanda jika aku disana.

Dia menengok dan melihatku lalu berkata.

“oh hai Roy, kamu belum pulang?”


"Belum" jawabku polos.

“aku yang kau lakukan di sini, sepertinya teman-temanmu sudah pulang semua”

“iya aku tau, kamu juga kenapa belum pulang?”

“aku ingin belajar lebih hari ini, ada beberapa bab yang aku masih belum menguasainya.”

“emm Diana, ada yang ingin aku omongkan denganmu, bolehkah aku meminta waktumu sebentar?”
Kataku dengan cepat, tepat ketika dia mengungkapkannya.

“iya silakan”

Aku menceritakannya dengan ragu dan malu-malu. Aku juga bingung harus dimulai dari mana, kejadian
itu sudah cukup lama, apa pentingnya kalau dia tau.

Tapi karena desakan hatiku yang terdalam, akhirnya aku langsung menceritakannya dari awal. Dia pun
mendengarkan seluruh ceritaku . Lalu tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang saya tidak pernah
menyangkanya.

“Ohh kejadian itu, aku mengingatnya. Aku tidak akan bisa melupakanya kalu kau yang telah membuang
buku catatanku.”

Ketika kalimat itu terucap, saya merasa bersalah.


“aku juga sebenarnya sudah tau dari awal kalau kamu membuang buku milikku. Karena ketika kau
membuangnya, aku berada agak jauh di sampingmu dan kau tak melihatku. Aku juga heran kenapa
setelah kamu membuang buku itu malah tersenyum bahagia. Ku kira kauku, sebab itulah aku menangis.”

“emm..maafkan aku” kataku pelan.

“iya tak apa-apa”.

Ada sedikit keganjalan menurutku darinya. Mengapa dia tidak pernah menganggapku membencinya
padahal kita belum mengenal akrab, bahkan bicarapun tidak. Akhirnya aku beranikan untuk bertanya
kepadanya, dan dia menjawab.

“Kalau Roy tau, dari dulu aku mengagumi dirimu. Sikap cuekmu, gaya tertawamu dan semua yang ada
pada dirimu.”

“ehh,, hehe.. apaan sih”

“Aku itu suka sama kamu Roy sejak kita pertama kali bertemu.”

Deg,.. Jantungku seketika itu berhenti.

Mungkin jika hal itu dibiarkan sedikit saja lebih lama, aku sudah tidak ada di dunia ini.

Tiba-tiba saja dia bilang hal semacam itu kepadaku. Dia tak tau perasaan yang setiap hari dihantui
olehnya karena rasa bersalah. Lalu dia tiba-tiba bilang suka?

Dalam hati terdalam antara rasa senang dan bahagia bercampur aduk dengan gerogi serta bingung. Aku
tidak tau kenapa dia langsung bilang seperti itu.
Setelah beberapa lama, saya hanya menanggapinya dengan biasa. Aku masih bingung mau menjawab
apa, lalu aku pamit pulang.

Sisi lain yang saya rasakan lebih percaya diri untuk mendekatinya melalui ponsel. Setiap hari kita SMS
membahas semua hal, dari tugas yang diberi oleh guru, tanya jam berangkat sekolah, sampai mau lanjut
kemana setelah selesai dari SMA ini.

Setiap malam ada perasaan bahagia karena selalu menantikan SMS darinya. Kadang juga saya yang
memulai duluan, dan ternyata kita ingin memasuki kampus yang sama.

Lambat laut karena perasaan ini yang bergejolak, akhirnya aku mengungkapkan rasa cinta kepadanya.
Kabar baik, dia menerimaku dengan senang hati, dan dari situlah kisah cinta kita bermula

Anda mungkin juga menyukai