Anda di halaman 1dari 5

Bendahara

Oleh: Anugrah Noer Hadi


Aku duduk terdiam dan terpaku, menatap layar laptop yang hanya berwarna
putih. Kugerakan jari-jariku diatas keyboard, berharap ada beberapa kata yang
akan menghiasi layar putih itu. Kosong dan masih suci. Belum ada satu kata pun
yang muncul disana, bahkan untuk satu huruf pun belum. Aku ingin mencoba
menulis sesuatu, namun aku tak tahu apa yang harus aku tulis. Pikiranku benarbenar kosong, seperti warna putih yang ada di layar laptopku itu.
Sudah cukup lama aku mengurung diri dikamarku bersama laptopku ini.
Cukup lama aku berdiam di tempat yang berantakan ini. Beberapa buku tak
tersusun dengan rapi; novel, komik, dan buku-buku sains. Kertas-kertas buram
berserakan di lantai. Kertas-kertas tersebut berisi beberapa penurunan persamaan
dan beberapa coretan dari penyelesaian soal-soal. Persamaan polinomial Legendre,
fungsi gamma, fungsi beta, fungsi Bessel, banyak persamaan yang tercoret-coret
diatas kertas-kertas itu. Diatas kasurku terdapat beberapa baju yang belum aku
masukkan ke lemari, bahkan ada sebuah gitar dengan posisi tertidur diatasnya.
Beberapa harmonika agak berserakan di meja belajar, lebih tepatnya disamping
laptopku. Warnanya perak berkilauan diatas mejaku yang berwarna coklat tua.
Sejenak aku ingin melupakan dunia sains yang aku geluti selama ini.
Mungkin aku ingin menulis sebuah cerpen, novel, atau hal lain yang berbau fiksi.
Agak bosan rasanya tanganku menggunakan pena untuk menulis simbol-simbol
yunani dan romawi kuno. Aku ingin mencoba menulis sebuah rangkaian kalimat
indah yang bisa membuat pembacanya terpana.
Namun, aku belum menemukan sesuatu yang bisa aku tulis. Aku memang
kurang pandai menulis hal yang seperti itu. Dan sepertinya untuk malam ini, aku
menyerah saja. Tak ada hal yang bisa kutulis. Kututup laptopku, dan beranjak
untuk tidur. Tapi, beberapa saat aku melihat kasurku yang agak berantakan. Hmm,
sebenarnya lebih cocok kata sangat daripada agak untuk menggambarkan
keadaan tersebut. Dengan terpaksa, aku membereskan beberapa hal yang membuat
kasurku tak nyaman untuk tidur.
Aku terbaring diatas kasur yang sudah kubereskan. Namun, tak ada rasa
kantuk menghampiriku. Pikiranku melayang entah kemana. Aku tak bisa tidur.
Kucoba tidur agar aku bisa terbangun esok pagi-pagi sekali. Aku berguling ke
kanan, sesaat kemudian ke kiri. Kucari posisi yang pas namun tak menumukannya
sama sekali.

Saat aku berusaha tidur, pikiran itu menghampiriku. Sebuah sosok wajah
menawan muncul didalam pikiranku yang melayang-layang. Seorang gadis dari
masa laluku. Terbayang senyumannya yang selalu menyemangati hari-hariku dulu.
Ya, saat-saat itu, aku masih ingat tentang dia. Tentang cinta tak terbalaskan,
penyesalan, dan persahabatan.
Saat itu aku masuk SMP di kotaku, kota yang cukup kecil. Aku benar-benar
sangat polos dan sangat culun. Bisa dibilang aku tak punya kelebihan apapun.
Hanya seorang murid biasa yang mengenakan kacamata. Ya, karna aku murid
biasa, tentu saja tak ada sesuatu yang membuat aku dikenal banyak orang.
Dari sekian banyak teman sekelasku, aku kenal seseorang, seorang gadis,
yang berasal dari SD yang sama denganku. Aku tertarik dengannya, tak bisa
disebut cinta, mungkin itu bisa disebut cinta polos seorang anak-anak yang hanya
akan hilang dikemudian hari. Dia sangat cantik dan memiliki suara yang merdu,
seperti cendrawasih yang kicauannya lebih indah dari burung jalak. Dan dia tentu
saja popular dikalangan lelaki. Tentu saja hanya angan-angan saja untuk bisa dekat
dengannya.
Suatu hari, ada pembayaran uang kas di kelas. Sang Bendahara yang
menagih anak-anak sekelas cukup manis menurutku, tapi tentu saja tak secantik
gadis yang kuceritakan tadi. Dia sangat ramah dan baik. Meskipun yang dia
lakukan adalah menagih uang kas, tapi aku suka cara dia melakukannya.
Tersenyum. Itulah yang ia lakukan. Dia agak polos dan sedikit pendiam. Mungkin
agak pemalu juga menurutku. Entah bagaimana, berhari-hari kemudian aku bisa
dekat dengan sang Bendahara. Aku lupa bagaimana aku bisa dekat dengannya. Aku
benar-benar lupa. Entah siapa yang pertama memulai, aku lupa, itu beberapa tahun
yang lalu.
Kami sering saling mengirimkan SMS satu sama lain dan saling
menyemangati. Bahkan saking dekatnya kami,suatu hari aku pernah ditelepon oleh
ibunya. Saat itu kami habis berenang, ya mata pelajaran olahraga. Ibunya bilang
kalau ia belum pulang. Aku tiba-tiba teringat, saat menunggu bis, aku melihat ada
seorang gadis memerhatikanku. Aku tak bisa melihat siapa ia, jaraknya cukup jauh
ditambah lagi aku memiliki rabun jauh. Hingga akhirnya ada bis yang datang, dan
aku naik ke bis itu. Aku takut kalau itu adalah ia. Dan dia belum pulang. Itu yang
aku takutkan. Namun, sampai saat ini aku tak tahu siapa gadis itu atau apakah ia
benar memerhatikanku atau tidak.

Dia begitu baik padaku. Jujur saja ia adalah perempuan pertama,tentu saja
selain keluargaku, yang memberiku kado ulang tahun. Ya dia yang pertama. Dan
dia masih satu-satunya sampai sekarang, satu-satunya orang yang memberiku kado
di ulang tahunku. Aku masih ingat, ia memberiku sebuah bingkai foto persegi
panjang yang penjepitnya berbentuk ban mobil. Aku tak tahu kenapa dia
memberikan itu. Tapi apapun itu, aku sangat bahagia sekali. Dan sampai sekarang
aku masih suka senyum-senyum sendiri ketika mengingatnya.
Namun, yang kulakukan malah sebaliknya. Aku hanya bisa menyakiti
perasaannya saja. Itu adalah kebodohanku. Aku mengabaikan sang Bendahara.
Gadis bersuara merdu itu, aku sering bercerita pada sang Bendahara bahwa aku
sangat menyukai gadis itu. Banyak hal yang kubicarakan dengannya tentang gadis
bersuara merdu itu. Tentang ketika bagaimana agar aku bisa merebut hatinya, bisa
dekat dengannya, dan hal-hal bodoh yang seharunya tak kulakukan. Kenapa aku
bilang bahwa itu adalah hal-hal yang tak seharunya kulakukan? Sang Bendahara,
entah aku bodoh atau hatiku yang sudah membatu, ia menyukaiku. Harusnya aku
sadar tentang hal itu dan tak melakukan hal bodoh. Suatu hari ia mengirimku SMS
yang berisi pernyataannya bahwa ia menyukaiku. Mungkin saat ini, sang
Bendahara akan menganggap itu sesuatu yang memalukan, tapi bagiku, itu adalah
saat-saat yang sangat berharga untuk kuingat dalam pikiranku dan kusimpan
didalam hatiku. Namun seperti sudah kubilang, saat itu aku bodoh. Aku
mengabaikan perasaannya. Meskipun jujur saat itu aku juga menyukainya, namun
aku malah dibutakan oleh gadis bersuara merdu itu. Dan itu adalah penyesalan
hidup yang kurasakan sampai saat ini. Sesak rasanya mengingat apa yang telah aku
lakukan. Dan bahkan kado ulang tahun darinya, kini aku tak tahu dimana,
meskipun aku sudah berusaha keras mencarinya.
Sejak saat itu, aku tak lagi berbicara dengannya. Kedekatan kami dan
keakraban kami hilang begitu saja. Memasuki kelas 2 SMP, kelas dipecah dan
kami tak sekelas lagi. Semakin jauh saja jarak aku dengannya. Begitu juga dengan
si gadis bersuara merdu, aku tak sekelas lagi dengannya.
Kulewati masa 2 tahun SMP tanpanya. Memang terasa beda dan hampa.
Penyesalan itu semakin menggerogotiku dan aku benci itu. Selama itu aku hanya
memerhatikan sang Bendahara dari jauh. Selalu kupendam perasaanku padanya.
Tak pernah ada yang tahu, hanya Tuhan dan hatiku.
Namun, menjelang kelulusan, aku mencoba berbicara dengannya. Aku tahu
kita akan bersekolah di SMA yang berbeda dan jarak akan semakin tidak

mendukungku bersamanya. Aku tak mau dia hilang begitu saja dalam hidupku.
Aku tak mau kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidupku. Aku tak
berani menemuinya langsung, aku hanya bisa mengirim dia pesan singkat. Dan
setelah itu, kami pun sering mengobrol lewat SMS maupun media sosial, meskipun
tak sesering dulu.
Masa SMA, aku dengannya agak merenggang. Ada dua orang perempuan
yang memalingkan aku dari sang Bendahara, namun itu hanya sebentar. Begitu
juga sang Bendahara, dia memiliki pangerannya sendiri, dan tentu saja dia jauh
lebih baik jika dibandingkan dengan aku. Dua orang itu, salah satunya
meninggalkan sedikit luka untukku. Namun tentu saja, ada penyembuh hati yang
mampu menutup luka itu, sang Bendahara. Dia memberiku semangat yang mampu
membangkitkan perasaanku yang terjatuh. Dia benar-benar orang yang luar biasa
dalam hidupku.
Aku belum pernah bertemu lagi dengannya semenjak kelas 2 SMP. Hingga
mungkin 4 tahun kemudian, saat itu sekolahku mengadakaan study tour. Dan
sangat kebetulan, sekolahnya juga mengadakan hal yang sama, di waktu yang
sama, dan di tempat yang sama. Aku benar-benar merasa bahagia saat itu. Di salah
satu tempat yang kami kunjungi, aku berusaha mencarinya dan berharap aku bisa
menemukannya, sang Bendahara. Namun, aku tak menemukannya dan hampir mau
menyerah. Aku berjalan kembali ke bis, dan ketika hampir mendekati bis, secara
kebetulan aku menemukan orang itu, orang yang sangat ingin aku temui. Dalam
empat tahun itu, itulah saat aku bertemu dengannya lagi. Dia terlihat semakin
cantik, semakin anggun, dan semakin dewasa. Sedangkan aku, penampilanku
semakin tak teratur, mungkin bisa dibilang lebih jelek dan lebih aneh. Aku tak tahu
kata-kata yang pas untuk menggambarkan penampilaku saat itu. Dalam hatiku aku
berkata bahwa dia layak mendapatkan orang yang lebih hebat dariku. Aku sadar
perbedaanku dengannya semakin jauh. Meskipun begitu, aku sangat bahagia bisa
bertemu dengannya. Aku bisa mendengar suaranya, melihat tatapan matanya,
bahasa tubuhnya, ekspresinya, aku bisa melihatnya secara langsung. Aku bisa
melihat lagi senyumnya dari dekat, dan aku bisa membalas senyumannya itu.
Malam itu kami memang bertemu sebentar saja. Tapi itu sangat membekas indah di
hatiku. Apakah kamu merasakan hal yang sama disana, sang Bendahara?
Sejak saat itu, kami sering bertemu dan mengobrol banyak hal,
membicarakan tentangku, tentang hidupnya, tentang kisah cintanya, tentang
kekasihnya, dan banyak hal lagi. Benar-benar waktu yang sangat berharga ketika
aku duduk dengannya dan saling bercerita.

Waktupun terus berlalu, hingga sampai hari ini, ketika aku terbaring di
tempat tidur dan memikirkannya. Saat ini kami berdua berkuliah di kampus yang
berbeda, dan kota yang berbeda. Semakin jauh saja bukan? Dia sekarang memiliki
seorang kekasih yang ia idam-idamkan. Sedangkan aku, perempuan yang sangat
kucintai telah memiliki kekasih idamannya. Mungkin itulah alasanku selama ini
masih saja sendiri. Aku memiliki dua alasan, yang pertama adalah menunggu ia
kembali padaku. Yang kedua adalah mencari gadis yang bisa mengganti
keberadaannya di hatiku. Dan selama ini, aku belum menemukannya. Aku sempat
berimajinasi, jika Tuhan memberiku pilihan dari semua perempuan yang ada
dibumi ini dan salah satunya adalah dia, maka dengan yakin aku akan memilih dia
sebagai pendamping hidupku, sebagai jodohku. Namun aku sadar, aku tak layak
menerima mukjizat itu dari Tuhan.
Lagian, aku sudah mengikhlaskan dia bersama yang lain. Aku ingin dia
bahagia bersama orang yang jauh lebih layak dariku. Saat ini aku hanya ingin
menjadi sahabatnya, sahabat yang tak pernah hilang dari hidupnya.
Aku masih berbaring diatas tempat tidurku, masih memikirkan hal yang
sama. Sesaat kemudian aku tertidur dan terlelap.
Pagi-pagi aku terbangun dan teringat apa yang kupikirkan semalaman.
Kulangsung membuka laptopku dan mulai menulis apa yang terbayang saat malam
itu, malam ketika aku memikirkannya, sang Bendahara. Dialah yang memberiku
inspirasi untuk menuliskan kisah ini.
Terimakasih, sang Bendahara. Ucapku sembil menulis didepan laptopku.

Anda mungkin juga menyukai