Anda di halaman 1dari 36

PART 1

"Aku capek berdebat denganmu terus. Cukup!" Dewa kesal dan jengah selalu
berdebat dengan istrinya, Hanum.

Dewa dan Hanum sudah 4 tahun menikah dan dikaruniai seorang putra.
Ekonomi mereka berkecukupan. Namun, ada ketidak cocokan Dewa dan
Hanum yang membuat mereka terus menerus cekcok dan adu mulut setiap
harinya.

"Hai, lagi apa?"

Pesan masuk saat Dewa memarkirkan mobilnya di sebuah rest area. Pesan itu
dari Rahma.

Cinta pertama sekaligus penyebab Dewa sering adu mulut dengan Hanum.

1
Dewa beberapa kali ketahuan chat atau telponan dengan Rahma. Sang mantan
yang kini menjanda. Bukannya memilih istrinya, Dewa malah semakin gila
bersama Rahma.

"Kebetulan lagi di luar. Aku mau mampir ke rumah kamu. Kangen." Balas
Dewa sambil senyum-senyum melihat layar ponselnya.

"Yaudah. Cepetan kesini." Balas Rahma.

Dewa pun memacu mobilnya kencang menuju rumah Rahma.

Dewa telah tiba dan memarkirkan mobilnya. Seorang wanita manis


berperawakan kecil sudah menunggu dengan tersenyum.

Pagar terbuka, dan Dewa memarkirkan mobilnya langsung ke dalam garasi.

“Sudah lama Rahma?” Dewa melangkah memasuki ruang tamu.

“Nggak juga, paling 15 Menit…. Elkan agak susah ditidurkan…..” Jawab


wanita mungil bernama Rahma ini. Rupanya dia baru saja menidurkan anaknya,
Elkan.

Dewa masuk dan pintu dibiarkan terbuka. Agak remang disini, batinnya.

Saat Rahma berbalik bermaksud menemani Dewa duduk. Saat itu juga Dewa
berbalik dan langsung memeluk Rahma erat dan merengkuhnya dalam kecupan
ganas membabi buta.

Rahma tak sempat mengelak. Dan hanya terlihat pasrah dalam rangkulan Dewa
yang memang bertubuh jauh lebih besar.
Nafas keduanya sangat memburu.

Pelukan-pelukan tangan kekar Dewa yang mulanya meremas pantat montok


Rahma, kini berpindah ke lengannya, sementara mulutnya berusaha menghisap
payudara Rahma yang mulai membusung.

“Pin...tu-nya, Sayang…..” rintih Rahma.

2
Enggan, Dewa melepas Rahma untuk bergerak ke pintu dan menguncinya dari
dalam.

Lalu dengan tak sabar dia menyerbu Rahma, menangkapnya seperti bola dan
merebahkannya di sofa merah marun mewah, yang menerima hempasan badan
kedua insan manusia itu.

Tangan-tangan keduanya saling berbalut. Rahma mulai tak mau diam.

Tangannya mulai berani menarik sabuk di pinggang Dewa.

Dewa membiarkannya dengan bertumpu pada lutut.

Dan entah tangan yang mana lagi dari Rahma, mulai mempreteli kancing
kemeja Dewa.

Sedangkan Dewa juga tak mau kalah, dia malah sudah pada tahap melepas
pengait BH Rahma.

Kimono yang tadi dikenakan Rahma sudah teronggok di lantai.

Dan sekarang tangan Dewa yang satunya mulai menyusup ke dalam celana
dalam Rahma.

Jari tengah Dewa mulai menyentuh lapisan daging membusung yang agak
berambut.

“Sssssshhhhhhhh…..” Rintih Rahma menahan gejolaknya.

“Hhhhhhhhhhhhhhhh “ desah Dewa kala tangan Rahma sudah menggenggam


rudalnya yang sudah tegang.

Rahma di bawah tindihan Dewa menggigit puting di dada Bidang Dewa.

Sementara Dewa sekarang asyik menusuk-nusuk lembut lubang sempit dengan


jari tengahnya.

3
Mata liar Dewa melirik ke bawah, ke lubang sempit gelap milik Rahma.

“Punyamu besar sekali Dewa….” Erang Rahma… “Hmmmm… kau sangat


sempit….” Balas Dewa.

“Aku takut…..” bisik Rahma manja.

"Kenapa takut?" balas Dewa.

“Pokoknya aku takut….. jangan malam ini….” Rahma menggeleng, dan tangan
nya semakin bersemangat mengocok rudal Dewa.

“kau selalu begitu…. Aku sudah tak tahan….” Balas Dewa.

“Biar aku emut saja….” kata Rahma. Dan Rahma mulai turun dari sofa.

Dewa membiarkaan dan membalik badan. Sekarang dia yang rebah terlentang.

Pahanya berbulu lebat dengan rudal yang sudah tegak berdiri, dan sekarang
terbuka lebar.

Rahma jongkok dan membelai paha perkasa itu. Lalu tanpa ragu-ragu, mulut
kecilnya langsung mengulum rudal luar bisa milik Dewa.

Mulut mungil itu kepayahan mengisap rudal besar Dewa.

Dewa menggelinjang hebat. Dia bertekad untuk tidak sampai keluar di mulut
Rahma.

Harus malam ini…. Tekad Dewa bulat.

Dan benar saja….

Berlalu 15 menit Rahma beraksi…. Rudal Dewa masih mengacung. Bibir


Rahma sudah sedikit dower gara-gara kebanyakan menyedot rudal Dewa.

4
“Aku capek Sayang….” Erang Rahma.

“Aku masih belum keluar Sayang…..” rengek Dewa.

Lalu Dewa berdiri dan mengangkat tubuh telanjang Rahma.

Kali ini digendongnya terus sampai ke kamar Rahma.

Lalu dengan tidak memperdulikan pintu, Dewa merebahkan Rahma di


ranjangnya.

“Sayang…. kau mau apa?” tanya Rahma ragu-ragu.

"Aku inginkan kau sayang….” jawab Dewa, lembut.

“kau mencintaiku?”

“Apakah itu yang kau harap aku ucapkan agar aku mendapatkannya?”

“Aku butuh kejelasan….”

“Aku akan memberimu kenikmatan. Aku tidak bisa berjanji lebih. Aku takut
berkomitmen….”

“kau hanya ingin tubuhku?”

"kau juga menginginkan aku…..”

“Aku tak serendah itu….” Desis Rahma, judes.

“Hehehe… aku lebih tinggi dari pada kau, sayang….” Dewa mengedip.

“Dasar! ”

“Aku akan jongkok” dan benar saja, Dewa mulai berjongkok.

5
Dan kali ini, dihadapannya terpampang paha mulus putih licin mengkilat milik
Rahma.

Dan di atasnya… agak berambut, seonggok daging tebal menggairahkan.

Terlihat lembab dan sangat beraroma.

Dewa membenamkan mukanya ke gundukan daging kemaluan Rahma.

Rahma menggelinjang.

Namun kakinya terbuka makin lebar… tangannya sibuk menjambak rambut


Dewa.

PART 2

“Aku jilat yah…..” Dewa menggoda Rahma.

“Hiiiiiiiiiiiii Yaaaaaaaaa…” belum selesai Rahma mengerang, dirasakannya


sapuan lembut basah lidah Dewa di sela-sela gundukan daging kemaluannya.

Lidah Dewa dengan pasti membelah laut merah Rahma.

Dan mulai menusuk ke sana ke mari di dalam lubang sempit itu.

Tangan Dewa bergerak lincah mencari-cari kedua puting susu Rahma.

Dapat! Keduanya langsung mengeras… tanda sudah pengen.

Jari jempol dan telunjuk Dewa mulai menunjukkan kebolehannya.

6
“Oh….. lebih keras…..” jerit Rahma….. “Aku tak tahan lagi………” “Aku
masukkan yah…..” pinta Dewa.

“Jangan…..” Rahma ragu-ragu.

“Atau kau mau kuperkosa….” Dewa mengedipkan mata.

Rahma melotot…. Namun tangannya merangkul pinggang Dewa.

Dewa agak berdiri sekarang.

Ditariknya kaki Rahma sampai kemaluan Rahma pas di depan rudalnya.

Matanya menatap mata Rahma meyakinkan.

Rahma agak takut…. Namun agak merasa tentram melihat mata elang Dewa.

Perlahan…..

Dewa menarik lagi kaki Rahma, sehingga sekarang sebahagian tungkau Rahma
sudah menjulur ke bawah.

Dan kemaluan Rahma pas di sudut sisi ranjang. Sementara itu, Dewa sudah
berdiri dengan sebelah tangan menggenggam rudal nya siap-siap diluncurkan ke
sasaran sarang belut Rahma.

“Jangan…..” elak Rahma lagi… “Tahan sedikit…..” balas Dewa.

Sekonyong konyong, ditariknya pinggang Rahma mendekat. Dan dengan sedikit


menekuk lutut, Dewa menghujamkan rudalnya ke arah kemaluan Rahma.

“SSSSSSSSSS SAAAAKIT…….” Rahma berusaha memundurkan pantatnya.


Tangannya bertumpu pada ranjang.

Tapi Dewa mulai merasakan sensasi nikmat teramat sangat saat kepala rudalnya
menyeruduk masuk ke dalam lubang sempit Rahma.

7
Baru sebatas kepalanya saja…

“Iya…… Tahan Sayang…. baru kepalanya….” Erang Dewa.

“OH…. Ampun….” Rahma ketakutan.

Pahanya berusaha menutup. Tapi tentu saja, paha Dewa lebih kuat menekan
keduanya ke sisi ranjang.

Dan tiba-tiba lagi, Dewa menyodok sangat keras, sementara tangannya agak
mengangkat pantat Rahma ke arahnya.

“Aduhhhhh….. Ampun…..” jerit Rahma.

Dewa menahan nafas….

Meresapi nikmatnya kemaluan perempuan ini.

Kali ini Dewa mulai rebah…. Menindih Rahma…. Bertumpu dengan siku-siku
dan lututnya, Dewa menyodong badan Rahma agak ketengah ranjang, dengan
rudal yang masih separuh masuk…. Keduanya bergeser agak ke tengah.

Dewa menciumi bibir Rahma…. Memainkan lidahnya di dalam mulut Rahma.

_____________________________

8
PART 3

Rahma mulai merasakan kenikmatan. Pelan-pelan, rasa sakit yang menjalar di


kemaluannya berubah menjadi kenikmatan tiada tara.

Dan dia mulai merangkul Dewa. Ingin merasakan dada Dewa menempel di
dadanya.

“Masukkan semuanya Sayang…..” pintah Rahma.

“Tunggu…..” Dewa malah agak menarik rudalnya…. Kemaluan Rahma itu


tertarik… dan pantatnya penasaran turut dinaikkannya, seakan-akan takut
rudal itu akan lepas meninggalkan lubangnya.

Pada saat itu….. sangat keras…. Dewa menghujamkan rudalnya ke bawah.

“AHHHHHHHHHHHHHHH…….” Rahma berteriak keenakan….

“Ohhhhhhhhhhhhhhhhhhh” Dewa mengerang dan gemetaran.

Di luar hujan mulai turun….

Suasana semakin dingin di kamar Rahma. AC biasanya makin dingin kalau


hujan. Tapi kedua insan lain jenis tersebut semakin panas saja bergulat mereguk
kenikmatan.

Keduanya sekarang malah sudah sangat berkeringat.

Dewa tampak punggungnya yang hampir menutup seluruh badan Rahma yang
ditindihnya di bawah. Sementara Rahma sibuk mencakar punggung Dewa
dengan ganas.

Sekali-kali Rahma melingkarkan kakinya ke paha kekar Dewa seakan akan


ingin Dewa memasukinya lebih dalam lagi.

9
Dewa sebaliknya tampak tak letih letihnya mengayunkan pinggangnya dengan
lincah ke selangkangan Rahma.

Kadang kadang suara suara seperti closet mampet muncul akibat tarikan-tarikan
rudal Dewa.

Tiba-tiba keduanya menghentikan gerakan, dan Rahma memalingkan mukanya


ke arah pintu. Dewa juga…. Keringatnya masih mengucur deras turun ke
jakunnya lalu menitis di badan Rahma.

“Om…. Om kok diatas mama?... “tanya suara mungil milik Elkan… anak
Rahma. Rupanya suara hujan membangunkannya.

Dan anak yang ketakutan ini bermaksud mencari ibunya, yang ternyata sedang
bersenggama dengan pacar barunya Dewa.

Yang selama ini dikenalnya sebagai Om… yang baik, yang suka bawa oleh-oleh
kalau datang.

_____________________________

PART 4

“Om…. Om kok diatas mama?“ tanya suara mungil milik Elkan, anak Rahma.

Rupanya suara hujan membangunkannya. Dan anak yang ketakutan ini


bermaksud mencari ibunya, yang ternyata sedang bersenggama dengan pacar
barunya Dewa.

Yang selama ini dikenalnya sebagai Om yang baik, yang suka bawa oleh-oleh
kalau datang.

“Eng….. karna Om sayang mama…..” jawab Dewa tersenyum.

Rudalnya masih menancap kokoh. Sejenak dia berpikir, apakah bijaksana


mempertontonkan adegan dewasa ini di depan anak 3 tahunan?

10
Namun, nalurinya yang lain berkeras untuk melampiaskan kenikmatan yang
sudah susah payah ditahannya, dan ketika baru saja berhasil mendapatkannya
dari Rahma, janda cantik yang dikasihinya, sudah harus diputus di tengah jalan.

“Gak sakit Ma?” tanya Elkan lagi. Rahma tersenyum malu.

“Gak bakal sakit, Om gak bakal nyakitin mamamu.” Jawab Dewa.

“Elkan takut…. ada petil….”

“Jangan takut Elkan….” Dan Dewa mulai menarik rudalnya sedikit sebelum
menghempaskannya dengan nikmat.

Sementara Rahma susah payah menahan ekspresi liarnya agar tidak terlalu
terlihat anaknya Elkan.

“Kalau digoyang begini, mama akan keenakan Elkan….” Jelas Dewa gokil.

Dan benar saja, dia mulai menggoyang pantatnya yang juga berbulu maju
mundur.

Rahma hanya bisa merintih pelan tanpa tahu harus bagaimana membalas
serangan Dewa.

“Elkan bantu yah…..” Elkan maju ikut menyorong-nyorong pantat Dewa.

Dan Dewa mulai tertawa saat merasakan tangan mungil Elkan mendorong
dorong pantatnya yang sedang menghujam-hujam ke selangkangan Rahma, Ibu
Elkan.

“Gila, aku menggauli Rahma dengan dibantu anaknya “ pikir Dewa.

“Elkan juga sayang mama….” Kata Elkan polos.

Dan lama-kelamaaan, goyangan Dewa semakin cepat… semakin ganas semakin


tak beraturan.

11
Sementara Rahma makin kepayahan dan mulai mengerang keenakan.

“Ayo Om……. Terus….” Elkan menyemangati.

Dewa tak sempat grogi, karena dirasakannya ada yang mendesak melucuti
rudalnya. Terakhir kali ditariknya rudalnya dari lubang Rahma dan
disorongkannya kembali dengan sangat teramat kuat…. Sambil mengerang…

Crooooot…

Crootttttttttt…..

Ejakulasi Dewa lama…. Sekitar 10 semprotan cairan kental putih sampai


menetes di ranjang Rahma.

Lalu dia rebah di atas Rahma tanpa berani menarik rudalnya dari lubang Rahma.
Malu dilihat Elkan.

“Om…. Ada yang bocol…” teriak Elkan

Dewa ngerti, pasti spermanya tumpah.

Dengan enggan dia menarik rudalnya dari lubang Rahma yang sekarang sudah
bonyok betul bentuknya.

Dan rudal panjang besar yang sudah agak lemas itu sekarang terlihat basah
menggantung di antara kedua paha besarnya.

“Ih…. Jolok….” Elkan tergidik melihat rudal yang mirip terong dibakar itu
berleleran sperma kental yang masih menetes netes.

Rahma segera bangkit dan mencari pakaiannya di ruang tamu.

Saat masuk…. Kembali ke kamar, di dapatinya Dewa masih telanjang bulat, dan
rudalnya sudah sangat tegang lagi…. Karena rupanya Elkan sudah asyik
main-main dengan rudalnya.

12
“Punya om besar yah….”

“Punya Elkan juga nanti kalau sudah besar pasti besar juga….”

“Sekarang tidur yah….”

Dan Rahma buru-buru segera mengangkat Elkan dan memarahinya, lalu


ditemaninya sebentar Elkan sampai benar-benar tidur.

Pikirannya masih was-was menilai apa yang barusan dilakukannya dengan


Dewa. Kemudian bakal apa dampaknya bagi Elkan yang masih kecil.

Apakah hal ini akan menyebabkan trauma…. Dia masih ingat bagaimana tadi
Elkan terlihat sama bersemangatnya dengan dia main-main dengan rudal Dewa
yang memang luar biasa.

Namun, disaat itu juga dia masih dapat merasakan kenikmatan luar biasa yang
didapatnya dari Dewa.

Dia masih merasakan gairah wanitanya dengan laki-laki yang sangat laki-laki
itu. Pikirannya masih tak bisa lepas membayangkan rudal besar panjang, badan
tegap sempurna, paha kokoh berbulu yang mampu menghujamkan rudal dengan
pasti.

Dia masih teringat gairahnya saat Dewa mencium puting susunya.


Memikirkannya saja membuatnya merasa saat ini putingnya mengeras.

Sekitar 10 menit Rahma menidurkan Elkan.

Di kamar Rahma, Dewa asyik membelai rudalnya yang masih basah dan
lengket. Rudalnya masih saja tegang…. Karena dia masih membayangkan tubuh
mungil Rahma yang barusan ada di bawah pelukannya.

Dia masih membayangkan gundungan merah jambu yang menggiurkan di


antara pinggang padat milik Rahma. Juga masih diingatnya jelas payudara
membusung tidak terlalu besar milik perempuan itu.

13
Payudara Rahma, Tidak terlalu besar namun masih sangat ketat… agak seperti
agar agar kalau disentuh, lembut, tapi keras…. Kau tahu maksudku.

Sekali-kali mata Dewa menatap langit-langit kamar putih yang sangat bersih itu.
Dia masih ingat juga dan masih grogi membayangkan Elkan yang tadi
membantunya menggoyang Rahma.

Rasa serba salah tak pelak lagi menerjangnya. Dia agak nyengir. Tapi, dasar
Dewa, memang dia agak susah menahan nafsunya kalau sudah pengen. Apalagi
seperti tadi, menjelang separuh ronde…. Sedang panas-panasnya.

Pelan, dikocoknya rudalnya yang memang masih tegang…. Dia


mengerang-erang pelan menikmati tanganya sendiri.

Dan pintu terbuka.

Rahma terbeliak melihat lekaki yang sangat laki-laki itu sedang onani di
depannya. Tak pikir panjang, dia mendekati Dewa yang kelihatannya tidak
terusik. Dan langsung saja, Rahma balik mengunci pintu.

Tak ingin kejadian seperti tadi terulang lagi. Lalu, dia meloloskan tubuh
mulusnya dari baju tidur yang belum ada setengah jam dipakainya kembali.

Dewa menyambutnya. Rahma mulai duduk di atas Dewa. Tangan Rahma


menuntun rudal Dewa yang sudah tegak sekali ke sela-sela pahanya. Dan tanpa
ragu-ragu kali ini dia mendudukkan pantatnya dalam diam.

Bless…

Kali ini rudal Dewa terasa lebih lancar menerobos kemaluannya. Walau masih
terasa sangat ketat dan perih bukan main,…. Cairan kemaluan Rahma
mengimbanginya dengan mengucur deras.

Tangan Dewa menggenggam kedua tangan Rahma. Dan Rahma mulai naik
turun di atas rudal Dewa. Keduanya berpagutan. Dewa memindahkan tangannya
ke pinggang Rahma, membantunya menyamakan irama dengan sodokan
pantatnya ke atas ke bawah.

14
Tiap kali Dewa menarik pantat ke bawah, maka ditariknya pantat Rahma
menjauh ke atas. Dan setiap Rahma turun ke bawah, Dewa menyorongkan
selangkangannya memasukkan rudalnya sedalam-dalamnya ke dalam lubang
Rahma…. Dan Rahma pun menjerit lirih…. Sementara Dewa mulai menggeram
buas.

Dan sekonyong konyong, Dewa memeluk Rahma kuat. Rahma menyambut


pelukan Dewa. Dewa menyentakkan kakinya dan mulai berdiri dengan Rahma
dalam gendongannya.

Dewa turun dari ranjang. Lalu menggendong Rahma ke arah dinding.

Disitu, Rahma habis diserbunya. Rudalnya menyerang dengan sangat teramat


ganas….. Rahma semakin kepayahan… Mulut Dewa tak lagi mencari-cari bibir
Rahma.

Karna kali ini kepala Rahma hanya pas di bawah dagunya. Konsentrasi lebih
diarahkannnya pada serangan rudal.

Bonyok…. Itu kata yang paling pas kalau mengingat kondisi kemaluan Rahma
sekarang.

Dan Dewa adalah singa ganas….

Tak capek-capeknya dia mengayunkan rudalnya semakin capat dan liar.

Rahma juga berusaha mengimbangi dengan goyangan pinggul maut dan


isapan-isapan dari dalam kemaluannya. Sesekali digigitnya dada tegap Dewa
yang pas di mulutnya.

Saat Rahma menggigit, Dewa akan mengeram dan menyodok semakin gila.
Begitu terus…. Sampai…. Tak tahan, Dewa menghempaskan lagi Rahma di
ranjang dan menyerangnya dari atas.

Begitu terus, sampai keduanya mandi keringat dan mencapai puncak


kenikmatan kedua bersama sama.

15
Lalu hening. Rahma berbaring di pelukan Dewa. Kepalanya mantap
berbantalkan dada Dewa. Dewa membelai rambutnya.

“Aku mengkhawatirkan Elkan….” Bisik Rahma pelan. “Hmmmm…”

“Kita kurang perhitungan….”

“Aku tahu…”

“Kau tadi tidak berhenti……”

“Kau juga menginginkannya”

“Aku tak bisa berontak” Rahma protes.

“Kau sangat besar menimpahku…”

“Kalau kau berontak, Elkan malah mungkin mengira kita berantem”

“Aku malu….”

“Aku juga ”

“Apa malumu…?” Rahma heran.

“Apa aku tak tahu malu, karna saat aku menyodok punyamu, anakmu malah
membantu mendorong pantatku!” tukas Dewa sengit.

“Lalu, mengapa kau tak berhenti?”

“eh…. “ Dewa berpikir sejenak.

“Karna kau terlalu indah untuk ditinggalkan…”

“Kau ingin menikahiku? Janda anak satu?” tanya Rahma.

16
“Kita bicarakan belakangan, ok. Aku belum siap."

“Atau kau hanya inginkan badanku saja?”

“Ini sudah kita bicarakan sebelumnya."

“Yah…. Aku ingin kepastian….”

“Kalau kau tanya aku sekarang, aku belum siap. Tapi kalau kau ingin tahu, aku
sangat mencintaimu…”

“Lalu, apa yang kau tunggu?” Sekarang kaki Rahma mulai naik ke sela-sela
paha Dewa. Dewa memeluk kaki itu dengan kakinya.

“Aku belum siap, hanya itu.” Dewa melingkarkan tangannya di tubuh Rahma.
Dan dagunya perlahan menyentuh leher Rahma.

“Kau mau aku terharu dengan ceritamu?

“Aku tak inginkan apa-apa Raham! Aku tak bermaksud mempermainkanmu.


Aku hanya menuturkan apa yang sekarang aku pikirkan. Inilah aku, kalau tak
bisa menerima aku apa adanya, aku malah semakin ragu untuk melanjut
berkomitmen”

“Kau mulai membuatku tersinggung, seakan aku wanita murahan yang mau saja
main seks dengan setiap laki-laki” Rahma merajuk. Namun tangannya justru
mulai membelai selangkangan Dewa.

“kau tahu bagaimana pandanganku terhadapmu! Kau tahu aku setengah mati
menunggu untuk dapat berhubungan badan denganmu. Sudah berapa lama kita
berhubungan?”

“Kukira sekitar setahun”

“Dan kau janda”

“Lalu?”

17
“Tapi aku baru dapat benar benar memilikimu malam ini, Rahma. Itu pun
dengan setengah memaksa. Lalu kau rasa bagaimana pandanganku selama ini
padamu? Aku bukan hanya sekali ini berhubungan dengan wanita, jujur saja.

Aku pernah beberapa kali berhubungan seks dengan wanita-wanita mantan


pacarku. Bukan maksudku merendahkanmu… kau tahu, kau pribadi yang
istimewa”

“Mungkin kau beranggapan aku selama ini pura-pura menahan diri tidak
menginginkanmu?”

Dewa diam sejenak. Lalu dia tersenyum menggoda, sambil menjawil benda
mungin di selangkangan Rahma dengan jarinya.

“Atau memang benar begitu…. Sayang….” Kata Dewa nakal.

Belum sempat Rahma menjawab, Dewa sudah membopong badan mulus


mungil itu ke pelukannya.

Rahma tertawa, sewaktu Dewa membawanya dalam gendongan menuju kamar


mandi.

Di dalam, pelan-sangat lembut, Rahma direbahkannya di dalam bath tub.

Lalu, sama hati-hatinya dia masuk ke dalam bath tub yang langsung saja terasa
sempit. Dan tangan Dewa mulai menghidupkan pancuran air panas dan dingin.

Tak lama sambil terus ngobrol. Keduanya sudah berendam dalam bath tup yang
mulai berasap.

Kaki Rahma nakal mengepit rudal Dewa yang sudah ngaceng lagi. Sementara
Dewa rebah disisi lain dengan kaki terbuka dan tangan di letakkan di atas
pinggiran bath tub. Dia menikmati kocokan kaku kaki Rahma pada rudalnya
yang sudah semakin membengkak.

18
Tak sabar tak juga orgasme, Rahma mulai memainkan tangannya mengocok
rudal kesayangan. Dikocoknya rudal itu dengan cepat dan ganas. Dewa hanya
meringis keenakan tanpa sekalipun berusaha menghentikan Rahma.

Hingga akhirnya Dewa mengejang keras dan memuntahkan cairan kental


spermanya yang juga masih sama banyaknya dari ujung mulut rudalnya. Dewa
bergumam tak jelas ketika Rahma masih saja mengocok dan memeras rudalnya
sampai tetesan yang penghabisan.

Sebahagian sperma Dewa sampai menempel di badan Rahma. Rahma


menggosoknya ke badannya dengan tangannya, seakan sperma itu adalah lulur
yang akan memuluskan badannya.

_____________________________

PART 5

Hingga akhirnya Dewa mengejang keras dan memuntahkan cairan kental


spermanya yang juga masih sama banyaknya dari ujung mulut rudalnya.

Dewa berguman tak jelas ketika Rahma masih saja mengocok dan memeras
rudalnya sampai tetesan yang penghabisan.

Sebahagian sperma Dewa sampai menempel di badan Rahma. Rahma


menggosoknya ke badannya dengan tangannya, seakan sperma itu adalah lulur
yang akan memuluskan badannya.

Kemudian keduanya mandi bareng, Dewa menyabuni Rahma, demikian juga


sebaliknya. Paling semangat Dewa saat membersihkan bagian terlarang Rahma
yang sudah bonyok gak karuan.

Bentuknya kini agak melar tidak seketat sebelumnya. Garis pembelah kedua
gundukan bukit kemaluan itu sudah semakin jelas sekarang.

Sesekali, digosoknya dengan sabun, benda menggairahkan itu.

19
Nakal, Dewa kadang berhenti untuk menjawil kelentit mungil milik Rahma,
yang kontan saja membuat Rahma mendesis seperti orang kepedasan.

“Aku tak akan melupakanmu, Dewa, Sayangku!”

“Aku akan membahagianmu…”

“Tapi kau tak mau menikahiku….”

“Bukan berarti aku tak bisa membahagiakanmu…. Berapa kalipun kau minta
aku setiap malam, akan aku sanggupi….” Dewa tersenyum mesum.

“Enak saja….” Rahma mencubit rudal Dewa gemas.

“Aduh!” Dewa tersentak kaget tak menyangka akan di cubit Rahma sekeras ini.

“Aduh… Aduh…” Dewa sibuk memeriksa rudalnya yang lemas dengan


hati-hati…. Rahma tertawa geli.

Rahma bangkit duluan meninggalkan Dewa yang masih kesakitan memeriksa


kemaluannya. Dia melilitkan handuk ke badannya dan mulai mengeringkan
badan.

Rahma rebah di ranjang, walau dia merasa enggan untuk memakai kembali
pakaiannya. Hanya menutupi tubuhnya dengan selimut. Dirasakannya masih
menginginkan kenikmatan dari Dewa, laki-laki paling laki-laki yang pernah
mengerjainya.

Agak malu dia menikmati sensasi sedikit diperkosa oleh laki-laki kasar
berkemaluan besar seperti Dewa.

Mulai pikirannya membandingkan Hendra mantan suaminya yang meninggal


dua tahun yang lalu dengan Dewa yang baru akrab dengannya setahun ini.

Segalanya, mulai dari badan Hendra yang tidak sebesar Dewa. Wajah Hendra
yang imut-imut putih mulus dengan wajah Dewa yang cenderung kasar, namun

20
justru kasarnya kulit wajah Dewa membuat Rahma merasa benar-benar di
gagahi.

Artinya, dia tidak menyesal menyerahkan tubuhnya pada Dewa. Dia


menginginkannya. Kemudian, tak terhindarkan, dibayangkannya tubuh tegap
Dewa yang begitu maskulin menindihnya.

Dirasakannya bulu-bulu wajah Dewa yang kasar menempel di wajah dan


lehernya yang lembut. Kekontrasan yang mungkin terlihat saat tubuh besar
tegap Dewa yang berkulit agak gelap terbenam dalam pelukannya yang mungil.
Apalagi saat rudal Dewa dengan tak kenal ampun menerobos liang
senggamanya yang terlalu kecil untuk ukuran Dewa.

Dan belum sempat dia menghayal lebih lanjut, Dewa masuk ke kamar dengan
tubuh telanjang bulat.

Laki- laki itu memandang bergairah pada Rahma yang merah padam. Lalu, tak
ayal. Dewa menyerbu naik ke ranjang dan menarik lepas selimut pada tubuh
Rahma.

Rahma pura-pura menahan tarikan Dewa. Namun Dewa hanya tertawa lepas
dan menyodorkan badannya ke badan Rahma. Tak berdaya, Rahma menerima
pelukan Dewa dengan nafsu yang masih tertahan.

Tapi, kali ini dia salah. Rupanya Dewa tidak begitu tertarik dengan tubuhnya.
Dewa malah merunduk mengamati benda kecil agak bonyok di selangkangan
Rahma. Rahma memejamkan mata berusaha menutup rapat pahanya, seakan
malu atas keterbukaannya pada Dewa.

Dewa membuka paksa paha Rahma. Rahma berusaha pura-pura menahan, agar
tidak terlalu kentara sudah begitu bernafsu pada Dewa.

Namun, kemaluannya rupanya tidak mau kompak dengan pikiran Rahma.


Kemaluannya justru sudah basah dan lembut saat Dewa menusuk nusuknya
dengan jari tengahnya. Cairan bening Rahma malah semakin mengucur deras.
Dan Dewapun lantas membenamkan hidungnya menghirup aroma khas Rahma.

21
“Enak, kan?” tanya Dewa disela-sela kegiatannya…. Rahma diam saja sambil
menahan nafas.

Sebelah tangan Dewa asyik mengocok rudalnya sendiri saat dia menjilati
gundukan kemaluan Rahma. Rahma menggelinjang hebat. Mengerang.
Tangannya menekan kepala Dewa ke arah kemaluannya.

Dewa menjilati terus cairan yang terus saja keluar dari kemaluan Rahma.

“Sekarang….”

“Apanya….?” Dewa nakal.

“Masukkan kontollmu….. Plisssss” rengek Rahma.

“Kau tak malu minta dikentot?” ledek Dewa, namun badannya bangkit mulai
menimpa Rahma. Rahma tersenyum malu.

Rudalnya digenggam Rahma dengan cepat. Dan sekarang Rahma menundul


rudal Dewa ke arah mulut liang senggamanya. Terasa kepala rudalnya mulai
menyentuh bibir kemaluannya.

Digosokkannya pelan kepa rudal itu ke atas ke bawah agar basah dengan cairan
v*g*n*nya. Dewa juga mulai mengeluarkan precum bening tanda sudah siap
untuk melakukan proses reproduksi paling primitif makhluk hidup.

Namun, dia belum pernah tahu ada makhluk hidup lain yang bersenggama lebih
dari sekali dalam waktu singkat. Atau mungkin belum ada penelitian ilmiah ke
sana? Tapi, bagaimana dengan ayam, yang bisa ngeseks terus terusan. Itu lain,
tujuannya memang untuk reproduksi.

Tentu berbeda dengan perbuatan Rahma dan dia malam ini, mereka tidak
memikirkan reproduksi. Dalam hati malah Dewa berharap, kalau bisa jangan
sampai Rahma hamil. Mereka lebih dari melampiaskan nafsu syawat dari pada
berreproduksi.

Masa Bodoh….

22
Dewa mulai memasukkan rudalnya lagi. Kali ini tidak sedikit demi sedikit. Tapi
disentakkannya dengan kuat ke arah selangkangan Rahma. Sekuat kuatnya.
Sekuat kakinya bisa menekan ke bawah. Hampir patah tulang pinggangnya
dirasa Rahma. Lalu…

Bruk…

Ranjang jatuh. Mungkin tak kuat menahan dorongan kuat Dewa.

Keduanya berpandangan sejenak. Lalu tertawa.

Tak perlu khawatir…. Rumah ini sangat sepi, pikir keduanya. Paling Elkan yang
mendengar. Apalagi dengan hujan lebat yang turun diluar. Tak bakal ada yang
sadar kelakukan gila mereka berdua.

Lalu, dengan tak kurang ganasnya, Dewa menghujam hujamkan berulang kali
rudal besarnya. Rahma meringis ringis merasakan sodokan ganas Dewa.

Tak kuasa lagi dia mengimbangi sodokan Dewa dengan goyang pantat seperti
tadi. Tak kuasa…. Bernafaspun dia susah dengan Dewa yang agak tegak
menyerang v*g*n*nya.

_____________________________

PART 6

Sekali-kali Rahma hanya bisa membantu sodokan Dewa dengan memegang


pantat berotot Dewa agar menekan lebih dalam ke arahnya.

Mata Rahma sebentar tertutup sebentar terbuka. Lain dengan Dewa yang tak
juga kunjung lelah memompa dalam posisi yang itu-itu saja. Dewa menikmati
sensasi kesakitan yang dirasakan Rahma. Dia menikmati setiak ringisan Rahma.

23
Semakin dilihatnya Rahma kepayahan, semakin dia menggasak dengan ganas.
Entah berapa kali Rahma mengalami orgasme dalam ronde kali ini. Sementara
Dewa masih saja kuat dan belum memperlihatkan tanda tanda akan usai.

Dewa tiba tiba berhenti. Dicabutnya rudalnya pelan. Seperti suara kloset
mampet, rudalnya tercabut agak susah dan langsung berdiri ngaceng menantang.
Basah dan hitam gelap.

Dewa mengangkat kaki Rahma sebelah. Disangkutkannya ke pundaknya.


Dengan ranjang yang sudah rubuh ke bawah. Dewa merasa semakin leluasa
untuk menyalurkan seluruh kekuatannya. Tak main tanya, disodokkannya lagi
rudalnya.

Rahma menjerit-jerit keenakan. Kepalanya menggeleng ke kanan ke kiri. Terasa


kali ini rudal Dewa amblas sedalam-dalamnya. Dewa sendiri tidak
menyianyiakan kesempatan ini. Dia juga merasakan kenikmatan teramat sangat
dalam senggama kali ini. Begitu terus.

Terkadang Dewa merasa kelelahan juga. Dia sudah mulai keringatan lagi,
Rahma juga. Lalu Dewa rebah ke samping dengan rudalnya masih di dalam
Rahma. Diangkatnya sebelah kaki Rahma dan mulai menyerang lagi dengan
ganas lewat sela-sela paha Rahma.

Tangannya melingkar di badan Rahma. Bermain-main dengan put*ng susunya.


Mulutnya menjilati belakang leher Rahma, menggigit lembut cuping telinganya.
Membuat Rahma semakin kelimpungan.

Dan selang beberapa saat kemudian...

“Aku mau keluar ...” Geram Dewa.

Dewa mencabut rudalnya. Mukanya merah padam menahan agar tidak langsung
nembak.

Lalu dia melangkahi Rahma dan mengarahkan rudalnya ke muka Rahma.

24
Rahma terkejut, tak menyangkah adegan film bf begini bakal dialaminya.
Namun nalurinya yang lain merasa kenikmatan ini tak ada batasnya. Lalu dia
merangkul paha Dewa agar semakin dekat dengan mukanya. Dan spontan
mulutnya terbuka. Dewa lantas saja memasukkan rudalnya samping mengocok
pangkal rudalnya dengan keras.

Dan tak lama, sambil mengerang hebat Dewa memuntahkan cairan spermanya
seluruhnya di mulut Rahma.

Sampai cairan putih kental itu menetes- netes dari sela-sela bibirnya yang masih
mengjepit rudal Dewa. Gemetar paha Dewa menahan nikmat. Perutnya
mengejang beberpa kali.

“Ohhhh… Ohhhh…Oh………” erang Dewa.

Rahma ragu akan menelan atau tidak cairan sperma kental milik laki-laki
pujaanya ini. Lalu, tak ada salahnya mencoba, pikirnya.

Dan ditelannya sedikit cairan sperma itu. Dipejamkannya matanya berusaha


menikmati, dan ternyata diputuskannya, memang layak untuk dinikmati.

Sementara Dewa masih kejang membiarkan rudalnya masih di mulut Rahma.


Dirasanya Rahma mulai menghisap rudalnya.

Ufffffffffff…. Kali ini Dewa yang merasa kewalahan. Dia seakan kekeringan
sperma saat Rahma menghisap lebih kuat lagi.

Dan dibiarkannya seperti itu agak lama. Sampai dirasanya, dia masih bisa
senggama paling tidak sekali lagi.

Dan mulailah dia meminta lagi pada Rahma.

Rahma menggeleng pelan minta dikasihani. Jujur dia sudah sangat letih. Dia
sudah merasa seperti budak se*s laki-laki kasar ini.

25
Namun kau tau sendiri Dewa. Laki-laki ini menarik paksa Rahma.
Menggendongnya dan membopongnya keluar kamar. Rupanya Dewa ingin
sesuatu yang lain.

Dia menuju belakang rumah. Dibukanya pintu belakang. Rudalnya berdiri


tegak, sesekali menyentuh pinggang Rahma. Dia mau main di pekarangan.

Yah…. Di bale-bale halaman belakang, Dewa duduk dengan Rahma juga duduk
dihadapannya. Rudal Dewa sudah menerobos masuk lagi.

Lalu keduanya mulai melakukan tarian paling erotis yang dapat mereka
lakukan. Hanya kali ini Dewa lebih dasyat menikmatinya. Dia melakukannya
sambil berpelukan dan berciuman dengan Rahma.

Hanya pantatnya yang maju mundur di bale-bale. Hujan masih turun, dan
keduanya kecipratan air yang turun agak jauh dari mereka.

Lalu, Dewa memaksa Rahma untuk nungging. Rahma mengerang entah


keenakan atas kesakitan… karna kali ini ternyata Dewa tidak kalah ganasnya
dari tadi. Bale-bale bambu ini terasa mulai goyang.

Sampai Dewa mencapai lagi orgasmenya kali ini dan langsung disemprotkannya
ke punggung mulus Rahma.

Rahma menghela nafas lega.

Dan Dewa membopong Rahma lagi ke dalam rumah. Mengunci pintu dan
masuk ke kamar.

Keduanya rebah di ranjang ambruk.

“Kau sudah mengerti maksudku tadi?” tanya Dewa pelan.

“Iya….. apa maksudmu?

“Apa kau akan memintaku menikahimu lagi?” tanya Dewa.

26
“Tentu saja. Aku mencintaimu…”

“Justru itu!”

“Maksudnya?”

“Apa kau akan tahan setiap hari kuperlakukan seperti ini….?”

Diam tak bergeming. Rahma memutar-mutar otaknya berpikir. “Kau


memperlakukan aku seperti pelacur….”akhirnya Rahma menjawab.

“Tidak, Rahma! Tak sekalipun aku bermaksud demikian.” Jawab Dewa. “Aku
selalu begini berhubungan seks dengan pacar- pacarku….”

“Setiap hari..?”

“Hampir setiap hari…..”

“Dengan siapa saja? Berarti ada yang lain selain aku saat aku belum
memberikan badanku padamu….”

“Memang iya…..! Aku seperti ini…..”

“maksudmu?"

“Aku tak tahu pasti….. tak ada perempuan yang tahan denganku apabila sudah
mengalami bersetubuh denganku…. Mereka akan mundur teratur tak sanggup
melayaniku….” Kata Dewa pelan.

Rahma hanya menatap Dewa. Diam dan berpikir sesuatu.

_____________________________

PART 7

Saat Dewa sedang bersenang-senang, Hanum hanya sendiri berteman sepi.

27
Ingin rasanya dia dijamah. Namun tidak ada yang menjamah.

Kesepian membuat Hanum hanya bisa mengingat awal pertama kali bercinta
dengan Dewa pada waktu itu.

Sebanarnya, bukan hanya sekali ini Hanum menghadapi lelaki. Tetapi secara
jujur, Hanum harus mengakui, bahwa lelaki seperti Dewa sangat jarang
ditemuinya.

Lelaki bertemperamen panas. Jantan! Romantis. Lelaki-lelaki yang dihadapinya,


kebanyakan loyo. Tidak dapat memberikan kepuasan padanya!

Hanum membiarkan saja Dewa meraba-raba sepasang buah dadanya yang


montok ranum. Lengkap dengan putingnya yang kemerahan tegak menantang
ke atas. Puting itu bergetar-getar,

seirama dengan gerakan-gerakan bukit indah itu. Dan Dewa meremasnya


dengan lembut. Lembut sekali. Penuh perasaan.

Hanum merengek manja. Menggeliat sambil merintih. Matanya meredup.

Oukh, telapak tangan Dewa hangat dan seakan-akan mengandung magnit.


Membuat Hanum jadi terangsang.

Tangan lelaki itu masih juga meremas. Berpindah-pindah. Puas sebelah kanan.

Beganti dengan sebelah kiri. Bervariasi dengan tekanan- tekanan yang romantis.

Mendatangkan rasa geli-geli dan nikmat. "Oukh, Dewa! Hmmnrhhh . . . sssh,


akh!" ujar Hanum sambil membusungkan dada yang sedang diremas Dewa,
agar Hanum lebih dapat meresapkan rasa geli-geli nikmat itu.

Dewa memang pintar menaikkan rangsang perempuan sedikit demi sedikit.


Bukan hanya tangannya saja yang pintar bermain. Tetapi juga hidung dan
mulutnya.

28
Hidungnya menciumi permukaan payudara yang padat dan montok itu. Tidak
terlalu besar dan juga tidak kecil. Bentuknya sangat indah. Membuat gemas.
Cara Dewa menciumi sepasang payudara itupun bervariasi. Sebentar keras dan
sebentar lembut. Dan darah yang mengalir di tubuh Hanum semakin deras saja!

***

Sesaat, Hanum tersadar dari Fantasi liarnya dan kembali ke kenyataan. Dewa
tidak ada di sampingnya. Dia sendirian menunggu Dewa pulang.

Mengingat semua itu, Hanum jadi terangsang. Namun sayang, suaminya tidur di
rumah orang.

Namun, Hanum tetap membayangkan dia bersenggama dengan Dewa.


Fantasynya semakin liar saja. Nafsunya sudah tidak tertahan. Dia mulai
menyentuh dirinya sendiri dan membayangkan Dewa sedang bersamanya.

***

"Auww . . . !!" Hanum menjerit lirih. Dan perempuan itu


menggelinjang-gelinjang, saat puting buah dadanya dikulum oleh Dewa.

Dan untuk kesekian kali, Hanum harus mengakui, bahwa kuluman bibir Dewa
sangat berbeda dengan kuluman bibir lelaki-lelaki lainnya.

"Hsssh, akh! Terus, Dewa! Terussss, sayangghhh . . . !! Hmmmhhh . . . !!" dua


telapak tangan Hanum mengerumasi rambut Dewa sambil menekankan.

Dewa semakin terangsang. Sungguh nikmat puting buah dada itu. Dikulum oleh
Dewa. Dilepaskan. Dikulum. Dilepaskan lagi. Berganti-ganti kanan dan kiri.
Dikulum lagi, dilepaskan lagi. Berulang-ulang dengan tak bosanbosannya. Dan
puting itu semakin tegang lagi.

Dewa melakukannya bervariasi. Sebentar lembut dan sebentar keras. Dan rasa
geli bercampur kenikmatan semakin terasa. "Oukh, Dewa! Teruskan, sayanghhh
. . . !! Sssh ennnak, Dewa!!!" mulut Hanum mendecap-decap seperti orang
kepedasan. Tersendat-sendat.

29
Dan buah dada Hanum semakin keras, pertanda perempuan itu kian terangsang.
Lebih-lebih bilamana Dewa menggesergeserkan di antara gigigiginya.

Nikmat! Dan napas Hanum turun naik. "Dewa! Keras, dikit! Ya, ya. gitu. Aukh,
Dewa! Kok enakkkh, sihhhh !" dan Hanum merintih-rintih.

Dewa semakin bersemangat. Digigit-gigitnya pentil susu yang kenyal itu.


Dihisapnya. Lalu dijilatinya dengan bernafsu. Sebentar ditinggalkannya, puting
itu. Lalu Dewa mengecupi buah dada ranum itu bertubi-tubi.

Lalu kembali ke pentil susu yang siap menanti. Dihisapnya lagi. Digigitinya.
Dikulum-kulumnya Lalu dilepaskannya lagi. Sementara tangan Hanum tak
menentu

mengerumasi rambut Dewa yang tebal, sehingga rambut lelaki itu menjadi
acak-acakan.

Lama Dewa mencumbu sepasang susu yang indah menggiurkan itu. Demikian
pula dengan ketiak perempuan itu.

Dewa tak mau membiarkan menganggur. Ketiak Hanum berbulu lebat. Sesuai
dengan selera Dewa. Dewa memang paling senang dengan
perempuan-perempuan yang cantik yang ketiaknya berbulu lebat.

Sesuai dengan pengalaman Dewa, biasanya perempuan- perempuan itu


bertemperamen panas.

Dewa menciumi ketiak perempuan itu, lalu menurun sampai ke pinggang


sebelah kiri. Naik lagi ke ketiaknya, menurun lagi sampai ke pinggangnya.
Demikian berulang-ulang.

Dewa juga menggunakan ujung lidahnya untuk menjilatjilat sambil menggigiti


keras dan lembut. "Uukh, Dewa! Kami sungguh pintar membahagiakan
perempuan . . . !!!" bisik Hanum terputus-putus.

30
Permainan lidah Dewa terus dengan gencar menyerang tempat- tempat di tubuh
Hanum yang sensitip. Dijilatinya perut Hanum yang licin dan langsing.
Pusarnya menjadi sasaran ciuman-ciuman Dewa berulangulang. Sambil berbuat
demikian, tangan Dewa membelai-belai kedua paha Hanum yang masih
terkatup.

Hanum sudah gemetar tubuhnya. Panas dingin. Ketika Hanum menengok ke


bawah, pandangannya beradu pada sesuatu di antara kedua paha Dewa.

Hanum menelan ludah. Benda itu sejak tadi menggodanya. Hanum menurunkan
tangannya. Digenggamnya batang rudal Dewa yang aduhai.

Dewa yang sedang menciumi sedikit di bagian bawah pusar Hanum


tertahan-tahan napasnya. "Oukh. Mbak . . . !" katanya. Hanum merasakan benda
yang digenggamnya, yang baru separuh tegang, hangat dan besar. Senang sekali
menggenggam seperti itu. Sementara itu. tangan Dewa masih juga terus
meraba-raba Hanum berganti-ganti.

"Sabar, Sayang!" bisik Dewa. "Nanti kau boleh berbuat apa saja terhadap
punyaku. Tetapi sekarang, aku sedang ingin mencumbu tubuhmu. Seluruh
tubuhmu, Hanum! Kurang leluasa kalau kau menggengam punyaku begini!"

Apa boleh buat. Meskipun Hanum masih ingin menggenggam batang rudal
yang luar biasa itu, terpaksa dilepaskan. Maka kini dengan leluasa melakukan
aktifitasnya.

Dan . . . hhmmmh!

Dewa menahan napas ketika pandangannya ditujukan ke selangkangan Hanum.


Bagian itu gompyok ditutupi rambut yang tebal keriting. Hmmh! Rambut
kemaluan Hanum bukan main lebat dan ikal.

Menghitam! Kata orang, semakin tebal rambut kemaluan perempuan akan


semakin enak kalau digituin. Dan sekarang, secara jujur, Dewa harus mengakui,
bahwa dia belum pernah mendapatkan perempuan yang rambut kemaluannya
setebal dan selebat Hanum.

31
Dewa menelan ludah. Jika menuruti nafsunya, tentu saja seketika itu juga Dewa
akan membenamkan batang kemaluannya yang sudah kian tegang, ke belahan
daging hangat di balik rimbunan hutan lebat itu.

Tetapi Dewa bukanlah type lelaki yang serba grasa-grusu. Dia tidak akan
menggituin pereinpuan, sebelum lebih dulu memberikan kesan yang sangat
mendalam. "Oukh, Dewa!" Hanum menepuk pipi Dewa lembut. "Kau kok jadi
berobah seperti patung! Apa aku ini aneh bagimu!"

Dewa menelan ludah sambil tersenyum. "Bukannya aneh, tetapi anumu, nih . . .
!" ujar Dewa sambil membelai rambut kemaluan Hanum. "Rambut kemaluan ini
indah dan menawan sekali.

Baru rambutnya saja sudah begini menggiurkan, apalagi kemaluanmu. Tentunya


enak sekali. Hmmh!"

Hanum tertawa kecil. "Kau senang sekali pada rambut kemaluanku. Ben?!"
tanya Hanum sambil menggosokgosok bulu-bulu rambut di dada Dewa.

Dewa masih terus dengan mesra membelai-belai rambut kemaluan yang indah
itu.

Hanum tertawa kecil lagi sambil mengerumasi ramhut Dewa. "Nah, terserah
kaulah. Perbuatlah apa saja yang kau sukai pada punyaku!"

Walaupun tanpa diperintah seperti itu, tentu saja Dewa akan berbuat sesukanya
terhadap kemaluan Hanum yang kini sudah terpampang di hadapannya.

Dewa menggerai-geraikan rambut kemaluan yang tebal, panjang dan keriting


itu. Lalu ditekan- tekannya. Lalu diciuminya. Kadang-kadang ditarik-tariknya.
Hanum merasakan kemesraan amat sangat. Secara naluriah, pahanya mulai
membuka sedikit demi sedikit. Jari-jari tangan Dewa bermain-main di pebukitan
itu. Hmmh, mesranya! Selangit!

"Dewa !!" Hanum merintih.

32
Dewa menguakkan bibir-bibir kemaluan Hanum. Hmm, tampak bagian
dalamnya yang kemerahan. Sangat indah menawan. Dewa menelan ludah.
Beginilah kiranya kemaluan perempuan.

Dengan mesranya, Dewa meraba-raba vagina yang indah itu. Merah dan licin.
Pada bagian atas, pada pertemuan antara dua bibir, tampak sekerat daging kecil.
Nyempil sendirian. Tidak berteman. Sungguh kasihan.

Dewa memandangi sepuas- sepuasnya panorama indah mengesankan itu.


Hanum memijit hidung Dewa agak kuat. "Oukh, Dewa! Mengapa cuma melihati
saja?! Memangnya punyaku barang tontonan!"

Dewa tersenyum. Tahulah dia, bahwa Hanum sudah kepingin sekali dikerjai
v*g*nanya. Padahal Dewa masih ingin lebih lama memandangi. V*g*na
Hanum rasanya lebih indah dari pada milik perempuan lain yang pernah
disaksikannya.

Dengan mesra, jari-jari Dewa menyentuhnya. Hanum tergelinjang. "Wow!


Hmmh, Dewa!! Ss sh, akh!" Hanum menggeliat. Jari Dewa terus juga bermain.
Mengutik-utik kelentit yang nyempil aduhai.

Dewa menempatkan di antara kedua paha Hanum yang sudah mengangkang.


Liang v*g*na yang sebaris dengan sibakan bibir inilah yang dapat menjepit dan
memberikan kenikmatan kepada zakar.

Lagi-lagi tangan Dewa menyentuh kelentit yang cuma sekerat itu. Dan lagi-lagi
Hanum bergelinjang. Nikmatnya bukan main. Orang suka bilang, kelentit itu
bisa berdiri. Benarkah?! Dewa senang sekali dan mengulangi perbuatannya
berkali-kali. "Oukh, geli, Dewa! Geliiiii! Sssh, akhh . . . !!" Hanum
merintih-rintih.

Tingkah Dewa saat itu, bagaikan kanak-kanak yang memperoleh permainan


yang mengasyikan. Permainan yang tidak ada dijual di toko. Semakin giat Dewa
menyentuhi sekerat daging kecil itu. Hanum mengerumasi rambut Dewa.

33
Tidak puas dengan hanya menyentuh dengan tangan saja, bibir- bibir kemaluan
yang ditumbuhi rambut itu, dikuakkan oleh Dewa semakin lebar lagi. Kedua
kaki Hanum kini telah niengangkang selebar-lebarnya, menekuk ke atas.

Sekarang, bagian dalam kemaluan itu telah terpampang selebar-lebarnya.


Terbebas sama sekali. Sedetik kemudian, Hanum terpekik: "Awww . . . !"
Tubuhnya tersentak ke atas. Rupanya Dewa telah membenamkan hidungnya ke
dalam belahan daging yang aduhai itu.

"Dewa . . . !! Uf ! Ssssh ennnakhhh, Dewa!!" Hanum merintih-rintih sambil


menekankan belakang kepala Dewa dengan kedua tangnnya.

Maka hidung Dewa mulai menggusur ke sana-ke mari. Seperti akan


membongkar seluruh bagian v*g*na Hanum.

Kaki Hanum menendang-nendang ke atas, merasakan kenikmatan tidak bertara.


Dewa terus dengan giatnya menciumi. Vagina Hanum menyebarkan aroma yang
segar merangsang!

"Oukh, Dewa! Enak . . . enak . . . enak, sayangghhhh! Teruskan, Dewa! Ayo,


lebih cepat .dikit. Hmmmh Dewa! Terus, sayang. Terus, terus, akhhhh !!"

"Aku juga, Mbak! Aku . . . aku . . . juga enak," bisik Dewa sambil juga
menggunakan. lidahnya, menjilat dan menjilat.

Mata Hanum merem melek. Kepalanya terlempar ke sana-ke mari. Lehernya


menggeleyong-geleyong. "Dewa! kau senang menciumi punyakuuuu . . . ?!!
Shhh . . . !!!" tersendat-sendat suara Hanum.

"Senang sekali! Punyaku jadi semakin tegang, nih!" kata Dewa tersendat-sendat
pula. Dan lidah Dewa terus juga menjilat dan menjilat.

Menyapu-nyapu kelentit Hanum. Benar saja! Kelentit itu semakin tegak,


menandakan Hanum telah terbakar oleh nafsu birahi. Kedua kaki Hanum terus
menyentak-nyentak ke atas. Pantatnya diangkat dan digoyang- goyang. Oukh,
sungguh, permainan yang mengasyikkan.

34
Dewa benar-benar menyukai menciumi dan menjilati vagina Hanum yang
harum itu. Sama sekali tidak jijik. Justru sebaliknya. Ketagihan. Dewa semakin
rakus dan semakin rakus.

"Dewa!!! Hhhssshh. Hmmm . . . hmmmhhh!" suara Hanum menggeletar.


Badannya nienggeliat-geliat tak menentu. Tubuhnya menggelepar-gelepar,
bilamana ujung lidah Dewa mengait-ngait dan menusuk-nusuk liang v*g*na
Hanum yang terasa liat.

Sentuhan-sentuhan lembut vagina yang berdenyut- denyut itu kian membakar


nafsu birahi. Dan tiba-tiba Hanum mengejang. "Dewa . . . !! Sssh ! Akkkhhhuuu
tak kuaattsss, sayaugghh . . . !!" Hanum merentak-rentak.

"Ayoh, Sayang! Keluarkan! Aku sudah siap menerima!" ujar Dewa yang terus
juga dengan bersemangat menusuk-nusuk v*g*na Hanum dengan ujung
lidahnya.

"Iyyaa, Dewa! Akhhhu shhi . . . aukhh! Dewa! Ennnakkhhhh, meronta-ronta


bagaikan kesetanan.

Berbarengan dengan jeritannya yang menyayat, Hanum mengangkat pantatnya


tinggi-tinggi dan menekankan belakang kepala Dewa sekuat- kuatnya, sehingga
tanpa ampun separuh wajah Dewa membenam sedalam-dalam ke bagian dalam
kemaluan Hanum.

Bertepatan dengan itu pula, menyemprot lah cairan hangat dan licin. Kental.
Menyiram lidah Dewa yang terus menusuk-nusuk v*g*na Hanum.

***

Setelah puas, Hanum menyadari kembali bahwa semua hanya Fantasi. Dia
orgasme bukan karena Dewa melainkan dengan Jari.

Lagi dan lagi, Hanum sendiri, dalam sepi.

Dewa belum juga pulang. Tentu masih bersama Rahma yang bagi Hanum
merupakan wanita jalang.

35
__________TAMAT____________

36

Anda mungkin juga menyukai