Anda di halaman 1dari 66

Diary Niken

Well... mulanya ini ide iseng-iseng gue, "love hotel" dalam rangka hari kemerdekaan! Panjat
pinang cinta di puncak asmara. Eh, pacar gue Riko malah menanggapi dengan serius. So... why
do he waiting for..? Just make it come true! 3 days 2 nights make-love romantic-exotic party…

Riko mempersiapkan segalanya, hampir komplit: selain bawa pakaian casual dan makanan -
minuman ringan, juga membawa DVD player beserta beberapa film triple-x, handycam,
beberapa thong dan boxer, topeng, lilin, pelumas, kondom dan sejenisnya. Gue bilang hampir
komplit karena nggak bawa : dildo / vibrator.. he.he..he.. belon punya. Ada yg tau bisa dapetin
barang tsb yg berkualitas prima dengan harga wajar..???

Menjelang tengah hari riko check-in sendirian di hotel MR, hotel yg masih gres dan cukup
favorit di bilangan jakarta selatan. Setelah itu dia jemput gue di rumah dan mengantar gue ke
kampus untuk kuliah. "Holly shit..! My Sexy niken..." gurau riko menatap gue. Memandangi
rambut gue yang hitam panjang, kulit putih mulus, wajah cantik indo-japan, tinggi 160an...wow!
Kaus ketat putih gue cukup tipis sehingga bra motif kotak-kotak biru ukuran 36 pemberian riko
yg gue kenakan membayang jelas dan tak kuasa menyembunyikan keindahan payudara
dibaliknya itu. Adrenalin riko langsung bergejolak, dalam hatinya gue yakin dia berteriak...
"Buset dah! Mau kuliah pake thong-bikini gitu dibalik kaus ketat putih dan celana panjang
hitam..!" Si Niko (nama penis riko, singkatan dari Niken's kontol.. he..he..) jadi bangun deh!

Singkat cerita, selesai kuliah sekitar jam 3 sore, kita langsung melaju menuju hotel MR, lantai 7
kamar xxx. Tanpa bisa berbasa-basi, riko mulai mencumbu gue, maklum... ini momen yg sudah
lama kita tunggu. Dia melumat bibir gue yg masih terpoles lipstik merah merona sambil
tangannya memeluk erat-erat bodi gue yang hangat menggemaskan. Perlahan kami berbaring di
ranjang yg empuk sambil berkecup mesra dan liar, meraba tubuh yang semakin memanas lekas...
Sebentar dengan setengah memaksa, riko segera mencopot kaus ketat putih dan celana panjang
hitam ketat yg melekat di badan gue... "Aduh, apa-apaan sih riko... masih siang nih, jangan dulu
dong, please.." gue berkata pelan. Namun ia seperti tidak menggubris kata-kata gue. Lekuk tubuh
gue yang tinggal mengenakan thong-bikini bermotif kotak-kotak biru mungkin sangat-sangat
menggairahkan sekali dirinya... membuat si "niko" mengeras... serasa menantang iman
kejantanan riko. Terus ia mencumbu gue, kiss my lips, my face, lick my ear and my neck,
bermain-main dengan putting dan payudara gue... make me so horny... higher and higher...
"Ssshhhh... ahhhh...hmmm..." gue mulai beraksi melawan cumbu rayunya. Sebentar riko
membuka kaus dan jeans yg dipakainya, wow... tinggal boxer ketat yang menonjolkan
kegagahan kontolnya. Nggak sadar gue raih boxernya, menelanjangi itu, tangan kanan gue
membetot batang zakarnya sementara lidah gue menjelajah di ujung kepala dan urat leher
kontolnya. "Ahh...!" riko berteriak kaget campur sedikit sakit dan nikmat... Dengan lahap bibir
dan lidah gue menyerbu dan menjilati kepala dan leher si niko yg semakin mengejang, tangan
kiri gue mempermainkan dan meremas-remas biji zakarnya sementara tangan kanan gue terus
membetot dan mengocok batang kontol itu. "Aouuuu... honey... you... ahhh..." riko mendesah
kenikmatan dari ganasnya oral seks yang gue lakukan. Sambil terus melahap kontolnya, mata
gue terus menatap langsung wajah riko yang lagi menikmati... oh no... he is... mupeng... muka
pengen.. ha..ha..ha..!

Sementara sinar matahari yang menerangi melalui kaca jendela kamar yang terbuka lebar, mulai
meredup senja. Istirahat sejenak, setelah menutup jendela, kami memasang lilin-lilin warna-
warni di sekeliling tempat tidur. Penyejuk udara terus-menerus menghembuskan udara segar,
membuat suasana menjadi sangat nyaman, adem dan romantis, namun membuat gejolak panas di
dada... Kembali riko memegang kendali, menjilati sekujur tubuh seksi gue yang tinggal
mengenakan thong, sementara tangannya mempermainkan klitoris seputar meiko ( vaginanya
gue, singkatan dari memek si riko.. he..he..). Panas di dalam... Dengan gaya konvensional,
jemarinya menguak thong-bikini gue, perlahan kontolnya mulai terarah ke dalam liang sempit
vagina gue yang sudah membasah. "Aaaahhhsss...sssshhhh..." riko seperti merasakan
kejantanannya menjelajahi lubang vagina gue . "Ahhh...ahhhh..." gue mendesah-desah sedikit
sakit bercampur nikmat ketika seperti setengah terpaksa kontolnya yang cukup gede (kira-kira
18cm guys..!) bablas memenuhi memek gue. "Uuhhhhh...auuuuu...ahhhhh..." gue melolong-
lolong kenikmatan tatkala kontolnya menggesek-gesek memek basah gue... harder... harder... Ia
menggempur terus..! Keringatnya menetes... pantat riko terus mengayun merangsek
selangkangan gue. Kaki gue mengangkat lalu menjepit erat pinggangnya. Nikmat! Wajah gue
merintih-rintih seakan meminta genjotan tiada akhir... menuju pintu orgasme...indah. Puluhan
menit berlalu, memek gue terasa panas lengket dan basah! Tiba-tiba riko mengangkat badan gue
sehingga posisi gue menunggangi badannya berhadapan-hadapan. Kali ini giliran gue yang
menggenjot dia... " Oh guyz...shhh...." Riko mendesir menahan nikmat genjotan getol gue,
membuat payudara gue ikut melonjak-lonjak, girang. Sesekali riko mengisep-isep puting susu
gue yang menggelayut aduhai itu, woooooww... yang membuat gue semakin menikmati dan
menambah kencang menggenjot! Dengan gaya gue di atas begini membikin gue seperti mudah
menuju orgasme... mau... oooh.... oohh... no..no..!

Tiba-tiba riko mengangkat pantat gue dengan kedua tangannya... "Kenapa sih say...'kan lagi
enaak.." gue agak kecewa karena jalan panjang nikmat menuju orgasme terinterupsi. "Hmm,
nungging dong honey.." pinta riko pendek. Gue cepat membalik bodi gue, mengangkang bergaya
doggie...kepala gue rebahkan di tempat tidur sehingga pantat gue menungging menampilkan
memek yang merekah basah dibelahan pantat gue. Segera riko berlutut menunggangi gue seakan
gue itu kuda betina liar. Blass... "ahhhhh..." hampir bersamaan kami menjerit nikmat. Kali ini
riko yang menggenjot gue. Kontolnya bertahan perkasa dalam lubang memek hangat gue. Ah,
nikmat indah luar biasa. Terus dia menggenjot... menghentak-hentakkan pantatnya keluar-masuk.
Sesekali riko nge-bor, diputer-puter pantatnya sambil menusuk kontolnya itu ke dalam meiko.
Sedap..! Sementara gue pasrah ditunggangin menuju puncak orgasme... Genjot terus...
nunggang... ahhh... si niko mulai meronta-ronta minta ngecerr... Huh..! Riko menarik kontolnya,
seakan menetralisir titik puncak rasa. "Kenapa sayang... Keluarin aja di dalem, pleaaase... niken
mauu... niken kepingin kehangatan sperma riko di dalem, pleaassee... riko jantan deh..." gue
menggoda. Membuat gairah kejantanan riko nggak mungkin menolak! Kembali riko amblesin
kontol gedenya ke memek gue, still in doggie style. Hahh... genjotannya semakin kasar, semakin
keras... "Au...hhhmmh... keluarin di dalem... sayang.." gue memelas, menggoda. Huahh...
genjotan pantatnya semakin kasar tak terkendali. Segenap tenaga riko menunggangi sang kuda
betina liar yang menggoda pejantannya... yang... "Ahhhhhhh.... Ahhhhhh... " kontol riko
berdenyut-denyut tak kuasa menyemprotkan air mani hangat yg telah lama tersimpan, jauh ke
dalam lubang vagina gue. "Cret...crett...crreett...! Jizzz..." Terkuras sudah segala daya tenaga dan
sperma riko, tergoler di ranjang. Sementara gue tersenyum nakal tetap posisi nungging.
"Hmmm...enak... biar spermanya riko benar-benar masuk ke dalam.." gue mendesah manja. Oh
God...! What a life..! He's hot! I'm his angel... Riko meremas pantat bahenol gue, memeluk dan
mengulum bibir gue... say thanks for a wonderful night with me...

Menantuku Yang Aduhai

Hans, 56 tahun, dengan perutnya gendut yang kebanyakan minum bir, kepalanya mulai botak
dan sudah menduda selama 10 tahun. Setelah rumahnya dijual untuk membayar hutang judinya,
dia terpaksa datang dan menginap di rumah putranya yang berumur 28 beserta menantu
perempuannya. Sekarang dia harus menghabiskan waktunya dengan pasangan muda tersebut
sampai dia dapat menemukan sebuah rumah kontrakan untuknya.

Diketuknya pintu depan dan Ester, menantu perempuannya yang berumur 24 tahun, muncul
memakai celana pendek putih dan kemeja biru dengan hanya tiga kancing atasnya yang
terpasang, memperlihatkan perutnya yang rata. Rambutnya yang berombak tergerai sampai
bahunya dan mata indahnya terbelalak menatapnya.

"Papi, aku pikir papi baru datang besok, mari masuk", katanya sambil berbalik memberi Hans
sebuah pemandangan yang indah dari pantatnya.

Dengan tingginya yang 175 itu, dia terlihat sangat cantik. Dia mempunyai figur yang sempurna
yang membuat lelaki manapun akan bersedia mati untuk dapat bercinta dengannya.

"Johan masih di kantor, sebentar lagi pasti pulang."


"Kupikir aku hanya nggak mau ketinggalan bus", kata Hans sambil duduk.
"Nggak apa-apa", jawab Esty, membungkuk ke depan untuk mengambil sebuah mug di atas meja
kopi.

Dengan hanya tiga kancing yang terpasang, itu memberi Hans sebuah pemandangan yang bagus
akan payudaranya, kelihatan sempurna. Memperhatikan hal tersebut menjadikan Hans ereksi
dengan cepat, dan dia harus lebih berhati-hati untuk menyembunyikan reaksi tubuhnnya. Esty
duduk di sofa di depan Hans dan menyilangkan kakinya, memperlihatkan pahanya yang indah.
Posisi duduknya yang demikian membuat pusarnya terlihat jelas ketika dia mulai bertanya pada
Hans tentang perjalanannya dan bagaimana keadaannya.

"Perjalanan yang melelahkan", Hans menjawab sambil matanya menjelajahi dari kepala hingga
kaki pada keindahan yang sedang duduk di depannya.

Sudah lebih dari 5 tahun sejak Hans berhubungan seks untuk terakhir kalinya. Setelah isterinya
meninggal, Hans sering mencari wanita panggilan. Tetapi hal itu semakin membuat hutangnya
menumpuk, dan dia tidak mampu lagi untuk membayarnya. Esty menyadari kalau kemejanya
memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya pada mertuanya, maka dia dengan cepat segera
membetulkan kancing kemejanya.

"Aku harus ke atas, mandi dan segera menyiapkan makan malam. Anggap saja rumah sendiri",
katanya sambil berjalan naik ke tangga.

Mata Hans mengikuti pantat kencangnya yang bergoyang saat berjalan di atas tangga dan dia
tahu bahwa dia memerlukan beberapa ‘format pelepasan’ dengan segera. Kemudian telepon
berbunyi. Hans mengangkatnya.

"Halo"
"Hallo, ini papi ya?", itu Johan.
"Ya Jo", jawab Hans.
"Pi, aku khawatir harus meninggalkan papi untuk urusan bisnis dan mungkin nggak akan
kembali sampai Senin. Ada keadaan darurat. Maafkan aku soal, ini tapi papi bisa kan bilang ini
ke Esty, aku harus mengejar pesawat sekarang. Maafkan aku tapi aku akan telepon lagi nanti".
Mereka mengucapkan selamat jalan lalu menutup teleponnya.

Hans memutuskan untuk menaruh koper-kopernya. Dia berjalan ke atas, melewati kamar tidur
utama, terdengar suara orang yang sedang mandi. Hans menaruh koper-kopernya dan pelan-
pelan membuka pintu kamar tidur itu lalu menyelinap masuk. Ada sepasang celana jeans
berwarna biru di atas tempat tidur, dan sebuah atasan katun berwarna putih. Hans mengambil
atasan itu dan menemukan sebuah pakaian dalam wanita dibawahnya. Ini sudah cukup.
Diambilnya celana dalam itu, membuka resliting celananya, dan mulai menggosok kemaluannya
dengan itu. Jantungnya berdebar mengetahui menantu perempuannya sedang berada di kamar
mandi di sebelahnya selagi dia sedang memakai celana dalamnya untuk ‘format pelepasan’
dirinya. Dipercepatnya gerakannya sambil mencoba membayangkan seperti apa Esty saat di atas
tempat tidur, dan bagaimana rasanya mendapatkan Esty bergerak naik turun pada penisnya.
Hans hampir dekat dengan klimaksnya ketika dia mendengar suara dari kamar mandi berhenti.
Dengan cepat Hans menaruh pakaian itu ke tempatnya semula dan keluar dari kamar itu. Dia
menutup pintunya, tapi masih membiarkannya sedikit terbuka. Baru saja dia keluar, Esty muncul
dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang membungkus tubuhnya. Hans bisa langsung
orgasme hanya dengan melihatnya dalam balutan handuk itu, lalu dia tahu dia akan mendapatkan
yang lebih baik lagi.

Esty melepas handuknya, membiarkannya jatuh ke lantai, tidak mengetahui kalau mertuanya
yang terangsang sedang mengintip tiap geraknya. Dia mendekat ke pintu, saat dia pertama kali
melihatnya Hans memperoleh sebuah pemandangan yang sempurna dari pantat yang sangat
indah itu. Kemudian Esty memutar tubuhnya yang semakin mempertunjukkan keindahannya.
Vaginanya terlihat cantik sekali dihiasi sedikit rambut dan payudaranya kencang dan sempurna,
seperti yang dibayangkan Hans. Dia mulai mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk,
membuat payudaranya sedikit tergoncang dari sisi ke sisi. Hans menurunkan salah satu kopernya
dan menggunakan tangannya untuk mulai mengocok penisnya lagi. Esty yang selesai
mengeringkan rambutnya, mengambil celana dalamnya dan membungkuk ke depan untuk
memakainya.

Saat melakukannya, Hans mendapatkan sebuah pemandangan yang jauh lebih baik dari
pantatnya, dan dia tidak lagi mampu mengendalikan dirinya, dia bisa langsung masuk ke dalam
sana dan menyetubuhinya dari belakang. Lubang anusnya yang berwarna merah muda terlihat
sangat mengundang ketika pikiran Hans membayangkan apa Esty mengijinkan putranya
memasukkan penisnya ke dalam lubang itu. Ketika dia membungkuk untuk memakai jeansnya,
gravitasi mulai berpengaruh pada payudaranya. Penglihatan ini mengirim Hans ke garis akhir,
saat dia menembakkan spermanya ke seluruh celana dalamnya. Pelan-pelan Hans mengemasi
baarang-barangnya dan dengan cepat memasuki kamarnya sendiri untuk berganti pakaian.

Sesudah makan malam, mereka berdua pergi ke ruang keluarga untuk bersantai.

"Kenapa tidak kita buka sebotol wine. Aku menyimpannya untuk malam ini buat Johan tapi
karena sekarang dia tidak pulang sampai hari Senin, kita bisa membukanya", kata Esty sambil
berjalan ke lemari es.

"Ide yang bagus", jawab Hans memperhatikan Esty membungkuk ke depan untuk mengambil
botol wine. Ketika Esty mengambil gelas di atas rak, atasan putihnya tersingkap ke atas,
memberi sebuah pandangan yang bagus dari tubuhnya. Atasannya menjadikan payudaranya
terlihat lebih besar dan jeansnya menjadi sangat ketat, memperlihatkan lekukan tubuhnya. Hans
tidak bisa menahannya lagi. Dia harus bisa mendapatkannya. Sebuah rencana mulai tersusun
dalam otak mesumnya.

Dua jam berbicara dan mulai mabuk saat alkohol mulai menunjukkan efeknya pada Esty.
Dengan cepat topik pembicaraan mengarah pada pekerjaan dan bagaimana Esty sedang
mengalami stress belakangan ini.

"Kenapa kamu tidak mendekat kemari dan aku akan memijatmu", tawar Hans. Esty dengan
malas berkata ya dan pelan-pelan mendekat pada Hans dan berbalik pada punggungnya lalu
tangan Hans mulai bekerja pada bahunya.

"Oohh, ini sudah terasa agak baikan", dia merintih.

Hans tetap memijat bahunya ketika perasaan mendapatkan Esty mulai mengaliri tubuhnya,
membuat penisnya mengeras. Mata Esty kini terpejam saat dia benar-benar mulai menikmati apa
yang sedang dilakukan Hans pada bahunya. Pantatnya kini berada di atas penis Hans, membuat
Hans ereksi penuh.

"Oohh, aku tidak bisa percaya bagaimana leganya perasaan ini, papi sungguh baik".
"Ini keahlianku", jawab Hans saat dia pelan-pelan mulai menggosokkan penisnya ke pantat Esty.

Esty menyadari apa yang sedang terjadi. Dia tidak menghiraukan apa yang Hans lakukan dengan
pijatannya yang mulai ‘salah’ itu. Dia sangat mencintai suaminya dan tidak pernah akan
mengkhianati dia. Dan bayangan tidur dengan mertuanya sangat menjijikkannya. Dia meletakkan
kedua tangannya pada kaki Hans saat mencoba untuk melepaskan dirinya dari penis Hans. Tapi
dengan gerakan malasnya, hanya menyebabkannya menggerakkan pantatnya naik turun selagi
dia menggunakan tangannya untuk menggosok paha Hans. Tahu-tahu dia merasa sangat
bergairah, dan dia ingin Johan ada di sini agar dia bisa segera bercinta dengannya. Hans tahu dia
telah mendapatkannya.

"Ini mulai terasa nggak nyaman untuk aku, kenapa kita tidak pergi saja ke atas", ajak Hans .
"Baiklah, aku belum merasa lega benar, tapi sebentar saja ya, sebab aku nggak mau membuat
papi lelah".

Ketika mereka memasuki kamar tidur, Hans menyuruhnya untuk membuka atasannya agar dia
bisa menggosokkan lotion ke punggungnya. Dia setuju melepasnya dan dia memperlihatkan bra
putihnya yang menahan payudaranya yang sekal. Gairahnya terlihat dengan puting susunya yang
mengeras yang dengan jelas terlihat dari bahan bra itu. Apa yang Esty kenakan sekarang hanya
bra dan jeans ketatnya, yang hampir tidak muat di pinggangnya. Esty rebah pada perutnya ketika
Hans menempatkan dirinya di atas pantatnya.

"Begini jadi lebih mudah untukku", kata Hans saat dia dengan cepat melepaskan kemejanya dan
mulai untuk menggosok pinggang dan punggung Esty bagian bawah. Alkohol telah berefek
penuh pada Esty ketika dia memejamkan matanya dan mulai jatuh tertidur.

"Oohh Johan", dia mulai merintih.

Hans tidak bisa mempercayainya. Di sinilah dia, setelah 5 tahun tanpa seks, di atas tubuh
menantu perempuannya yang cantik dan masih muda dan yang dipikirnya dia adalah suaminya.
Pelan-pelan dilepasnya celananya sendiri, dan membalikkan tubuh Esty. Hans pelan-pelan
mencium perutnya yang rata saat dia mulai melepaskan jeans Esty dengan perlahan. Vagina Esty
kini mulai basah saat dia bermimpi Johan menciumi tubuhnya. Dengan hati-hati Hans melepas
jeansnya dan mulai menjalankan ciumannya ke atas pahanya. Ketika dia mencapai celana dalam
yang menutupi vaginanya, dia menghirup bau harumnya, dan kemudian sedikit menarik ke
samping kain celana dalam yang kecil itu dan mencium bibir vagina merah mudanya. Vaginanya
lebih basah dari apa yang pernah Hans bayangkan. Esty menggerakkan salah satu tangannya
untuk membelai payudaranya sendiri, sedang tangan yang lainnya membelai rambut Hans .

"Oohh Johan", dia merintih ketika sekarang Hans menggunakan lidahnya untuk menyelidiki
vaginanya. Penisnya akan meledak saat dia mulai menjalankan ciumnya ke atas tubuhnya.

"Jangan berhenti", bisik Esty.

Dia sekarang menggerakkan penisnya naik turun di gundukannya, merangsangnya. Hanya celana
dalam putih kecil yang menghalanginya memasuki vaginanya. Hans lebih melebarkan paha Esty,
dan kemudian mendorong celana dalam itu ke samping saat dia menempatkan ujung penisnya
pada pintu masuknya. Pelan-pelan, di dorongnya masuk sedikit demi sedikit ketika Esty kembali
mengeluarkan sebuah rintihan lembut. Sudah sekian lama dia menantikan sebuah persetubuhan
yang panas, dan sekarang dia sedang dalam perjalanan ‘memasuki’ menantu perempuannya yang
cantik. Dia menciumi lehernya saat menusukkan penisnya keluar masuk. Dia mulai
meningkatkan kecepatannya, saat dia melepaskan branya. Hans mencengkeram kedua payudara
itu dan menghisap puting susunya seperti bayi. Perasaan ini tiba-tiba membawa Esty kembali
pada kenyataan saat dia membuka matanya. Dia tidak bisa percaya apa yang dia lihat. Mertuanya
sedang berada di atas tubuhnya, mendorong keluar masuk ke vaginanya dengan gerakan yang
mantap, dan yang paling buruk dari semua itu, dia membiarkannya terjadi begitu saja.

Hans melihat matanya terbuka, maka dia memegang kaki Esty dan meletakkannya di atas
bahunya dengan jari kakinya yang menunjuk lurus ke atas. Kini dia menyetubuhinya untuk
segala miliknya yang berharga.

"Oh tidak... hentikan... oh... Tuhan... kita nggak boleh... tolong.. ooohhh", Esty berteriak.
Payudaranya terguncang seperti sebuah gempa bumi ketika Hans menyetubuhinya layakanya
seekor binatang.

"Hentikan pi... ini nggak benar... oohh Tuhan", Esty berteriak dengan pasrah. Hans melambat,
dia menunduk untuk mencium bibir Esty. Lutut Esty kini berada di sebelah kepalanya sendiri
saat dia menemukan dirinya malah membalas ciuman Hans. Sesuatu telah mengambil alihnya.
Lidah mereka kini mengembara di dalam mulut masing-masing ketika mereka saling memeluk
dengan erat. Hans menambah lagi kecepatannya dan keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya,
Esty semakin menekan punggungnya. Hans berguling dan Esty kini berada di atas,
‘menunggangi’ penis Hans .

"Oh Tuhan, papi merobekku", kata Esty ketika dia meningkat gerakannya.
"Kamu sangat rapat, aku bertaruh Johan pasti kesulitan mengerjai kamu", jawabnya.

Ini adalah vagina yang paling rapat yang pernah Hans ‘kerjai’ setelah dia mengambil
keperawanan isterinya. Dia meraih ke atas dan memegang payudaranya, meremasnya bersamaan
lalu menghisap puting susunya lagi.

"Tolong jangan keluar di dalam... oohh... papi nggak boleh keluar di dalam".
Esty kini menghempaskan Hans jadi gila. Mereka terus seperti ini sampai Hans merasa dia akan
orgasme. Dia mulai menggosok beberapa cairan di lubang pantat Esty. Dia kemudian menyuruh
Esty untuk berdiri pada lututnya saat dia bergerak ke belakangnya, dengan penisnya mengarah
pada lubang pantatnya.

“Nggak, punya papi terlalu besar, aku belum pernah melakukan ini, Tolong pi jangan", Esty
menghiba berusaha untuk lolos.

Tetapi itu tidak cukup untuk Hans. Sambil memegangi pinggulnya, dengan satu dorongan besar
dia melesakkan semuanya ke dalam pantat Esty.

"Oohh Tuhan", Esty menjerit, dia mencengkeram ujung tempat tidur dengan kedua tangannya.

Hans mencabut pelan-pelan dan kemudian mendorong lagi dengan cepat. Payudaranya
tergantung bebas, tergguncang ketika Hans mengayun dengan irama mantap.

"Oohh papi bangsat".


"Aku tahu kamu suka ini", jawab Hans, dia mempercepat gerakannya.

Esty tidak bisa percaya dia sedang menikmati sedang ‘dikerjai’ pantatnya oleh mertuanya.

"Lebih keras", Esty berteriak, Hans memegang payudaranya dan mulai menyetubuhinya sekeras
yang dia mampu. Ditariknya bahu Esty ke atas mendekat dengannya dan menghisapi lehernya.

"Aku akan keluar", teriak Hans.


"Tunggu aku ", jawabnya.

Hans menggunakan salah satu tangannya untuk menggosok vaginanya, dan kemudian dia
memasukkan dua jari dan mulai mengerjai vaginanya. Esty menjerit dengan perasaan nikmat
sekarang saat dalam waktu yang bersamaan telepon berbunyi. Esty menjatuhkan kepalanya ke
bantal ketika Hans mengangkat telepon, dengan satu tangan masih menggosok vaginanya.

"Halo... Johan... ya dia menyambutku dengan sangat baik... ya aku akan memanggilnya, tunggu",
katanya saat dia menutup gagang telpon supaya Johan tidak bisa dengar suara jeritan orgasme
istrinya.

Dia bisa merasakan jarinya dilumuri cairan Esty. Dengan satu dorongan terakhir dia mulai
menembakkan benihnya di dalam pantat Esty. Semprotan demi semprotan menembak di dalam
pantat rapat Esty. Mereka berdua roboh ke tempat tidur, Hans di atas punggung Esty. Penisnya
masih di dalam, satu tangan masih menggosok pelan vagina Esty yang terasa sakit, tangan yang
lain meremas ringan payudaranya.

"Halo Johan", kata Esty mengangkat telepon. "Tidak, kita belum banyak melakukan kegiatan...
jangan cemaskan kami, hanya tolong usahakan pulang cepat... aku mencintaimu".

Dia menutup dan menjatuhkan telepon itu. Mereka berbaring di sana selama lima menitan, Hans
masih di atas, nafas keduanya berangsur reda. Hans mencabut jarinya yang berlumuran sperma
dan menaruhnya ke mulut Esty. Dia menghisapnya hingga kering, dan kemudian bangun.

"Aku pikir lebih baik papi keluar", dia berkata dengan mata yang berkaca-kaca. Dia berjalan
sempoyongan ke arah kamar mandi itu. Rambutnya berantakan. Hans bisa lihat cairannya yang
pelan-pelan menetes turun di pantatnya, dan menurun ke pahanya.

Ibu Heni Dan Temannya

Telah sebulan lamanya Andi, seorang pemuda tampan rupawan, berkenalan dengan wanita paruh
baya berumur empat puluh lima tahun bernama Bu Henny, istri seorang pejabat teras pemerintah
pusat di Jakarta. Berawal saat mereka bertemu di sebuah department store di kawasan Senen
dekat tempat Andi bekerja. Ketika itu Andi dengan tidak sengaja menolong Bu Henny waktu
wanita itu mencari sesuatu yang terjatuh dari tas tangan yang dibawanya. Dari pertemuan itulah
kemudian keduanya memulai hubungan teman yang kini berkembang menjadi lebih erat,
perselingkuhan!

Pemuda lajang yang berwajah tampan itu telah membuat Bu Henny jatuh hati hingga tak
dihiraukannya lagi status dirinya sebagai istri seorang pejabat. Ditambah dengan kebiasaan buruk
dan kondisi keluarganya yang memang penuh pertengkaran akibat suami yang doyan
menyeleweng seperti layaknya kebiasaan para pejabat pemerintah yang tak pernah lepas dari
perihal korupsi, kolusi, nepotisme dan perilaku seks yang selama ini selalu diarahkan pada
generasi muda sebagai kambing hitam.

Pertemuan pertama yang begitu mengesankan bagi kedua orang itu telah membawa mereka
mengarungi petualangan demi petualangan cinta yang dari hari ke hari semakin membuat mereka
mabuk asmara. Kencan-kencan rahasia yang selalu mereka lakukan di saat suami Bu Henny
melakukan tugas ke luar negeri telah menjadi sebuah jadwal rutin bagi keduanya untuk semakin
mendekatkan diri. Nafsu seksual Bu Henny yang meledak-ledak dan terpendam, menemukan
tempat yang begitu ia impikan semenjak bertemu pemuda itu. Sebagai pemuda lajang yang juga
masih memiliki keinginan libido seksual yang tinggi, Andipun tak kalah menikmatinya.

Bu Henny seperti memberi semua yang pemuda itu dambakan. Kepuasan seksual yang ia peroleh
dari hubungannya dengan istri pejabat itu benar-benar telah membuat hidupnya bahagia. Dendam
pribadinya sebagai anak muda yang merasa sangat tertipu oleh para pejabat negara seperti
terlampiaskan dengan melakukan perselingkuhan itu. Ditambah lagi dengan pesona tubuh Bu
Henny yang sangat ia sukai. Sesuai dengan seleranya yang suka pada tubuh montok ibu-ibu
dengan postur tubuh bahenol dan payudara besar seperti yang dimiliki wanita itu benar-benar pas
seperti seleranya.
Postur tubuh Bu Henny yang bongsor dengan pantat, pinggul dan buah dada yang besar memang
telah membuat Andi menjadi gila seks hingga dalam setiap hubungan badan yang mereka
lakukan keduanya selalu menemukan kepuasan seks yang hebat. Apalagi dengan bentuk
kemaluan yang besar dan sangat panjang dari Andi semakin membuat Bu Henny tak pernah puas
dan selalu haus dengan hubungan seksual mereka. Kemaluan Andi yang besar dan panjang serta
kemampuannya menaklukkan nafsu kewanitaan Bu Henny hingga wanita itu harus bangkit lagi
untuk mengimbangi permainan Andi telah melahirkan gairah yang selalu membara pada diri
wanita itu. Tak bosan-bosannya mereka melakukan persetubuhan dimana mereka merasa aman
dan nyaman. Hari-hari kedua insan yang mabuk kepuasan seks itupun berjalan lancar dan penuh
kenikmatan.

Bulan November tahun 1996, Andi meminta cuti selama satu minggu. Pemuda tampan itu telah
sebulan sebelumnya merencanakan untuk menghabiskan liburan di sebuah pulau kecil lepas
pantai Bali. Perusahaan tempat ia bekerja memberinya tiket gratis untuknya. Sementara di lain
tempat, suami Bu Henny mendapat tugas ke luar negeri untuk jangka waktu yang cukup panjang.
Hingga saat Andi mengatakan rencananya pada wanita itu Bu Henny langsung menyambutnya
dengan penuh suka cita. Dengan gemas ia membayangkan apa yang akan mereka lakukan di
pulau kecil itu. Dengan kemewahan hotel berbintang lima yang eksklusif, tak tertahankan
rasanya untuk segera melakukan hal itu. Benaknya kian dipenuhi bayangan kebebasan seks yang
akan ia tumpahkan bersama Andi.

Tiba saatnya mereka berangkat ke Bali, keduanya bertemu di airport dan langsung berpelukan
mesra sepanjang perjalanan. Tak terasa penerbangan satu jam lebih itu telah membawa mereka
sampai di tujuan. Bagaikan sepasang pengantin baru keduanya begitu mesra hingga feri yang
membawa mereka menuju pulau Nusa Lembongan itu telah merapat di sebuah dermaga kecil
tepat di depan hotel tempat mereka menginap. Keduanya langsung menuju lobby dan melakukan
prosedur check in. Tergesa-gesa mereka masuk ke sebuah bangunan villa yang telah dipesan Bu
Henny dan langsung menghempaskan tubuh mereka di tempat tidur. Dengan nafas yang
terdengar turun naik itu keduanya langsung bergumul dan saling mengecup. Bibir mereka saling
memagut disertai rabaan telapak tangan ke arah bagian-bagian vital tubuh mereka. Saat tangan
Bu Henny meraba punggung Andi, pemuda itu dengan perlahan melepaskan kancing gaun
terusan yang dikenakan Bu Henny hingga gaun itu terlepas dari tubuhnya.

Kini tampak tubuh putih mulus dan bahenol itu terbuka. Dadanya yang membusung ke depan
dengan buah payudara yang besar masih dilapisi BH putih berenda itu terlihat semakin
menantang dan membuat nafsu Andi semakin tak tertahan. Disingkapnya BH itu kebawah
hingga buah dada Bu Henny tersembul dihadapannya. Bibir Andi langsung menyambut dengan
kecupan.
“aahh…, hhmm”, desah Bu Henny, kecupan Andi membuatnya merasakan kenikmatan khas dari
mulut pemuda itu saat Andi mulai menyedot putingnya.

Perempuan itu terus mendesah sambil berusaha melepaskan celana yang dikenakan Andi, setelah
berhasil melepaskan celana panjang itu tangan Bu Henny langsung meraih batang penis Andi
yang telah tegang mengeras. Dirabanya lembut sambil mengusap-usap kepala penis yang begitu
disukainya itu.
“ooohh…, Bu…, ooohh”, kini desahan Andi terdengar menimpali desahan Bu Henny, kecupan
pemuda itupun kini menuju ke arah bawah dada Bu Henny yang terus-menerus mendesah
menahan nikmatnya permainan lidah Andi yang terasa menari di permukaan kulitnya. Perlahan
pemuda itu menuju ke daerah bawah pusar Bu Henny yang ditumbuhi bulu-bulu halus dari
sekitar daerah kemaluannya. Dengan pasrah Bu Henny mengangkang membuka pahanya lebar
untuk memberi jalan pada Andi yang semakin asik itu. Jari tangan pemuda itu kini menyibak
belahan kemaluan Bu Henny yang menantang, dan dengan penuh nafsu ia mulai menjilati bagian
dalam dinding vagina wanita paruh baya itu. Andi tampak begitu buas menyedot-nyedot clitoris
diantara belahan vagina itu sehingga Bu Henny semakin tampak terengah-engah merasakannya.

“uuuhh…, uuuhh…, uuuhh…, ooohh…, ooohh…, teruuusss sedooot sayaang…, ooohh pintaar
kamu Andi…, ooohh”, kini terdengar Bu Henny setengah berteriak.
Andi semakin terlihat bersemangat mendengar teriakan nyaring Bu Henny yang begitu
menggairahkan. Seluruh bagian dalam dinding vagina yang berwarna kemerahan itu dijilatnya
habis sambil sesekali tangannya bergerak meraih susu Bu Henny yang montok itu, dengan gemas
ia meremas-remasnya. Kenikmatan itupun semakin membuat Bu Henny menjadi liar dan
semakin tampak tak dapat menguasai diri. Wanita itu kini membalik arah tubuhnya menjadi
berlawanan dengan Andi, hingga terjadilah adegan yang lebih seru lagi.

Kedua insan itu kini saling meraih kemaluan lawannya, Andi menjilati liang vagina Bu Henny
sementara itu Bu Henny menyedot buah penis pemuda itu keluar masuk mulutnya. Ukuran penis
yang besar dan panjang itu membuat mulutnya penuh sesak. Ia begitu menyenangi bentuknya
yang besar, penis yang selalu membuatnya haus. Buah penis itulah yang selama ini dapat
memuaskan nafsu birahinya yang selalu membara. Dibanding milik suaminya tentulah ukuran
penis Andi jauh lebih besar, penis suaminya tak lebih dari satu perlima ukuran penis pemuda itu.
Ditambah lagi dengan kemampuan Andi yang sanggup bertahan berjam-jam sedang suaminya
paling hanya dapat membuat wanita itu ngos-ngosan. Sungguh suatu kepuasan yang belum
pernah ia rasakan dari siapapun seumur hidupnya selain dari Andi.

Belasan menit sudah mereka saling mempermainkan kemaluan masing-masing membuat


keduanya merasa semakin ingin melanjutkan indehoy itu ketahap yang lebih hebat. Bu Henny
bahkan tak sadar bahwa ia belum melepas sepatu putih yang dikenakannya dalam perjalanan.

Nafsu mereka yang telah tak tertahankan itu membuat keduanya seperti tak peduli akan hal-hal
lain. Bu Henny kini langsung menunggangi Andi dengan arah membelakangi pemuda itu.
Digenggamnya sejenak penis Andi yang sudah tegang dan siap bermain dalam vaginanya itu,
lalu dengan penuh perasaan wanita itu menempelkannya di permukaan liang vaginanya yang
telah basah dan licin, dan “Sreeeppp bleeesss”, penis Andi menerobos masuk diiringi desahan
keras dari mulut mereka yang merasakan nikmatnya awal senggama itu.

“ooo…, hh…”, teriak Bu Henny histeris seketika merasakan penis itu menerobos masuk ke liang
vaginanya yang seakan terasa sangat sempit oleh ukuran penis pemuda itu.
“aahh…, Buu…, enaakkk”, Balas Andi sambil mulai mengiringi goyangan pinggul Bu Henny
yang mulai turun naik di atas pinggangnya. Matanya hanya menatap tubuh wanita itu dari
belakang punggungnya. Tangan Andi meraih pinggang Bu Henny sambil membelainya seiring
tubuh wanita itu yang bergerak liar di atas pinggang Andi.
“Ohh Andi…, ooohh sayang…, enaaknya yah sayang ooohh…, ibu suka kamu sayang ooohh…,
enaknya And…, penis kamu enaakkk”, desah Bu Henny sambil terus bergoyang menikmati penis
Andi yang terasa semakin lezat saja. Andipun tak kalah senang menikmati goyangan wanita itu,
mulutnya juga terdengar mendesah nikmat.
“aauuu…, ooohh vagina ibu juga nikmat, oooh lezatnya oohh bu, ooohh goyang terus bu..”.

“Sini tanganmu sayang remas susu ibu..”, tangan Bu Henny menarik tangan Andi menuju buah
dadanya yang menggantung dan bergoyang mengikuti irama permainan mereka. Andi meraihnya
dan langsung meremas-remas, sesekali puting susu itu dipilinnya. Bu Henny semakin
histeris”,aauuu…, ooohh enaak, remeeess teruuus susu ibu Andi…, ooohh…, nikmat…, ooohh
Andi”.
“Ohh Bu Henny…, ooohh Bu enaknya goyang ibu ooohh terus goyang ooohh sampai pangkal bu
ooohh…, tekan lagi ooohh angkat lagi ooohh…, mmhh ooohh vaginanya enaakkk bu ooohh”,
teriak Andi mengiringinya, kamar villa yang luas itu kini penuh oleh teriakan nyaring dan
desahan bernafsu dari kedua insan yang sedang meraih kepuasan seks secara maksimal itu. Bu
Henny benar-benar seperti kuda betina liar yang baru lepas dari kandangnya. Gerakannya diatas
tubuh Andi semakin liar dan cepat, menunjukkan tanda-tanda mengalami klimaks permainannya.
Sementara itu Andi hanya tampak biasa saja, pemuda itu masih asik menikmani goyangan liar
Bu Henny sambil meremasi payudara wanita itu bergiliran satu per satu.

Lima belas menit saja adagan itu berlangsung kini terlihat Bu Henny sudah tak dapat lagi
menahan puncak kenikmatan hubungan seksual itu. Lalu dengan histeris wanita itu berteriak
keras dan panjang mengakhiri permainannya.
“ooouuu…, ooo…, aa…, iiihh…, ibu keluaarrr…, ooo…, nggak tahaann laagiii enaaknyaa
Andi…, ooohh”, teriaknya panjang setelah menghempaskan pantatnya ke arah pinggang Andi
yang membuat kepala penis pemuda itu terasa membentur dasar liang rahimnya, cairan kental
yang sejak tadi ditahannya kini muncrat dari dalam rahim wanita itu dan memenuhi rongga
vaginanya.

Sesaat Andi merasakan vagina Bu Henny menjepit nikmat lalu ia merasakan penisnya tersembur
cairan kental dalam liang kemaluan wanita itu, vagina itu terasa berdenyut keras seiring tubuh
Bu Henny yang mengejang sesaat lalu berbah lemas tak berdaya.
“ooohh An, ibu nggak kuat lagi…, Istirahat dulu ya sayang?”, pintanya pada Andi sambil
melepaskan gigitan vaginanya pada penis pemuda itu.
“Baiklah Bu”, sahut Andi pendek, ia mencoba menahan birahinya yang masih membara itu
sambil memeluk tubuh Bu Henny dengan mesra.

Penis pemuda itu masih tampak berdiri tegang dan keras. Dengan mesra dicumbunya kembali Bu
Henny yang kini terkapar lemas itu. Andi kembali meraba belahan kemaluan Bu Henny yang
masih basah oleh cairan kelaminnya, jarinya bermain mengutil titik kenikmatan di daerah vagina
wanita itu. Bibirnyapun tak tinggal diam, ia kembali melanjutkan jilatannya pada sekitar puting
susu Bu Henny. Sesekali diremasnya buah dada berukuran besar yang begitu disenanginya itu.
Kemudian beberapa saat berlalu, Bu Henny menyuruhnya berjongkok tepat di atas belahan buah
dada itu, lalu wanita itu meraih sebuah bantal untuk mengganjal kepalanya. Ia meraih batang
penis Andi yang masih tegang dan mulai mengulumnya, tangan wanita itu kemudian meraih
payudaranya sendiri dan membuat penis Andi terjepit diantaranya. Hal itu rupanya cukup nikmat
bagi Andi sehingga ia kini mendongak menahan rasa lembut yang menjepit buah penisnya.
Sementara itu tangan pemuda itu terus bermain di permukaan vagina Bu Henny, sesekali ia
memasukkan jarinya ke dalam liang kemaluan itu dan mempermainkan clitorisnya sampai
kemudian beberapa saat lamanya tampak Bu Henny mulai bangkit kembali.

“Hmm…, Andi, kamu memang pintar sayang, kamu buat ibu puas dan nyerah, sekarang kamu
buat ibu kepingin lagi, aduuuh benar-benar hebat kamu An”, puji Bu Henny pada Andi.
“Saya rasa suasana ini yang membuat saya jadi begini Bu, saya begitu menikmatinya sekarang,
nggak ada rasa takut, kuatir ketahuan suami ibu atau waswas. Ibu juga kelihatan semakin
menggairahkan akhir-akhir ini, saya semakin suka sama badan ibu yang semakin montok”
“Ah kamu bisa aja, An. Masa sih ibu montok, yang bener aja kamu”.
“Bener lho, Bu. Saya begitu senang sama ibu belakangan ini, rasanya kenikmatan yang ibu
berikan semakin hari semakin hebat saja”.
“Mungkin ibu yang semakin bersemangat kalau lagi main sama kamu, gairah ibu seperti
meledak-ledak kalau udah main sama kamu. Tapi, ayo dong kita mulai lagi, ibu jadi mau main
lagi nih kamu bikin. iiih hebatnya kamu sayang”, kata Bu Henny sambil mengajak Andi kembali
membuka permainan mereka yang kedua kali.

Masih di atas tempat tidur itu, kini Andi mengambil posisi di atas Bu Henny yang berbaring
menghadapnya. Tubuhnya siap menindih tubuh Bu Henny yang bahenol itu. Perlahan tapi pasti
Andi masuk dan mulai bergoyang penuh kemesraan. Di raihnya tubuh wanita itu sambil
menggoyang penuh perasaan. Sepasang kemaluan itu kembali saling membagi kenikmatannya.
Suara desahan khas mulai terdengar lagi dari mulut mereka, diiringi kata-kata rayuan penuh
nikmat dan gairah cinta.

Kini Andi semakin garang meniduri wanita itu. Gerakannnya tetap santai namun genjotan
pinggulnya pada tubuh Bu Henny tampak lebih bertenaga. Hempasan tubuh Andi yang kini turun
naik di atas tubuh Bu Henny sampai menimbulkan suara decakan pada permukaan kemaluan
mereka yang beradu itu. Bibir mereka saling pagut, kecupan disertai sedotan di leher keduanya
semakin membuat suasana itu menjadi tegang dan menggairahkan. Teriakan-teriakan nyaring
keluar dari mulut Bu Henny setiap kali Andi menekan pantatnya ke arah pinggul wanita itu.

Beberapa saat lamanya mereka lalu berganti gaya. Bu Henny menempatkan dirinya di atas tubuh
Andi, dibiarkannya Andi menikmati kedua buah dadanya yang menggantung. Dengan leluasa
kini pemuda itu menyedot puting susu itu secara bergiliran. Tak puas-puasnya Andi menikmati
bentuknya yang besar itu, ia begitu tampak bersemangat sambil sebelah tangannya meraba
punggung Bu Henny. Buah dada besar dan lembut nan mulus itupun menjadi kemerahan akibat
sedotan mulut Andi yang bertubi-tubi di sekitar putingnya. Sementara Bu Henny kini asik
bergoyang mempermainkan irama tubuhnya yang turun naik bergoyang ke kiri kanan untuk
membagi kenikmatan dari kemaluan mereka yang sedang beradu. Penis Andi yang tegang dan
keras itu seakan bagai batang kayu jati yang tak tergoyahkan. Sekuat wanita itu mendorong ke
arah pinggul Andi sekuat itu pula getaran rasa nikmat yang diperolehnya dari pemuda itu.

“ooohh…,ooohh…, ooohh…, enaknya Andi…, ooohh enaknya penis kamu sayang…, ibu
ketagihan…, oohh lezatnya…, aahh…, uuuhh…, sedooot teruuus susu ibu…, ooohh sayang
ooohh”, desah Bu Henny bercampur jeritan menahan rasa nikmat dari goyang pinggulnya di atas
tubuh Andi. Untuk kesekian kalinya sensasi kenikmatan rasa dari penis Andi yang besar dan
panjang itu seperti bermain di dalam liang vaginanya. Liang kemaluan yang biasanya hanya
merasakan sedikit geli saat bersenggama dengan suaminya itu kini seperti tak memiliki ruang
lagi oleh ukuran penis pemuda itu. Seperti biasanya saat dalam keadaan tegang penuh, penis
Andi memang menjadi sangat panjang hingga Bu Henny selalu merasakan penis itu sampai
membentur dasar liang rahimnya yang paling dalam. Dan keperkasaan pemuda itu yang sanggup
bertahan berjam-jam dalam melakukan hubungan seks itu kini kembali membuat Bu Henny
untuk kedua kalinya mengalami ejakulasinya. Dengan gerakan yang tiba-tiba dipercepat dan
hempasan pinggulnya ke arah tubuh Andi yang semakin keras, wanita itu berteriak panjang
mengakhiri ronde kedua permainannya.

“aahh…, ahh…, aa…, aahh…, ibu ke…, lu.., ar laagiii…, ooohh…, kuatnya kamu sayang
ooohh”. jeritnya kembali mengakhiri permainan itu.”ooohh bu…, enaak ooohh vagina ibu
nikmat jepitannya oooh hh…”, balas Andi sambil ikut menggenjot keras menambah kenikmatan
puncak yang dialami bu Henny. Pemuda itu masih saja tegar bergoyang bahkan saat Bu Henny
telah lemas tak sanggup menahan rasa nikmat yang berubah menjadi geli itu.
“aawww…, geliii…, Andi stop dulu, ibu istirahat dulu sayang ohh gila kamu And, kok bisa
kayak gini yah?”.
“Habiiis ibu sih goyangnya nafsuan banget, jadi cepat keluar kan?”.
“Nggak tahu ya An, ibu kok nafsunya gede banget belakangan ini, sejak ngerasain penis kamu
ibu benar-benar mabuk kepayang…”, kata Bu Henny sambil menghempaskan tubuhnya di
samping Andi yang masih saja tegar tak terkalahkan.
“Sabar Bu, saya bangkitkan lagi deh..”, seru pemuda itu sekenanya.
“Baiklah An, ibu juga mau bikin kamu puas sama pelayanan ibu, biar adil kan? Sini ibu karaoke
penis kamu…, aduuuh jagoanku…, besar dan panjang ooohh…, hebatnya lagi”, lanjut Bu Henny
sambil beranjak meraih batang kemaluan Andi yang masih tegang itu lalu memulai karaoke
dengan memasukkan penis Andi ke mulutnya.

Andi kembali merasakan nikmat dari permainan yang dilakukan wanita itu dengan mulutnya,
penis besarnya yang panjang dan masih tegang itu dikulum keluar masuk dengan buas oleh Bu
Henny yang tampaknya telah sangat berpengalaman dalam melakukan hal itu. Sambil berlutut
pemuda itu menikmatinya sembari meremas kedua buah payudara Bu Henny yang ranum itu.
Telapak tangannya merasakan kelembutan buah dada nan ranum yang begitu ia sukai. Dari atas
tampak olehnya wajah wanita paruh baya yang cantik itu dengan mulut penuh sesak oleh batang
penisnya yang keluar masuk. Sesekali Bu Henny menyentuh kepala penis itu dengan giginya
hingga menimbulkan sedikit rasa geli pada Andi.
“Auuuww…, nikmat Bu sedot terus aahh, aduuuh enaknya”.
“mm…, mm..”, Bu Henny hanya bisa menggumam akibat mulutnya yang penuh sesak oleh penis
Andi.

Andi terlihat begitu menikmati detik demi detik permainannya, ia begitu menyenangi tubuh
bongsor wanita yang berumur jauh lebih tua darinya itu. Nafsu birahinya pada wanita dewasa
seperti Bu Henny memang sangat besar. Ia tak begitu menyenangi wanita yang lebih muda atau
seumur dengannya. Andi beranggapan bahwa wanita dewasa seperti Bu Henny jauh lebih nikmat
dalam bermain seks dibanding gadis ABG yang tak berpengalaman dalam melakukan hubungan
seks. Setiap kali ia melakukan senggama dengan Bu Henny ia selalu merasakan kepuasan yang
tiada duanya, wanita itu seperti sangat mengerti apa yang ia inginkan. Demikian pula Bu Henny,
baginya Andi-lah satu-satunya pria yang sanggup membuatnya terkapar di ranjang. Tak
seorangpun dari mantan kekasih gelapnya mampu membuat wanita itu meraih puncak kepuasan
seperti yang ia dapatkan dari Andi.

Sepuluh menit sudah Andi di karaoke oleh Bu Henny. Kemudian kini mereka kembali mengatur
posisi saat wanita itu kembali bangkit untuk yang ketiga kalinya. Ia yang telah terkapar dua kali
berhasil dibangkitkan lagi oleh pemuda itu. Inilah letak keperkasaan Andi. Ia dapat membuat
lawan mainnya terkapar beberapa kali sebelum ia sendiri meraih kepuasannya. Pemuda itu
sanggup bermain dalam waktu dua jam penuh tanpa istirahat. Sejenak mereka bermain sambil
berdiri, saling menggoyang pinggul, mirip sepasang penari samba. Namun kemudian dengan
cepat mereka menuju kamar mandi dan masuk ke dalam bak air hangat yang luas, sembari
mengisi bak rendam itu dengan air mereka melanjutkan permainannya di situ, mereka masuk ke
dalam bak dan langsung mengatur posisi di mana Andi menempatkan diri dari belakang dan
memasukkan penisnya dari arah pantat Bu Henny.

Adegan seru kembali terjadi, teriakan kecil menahan nikmat itu terdengar lagi dari mulut Bu
Henny yang merasakan genjotan Andi yang semakin nikmat saja. Diiringi suara tumpahan air
dari kran pengisi bath tube itu suasana menjadi semakin menggairahkan.
“aahh…, nikmat An, aahh…, ooohh penis kamu sayang ooohh enaak, mmhh lezaatnya ooohh…,
genjot yang lebih keras lagi dong…, ooohh enaak”, teriak Bu Henny sejadi-jadinya saat
merasakan nikmat di liang vaginanya yang dimasuki penis pemuda itu. Andi juga kini tampak
lebih menikmati permainannya, ia mulai merasakan kepekaan pada penisnya yang telah
membuat Bu Henny menggapai puncak dua kali itu.
“Ooohh…, Bu…, vagina ibu juga nikmat sekali…, ooohh saya mulai merasa sangat nikmat
ooohh…, mmhh…, Bu ooohh, Bu Henny ooohh ibu cantik sekali ooohh…, saya merasa bebas
sekali”, oceh mulut Andi menimpali teriakan gila dari Bu Henny yang juga semakin mabuk oleh
nikmatnya goyang tubuh mereka.

Keduanya memang tampak liar dengan gerakan yang semakin tak terkendali. Beberapa kali
mereka merubah gaya dengan beragam variasi seks yang sangat atraktif. Kadang di pinggiran
bath tub itu Bu Henny duduk mengangkang dengan pahanya yang terbuka lebar sementara Andi
berjongkok dari depannya sambil menggoyang maju mundur, mulutnya tak pernah lepas
menghisap puting susu Bu Henny yang montok dan besar itu. Bunyi decakan cairan kelamin
yang membeceki daerah pangkal kemaluan yang sedang beradu itupun kini terdengar bergericik
seiring pertemuan kemaluan mereka yang beradu keras oleh hempasan pinggul Andi yang
menghantam pangkal paha Bu Henny.

“Aduuuhh Annndiii…, enaaknya goyang kamu sayang ooohh…, teruuus…, aahh genjot yang
keraass…, ooohh sampai puaasss…, hhmm enaakk sayangg…, mmhh nikmaatttnya…, ooohh…,
enaknya genjotan kamu…, ooohh…, Andi sayang oooh kamu pintar sekali ooohh ibu nggak mau
berhenti sama kamu…, ooohh.., jagonya kamu sayang ooohh genjot terus yang keras”.
“Ohh Bu Henny, ibu juga punya tubuh yang nikmat, nggak mungkin saya bosan sama ibu,
ooohh…, apalagi susu ini…, ooohh mm…, enaknya…, baru sekali ini saya ketemu wanita cantik
manis dengan tubuh yang begitu aduhai seperti ibu, oooh Bu Henny…, goyang ibu juga nikmat
sekali oooh meski ibu sudah punya anak tapi vagina ini rasanya nikmat sekali bu, ooohh susu ibu
juga mm…, susu yang paling indah yang pernah saya lihat…, auuuhh enaaknya vagina ini…,
ooohh…, penis saya mulai sedikit peka bu”, balas Andi memuji wanita itu.

Keduanya terus saling menggoyang sambil memuji kelebihan masing-masing, ocehan mereka
berkisar pada kenikmatan seks yang sedang mereka alami saat ini. Andi memuji kecantikan dan
kemolekan tubuh Bu Henny, sedang wanita itu tak henti-hentinya memuji keperkasaan dan
kenikmatan yang ia dapatkan dari Andi. Beberapa saat berlalu, mereka kembali merubah variasi
gayanya menjadi gaya anjing, Bu Henny menunggingkan pantatnya ke arah Andi lalu pemuda itu
menusukkan kemaluannya dari arah belakang. Terjadilah adegan yang sangat panas saat Andi
dengan gerakan yang cepat dan goyang pinggul yang keras memnghantam ke arah pantat Bu
Henny. Wanita itu kini menjerit lebih keras, demikian pula dengan Andi yang saat ini mulai
merasakan akan menggapai klimaks permainannya.

“ooohh…, ooohh…, ooohh…, aauuuhh…, ennnaakkk…, An.. Di sayang…, genjooot…, ibu mau
keluaar lagii…, ooohh…, nggaak tahan lagi sayang…, nikmaat ooohh”, jerit nyaring Bu Henny
yang ternyata juga sedang mengalami ejakulasi, vaginanya merasakan puncak kenikmatan itu
seperti sudah diambang rahimnya. Ia masih mencoba untuk bertahan.

Demikian halnya dengan Andi yang kini sedang mempercepat gerakan pinggulnya menghantam
pantat Bu Henny untuk meraih kenikmatan maksimal dari dinding vagina wanita itu. Kepala
penisnyapun mulai berdenyut menandakan puncak permainannya akan segera tiba. Buru-buru
diraihnya tubuh Bu Henny sambil membalikkan arahnya menjadi berhadapan, lalu kemudian ia
mengangkat sebelah kaki wanita itu ke atas dan dengan gesit memasukkan buah penisnya
kembali ke liang vagina Bu Henny.

“oooh Bu, saya juga mau keluar. Kita pakai gaya ini yah?! Saya mau keluarkan sekarang juga…,
aauuuhh Bu Henny sayang…, ooohh…, enaakkk…, ooohh…, vagina ibu njepit…, enaak”, teriak
Andi diambang puncak kenikmatannya, ia begitu kuat merasakan cairan sperma yang sudah siap
meluncur dari penisnya yang dalam keadaan puncak ketegangannya itu. Kemaluannya terasa
membesar sehingga vagina Bu Henny terasa makin sempit dan nikmat. Wanita itupun merasakan
hal yang tak kalah nikmatnya, vaginanya seakan sedang merasakan nikmat yang super hebat dan
membuat wanita itu tak dapat lagi menahan keluarnya cairan kelamin dari arah rahimnya.

“ooohh…, aahh…, ibu keeeluuuaarrr laagii…, aahh enaakkk…, Andiii”, teriak Bu Henny
mengakhiri permainannya, disaat bersamaan Andi juga mengalami hal yang sama. Pemuda itu
tak dapat lagi menahan luncuran cairan spermanya, hingga penisnya pun menyemprotkan cairan
itu ke dalam rongga vagina Bu Henny dan membuatnya penuh, dinding vagina itu seketika
berubah menjadi sangat licin akibat dipenuhi cairan kelamin kedua manusia itu. Andi tampak tak
kalah seru menikmati puncak permainannya, ia berteriak sekeras-kerasnya.
“aahh…, saya keluaarr juga Bu Henny ooohh…, ooohh…, air mani saya masuk ke dalam vagina
ibu…, ooohh…, lezaat…, ooohh Bu Henny sayaanng…, ooohh Bu Henny…, enaak”, jeritnya
sambil mendekap wanita itu dengan keras dan meresapi sembuaran spermanya dalam jumlah
yang sangat banyak. Cairan putih kental itu sampai keluar meluber ke permukaan vagina Bu
Henny.

Akhirnya kedua insan itu ambruk dan saling mendekap dalam kolam air hangat yang sudah
penuh itu. Mereka berendam dan kini saling membersihkan tubuh yang sudah lemas akibat
permainan seks yang begitu hebat. Mereka terus saling mencumbu dan merayu dengan penuh
kemesraan.
“Andi sayang…”, panggil Bu Henny.
“Ya, bu”.
“Kamu mau kan terus main sama ibu?”.
“Maksud ibu?”.
“Maksud ibu, kamu mau kan terus kencan gini sama ibu?”.
“Oh itu, yah jelas dong bu, masa sih saya mau ninggalin wanita secantik ibu”, jawab Andi sambil
memberikan kecupan di pipi Bu Henny.
“Ibu pingin terus bisa menikmati permainan ini, nggak ada yang bisa memuaskan birahi ibu
selain kamu. Suami ibu nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan kamu. Dulu
sebelumnya ibu juga pernah pacaran sama pegawai bawahan suami ibu tapi ah mereka sama saja,
hanya nafsu saja yang besar, tapi kalau sudah main kaya ayam, baru lima menit sudah keluar”.
“Yah saya maklum saja bu, tapi ibu jangan kuatir. Saya akan terus menuruti kemauan ibu, saya
juga senang kok main sama ibu. Dari semua wanita yang pernah saya kencani cuma Ibu deh
rasanya yang paling hebat bergoyang. Bentuk tubuh Ibu juga saya paling suka, apalagi kalau
yang ini nih..”, kata Andi sambil memilin puting susu Bu Henny.
“Auuuw…, Andi! geliii aahh…, ibu udah nggak tahan…, nanti lagi ah”, jerit Bu Henny
merasakan geli saat Andi memilin puting susunya.

Keduanya terus bercumbu rayu hingga saat beberapa puluh menit kemudian mereka
mengeringkan badan lalu beranjak menuju tempat tidur. Di sana lalu mereka saling dekap dan
hanyut dalam buaian kantuk akibat kelelahan setelah permaian seks yang hebat itu. Merekapun
tertidur lelap beberapa saat kemudian. Masih dalam keadaan telanjang bulat keduanya terlelap
dalam dekapan mesra mereka. Dua jam lamanya mereka tertidur sampai saat senja tiba mereka
terbangun dan langsung memesan makan malam di kamar.

Hari pertama itu Andi dan Bu Henny benar-benar seperti gila seks. Permainan demi permainan
mereka lakukan tanpa mengenal berhenti. Saat malam tiba keduanya kembali melampiaskan
nafsu birahi mereka sepuas-puasnya. Klimaks demi klimaks mereka raih, sudah tak terkira
puncak kenikmatan yang telah mereka lalui malam itu. Dengan hanya diselingi istirahat beberapa
belas menit saja mereka kembali lagi melakukannya. Dari pukul delapan malam sampai
menjelang jam empat pagi mereka dengan gila mengumbar nafsu seks mereka di villa yang luas
itu. Berbagai macam obat kuat dan ekstasi mereka minum untuk memperkuat tenaganya.
Minuman keras mereka tegak sampai mabuk untuk menyelingi permainan itu. Televisi yang ada
di kamar itupun mereka putarkan Laser Disc porno yang telah mereka siapkan dari Jakarta,
sambil melihat adegan seks di TV itu mereka menirukan semua gerakannya.

Malam itu sungguh menjadi malam birahi yang panjang bagi kedua orang yang sedang mabuk
seks itu. Begitu salah satu dari mereka merasa lemas mereka langsung menegak pil kuat
pembangkit tenaga yang telah mereka siapkan. Belasan botol bir sudah habis ditegak Andi
ditambah beberapa piring sate kambing untuk membuatnya selalu tegang dan panas. Barulah
menjelang dini hari mereka terkapar lemas kemudian tertidur lelap tanpa busana. Kamar itupun
tampak berantakan akibat permainan yang mereka lakukan di sembarang tempat, dari tempat
tidur sampai kamar mandi, meja makan, sofa, lantai karpet, sampai toilet jongkok yang ada di
kamar mandi.
Keesokan harinya mereka masih tampak terlelap sampai siang menjelang sore, tubuh mereka
terasa penat dan malas.
“Huuuaahhmm”, terdengar Andi menguap.
“Kamu sudah bangun sayang?”, tanya Bu Henny begitu mendengar suara pemuda itu, ia lebih
dahulu bangun untuk mengambil pesanan minuman yang ditaruh di meja teras samping kolam
renang pribadi yang ada di villa itu. Secangkir kopi ia ambilkan untuk Andi lalu wanita itu
beranjak keluar kamar menuju kolam renang di depan kamar mereka. Dengan bebas ia lalu
membuka gaun tidur yang dikenakannya dan bermain di kolam renang itu. Andi hanya
memperhatikan dari dalam kamar. Villa itu memang dibatasi oleh tembok tinggi bergaya
tradisional Bali dengan halaman yang luas. Gerbangnyapun dapat dikunci dari dalam sehingga
aman bagi tamu dari gangguan. Mereka juga telah memesan agar tidak diganggu selama hari
pertama sampai ketiga agar mereka dapat menikmati kepuasan yang mereka inginkan itu secara
maksimal.

Andi memandang tubuh Bu Henny dari kejauhan sambil membayangkan apa yang telah
diraihnya dari wanita paruh baya yang telah bersuami itu. Betapa beruntungnya ia yang hanya
seorang biasa pegawai perusahaan swasta itu dapat menggauli istri pejabat tinggi pemerintah
yang biasanya sangat sulit didapatkan orang lain. Seleranya pada wanita dewasa yang berumur
jauh di atasnya menjadikan pemuda itu sangat menikmati hubungan gelapnya dengan Bu Henny.
Tubuh wanita itu putih mulus dengan wajah manis menggairahkan, buah dada yang begitu
menantang dengan ukuran yang besar ditambah lagi dengan goyang tubuhnya yang aduhai
menjadikannya benar-benar sempurna di mata Andi.

Dari jauh ia menatap tajam ke arah Bu Henny yang kini duduk di pinggiran kolam itu, tampak
jelas saat wanita itu sedikit mengangkang memperlihatkan daerah kemaluannya yang ditumbuhi
bulu-bulu halus. Itu adalah bagian yang paling disukai Andi, dalam setiap hubungan seks yang
mereka lakukan Andi tak pernah sekalipun melewatkan kesempatannya untuk menjilati daerah
itu. Aromanya yang khas dengan permukaan bibir vagina yang merah merekah menjadikannya
selalu tampak menantang dan membangkitkan nafsu birahi.

Umur Bu Henny sudah lebih dari empat puluh tahun justru menambah gairah pemuda itu, ia
merasa benar-benar mendapatkan apa yang ia inginkan dari Bu Henny. Gairah dan nafsu birahi
yang selalu membara, kedewasaan berfikir maupun teknik bermain cinta yang begitu ia sukai
semua ia dapatkan darinya. Kehangatan tubuh wanita bersuami itu sungguh cocok dengan selera
Andi. Kehangatan yang tak pernah sekalipun ia dapatkan dari wanita muda, apalagi ABG yang
sok seksi seperti yang banyak terdapat di kota-kota besar. Ia sudah bosan dan muak dengan anak-
anak kecil yang murahan dan hanya mengenal seks secara pas-pasan itu. Namun hubungannya
dengan Bu Henny kini seperti memberinya pengalaman lebih tentang seks dan segala misteri
yang ada di dalamnya. Teknik-teknik menikmati senggama yang sebelumnya hanya ia baca dari
buku tuntunan seks itu kini dapat ia praktikkan dan rasakan kenikmatannya dari tubuh Bu
Henny. Bahkan Bu Henny seperti menuntunnya ke arah kesempurnaan teknik seks yang hari
demi hari semakin terasa memabukkan.

Beberapa saat memandangi tubuh bugil itu membuat Andi kembali terangsang. Iapun kemudian
beranjak bangun dari tempat tidur dan menyambar sebuah handuk lalu berjalan menghampiri Bu
Henny di pinggir kolam itu. Sambil tersenyum Bu Henny menyambutnya dengan sebuah
kecupan mesra, Andi merangkulnya dari belakang dan dengan perlahan kemudian mereka masuk
ke kolam dan berenang dengan bebas. Mereka asik bermain dengan air, saling menyiram sambil
sesekali menggelitik daerah vital. Keduanya bercanda puas dengan sangat bebas. Dunia bagaikan
milik mereka berdua di tempat itu. Bu Henny memang sengaja memesan villa dengan bangunan
dan lokasi khusus yang jauh dari keramaian, dengan segala fasilitas yang bersifat pribadi seperti
kolam, taman dan pantai pribadi yang tertutup untuk tamu lain semua menjadi milik mereka
berdua. Dengan sepuas hati mereka menghabiskan sisa waktu siang hari itu untuk bermain di
kolam maupun di pantai, berenang kemudian saling berkejaran di pantai dan taman villa itu. Tak
ketinggalan mereka melakukan hubungan seks yang cukup seru di kolam renang, hingga hari itu
mereka benar-benar sangat ceria.

Senjapun tiba, kedua manusia yang dimabuk nafsu birahi itu rupanya sudah terlalu lelah untuk
kembali melakukan senggama seperti yang mereka perbuat kemarin. Kini keduanya tampak
duduk di sebuah sofa di teras villa itu sambil menikmati snack dan minuman ringan yang mereka
pesan. Beberapa saat kemudian dua orang pelayan hotel mengantarkan makan malam yang
mewah sekalian menata kembali kamar yang berantakan oleh permainan seks yang mereka
lakukan hari sebelumnya. Kedua orang pelayan itu seperti heran melihat keadaan kamar yang
cukup berantakan, tapi sedikitpun mereka tak berani mengeluh ataupun bercanda pada kedua
tamunya karena Bu Henny memang membayar villa termahal ditambah dengan kondisi khusus
yang membuat mereka menjadi tamu terpenting yang paling dihormati.

Setelah menghabiskan makan malam yang besar dengan menu penuh gizi disertai minuman
energi untuk pemulih tenaga itu mereka beranjak naik ke tempat tidur. Bu Henny menyalakan
televisi dan memprogram sebuah film horor dari laser disc. Sejenak kemudian mereka sudah
terlihat asik saling mendekap sambil menyaksikan film itu hingga larut malam sebelum lalu
mereka tertidur saling mendekap mesra. Dua hari itu mereka habiskan dengan mengumbar nafsu
birahi sepuas-puasnya hingga kini mereka perlu istirahat yang panjang untuk memulihkan
stamina mereka. Hari ketiga mereka habiskan dengan membaca berita dari majalah yang
disediakan hotel. Siang harinya mereka mengambil sebuah program hiburan menyelam di laut
sekitar pulau itu untuk menyaksikan keindahan bawah laut berupa ikan hias dan karang yang
beraneka ragam. Keduanya melakukan itu untuk melengkapi hiburang dan selingan dari tujuan
utama mereka, meraih kepuasan seks bebas!

Masih di pulau kecil lepas pantai tenggara pulau Bali, Bu Henny dan Andi menghabiskan liburan
satu minggu mereka. Keduanya terlihat asyik duduk menikmati matahari terbenam di ufuk barat.
Warna kemerahan bercampur birunya laut semakin terlihat indah dengan terdengarnya lagu-lagu
yang dimainkan grup hiburan hotel diiringi alat musik akustik spanyol yang eksotik. Pasangan
itu mengambil tempat duduk di pojok kanan sebuah hamparan taman rumput dan bonsai yang
indah, sedikit terpisah dari tamu yang lain. Mereka tampak sedang menikmati minuman ringan
dan seporsi besar sea food berupa lobster dan soup kepiting kegemaran Andi. Sesekali keduanya
tampak tertawa kecil bercanda ria membicarakan kisah-kisah lucu yang mereka alami.

Beberapa saat kemudian ketika mereka sedang asik bercanda seorang wanita cantik berumur
kurang lebih sama dengan Bu Henny datang dari arah belakang mengejutkan mereka. Begitu
dekat wanita itu langsung menepuk pundak Bu Henny yang sama sekali tak melihat
kedatangannya.
“Selamat malam pengantin baru”, ucapnya pada Bu Henny, wanita itu langsung membalikkan
badan terkejut mendapat sentuhan tiba-tiba itu. Tapi sesaat setelah mengetahui siapa yang
datang, matanya tampak berbinar penuh keceriaan.
“Eeeiiihh…, Rani…, aduuuh jantungku hampir copot…, uuuhh hampiiir aja aku mati kaget Ran,
eh ngapain kamu di sini dan kok kamu tahu aku disini?”.
“Aduh Hen, aku tuh nyari kamu dari rumah sampai ke kolong jembatan tahu nggak, susaah
banget”.
“lantas siapa yang ngasih info kalu aku di sini”.
“Lho kan kamu sendiri yang cerita sama aku sebelum berangkat, kalau kamu mau liburang ke
sini”.
“Oh iya aku lupa”.
“Jelas lupa dong, lha kamu lagi bulan madu kayak gini gimana nggak lupa daratan?”, sahut
wanita itu menggoda Bu Henny.
“Idiiih kamu nyindir yah?, Awas tak jitak kamu”, lanjut Bu Henny sambil mengacungkan
tangannya ke arah wanita itu.
“Jitak aja, ntar aku buka kartu kamu di suami kamu, ya nggak?”, sergahnya tak mau kalah.
“Alaa…, kalau yang itu sih lapor aja, aku sih sekarang sudah punya jagoan, ngapain takut
mikirin si botak jelek itu, huh dasar tua bangka…, moga aja dia mati ketabrak kereta api di Luar
negeri, toh paling dia juga lagi nyari jajanan di jalan tuh, siapa nggak tahu sih pejabat
pemerintah…, eh ngomong-ngomong aku sampai lupa ngenalin Andi sama kamu, nih dia
Arjunaku yang sering kuceritakan sama kamu, Ran. Andi ini Tante Rani, teman akrab ibu dari
sejak di SMA dulu”.
“Halo Tante…, saya Andi”, kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan pada wanita rekan Bu
Henny itu. Sejak tadi ia cuma memperhatikan kedua wanita yang tampak saling akrab itu.
“Halo juga Andi, Bu Henny pernah juga cerita tentang kamu”.
“Eh Ran, kamu ngapain ke sini, pasti deh ada masalah penting di perusahaan, ada apa sih?” tanya
Bu Henny penasaran pada Tante Rani, namun raut wajah wanita itu langsung berubah muram
saat Bu Henny bertanya.
“Aku ada masalah lagi sama suamiku, Hen”, jawabnya sambil menunduk, wanita itu tampak
sedih.
“Ya ampuuun Ran, aku kan sudah bilang sama kamu seribu kali, kalau suami kamu bikin ulah,
kamu harus balas. Jangan bodoh gitu dong ah, jangan sok setia begitu. Eh tahu nggak biar kamu
nggak cerita sama aku, tapi aku sudah tahu masalah kamu. Pasti suami kamu nyeleweng lagi
kan? Eh Ran, Kamu harus sadar tahu nggak, semua yang namanya pejabat itu bangsat, denger
yah, bangsat, nggak bisa dipercaya. Kamu susah amat jadi orang setia. eeehh, suami kamu
nikmat-enakan di luar sana tidur sama gadis-gadis muda, sadar Ran, kamu harus gitu juga,
jangan kalah”, oceh Bu Henny panjang pada Tante Rina yang masih tertunduk. Bu Henny
melanjutkan omelan dan nasehatnya pada wanita itu dengan penuh amarah. Ia seperti tak tega
jika teman baiknya itu dijadikan bulan-bulanan oleh sumai yang brengsek seperti umumnya
pejabat pemerintah.

“Atau gini aja deh, aku nggak mau kamu jadi kusut kayak begini, sebagai sahabat dekat kamu,
aku siap ngebantuin kamu supaya bisa ngelupain masalah ini, okay?”, Bu Henny memberi
alternatif pada Tante Rani yang sedari tadi hanya bisa terdiam seribu basa.
Bu Henny melanjutkan kata-katanya dengan penuh semangat, “Okay Ran, ini mungkin akan
ngejutin kamu, tapi itupun terserah apakah kamu mau terima atau tidak ini hanya ide, kalau
kamu terima ya bagus kalaupun nggak juga nggak apa-apa kok, dengerin yah..”, sejenak ia
menghentikan kata-katanya lalu beberapa saat kemudian ia melanjutkan, “malam ini kamu boleh
gabung sama kita berdua, maksudku Andi dan aku, aku nggak keberatan kok kalau Arjunaku
harus melayani dua wanita sekaligus, toh aku sendiri rasanya nggak cukup buat dia, ya nggak
An?” katanya sembari melirik pada Andi.
Pemuda itu langsung terkejut, namun sebelum ia sempat berkata Bu Henny sudah kembali
melanjutkan ocehannya, “Tapi, Bu…”
“Alaa.., nggak pakai tapi tapi lagi deh, toh kamu juga pasti senang kan?, lagi pula ibu ingin lihat
apa kamu sanggup ngalahin kita berdua”.
“Tapi Hen”, sergah Tante Rani.
“Eh kamu nggak usah malu-malu, pokoknya lihat saja nanti yah, ayo sekarang yang penting kita
bisa senang sepuas puasnya, umbar dan raih kepuasan. Nggak ada yang berhak ngelarang kamu
Ran”, lanjut Bu Henny tak mau mengalah.

Sementara Andi dan Tante Rani hanya terdiam dan saling melirik. Andi yang sejak pertama telah
memperhatikan bentuk tubuh Tante Rani yang tak kalah indah dari Bu Henny kini merasakan
dadanya berdebar keras. Sudah tergambar di benaknya tubuh dua wanita paruh baya yang sama-
sama memiliki tubuh bahenol itu akan ia tiduri sekaligus dalam satu permainan segi tiga yang tak
pernah ia lakukan sebelumnya. Dua orang istri pejabat pemerintah dengan wajah cantik manis
dan kulit yang putih mulus itu akan ia nikmati sepuas hati.

Belum sempat ia berpikir banyak, Bu Henny tiba-tiba memecahkan keheningan.


“Heh ngelamun kalian berdua yah, ntar aja di kamar lihat kenyataannya pasti asiiik, ya nggak.
Sekarang ayoh pesen minuman lagi”, katanya sambil melambaikan tangan pada pelayan bar.
“Dua bir lagi yah, kamu apa Ran, oh yah kamu kan nggak biasa minum”.
“Apa aja deh, Hen”.
“Kasih Gin Tonic aja deh Mas”, lanjut bu Henny pada pelayan itu.
“Baik Bu, saya ulangi, Dua Bir dan Satu Gin Tonic”, ulang si pelayan.
Sesaat kemudian mereka telah terlihat asik berbincang sambil tertawa-tawa kecil. Beberapa botol
minuman telah mereka habiskan hingga kini ketiganya tampak mulai mabuk. Pembicaraan
mereka jadi ngolor ngidur tak karuan diselingi tawa cekikikan dari kedua wanita itu.

Pukul setengah sepuluh lewat, mereka bertiga meninggalkan bar terbuka menuju ke villa tempat
Andi dan Bu Henny. Ketiga orang itu tampak saling berpelukan sambil sesekali tangan-tangan
nakal mereka saling mencubit. Obsesi mereka sudah dipenuhi bayangan yang sama akan apa
yang segera akan mereka lakukan di kamar itu, hingga begitu masuk kamar ketiganya langsung
saling menyerang di atas tempat tidur yang berukuran besar itu. Dengan nafsu menggelora dan
nafas yang terdengar turun naik, ketiganya langsung saling melepas pakaian sampai mereka
semua telanjang bulat dan memulai permainan segitiga itu. Andi berbaring telentang menghadap
ke atas lalu dengan cepat Bu Henny menyambar kemaluan Andi dan mempermainkan penis yang
telah setengah tegang itu dengan mulutnya. Ia mulai menjilat kepala penis sebesar buah ketimun
itu dengan penuh nafsu, sementara itu Andi menarik pinggul Tante Rani dan menempatkan
wanita itu mengangkang tepat di atas wajahnya sehingga daerah sekitar kemaluan wanita itu
terjangkau oleh lidah dan bibir Andi yang siap menjilatinya. Pemuda itu menarik belahan bibir
vagina Tante Rani dan mulai menjilat dengan lidahnya.
Permainan segitiga itu mulai sudah, Bu Henny mengkaraoke penis Andi dan pemuda itu
memainkan lidah dan menyedoti daerah vagina Tante Rani. Suara desahan kini mulai terdengar
memecah keheningan suasana malam itu. Decakan suara lidah Andi yang bermain dipermukaan
vagina Tante Rani mengiringi desahan wanita itu yang menahan nikmat dari arah selangkangnya.
Sementara itu Andi sendiri mulai merasakan kenikmatan dari penisnya yang keluar masuk mulut
Bu Henny. Adegan itu berlangsung beberapa saat sebelum kemudian Bu Henny dengan bernafsu
mengambil posisi menunggang di atas pinggul Andi dan langsung memaksukkan penis pemuda
itu ke dalam liang vaginanya. “Sreeep blesss”, penis besar dan panjang itu menerobos masuk ke
dalam liang vagina Bu Henny.
“aahh…, enaak”, desahnya begitu terasa penis itu membelah dinding vagina yang seperti terlalu
sempit untuk penis pemuda itu.

Lain halnya dengan Tante Rani yang sejak pertama terus mendesah keras menahan kenikmatan
yang diberikan Andi lewat lidahnya yang menjilati seluruh dinding dan detil-detil alat kelamin
wanita itu. Ukurannya tampak lebih tebal dari milik Bu Henny, belahan bibir vagina Tante Rani
lebih lebar hingga liangnya tampak lebih nikmat dan menggairahkan.

Mengimbangi kenikmatan dari lidah Andi, Tante Rani kini meraih buah dada Bu Henny yang
bergelantungan berayun seiring gerakannya di atas pinggul Andi. Kedua wanita yang berada di
atas tubuh pemuda itu saling berhadapan dan saling meraih buah dada dan saling meremas
membuat adegan itu menjadi semakin panas.

“ooouuuhh Hen, nikmat sekali ternyata…, ooohh kamu benar Hen ooohh sedot terus vagina
Tante, And.., oooh enaak”, jerit Tante Rani merasakan nikmat itu, nikmat di selangkangannya
dan nikmat di buah dadanya yang teremas tangan Bu Henny.
“Kamu mau rasain yang ini Ran? uuuh, bakalan ketagihan kamu kalau udah kesentuh buah penis
ini”, Bu Henny menawarkan posisinya pada Tante Rani yang sejak tadi tampak heran oleh
ukuran penis Andi yang super besar dan panjang itu. Ia kemudian mengangguk kegirangan
sambil beranjak merubah posisi mereka. Matanya berbinar dengan perasaan setengah tak percaya
ia memandangi buah penis itu.

“Uhh besarnya penis ini Hen, pantas kamu jadi gila seks seperti ini.., ooh”, serunya keheranan.
“Ayolah segera coba..”, kata Bu Henny sambil menuntun pinggul wanita itu menuju ke arah
penis yang sudah tegang dan keras itu. Namun sebelumnya ia menyempatkan diri menjilati
vagina Tante Rani yang tampak merah menggairahkan itu.
“Aduuuh Ran, bagusnya bentuk vagina kamu..”, seru wanita itu sambil menjulurkan lidahnya ke
arah kemaluan Tante Rani. Sejenak ia menyempatkan diri memberi sentuhan lidahnya pada
vagina Tante Rani.

“Iiihh kamu Hen, aku udah nggak sabar nih katanya sambil menggenggam batang kemaluan
Andi. Kemudian dengan gesit di tuntunnya penis itu sampai permukaan vaginanya yang tampak
basah oleh air liur Andi dan Bu Henny Dan.., “Sreeettt”, “Auuuwwww Andiii…, vaginaku
rasanya robek Henny aduuuh..”, jeritnya tiba-tiba saat merasakan penis Andi yang menerobos
masuk liang vaginanya. Lubang itu terasa sangat sempit hingga ia merasakan sedikit perih seperti
waktu merasakan pecah perawan di malam pengantin barunya dulu. Namun beberapa saat
kemudian ia mulai merasakan kenikmatan maha dahsyat dari penis besar itu. Ia mulai bergoyang
perlahan, rasa perih telah berubah menjadi sangat nikmat.
“uuuhh…, aahh…, ooohh enaakkk, Andi ooohh Hen, baru pertama kali aku ngerasain penis
segede ini Hen, ooohh pantas kamu begitu senang berselingkuh…, oooh Hen…, aku bakalan
ketagihan kalau seperti ini nikmatnya…, ooohh”, wanita itu mulai mengoceh saat menikmati
penis besar Andi yang keluar masuk liang vaginanya.

Sementara Bu Henny kini menikmati permainan lidah Andi pada permukaan vaginanya yang
berada tepat di atas wajah pria itu. Andi sesekali menyedot keras clitoris Bu Henny yang merah
sebesar biji kacang di celah vaginanya hingga wanita itu berteriak geli. Dua orang wanita itu
kembali saling meremas buah dada. Keduanya dalam posisi berhadap-hadapan. Tangan Andipun
sebelah tak mau ketinggalan meremas sebelah susu Bu Henny yang tak sempat diremas Tante
Rani. Bergilir diraihnya payudara montok kedua wanita yang menidurinya itu. Penisnya yang
tegang terus keluar masuk oleh gerakan naik turun Tante Rani di atas pinggulnya. Goyangan
wanita itu tak kalah hebatnya dengan Bu Henny, ia sesekali membuat putaran pada poros
pertemuan kemaluannya dengan penis Andi sehingga kenikmatan itu semakin sensasional.
Namun itu hanya dapat ia tahan selama lima belas menit, ketika Andi ikut menekan pinggangnya
ke atas menghantam posisi Tante Rani, wanita itu berteriak panjang dengan vagina yang
berdenyut keras dan cairan kelamin yang tiba-tiba meluncur dari dasar liang rahimnya.
“ooohh Anndiii Taantee keluaarr…, ooohh enaak, Henny aku nggak kuat lagi ooohh…,
nikmatnya penis ini…, ooh enaakkk”, teriaknya panjang sebelum kemudian terkapar disamping
Andi dan Bu Henny yang masih ingin melanjutkan permainan itu. Andi bangkit sejenak dan
memberikan ciuman pada Tante Rani, lau mengatur posisi baru dengan Bu Henny.

“Ayo Bu, kita lanjutin mainnya.., istirahat dulu ya Tante”, seru Andi pada Tante Rani.
“Baiklah, aku mau lihat kalian main aja”, jawabnya sembari kemudian berbaring memandangi
Andi dan Bu Henny yang kini saling tindih meraih kepuasan. Kedua orang itu sengaja
menunjukkan gaya-gaya bermain yang paling hot hingga membuat Tante Rani terheran-heran
menyaksikannya. Goyangan tubuh Bu Henny yang begitu gesit di atas tubuh Andi sementara
pemuda itu memainkan buah dada besar Bu Henny yang bergelantungan dengan penuh nafsu.
Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar sangat keras dan terpatah-patah
akibat menahan kenikmatan dahsyat dari kedua kemaluan mereka yang beradu keras saling
membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka tampak
telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang vagina Bu Henny hingga semakin
lama Andi merasakan dinding kemaluan Bu Henny semakin licin dan nikmat.

“Oh anak muda ini begitu perkasanya…”, benak Tante Rani berkata kagum pada pemuda itu. Ia
begitu heran melihat keperkasaan Andi dalam bermain seks. Begitu tegarnya anak itu
menggoyang tubuh bongsor Bu Henny yang bahenol itu. Andi seperti tak tergoyahkan oleh
lincahnya pinggul wanita paruh baya yang bergoyang di atasnya penuh nafsu. Bahkan liang
vagina Bu Henny yang sudah punya dua orang anak remaja itu seperti tak cukup besar untuk
menampung batang penis Andi yang keluar masuk bak rudal nuklir. Bahkan kini hanya beberapa
menit saja mereka bermain Bu Henny sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya
permainan itu. Wanita itu kini mendongak sambil menarik rambutnya untuk menahan rasa
nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pemuda itu.
“Auuuhh…, ooohh…, mati aku Ran…, enaak…, ooohh…, Andi sayaang…, oooh remas terus
susu ibu An”, teriak wanita itu sembari menggelengkan kepalanya liar kekiri dan kanan untuk
berusaha menahan rasa klimaks yang diambang puncaknya itu.

Tante Rani semakin terpesona melihat gerakan liar Bu Henny yang tampak begitu menggodanya
untuk kembali mencoba tubuh Andi. Bu Henny tampak begitu menikmatinya dengan maksimal
sampai sehisteris seperti yang ia lihat. Keinginannya seperti bangkit kembali untuk mencoba lagi
kenikmatan dahsyat dari buah penis besar yang kini tambak semakin bengkak dan keras itu.
Menyaksikan hal itu ia lalu bangkit dan mendekati kedua orang yang sedang bermain itu. Andi
menyambut Tante Rani dengan mengulurkan tangannya ke arah vagina wanita itu, ia langsung
meraba permukaannya yang masih basah oleh caiiran kelamin, lalu dua jarinya masuk ke liang
itu dan mengocok-ngocoknya hingga membuat Tante Rani merasa sedikit nikmat. Wanita itu
membalas dengan kecupan ke arah mulut Andi hingga mereka saling mengadu bibir dan
menyedot lidah. Permainan itu menjadi seru kembali oleh teriakan nyaring Bu Henny yang kini
terlihat sedang berada menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan tak
karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat
dan kental dari dalam rongga rahim wanita itu.

“ooouuu…, aakuu keeeluaarr…, aahh enaak…, oooh..”, jeritnya dengan tubuh yang tiba-tiba
kejang kemudian lemas tak berdaya.
“Ouuuh hebatnya anak muda ini”, benak Tante Rani kagum pada Andi setelah berhasil membuat
Bu Henny terkapar.
“Sialan Ran, aku kok cepat keluar kayak gini yah?”, seru Bu Henny sambil melepas gigitan bibir
vaginanya pada penis Andi yang masih keras dan perkasa itu.
“Memang kamu bener-bener jago Andi…, beri Tante kesempatan lagi buat menikmatinya…,
ooohh, sini kamu yang di atas dong sayang”, ajak Tante Rani setelah Bu Henny selesai dan
menyamping.

Ia kemudian berbaring pasrah membiarkan pemuda itu menindihnya dari arah atas. Andi sejenak
memegangi kemaluannya yang masih tegang dan kemudian dengan perlahan mencoba masuk
lagi ke dalam liang vagina Tante Rani. Wanita itu mengangkat sebelah kakinya agak ke atas dan
menyamping hingga belahan vagina itu tampak jelas siap dimasuki penis Andi. Ia langsung
terhenyak dan mendesah panjang saat kembali dirasakannya penis itu menerobos masuk
melewati dinding vaginanya yang terasa sempit.
“Ohh…, yang pelan aja An…, enaakknya”, pinta Tante Rani sambil meresapi setiap milimeter
pergesekan dinding vaginanya dengan buah penis Andi.

Andi mulai bergoyang dengan perlahan seperti yang diinginkan wanita itu. Tante Rani meremas
sendiri buah dadanya yang ranum sementara Andi meraih kedua kakinya dan
membentangkannya ke arah kiri dan kanan sehingga membuka selangkangan wanita itu lebih
lebar lagi. Tak ayal gaya itu membuat Tante Rani berteriak gila menahan nikmatnya penis Andi
yang terasa lebih dalam masuk dan membentur dasar liang vaginanya yang paling dalam.
“Aahh…, ooohh hebatnya kamu Andi…, ooohh Henny nikmat sekali hennn…, ooouuuhh
enaakk…, oooh genjotlah yang keras An…, oooh semakin nikmat ooohh pintaar…, ooohh
yaahh…, mm…, lezaatt…, ooohh Andi…, pantas kamu senang sama dia Hen…, ooohh
ampuuun enaknya…, oohh pintar sekali kamu Andi…, ooohh”, desah Tante Rani setengah
berteriak. Pantatnya ikut bergoyang mengimbangi kenikmatan dari hempasan tubuh Andi yang
kian menghantam keras ke arah tubuhnya. Penis besar itu benar-benar memberinya sejuta sensasi
rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Kenikmatan dahsyat yang membuatnya lupa diri
dan berteriak seperti orang gila.

Dijambaknya sendiri rambutnya yang tergerai indah sampai ia terlihat seperti orang yang sedang
dimasuki roh setan. Tiba-tiba ia berguling dan segera menindih tubuh pemuda itu dan
menggoyang turun naik sambil berjongkok. Jari telunjuknya berusaha meraba daerah
kemaluannya sendiri untuk membuat clitoris sebesar biji kacang di celah bibir kewanitaannya
mendapat sentuhan lebih banyak lagi dari kulit tebal penis Andi yang terasa begitu nikmat
membelai permukaan vaginanya. Hempasan demi hempasan dari tubuh pemuda itu berusaha
diimbanginya dengan berteriak menahan nikmatnya benturan penis Andi. Sesekali ia membalas
dengan juga menghempaskan tubuh dan pantatnya dengan keras, namun gerakan itu justru
semakin membuatnya tak dapat bertahan. Kenikmatan maha dahsyat itu kembali membuatnya
menggapai puncak permainan untuk yang kedua kalinya. Tak dapat ditahannya akibat dari
sebuah genjotan keras yang membuat clitoris sebesar biji kacang di celah vaginanya masuk ke
dalam liang itu dan tersentuh kedahsyatan penis Andi yang perkasa. Dengan sepenuh tenaga ia
berteriak keras sekali sambil menghempaskan tubuhnya yang bahenol itu sekeras-kerasnya.
“Aooowww…, ooohh…, aku keluaar lagiii…, ooohh enaak Andiii…, ooohh uuuhh…, air
maniku tumpah…, ooohh, nikmat sekali ooohh…, nanti main lagi aahh”, teriaknya panjang.

Andi merasakan denyutan keras pada vagina Tante Rani yang sekaligus menyemburkan cairan
hangat dan memenuhi rongga vagina itu. Liang kemaluan itu berubah menjadi sangat licin dan
nikmat hingga Andi terangsang untuk terus menggoyang pinggulnya. Direngkuhnya pinggul itu,
ia mendekap erat sambil terus menggoyang memutar poros pantatnya hingga penisnya seperti
mengaduk-aduk isi dalam vagina Tante Rani. Namun wanita itu merasakan kegelian yang
dahsyat. Kenikmatan yang tadinya begitu hebat tiba-tiba berubah menjadi rasa geli yang seakan
membuatnya ingin melepaskan penis Andi dari dalam vaginanya. Namun pemuda itu tampak
semakin asik menggoyang dan menciumi sekujur tubuhnya penuh nafsu. Hingga tak
dihiraukannya gerakan meronta Tante Rani yang berusaha melepaskan diri akibat rasa geli yang
tak dapat ditahannya lagi.

“aaww…, geeliii…, ampun sayang Tante nyerah lepasin Tante dong…, geliii”, teriaknya
memohon pada Andi. Dengan sedikit perasaan kecewa Andi menghentikan gerakannya, dan
melepaskan pelukannya pada pinggul Tante Rani yang langsung saja terjatuh lemas.
“Ohh. Tante nggak kuat lagi Andi.., ooh hebatnya kamu, sudah dua kali tante kamu bikin keluar,
gila kamu. Benar-benar jantan, Hen, kamu sungguh beruntung…, ooohh nikmatnya”, lanjutnya
sambil membelai kemaluan Andi yang masih saja tegak tak tergoyahkan. Dikecupnya kepala
penis itu dengan lembut lalu ia meraih batangnya dan tanpa diminta mengkaraoke pemuda itu.
Andi tersenyum melihatnya lalu memberikan belaian pada rambut wanita itu.

Sementara Bu Henny masih terpaku menyaksikan kehebatan Andi, tak pernah sebelumnya ia
bayangkan seorang lelaki muda seperti Andi membuat dua orang wanita paruh baya seperti
dirinya dan Tante Rani menyerah pada keperkasaan dan kejantanannya. Bahkan ia telah
membuat Tante Rani meringis dan memelas memohon Andi untuk berhenti, betapa dahsyatnya
keperkasaan pemuda itu. Kini ia hanya memandangi Tante Rani yang tengah berusaha
melanjutkan birahi anak itu yang belum juga tuntas. Dilihatnya jam dinding, “Sudah jam satu
dini hari, ia sanggup bertahan selama itu, ooohh hebatnya”, batin Bu Henny.

Tiga jam lebih pemuda itu mampu bertahan dari serangan ganas kedua wanita dewasa itu. Kini
dengan sisa tenaganya Tante Rani dan Bu Henny kembali mencoba memuaskan Andi. Bergilir
mereka melakukan karaoke sambil menunggu saat vagina mereka siap untuk menerima
masuknya penis besar Andi. Secara bergilir juga mereka memberi kesempatan pada Andi untuk
menjilati daerah kemaluan mereka untuk kembali membangkitkan nafsu birahi itu. Dan beberapa
saat kemudian mereka berhasil dan memulai lagi permainan segi tiga itu. Masih bergilir kedua
perempuan itu saling menukar posisi untuk mengimbangi kekuatan Andi. Bergantian mereka
meraih kenikmatan dari penis besar sang pemuda perkasa itu, beragam gaya mereka pakai agar
tidak cepat keluar. Namun keperkasaan Andi memang benar-benar dahsyat hingga salah satu dari
mereka yaitu Bu Henny kembali terkapar meraih puncak kenikmatan dari penis Andi.

“Ohh Tante…, sebentar lagi saya keluar”, kata Andi tiba-tiba saat memulai permainannya
dengan Tante Rani setelah membuat Bu Henny terkapar.
“Ohh kamu kuat sekali An, kalau nggak keluar sekarang mungkin Tante dan Bu Henny nggak
sanggup lagi, Tante sudah kamu bikin keluar tiga kali, dan juga Bu Henny.., sekarang keluarin
yah sayang..”, rajuk Tante Rani pada pemuda itu.
“Baiklah Tante, saya nggak akan nahan lagi, ayo kita mulai”, ajaknya sembari memeluk tubuh
bugil Tante Rani dan langsung menusukkan kemaluannya dalam liang vagina wanita itu.

Mereka kembali bermain, tapi kini dengan gerakan pelan dan mesra seperti dua orang yang
saling jatuh cinta. Diiringi kecupan dan remasan pada payudara Bu Rani yang ranum itu Andi
terus berusaha meraih kepuasannya secara maksimal. Hingga beberapa puluh menit kemudian ia
tampak mulaui mempercepat gerakannya secara bersamaan dengan Tante Rani yang juga
mengalami hal yang sama.

“Naah Tante…, saya mau keluar…, oooh goyang yang keras…, ooohh tekan terus tante…,
ooohh memeknya tante jepit lagi…, ooohh nikmat sekali…, ooohh”, terdengar pemuda itu
menjerit pelan meresapi kenikmatan dari tubuh Tante Rani.
“Tante jugaa…, Andii…, oooh penis kamu panjang sekali…, ooohh enaak nikmatnya…, ooohh
remas yang keras susuku Andi…, ooohh susu tante ooohh teruuus…, tante keluaarr lagiii…,
ooohh enaak”, jerit Tante Rani.
“Saya juga keluaarr Tante…, ooohh enaknya…, kocok terus Tante…, ooohh air mani saya mau
nyemprot…, aahh”, jerit Andi pada waktu yang bersamaan.

Tiba-tiba Bu Henny yang sejak tadi hanya melihat mereka bangkit dan mendekati Andi.
“Cabut An sini semprot ke muka ibu, ibu pingin minum sperma kamu cepaat”, teriaknya.
“Baik Bu…, ooohh…, minum Bu…, ooohh”, teriak Andi sambil berdiri di hadapan Bu henny
yang mendongak tepat di bawah penis yang menyemprotkan cairan sperma itu. Lebih dari
empatkali ia menyemprotkan cairan itu ke mulut Bu Henny yang menganga dan langsung ia
telan, kemudian tak ketingggalan ditumpahkannya juga ke arah muka Tante Rani yang masih
tergolek lemas di sampingnya. Wanita itupun menyambut dengan membuka lebar mulutnya, ia
bahkan meraih batang penis itu dan mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan
sperma pemuda itu ia telan habis. Akhirnya tergapai juga puncak kenikmatan Andi yang begitu
lama itu. Dengan diiringi teriakan panjang dari mulut Tante Rani, mereka bertiga terkapar lemas
dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Ketiganya kini saling bercanda ria setelah
berhasil meraih kepuasan dari hubungan seks yang begitu seru, empat jam lebih mereka
mengumbar nafsu birahi itu sampai puas dan kemudian tertidur kelelahan tanpa seutas
benangpun melapisi tubuh mereka.

Liburan seminggu di pulau kecil itu memasuki hari kelima. Andi yang semula hanya ditemani
Bu Henny yang memang sengaja merencanakan liburan itu tak pernah menyangka akan
mengalami pengalaman hebat seperti saat ini. Seorang lagi istri pejabat pemerintah yang haus
kepuasan seksual kini bergabung dan semakin membuat suasana menjadi lebih luar biasa. Dua
orang wanita paruh baya yang masing-masing memiliki pesona kecantikan dan tubuh yang
sangat disukainya sekarang benar-benar dapat ia nikmati sesuka hatinya. Mereka melampiaskan
nafsu seks yang membara itu sepuas hati tanpa ada yang menghalangi. Semua gaya dan tipe
permainan cinta dari yang buas sampai yang lembut, satu lawan satu atau dua lawan satu mereka
lakukan tanpa kenal henti.

Hari-hari selama seminggu itupun penuh dengan pelampiasan birahi mereka yang tak pernah
sedetikpun mereka rasakan dari suami-suami mereka, para pejabat pemerintah yang berlagak
jago tapi hanya mampu bermain seperti ayam yang dalam waktu lima menit saja sudah berteriak
menggapai puncak meski istri mereka baru sampai tahap pemanasan saja.

Tante Rani merasakan pengalaman pertamanya berselingkuh dengan anak muda itu sebagai
mimpi indah yang tak akan dilupakannya. Setiap ia meminta Andi melayaninya tak pernah
sekalipun ia dapat bertahan lebih dari lima belas menit sementara pemuda itu sanggup
membuatnya menggapai puncak tak pernah kurang dari tiga kali dalam setiap permainannya.
Pernah suatu saat ketika Bu Henny meninggalkan mereka berdua dalam villa untuk berjalan-
jalan di sebuah pagi, Tante Rani meminta Andi untuk menggaulinya sepuas hati. Ia berusaha
semaksimal mungkin untuk bertahan dari serangan pemuda itu. Dibiarkannya tubuh bahenol
putih mulus itu dijadikan seperti bantal guling oleh Andi. Namun hasilnya tetap saja ia tak dapat
membuat Andi kalah, meski telah dibiarkannya pemuda itu menggenjot dari segala arah,
dibuatnya Andi bernafsu seperti binatang buas yang meraung. Tapi sia-sia saja, bahkan saat Bu
Henny kembali ke villa itu setelah dua jam berjalan-jalan di pantai, Andi masih saja tegar
menghantamkan penis besarnya dalam liang vaginanya yang sudah tiga kali menggapai puncak
dalam satu ronde permainan anak itu. Hingga Bu Henny yang kemudian bergabunng sekalipun
dapat ia robohkan dalam beberapa puluh menit saja. Bahkan sampai berulang-ulang lagi Bu
Henny bangkit, ia belum keluar juga. Barulah setelah mereka berdua bergilir memberikan liang
vaginanya dimasuki dari arah belakang pantat, Andi dapat meraih ejakulasi permainannya.

Waktu liburan mereka telah habis, ketiganya kembali ke Jakarta setelah melewati hari-hari yang
begitu menggairahkan, hari-hari penuh teriakan kenikmatan hubungan badan yang maha dahsyat.
Pengalaman seks di pulau kecil itu benar-benar seperti mimpi bagi kedua wanita paruh baya itu.
Justru sekembalinya mereka dari pulau itulah, ada sedikit perasaan gelisah di dalam hati Tante
Rani yang membayangkan dirinya kembali ke pelukan lelaki yang sebenarnya tak pernah ia
cintai. Suaminya yang botak tua bangka, lelaki penuh nafsu besar dengan kemampuan seperti
cacing itu kini membuat perasaannya muak ingin muntah.

Tak habis-habisnya mereka membicarakan seputar kenikmatan cinta dari Andi yang dialami
Tante Rani dalam perjalanan pulang itu. Ada secercah harapan dalam benak Tante Rani saat Bu
Henny memberinya ijin untuk boleh bergabung bersamanya menikmati kepuasan dari Andi
kapan saja ia suka asalkan mereka melakukannya atas sepengetahuan Bu Henny yang secara
resmi adalah pacar gelap Andi.

Pesawat yang membawa mereka kembali ke Jakarta telah mendarat, ketiganya berpisah di
Bandara lalu pulang ke tempat tinggal masing-masing dengan hati yang riang dan kesan yang
begitu kuat akan kenangan dan pengalaman hebat yang mereka lalui dalam seminggu itu.
Sesampainya di rumah masing-masing, kedua wanita itu masih tak dapat melepas bayangan
keperkasaan Andi, hingga saat mereka berkumpul dengan suami dan anak-anaknya suasana
menjadi sangat dingin.

Sejak saat itu hari-hari bersama suaminya dirasakan Tante Rani seperti neraka. Setiap malam
saat ia melayani suaminya di ranjang tak pernah dapat ia nikmati. Permainan suaminya yang
seperti ayam kurang gizi benar-benar membuatnya muak, bahkan ingin muntah. Setiap kali
dilihatnya tubuh lelaki itu seakan ia sedang menghadapi bangkai busuk saja.

Suatu malam saat suaminya baru pulang dari kantor, Tante Rani yang tampak baru saja selesai
mandi dan sedang mengeringkan badannya di atas tempat tidur langsung disambar oleh lelaki
botak itu.
“Ayo Ran, aku sudah satu minggu nggak main sama kamu, yuuk layani aku sebentar..”, ajak pria
itu. Tante Rani diam saja tak beranjak dari tempat tidur, ia merasa malas menanggapinya.
“Ntar dulu dong pi, aku keringin badan”, jawabnya acuh tak acuh, sementara lelaki botak itu
mulai meraba pahanya yang mulus sambil mendaratkan ciumannya di pipi Tante Rani.
“Ayo dong, aduuuh aku nggak tahan nih…”, pria itu merajuk genit sambil membelai bulu-bulu
halus di permukaan kemaluan Tante Rani.
“Papi…!, sabar dong..!”, Sengit Tante Rani agak sewot.
“He. Jangan marah dong sayang, aku kan suami kamu”.
“Huh..”, ia berkesah sambil membuang sisir yang ada di tangannya, sementara lelaki itu melepas
handuk yang melilit tubuh wanita itu dan langsung saja mengangkat paha istrinya dan
membukanya lebar. Lalu lidahnya menjilat-jilat bagaikan anak kecil yang menikmati es krim.
Tante Rani hanya memandanginya sambil tersenyum, tak sedikitpun ia menikmati permainan
suaminya. Dibiarkannya lelaki botak itu menjilati permukaan vaginanya hingga becek. Tak puas
sekedar menjilati, lelaki itu menusukkan dua jarinyanya ke dalam liang kemaluan sang istri yang
hanya memandangnya sinis dan tampak jijik. Beberapa saat kemudian ia beranjak duduk di
pinggiran tempat tidur dan meminta sang istri untuk menyedot kemaluannya.
“Huuuhh…, ayo karaoke aku sebentar Ran”, pintanya pada Tante Rani, nafasnya terdengar
sudah turun naik tak tentu menandakan nafsu birahi yang sudah berkobar.
“ooohh nikmat…, mm”, desahnya begitu penis kecil dan pendek mirip penis monyet itu
tersentuh lidah Tante Rani.
“Huh…, dasar botak, aku sangat berharap biar kamu cepat mati saja”, benak Tante Rani dalam
hati, ia sangat kesal menghadapi suaminya yang tampak sudah bagai sampah saja. Tak ada daya
tarik selain harta dan kekayaan yang didapatkannya dari korupsi itu.

Sambil terus melayani lelaki itu ia membayangkan dirinya berada bersama Andi, hingga tampak
wanita itu memejamkan mata sambil terus menyedot keras batang kemaluan sang suami. Namun
hanya beberapa menit saja adegan itu berlangsung tampak pria itu sudah tak dapat menahan
kenikmatan.
“ooohh…, ayo cepaat masukin, Ran aku mau keluar aauuuhh…, ooohh”, tiba-tiba ia merengkuh
tubuh Tante Rani dan menindihnya. Dengan ngawur ia berusaha memasukkan penis yang sudah
akan muntah itu ke arah liang vagina istrinya. Dan baru beberapa detik saja masuk, sebelum
Tante Rani sempat bergoyang, penis itu memuntahkan seluruh cairan spermanya.
“aahh…, aku keluarrr…, Ranii…, ooohh”, teriaknya saat merasakan cairan maninya meluncur
dalam liang vagina sang istri yang sedari tadi hanya tersenyum sinis melihat tingkahnya yang sok
jagoan.

Hanya beberapa menit saja persetubuhan itu berakhir dengan sangat mengecewakan Tante Rani.
Dipandanginya lelaki botak itu yang kini tergolek lemas dan hanya bisa membelai permukaan
vagina yang tak sanggup ditaklukkannya. Pria itu tampak malu sekali melihat istrinya yang kini
terlihat memandanginya dengan senyum menyindir. Namun ia tak sanggup mengatakan apa-apa.
Kemudian dengan tak tahu malu ia menutupi mukanya dengan bantal dan berusaha
menyembunyikan dirinya dari perasaan malu itu. Beberapa menit kemudian lelaki botak itupun
tertidur sebelum berhasil membuat istrinya puas. Namun bagi Tante Rani, yang terpenting adalah
ia kini memiliki pasangan lain yang dapat membuatnya meraih kepuasan seks. Yang terpenting
kini baginya adalah bahwasanya tidak hanya pria itu yang bisa mencari lawan selingkuh, namun
dirinyapun berhak dan sanggup melakukannya. Tentunya dengan bentuk tubuh indah dan wajah
manis yang dimilikinya seperti saat ini hal itu sangt mudah.

“Mengapa aku harus diam sementara suamiku itu dengan seenaknya mengumbar nafsunya
dengan para gadis remaja atau pegawai bawahan di kantornya? Akupun sanggup membuat diriku
puas dengan mencari pasangan main yang jauh lebih hebat, tak ada asyiknya bermain dengan
hanya satu pasangan seperti ini. Apalagi dengan laki-laki seperti ini, “Ciiih jijik aku..”, benaknya
berkata sendiri sambil membalik arah badannya kemudian berlalu dan keluar dari kamarnya.

Itulah hari-hari yang kini dilalui oleh Tante Rani semenjak ia mengenal Andi dari Bu Henny.
Kini hubungannya dengan dua orang itu menjadi semakin akrab saja. Hampir setiap hari mereka
menyempatkan diri untuk saling menghubungi. Dengan rutin pula mereka menentukan jadwal
kencan mereka seminggu sekali yang mereka lakukan di hotel-hotel berbintang di mana mereka
bisa mengumbar nafsu sepuas-puasnya. Sampai kemudian kedua wanita itu memutuskan untuk
membeli sebuah Villa mewah secara diam-diam di kawasan Puncak untuk mereka pergunakan
sebagai tempat rendezvous yang aman dan nyaman.

Seiring dengan waktu berlalu dan hubungan cinta segitiga mereka yang semakin dekat saja dari
hari ke hari, dua wanita istri pejabat itupun membuat sebuah perusahaan besar yang berbasis di
bidang pengangkutan export-import untuk semakin menutupi kerahasiaan hubungan mereka.
Sehingga ketiga orang itupun tak perlu lagi mengatur alasan khusus pada suami mereka untuk
dapat bertemu Andi setiap hari, hal itu karena mereka berdua menempatkan diri sebagai dewan
komisaris dan direktris pada perusahaan itu. Tiap hari kini mereka dapat melampiaskan nafsu
birahi mereka pada Andi, di kantor di villa atau di manapun mereka suka.

Kehidupan Pemuda itupun menjadi sangat bahagia, dengan kebutuhan seksual yang selalu
dipenuhi oleh dua wanita sekaligus, ia sudah tak perlu memikirkan tentang wanita lagi.
Kehangatan kedua wanita paruh baya yang benar-benar pas dengan seleranya itu sudah lebih dari
cukup. Materi berupa harta sudah tak masalah lagi, kedudukannya sebagai direktur perusahaan
itu sudah menjadikannya benar-benar lebih dari cukup. Hidupnya kini benar-benar bahagia
seperti apa yang pernah ia cita-citakan.

Nikmatnya Penis Orang Arab

Aku sudah punya suami tapi tidak puas dalam hubungan seksual. Karena barang suamiku kecil
dan pendek. Selain itu kalau main sebentar. Aku sering membayangkan kalau sekiranya
disetubuhi oleh laki-laki yang barangnya gede, tentu nikmat sekali.

Teman saya suka cerita pada saya bahwa suaminya kuat sekali dalam seks. Kebetulan suaminya
orang Arab. Katanya, kalau main ia kerasa nyilu dan kesemutan di vaginanya. Sejak itu aku
sering membayangkan suami temanku. Karena orangnya tinggi besar, dadanya berbulu tebal.

Pada suatu hari aku main ke rumah temanku itu. Katakan saja namanya Linda, dan nama
suaminya Mansur. Pak Mansur buka pijat refleksi. Selain itu ia suka olah raga. Ketika aku
sampai di rumahnya ia sedang berolah raga. Dan aku ngobrol dengan Linda sahabat karibku.
Aku datang ingin membuktikan cerita Linda, apa benar barang suaminya gede. Tak lama
kemudian, ia datang dengan memakai celana olah raga yang cukup tipis. Ia duduk di depanku.
Sambil aku minum teh aku ngelirik sedikit ke bagian selangkangannya, tapi karena ada Linda
aku tak lama-lama ngeliriknya. Tidak lama Linda pergi untuk menyiapkan sarapan pagi.
Tinggallah aku berdua dengan suaminya ngobrol. Kesempatan aku untuk melirik agak lama.
Astaga, beneran omongan Linda, nampak menonjol di celananya tonjolan besar dan panjang.
Aku berkata dalam hatiku, bagaimana kalau itu ngaceng dan telanjang. Pantesan kalau Linda
main, katanya, sampai sambat-sambat.

Sejak itu aku suka membayangkan penis suami teman saya yang Arab itu. Setiap aku main sama
suamiku aku membayangkan barang pak Mansur yang besar dan panjang itu. Karena barangnya
suami tidak keras secara maksimal aku menyarankan diurut refleksi oleh Pak Mansur. Suamiku
sangat setuju, ia minta di datangkan ke rumah. Suami kenal baik dengan Pak Mansur. Kemudian
mulai suaminya saya diurut oleh Pak Mansur kira-kira jam 8 malam. Aku berada di sebelah
suamiku yang sedang diurut itu. Kesempatan bagiku untuk melihat benjolan di selangkangan Pak
Mansur.

Sekarang aku cari alasan supaya aku diizinkan diurut oleh Pak Mansur. Dengan alasan yang
tepat aku diizinkan. Setelah suamiku diurut giliran aku sekarang diurut. Karena suami tidak
tahan, ia pergi mandi. Tinggallah sekarang aku berdua dengan Pak Mansur. Ia mulai ngurut dari
betisku yang mulus. Aku bertanya dalam hati, apakah Pak Mansur tidak terangsang melihat betis
dan pahaku yang mulus itu.

Kemudian ia mulai menyingkap rokku sehingga nampaklah padanya pahaku yang mulus. Ia
berkata padaku, "Ibu harus sering diurut refleksi, seminggu sekali, karena ibu punya gejala darah
tinggi. Tapi minggu depan kalau bisa jangan pakai rok, pakai sarung saja, supaya mudah
ngurutnya di bagian ujung paha dan pinggulnya. Itu kalau suami ibu setuju."

"Suamiku pasti setuju, kalau memang itu bisa menyembuhkan, apalagi ia sudah percaya sama
bapak," balasku.

Dan suamiku ternyata mengizinkan apa yang disarankan oleh Pak Mansur.

Minggu depannya ia datang lagi, suamiku giliran pertama yang diurut. Setelah selesai baru
sekarang giliran aku. Aku ganti pakaian dengan sarung, lalu tengkurep. Hatiku mulai dak-dik-
duk tidak karuan. Ketika ia mengurut betis kiriku, kaki kananku kumasukkan pelan ke
selangkangan Pak Mansur sambil kugerak-gerakkan pelan-pelan. Terasa barang Pak Mansur
bergerak-gerak mulai ngaceng. Terasa benar di kakiku kalau barang Pak Mansur besar sekali.

Tidak lama kemudian suamiku pamit ke Pak Mansur untuk keluar beli rokok karena rokoknya
habis.

Pak Mansur menjawab "Ya, Pak". Ucapannya yang halus dan lembut membuat suamiku tambah
percaya. Pak Mansur mulai berani menyingkap sarungku sampai ke pangkal paha. Ia mengurutku
sampai ke pangkal paha.

"Aduh," kataku ketika jari-jarinya mengenai bibir vaginaku.

"Sakit bu?" tanya Pak Mansur.

"Tidak," sahutku.

Mulailah ia mengurut agak berani di bagian pangkal pahaku sambil mengelus-ngelusnya, dan
aku semakin tidak tidak tahan, dan mulai terangsang.

Pak Mansur paham dengan suara rangsanganku. Ia menyuruhku berbalik telentang sehingga ia
dapat melihat pemandangan yang menggairahkan. Ia menyingkap lagi sarung sampai ke pangkal
paha sampai kelihatan CD-ku. Ia mulai menggerak-gerakkan jarinya ke bibir vaginaku. Aku
semakin tidak tahan. Ia semakin memasukkan jarinya semakin dalam hingga mengenai lobang
vaginaku dan mendorongnya pelan-pelan, tapi tidak berhasil, karena lobang vaginaku peret. Ia
menyopotnya dan memasukkan ke mulutnya sambil diludahi kemudian ia masukkan kembali.
Kini baru jari Pak Mansur masuk le lobang vaginaku. Aku menggelinjang kenikmatan. Sayang
sekali kenikmatan itu terhenti, karena suamiku datang dari membeli rokok. Walaupun demikian,
sebelum suamiku tiba di kamar, kami berdua saling menatap dalam-dalam sambil saling
tersenyum. Sekarang kami berdua sudah saling mengerti keinginan masing-masing dan tak malu-
malu lagi. Tinggal menunggu kesempatan lain yang lebih baik saja....
Mingggu depannya Pak Mansur datang lagi. Kemudian mengurut suamiku. Tidak lama
kemudian telepon berdering, aku yang menerimanya. Teman bisnis suamiku minta agar suamiku
datang ke rumahnya untuk membicarakan bisnis yang sangat penting dan menguntungkan. Aku
sampaikan hal itu pada suamiku. Ia bilang bahwa ia akan datang setelah diurut.

Hati dak-dik-duk, apakah suamiku mengizinkanku diurut tanpa ada dia karena akan pergi ke
rumah rekan bisnisnya yang cukup jauh dari rumahku.

Setelah suamiku selesai diurut, aku bertanya, "Pak, bagaimana kalau aku tidak usah diurut saja,
ya."

"Tidak apa-apa, diurut saja, aku sudah percaya, kok sama Pak Mansur. Ia orangnya baik."

Setelah mandi suamiku berangkat menuju ke rumah rekannya. Tinggallah aku berduaan dengan
Pak Mansur malam-malam sekitar setengah sepuluh. Hatiku dak-dik-duk, aku akan merasakan
penis orang Arab malam ini, kataku dalam hati.

Aku tengkurep. Pak Mansur langsung menyingkap sarung sampai ke pangkal pahaku. Rupanya
ia sudah tidak tahan ingin merasakan lobang vaginaku yang kecil. Aku orangnya ramping, tinggi
155 cm. Seangkan Pak Mansur tinggi besar, dan dadanya berbulu tebal. Ia langsung menyingkap
CD-ku dan memainkan bibir vaginaku, kemudian CD-ku dipelorotin. Sekarang nampaklah
vaginaku, ia meludahi lobang vaginaku dicampur dengan minyak.

Aduh, sekarang aku benar-benar tidak tahan, ingin segera dimasuki barangnya. Ia membuka
sarungku, BH-ku dan kausku. Kini aku telanjang bulat. Dan ia mulai membuka celananya, kaos.
Aku melirik ingin tahu seperti apa barangnya. Begitu ia membuka celana dalamnya, astaga...
penis Pak Mansur benar-benar besar dan panjang, ngaceng tegak, seperti barangnya kuda.

Aku takut bercampur ingin merasakan. Aku takut robek, dan jebol lobang rahimku, bercampur
ingin merasakan puncak kenikmatan. Ia mulai mengangkangkan lebar-lebar pahaku. Ia
mengarahkan penisnya yang besar, panjang dan keras ke lobang vaginaku. Ia menekankan
barangnya. Aku berteriak kecil, "Aduuuh... sakit, Pak."

"Ditahan, Bu. Nanti akan hilang rasa sakitnya berganti kenikmatan yang luar biasa."

Penis Pak Mansur kurang lebih panjangnya 20 cm dan ukurannya besar sekali, seperti barangnya
kuda. Ia menekan barangnya sampai tiga kali tapi tidak bisa masuk juga, saking besarnya. Ia
sudah tidak tahan, nafsunya membara. Ia meludahi lobang vaginaku banyak sekali sampai
meleleh ke pantatku, dicampur dengan minyak. Barang Pak Mansur pun dilumati minyak
dicampur ludah biar licin.

Kemudian ia mengarahkan kembali penisnya ke lobang vaginaku dan menekannya. Aku


berteriak sambil menggigit bibirku. Tapi Pak Mansur semakin keras menekannya. Setelah
bersusah payah, akhirnya penisnya berhasil masuk juga. Ia menancapkan semuanya. Ia
menindihku sampil menciumi dan mengecup bibirku dengan gagar. Ia mulai menggenjotku
dengan ganasnya. Sampai terdengar bunyi dari lobang vaginaku... Cprot... Cprot... Sambil
memelukku gemes bercampur ganar. Tubuhku yang ramping ditekuk-tekuk sambil digenjot.
Sekarang aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ia mengenjot lobang vaginaku lama
sekali. Aku disetubuhi 3 ronde sampai terasa lemas seluruh tubuhku. Aku melihat sudah jam 1
malam. Berarti kami telah bermain selama 3 jam setengah. Waduuh... nikmatnya luar biasa....

Sayang, kami tak bisa melanjutkannya semalam suntuk. Kami harus segera berbenah supaya tak
kepergok suamiku yang sebentar lagi akan kembali. Tapi aku puas sekali dengan persetubuhan
kami malam ini....

Tamat

Mak Odah

Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu dimana saat itu aku baru saja menyelesaikan kuliahku.
Sambil menunggu panggilan dari berkas-berkas lamaran pekerjaan yang telah ku kirim ke
beberapa perusahaan, aku memilih untuk pulang ke desa.
Kecuali hari raya, desaku relatif sepi dan tenang karena penduduknya lebih banyak yang bekerja
di kota-kota besar termasuk semua saudaraku sehingga praktis di desa yang tinggal umumnya
para orang tua saja. Di rumahku yang terbilang luas hanya tinggal Bapak, Ibu serta Nenekku,
bahkan seringnya hanya dan Nenekku saja yang selalu ada karena Bapak bersama Ibuku
seringnya pergi bersama untuk mengurus usaha dagangnya yang terkadang berhari-hari hingga
kalau tidak ada aku otomatis Nenek sendirian di rumah, tetapi untungnya seperti lazimnya
kehidupan di desa dimana biasanya satu keluarga besar tinggal berdekatan sehingga banyak
saudara yang dengan senang hati menemani Nenek apabila Bapak dan Ibuku pergi meskipun aku
ada di rumah, salah satunya adalah Mak Odah. Dalam silsilah keluarga Mak Odah ini pernahnya
sepepu Nenekku, dia sudah seperti Nenek sendiri dalam keluargaku.
Rumah Mak Odah yang berada persis di belakang rumahku sudah menjadi rumah kedua bagiku,
aku sudah tidak canggung-canggung lagi memasuki rumahnya, tak jarang aku menginap disana
setelah mengobrol dengan suaminya Nek Odah.
Suaminya Mak Odah seorang aparat desa yang kerjanya mengurus air untuk pesawahan.
Biasanya kalau aku datang kami asik mengobrol ngalor ngidul dan biasanya menjelang tengah
malam dia beranjak keluar rumah untuk mengontrol pembagian air atau berkumpul bersama
teman-temannya di balai desa hingga subuh, aku pun melanjutkan mengobrol dengan Mak Odah
dan terus tidur di rumahnya, pagi-pagi setelah ngopi bersama suami Mak Odah aku pun kembali
ke rumah.

Seperti kebanyakan ibu-ibu lain di desaku, Mak Odah sangat rajin bersih-bersih pekarangan. Di
usia nya yang menjelang 50 tahun, Mak Odah begitu telaten merawat pekarangan rumahnya.
Setiap sore Mak Odah selalu berada di halaman belakang, terbungkuk - bungkuk menyapu
halaman atau mencabuti rumput.
Seperti biasa, kalau sedang ada di rumah, biasanya sepanjang sore kubahiskan waktu untuk
duduk-duduk di gubuk di belakang rumah sambil terkadang memperhatikan Mak Odah yang
berada tak jauh dariku. Terus terang, saya senang sekali mencuri-curi pandang pada gundukan
payudaranya yang hampir menyembul dari belahan dasternya, pahanya yang sekali-sekali
tersingkap jika Mak Odah menungging, atau memeknya yang membayang dari celana dalamnya
yang jelas terlihat sewaktu Mak Odah berjongkok.
Suatu saat, dengan tidak sengaja, Mak Odah membungkuk kearah ku, kedua belah payudaranya
yang tanpa beha hampir seluruhnya keluar dari leher dasternya. Kedua putting payudaranya
jelas-jelas terlihat. Mungkin karena gerah, Mak Odah tidak mengancingkan hampir separo
kancing dasternya. Aku hanya bisa melongo, batang kontolku langsung ereksi, kalau nggak cepat
ngacir, mungkin Mak Odah bisa melihat tonjolan batang kontolku di celanaku.

Suatu hari, aku benar benar ketiban rezeki. Nggak sengaja Mak Odah memberikan tontonan yang
membuatku terangsang berat. Seperti biasa aku sedang duduk sambil bertelanjang, aku hanya
memakai celana parasit pendek. Sambil mengembalikan kesadaranku, maklum habis tidur siang.
Entah kenapa, mungkin karena keasyikan menyiangi rumput, Mak Odah nggak sengaja jongkok
tepat di depan mataku hingga dengan jelas aku dapat melihat gundukan memeknya yang mulus
tercukur.
Ya ampun, mungkin Mak Odah lupa memakai celana dalam !!!. Kontan aku jadi terangsang luar
biasa. Saking terpananya, hingga membuatku nggak peduli lagi sama batang kontolku yang udah
keras menjulang dan tampak jelas menegang dari balik celanaku, dan aku baru sadar sewaktu
Mak Odah tampak terbelalak melihat kontolku.
Dengan wajah merah karena jengah, aku bangkit dan ngacir ke kamar mandi di belakang rumah
yang berada tak jauh dari tempatku.
Di dalam kamar mandi, langsung ku pelorotkan celanaku dan mulai mengocok kontolku, tapi
tiba-tiba pintu kamar mandi yang lupa ku kunci terbuka, nampak Mak Odah berdiri di ambang
pintu dengan tangan kanannya yang masih memegang sapu.
Mak Odah menatap kontol ku yang tegang mengacung, kemudian menatap wajahku. Aku hanya
bisa melongo, tanpa berusaha menghentikan kocokan ku.

“Ya ampun!”, hanya itu yang keluar dari mulut Mak Odah, entah apa yang dia maksudkan. Ku
kocok sekali lagi kontolku, membiarkan Mak Odah melihat kedua tanganku yang menggenggam
erat pangkal dan ujung kontolku yang mulai memerah. Ku kocok lebih cepat lagi hingga kedua
biji kontolku bergerak ke sana ke mari seirama kocokan pada batang kontolku, sementara Mak
Odah hanya terpana melihat apa yang sedang ku lakukan.

Dan tak kusangka, Mak Odah ternyata beranjak masuk sambil menutup pintu kamar mandi di
belakangnya. Mak Odah mendekatiku sambil mulai melepas satu persatu kancing dasternya dan
kemudian melepaskannya, benar ternyata Mak Odah tidak memakai beha. Kedua bulatan tetek-
nya benar-benar membuatku terangsang, walaupun sudah turun namun ukurannya besar.
Beruntung saat itu suasana lagi sepi dan lagi bentuk kamar mandi yang berpintu 2 dengan
tembok tengah sebagai penyekat setinggi 2 meter membuatku semakin berani, karena seandainya
ada orang masuk ke kamar mandi yang sebelah pasti akan menyangka Mak Odah sendiri yang
berada di dalamnya, dan kalau sudah selesai nanti aku dapat memanjat tembok penyekat dan
keluar dari pintu sebelah.
Aku bergerak kedepan menyongsong Mak Odah, sambil tanganku berusaha menggapai salah
satu bulatan payudaranya., sambil meremas-remas payudaranya ku peluk pinggang Mak Odah
dengan mulutku yang terbuka dan lidahku menjulur keluar. Ujung lidahku akhirnya menyentuh
pentil susu Mak Odah yang besar dan kecoklatan, kontolku serasa akan meledak, dengan tergesa-
gesa, aku mengisapi dan meremas teteknya yang lain dengan tanganku.
Mak Odah lalu menggenggam batang kontolku dan meremas ujung nya, lalu mengocoknya
seperti yang kulakukan tadi.

Masih di tengah keremangan gudang, tanpa banyak kata-kata, Mak Odah meraih tanganku dan
menggosok-gosokan ke memeknya. Mak Odah semakin membuatku terangsang dengan belaian-
belaian tanganku pada memek dan kedua buah payudaranya.Aku membungkuk ke depan dan
mulai mengulum lagi tetek Mak Odah sementara tanganku yang lain meremas remas tetek yang
lain membelai dan memencet pentilnya.
Tangan Mak Odah yang sedang menggenggam batang kontolku lalu menariknya ke memeknya.
Mak Odah melenguh ketika ujung kontolku menyentuh memeknya. Mak Odah kemudian duduk
di bibir bak mandi sambil kemudian mengangkang-kan pahanya yang langsung kuhimpitkan
badanku ke tubuh Mak Odah dengan wajahku ku susupkan dicelah kedua payudaranya.
Tangan Mak Odah lagi lagi mencengkram pantatu dan kemudian menariknya hingga batang
kontolku masuk ke dalam memeknya. Kemudian kudorong dengan pinggulku sampai
setengahnya.
“Sshh…egh..!” Mak Odah mendesis.
Aku mulai memompa kontolku keluar dan masuk, mulutku tetap mengulum kedua teteknya
bergantian. Semakin lama semakin cepat aku memompa, dan Mak Odah mulai ikut ikut
menggoyangkan pinggulnya menyambut tusukkan-ku. Tubuh mak Odah terkadang
menggelinjang dengan mulut yang mengerang lirih.
Tidak berapa lama kemudian tubuh Mak Odah bergerak liar, desisannya terdengar tertahan.
Batang Kontolku kemudian menjadi semakin basah saat cairan hangat dan kental keluar dari
memeknya.

Aku masih terus bertahan memompa, dan kemudian, sewaktu aku merasa akan keluar, kudekap
pantat Mak Odah erat-erat dan ku benamkan batang kontolku sedalam dalamnya.
Kontolku kemudian meledak, semprotan demi semprotan air mani keluar, jauh didalam memek
Mak Odah. Separuh orgasme, kutarik keluar kontolku dan menyusupkannya di celah antara
kedua payudara Mak Odah yang besar itu lalu kutekan kedua bulatan payudara Mak Odah agar
menghimpit batang kontolku sambil menggosok-gosokannya terus sampai air maniku seluruhnya
keluar membasahi dagu, leher dan dada Mak Odah, Mak Odah tampak tersenyum kapadaku.

Setelah itu kukenakan celanaku, sambil tersenyum aku lalu memanjat dinding penyekat kamar
mandi dan keluar dari pintu satunya. Sewaktu hendak memanjat kedua tanganku sempat
meremas-remas kedua payudara Mak Odah yang di tanggapi Mak Odah dengan tertawa pelan.

Setelah kejadian itu, kalau ada kesempatan, aku dan Mak Odah tak pernah berhenti untuk saling
bergelut memuaskan gairah seks bahkan hingga sekarang.

Tamat
Ngincer Anak, Dapat Ibunya

Selama menjadi mahasiswa di ibukota provinsi ini, aku selalu dan hampir setiap hari
mengunjungi perpustakaan milik pemerintah provinsi, sehingga hampir semua pegawai yang
bekerja pada instansi ini mengenalku dan akrab denganku, baik yang pria dan wanitanya.
Namun dalam pikiran nakalku yang mampu menilai sesorang, hanya terdapat dua orang ( yang
jelas wanita ) yang mampu menarik perhatianku sehingga aku selalu memberikan atensi yang
lebih terhadap dua orang ini
Yang pertama adalah staf bagian informasi dan teknologi yang sebut saja namanya Mbak Diah,
aku memanggilnya begitu, 32 th-an, perempuan cantik semampai proporsional berkulit putih
berambut sepunggung yang selalu memakai supra-nya setiap ke kantor, belum menikah dan aku
belum terlalu mendalami kehidupan pribadinya.
Kedua adalah staf administrasi yang berkantor di lantai tiga bangunan ini, Ibu Ayu, manis
berambut sebahu, 37 th-an, corak standar manusia-manusia Indonesia, menikah dan punya 2
anak, yang paling kecil SMP kelas 2 dan satunya SMU kelas 3, escudo kuning yang selalu
menemaninya tiap pagi saat berangkat ke kantor.
Dari kedua wanita tersebut hanya dengan Ibu Ayu saja aku tampak lebih akrab sehingga aku pun
mengetahui dengan benar seluk beluk kehidupan rumah tangganya beserta dengan segala
masalah yang dihadapinya.

Suatu siang, saat aku baru datang, kulihat Ibu Ayu sedang melihat TV yang memang sengaja
dipasang di lobby untuk para pengunjung instansi ini, kudekati dan duduk di sebelahnya.
“Siang, Bu!, lagi santai nih?” Tanyaku membuka percakapan
“Eh, Dik Adi!, iya, tadi habis kunjungan keluar bareng ibu kepala dan nganter si Santi (putri
tertuanya) pulang. Udah selesai kuliahnya?” jawabnya
“Sudah.., tadi cuma ada satu mata kuliah”
“O gitu!, O ya, ntar malam di ***** Cafe ada konsernya ( Ibu Ayu menyebut satu nama Band
yang baru ngetop di Indon), mau nonton nggak?”
“Sama Santi, ya!, ntar saya ikut!” Kataku merajuk soalnya anaknya itu menuruni kecantikan
ibunya sewaktu muda
“Ya, nanti Santi tak suruh ikut!”
“Lha emang Bapak ( suaminya ) kemana, Bu?”
“Lagi mengikuti Pak Walikota ke Jakarta sampai tiga hari mendatang”
“Okelah kalau begitu, nanti sore saya kesini lagi, trus berangkat!”
“Sip kalau begitu ” Jawabnya senang

*****

Sore yang dijanjikan pun tiba, aku masuk kedalam kantornya dan menemukan dia sedang
membereskan beberapa map pekerjaannya.
“Tunggu di bawah ya, Dik!, aku mau ganti baju, dan tadi Santi telepon katanya tidak bisa ikut
karena besok ada ulangan dan agak tidak enak badan” Katanya menyambutku
Dan aku pun mengeluh, gagal deh kencan dengan Santi
Tak berapa lama kutunggu, Ibu Ayu sudah menemuiku dengan berganti pakaian dinasnya
menjadi blus ketat dengan jins, wah.., oke juga nih ibu-ibu, nggak mau kalah dengan yang muda
dalam soal dugem.
“Ayo!” Ajaknya
Aku pun mengikutinya menuju escudo kuningnya dan berlalu dari kantor instansi tersebut.
“Kemana kita?, bukannya konsernya ntar malam?” Tanyaku
“Bagaimana kalo kita cari makan dulu sambil ngobrol-ngobrol nunggu jam lapan buat nonton
konser ? ” Usulnya
“Boleh juga!, dimana?”
“Ntar, liat aja, biar Ibu yang charge, OK!”
Aku pun mengangguk mengiyakan nya

Di sebuah resto china dijalan protokol kota ini, setelah menyantap hidangan laut, kami pun
mengobrol mengahbiskan waktu dengan membahas berbagai persoalan baik itu maslah sosial
maupun pribadi. Seperti halnya Ibu Ayu menceritakan padaku tentang bagaimana
menjemukannya kehidupan rumah tangganya.
“Wah, kalau soal itu saya tidak bisa memberikan pendapat, Bu!, masalahnya saya belum pernah
berumah tangga.” kataku merespon nya
“Ini cuma sekedar curhat koq, Dik!, biar besok menjadi semacam panduan bila nantinya dik Adi
sudah menjalan kehidupan bersama” Jawab Ibu Ayu diplomatis
“Dan, jangan panggil Ibu, dong!, panggil saja Mbak, khan usia kita ngga terlalu jauh banget
bedanya, paling cuma 13 tahun !” Tambahnya
Dan aku pun tertawa mendengar kelakar tersebut.

Ketika waktu telah menunjukkan saatnya, kami keluar dari resto tersebut disambut dengan
gerimis, berlari-lari menuju mobil untuk meluncur ke cafe yang dimaksud. Selama konser
tampak Ibu Ayu sangat menikmati suasana tersebut sambil sesekali mengenggam tanganku,
sehingga mau tidak mau pun aku menjadi ikut terbawa oleh suasana yang menyenangkan.
Konser pun berakhir, dan saatnya kami untuk pulang. Sambil-sesekali berceloteh dan
bersenandung, kami menuruni tangga cafe, yang entah karena apa, Ibu Ayu terpeleset namun
untunglah aku sempat memegangi nya namun salah tempat karena secara reflek aku menariknya
kedalam pelukan ku dan tersentuh buah dadanya. Sejenak Ibu Ayu terdiam, memandangku,
mempererat pelukannya dan seakan enggan melepaskannya.
“Bu, eh..Mbak, udah dong, malu ntar dilihat orang” Kataku
Dia pun melepaskan pelukannya, dan kami menuju ke mobil dengan keadaan Ibu Ayu sedikit
pincang kaki nya.

Tengah malam kurang sedikit, kami sampai di rumah Ibu Ayu, karena aku sudah terbiasa pulang
pagi, jadi kudahulukan untuk mengantar kerumahnya untuk memastikan keadaannya. Rumah
dalam keadaan sepi, penghuninya sudah tidur semua kurasa, dan aku pun duduk di sofa sambil
sejenak melepaskan lelah.
Sambil terpincang-pincang, Ibu Ayu membawakan segelas teh manis hangat untukku, dan duduk
di sampingku. Aku jadi teringat kejadian di tangga cafe tadi.
“Masalah tadi, maafin saya Mbak, itu reflek yang nggak sengaja.” Kataku
“Nggak papa koq, Mbak ngga hati-hati si, pegel banget nih!” Katanya
“Sini saya pijitin” kataku sambil mengangkat kakinya dang menggulung celana jins nya sampai
selutut
Dia pun merebahkan badannya agar aku bisa leluasa memijitnya. Tak berapa lama kemudian dia
bangkit sambil ikut memijiti kakinya sendiri. Saat tangan kami bersentuhan ada getar-getar halus
yang kurasakan menggodaku namun berhasil kutepiskan. Namun tak disangka, Ibu Ayu
memegang lengan ku dan menarikku ke dalam pelukannya.
“temani aku malam ini, Dik!” Bisiknya lirih di telingaku
Kurasa habislah pertahanan ku kali ini. Di lumatnya bibirku dengan ganasnya, apa boleh buat,
aku pun memberikan respon serupa. Kami saling berpagut dengan sesekali mempermainkan
lidah. Tangannya menggerayangi tubuhku, mengusap-usap celanaku yang menggembung,
sedangkan aku meremas-remas buah dadanya yang masih cukup ranum untuk wanita seusianya.

Lama kami bercumbu di atas sofa, lalu Ibu Ayu menggamitku untuk memasuki kamarnya, dan
kami meneruskan cumbuan sepuas-puasnya. Foreplay dilanjutkan setelah kami saling membuka
baju, hanya tinggal mengenakan celana dalam saja kami bergelut di atas kasur yang empuk
dalam kamar berpendingin udara. Kujilati puting susunya sampai Mbak Ayu mendesah-desah,
sementara tangannya menggengam kemaluanku yang dengan lembut dikocoknya perlahan.
“Mbak.., aku buka ya, celananya!” Bisikku yang disambut dengan anggukannya
Setelah secarik kain tipis itu terlepas dari pinggulnya, Ibu Ayu mengangkang kan pahanya, dan
tampak vaginanya yang kehitaman tertutup lebat rambut. Saat kusibak kerimbunan itu, gundukan
daging itu berwarna kemerahan berdenyut panas.

Ibu Ayu memekik dan mendesah perlahan saat vaginanya kujilati. Ditekan nya kepalaku
sepertinya dia sangat menikmati permainan ini, sampai suatu saat kurasa vaginanya mulai basah
dengan keluarnya lendir yang berlebihan.
Dengan nafas terengah-engah Ibu Ayu menarik kemaluanku untuk dimasukkan kedalam
vaginanya. Kupegan tangannya dan kupermainkan kemaluanku di pintu masuk liang kenikmatan
nya itu beberapa lama, kupukul-pukul kan kepala kemaluanku dibibir vaginanya, kumasukkan
kemaluanku sedikit dalam vaginanya lalu kutarik keluar kembali, begitu berulang-ulang.
“Ayo dong, Dik!, jangan buat aku semakin ……” bisiknya
“Tapi aku belum pernah berhubungan badan, Mbak!” Balasku berbisik
“Ayolah, Dik!, aku beri kamu pengalaman menikmati surga ini, ayo..!”
Akupun mengangguk

Ibu Ayu berbaring telentang di pinggiran ranjang dengan kaki mengangkang, sementara aku
berlutut hendak memasukkan kemaluanku. Di pegangnya kemaluanku dan di arahkan ke dalam
vaginanya, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku dibibir vaginanya sementara dia mendesah-
desah, lalu dengan dorongan perlahan kubenamkan seluruh kemaluanku kedalam liang
vaginanya.
Sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan yang luar biasa menyelubungi ku, sejenak keresapi
kenikmatan ini sebelum Ibu Ayu mulai mengalungkan pahanya pada pinggulku dan memintaku
untuk mulai menyetubuhi nya.

Kudorong tubuh Ibu Ayu ketengah ranjang, setelah tercapai posisi yang enak, kugerakkan
pinggulku maju mundur mengeksplorasi seluruh kenikmatan yang dimiliki oleh Ibu Ayu.
Ruangan kamar yang dingin seolah tidak terasa lagi, yang ada hanya lengguhan-lengguhan kecil
kami di timpahi suara kecepok beradunya kemaluan kami, sementara disekeliling kepala kami
terbungkus dengan hawa dan bau khas orang bersetubuh.
“hh..terus, Dik!, goyangnya yang cepat..Ohh..ohh, Ouuch!” Desahnya
“Yang erat, Mbak!, ayo sayang,..sshh,..hhh..” Desahku
“Ouuw…hh..,…lebih ce…aaahhhh!”
“Tenang aja, manisku…ohh.., enak Mbak!”
“Sss….sama…aku juga…ohh..ohh!”

Entah sudah berapa lama kami saling bergelut mencari kenikmatan, lambat laun kemaluanku
terasa seperti diremas-remas, lalu Ibu Ayu mendesah panjang sebelum pelukannya terasa
melemah.
“aku.., sam…,Dik!, …Aaaaakkhhh !” Desahnya
Kurasakan momen ini yang ternikmat dari bagian-bagian sebelumnya, maka sebelum remasn-
remasan itu mengendur, kupercepat gerakanku dan kurasakan panas tubuhku meningkat sebelum
ada sesuatu yang berdesir dari seluruh bagian tubuhku untuk segera berebut keluar lewat
kemaluanku yang membuatku bergetar hebat dengan memeluk tubuh Ibu Ayu lebih erat lagi
“Ohhh..ohh….!” Desahku tak lama kemudian

Aku bergulir di samping Ibu Ayu mencoba mengatur nafas, sementara dia terpejam dengan ritme
nafas yang tak beraturan juga. Kemaluan ku masih tegak berdiri berkilat-kilat diselimuti cairan-
cairan licin sebelum lemas
Setelah beberapa saat, nafasku pulih kembali, kubelai rambut Ibu Ayu. Dia tersenyum padaku.
“Makasih, Mbak! Enak sekali tadi” Kataku tersenyum
“Sama-sama,Dik! Hebat sekali kamu tadi, padahal baru pertama, ya! ” jawabnya
Ibu Ayu mencoba duduk, kulihat cairan spermaku meleleh keluar dari lipatan vaginanya yang
lalu di usapnya dengan selimut.
“Aku keluarkan di dalam tadi, Mbak! habis enak dan ngga bisa nahan lagi, ngga jadi anak khan
nanti?” Tanyaku
“Enggak, santai saja, sayang!” Katanya manja sambil mencium pipiku
“Emm..,Mbak!” Tanyaku
“Apa sayang?” Jawabnya
“Kapan-kapan boleh minta lagi, nggak?”
“Anytime, anywhere, honey!” Katanya sambil memelukku dan melumat bibirku.

*****

Setelah kejadian itu, tiga hari berikutnya aku menikmati servis istimewa dari Ibu Ayu untuk
lebih mengeksplorasi ramuan kenikmatan dengan berbagai gaya yang diajarkan olehnya, bahkan
masih berlangsung hingga saat ini.
Pada mulanya anaknya yang kuincar menjadi cewek ku, ternyata malah mendapat layanan plus
yang memuaskan dari ibunya.

Tamat
Ibu Mertuaku

Saya bernama Bambang, usia pada tahun 2000 ini 37 tahun, pekerjaan wiraswasta. Menikah
dengan Linda pada tahun 1993, saat ia berusia 29 tahun. Kami telah dikarunia dua orang anak
yang lucu-lucu. Pada kesempatan ini, saya akan menceritakan pengalaman saya dengan ibu
mertua saya. Saya memiliki minat seksual khusus terhadap wanita yang lebih tua. Bahkan minat
khusus tersebut telah ada sejak saya remaja. Saat remaja, saya ingat bahwa ketika saya
bermasturbasi, saya lebih suka membayangkan tante-tante tetangga rumah, teman-teman ibu
saya, ibu guru, maupun wanita-wanita lain yang masih terbilang ada hubungan keluarga.

Boleh dikata, saya sangat jarang menjadikan cewek-cewek sebaya saya sebagai obyek fantasi
ketika bermasturbasi. Minat tersebut rupanya terus bertahan sampai saat ini, walaupun saya
sudah berkeluarga. Salah satu wanita yang saya minati dan sering menjadi obyek fantasi seksual
saya sampai saat ini adalah ibu mertua saya sendiri yang bernama Nani. Saat ini beliau berusia
57 tahun. Ibu mertua saya ini sudah menjanda sejak tahun 1984, karena bapak mertua saya
meninggal karena kecelakaan waktu itu. Rasa tertarik terhadap ibu mertua saya ini sudah timbul
pada saat saya pertama kali diperkenalkan oleh pacar (isteri) saya padanya di tahun 1990. Sejak
saat itu, saya sering menjadikan beliau menjadi obyek fantasi saat saya bermasturbasi. Begitu
besarnya rasa tertarik saya pada beliau, sehingga pernah terlintas pikiran untuk kawin dengan
beliau entah bagaimana caranya. Tetapi pikiran tersebut tidak saya kembangkan lebih lanjut
karena saat itu beliau sudah menopause, sedangkan saya masih memiliki keinginan untuk
memiliki anak. Lagipula, pasti akan banyak masalah dan hambatan untuk mewujudkan pikiran
tersebut.

Karena itulah akhirnya, saya tetap melanjutkan hubungan saya dengan Linda, sehingga akhirnya
kami menikah pada tahun 1993. Saat baru menikah, kami tinggal bersama ibu mertua saya ini.
Karena 3 orang kakak isteri saya yang telah menikah telah memiliki rumah sendiri-sendiri,
sedangkan 2 orang adik isteri saya sedang kuliah di Bandung dan Yogyakarta. Kami tinggal di
rumah ibu mertua saya tersebut, selain untuk menemani beliau, juga karena kondisi keuangan
kami saat itu belum memadai untuk memiliki rumah sendiri. Selama kurang lebih satu tahun tiga
bulan tinggal bersama mertua inilah, ada sejumlah pengalaman baru, yang makin menunjang
saya untuk menjadikan beliau menjadi obyek fantasi favorit saya. Pengalaman baru yang maksud
misalnya adalah saya sering mendapat kesempatan melihat paha mertua saya, entah ketika
nonton TV, atau sedang bersih-bersih rumah, dan sebagainya.

Cukup sering juga saya memergoki beliau keluar dari kamar mandi dengan hanya berlilitkan
handuk di tubuhnya. Bahkan pernah sekali waktu saya beruntung dapat melihat payudara ibu
mertua saya tersebut dalam keadaan telanjang ketika ia membuka lilitan handuknya hendak
berganti baju. Sayangnya beliau masih memakai celana dalam. Pernah juga saya melihat puting
payudaranya menyembul keluar daster secara tidak sengaja ketika beliau nonton TV sambil
tidur-tiduran di sofa. Pengalaman-pengalaman baru seperti itulah yang semakin memperkuat
minat seksualku pada beliau. Terkecuali, pada saat-saat kesadaran moral dan religius saya sedang
baik, saya sering memiliki keinginan untuk dapat menyetubuhi ibu mertua saya tersebut. Namun,
saya tidak tahu caranya. Yang dapat saya lakukan saat itu hanyalah berfantasi saja.
Bahkan cukup sering, ketika saya bersetubuh dengan isteri saya, yang ada dalam kepala saya
adalah bersetubuh dengan ibu mertua saya tersebut. Selain berfantasi, paling jauh saya hanya
memiliki kesempatan untuk cium pipi dan memeluk ibu mertua saya tersebut pada tiga
kesempatan. Yaitu pada saat hari ulang tahun beliau, ulang tahun saya dan ulang tahun
perkawinan saya dengan Linda. Pada kesempatan di hari ulang tahun saya, ketika menerima
cium dan peluk dari ibu mertua, untuk pertama kalinya saya merasakan himpitan payudara beliau
di dada saya. Pengalaman ini sangat berkesan pada diri saya. Saya ingat bahwa pada malam itu,
saya sangat bernafsu dan menggebu-gebu memesrai isteri saya. Saat itu, saya sanggup sampai
empat kali mengalami ejakulasi ketika kami bersetubuh. Padahal, biasanya paling banyak saya
hanya tahan dua kali saja. Yang pasti, ketika memesrai isteri saya, yang terbayang saat itu adalah
ibunya. Pengalaman lebih jauh yang saya alami dengan ibu mertua saya tersebut terjadi ketika
saya dan isteri saya menemani beliau ke Semarang untuk menghadiri pernikahan salah satu
keluarga dekat dari almarhum bapak mertua saya. Ketika itu kami menginap di rumah keluarga
calon pengantin. Karena terbatasnya tempat, kami hanya mendapat satu kamar dengan satu
tempat tidur ukuran besar. Terpaksa, malam itu kami tidur bertiga di tempat tidur itu. Posisinya
adalah, saya di sisi kiri, isteri saya di tengah dan ibu mertua saya di sisi kanan. Lampu kamar
dimatikan ketika kami berangkat tidur. Ketika terbangun pagi harinya, saya kemudian sadar
bahwa isteri saya sudah tidak ada di tempatnya. Sambil berbaring saya berusaha mencari isteri
saya di kamar, tetapi saya tidak dapat menemukannya. Secara samar-samar saya hanya melihat
tubuh ibu mertua tidur memunggungi saya.

Saya langsung menduga bahwa isteri saya pasti ke kamar mandi sebagaimana kebiasaannya.
Isteri saya terbiasa secara teratur bangun jam 04.30 dan kemudian ke kamar mandi untuk buang
air besar dan mandi. Saat itu timbul pikiran kotor dan nakal dalam otak saya. Apalagi pada pagi
hari biasanya si "Adik Kecilku" berdiri tegak dan kencang. Pikiran saya saat itu tidak jauh dari
situ. Dengan bergaya masih dalam keadaan tidur, saya bergeser mendekat ke arah tubuh mertua
saya. Setelah cukup dekat (bahkan hampir rapat tapi belum bersentuhan), dengan gaya tidak
sengaja saya menggeser tangan kiri saya ke atas pinggul mertua saya. Tidak ada reaksi apa-apa
dari mertua saya. Dengan lembut dan perlahan kemudian saya mulai menggerakkan telapak
tangan saya di pinggul mertua saya. Juga tidak ada reaksi atau perubahan apa-apa. Saya
kemudian memberanikan diri untuk mengelus-elus pantat mertua saya. Empuk dan halus
rasanya. Saya juga dapat merasakan tekstur dari bagian pinggir celana dalamnya. Yang terpikir
dalam otak saya saat itu, akhirnya ada juga yang jadi kenyataan khayalanku. Sementara itu, si
"Adik kecilku" semakin tegak dan keras saja, dan kemudian secara refleks tangan kanan saya
mulai meraba-raba si "Adik Kecilku". Ingin rasanya saya mengarahkan tangan kiri saya ke arah
kemaluan ibu mertua saya. Namun, saat itu saya takut ibu mertua jadi terbangun. Karena itu,
dengan susah payah saya berusaha menahan keinginan tersebut. Kemudian, masih dalam gaya
pura-pura masih tidur saya merapat dan memeluk ibu mertua dari belakang. Posisi ibu mertua
saya kemudian agak berubah dari memunggungi saya menjadi lebih telentang, walaupun
wajahnya masih ke arah yang berlawanan dengan posisi di mana saya berada. Ibu mertua saya
saat itu terlihat masih dalam keadaan tidur yang cukup nyenyak.

Boleh jadi karena perjalanan dengan kereta api sore-malam itu cukup melelahkannya. Kemudian
saya menggeser tangan kiri saya ke arah payudara kiri ibu mertua saya. Merasa tidak ada reaksi
apa-apa kemudian saya memberanikan diri untuk menggerak-gerakkan tangan kiri saya. Dengan
berhati-hati sekali saya mengusap-usap payudara beliau. Saya kemudian sadar bahwa beliau
tidak memakai BH ketika saya merasakan bahwa puting payudara beliau semakin menonjol dan
sangat terasa di telapak tangan saya. Lebih jauh lagi, kemudian secara lembut saya sesekali
meremas payudara beliau secara perlahan sekali. Nafsu saya semakin meninggi, dan rasanya
debaran jantung saya saat itu sangat cepat dan agak keras. Saya terkejut dan takut sekali ketika
tiba-tiba tubuh beliau bergerak dan menjadi lebih menghadap tubuhku.

Mati aku, pikirku saat itu. Tapi kemudian saya sadar bahwa beliau masih tetap tidur, karena
nafasnya masih teratur. Hanya ketika membalikkan badannya saja tampaknya beliau agak
menghela nafas. Dengan posisi yang berhadapan, saya dapat melihat dengan cukup jelas,
walaupun agak samar-samar juga karena gelap, mulut ibu mertua saya agak sedikit terbuka.
Melihat pemandangan yang demikian, apalagi memang bibirnya itu sering saya khayalkan untuk
saya kecup, kemudian dengan tekanan ringan saya menempelkan bibir saya ke bibir beliau. Tapi
kemudian saya tidak tahan lagi, dan secara refleks kemudian bibir saya mulai mengulum bibir
beliau, seraya tubuh saya bergerak menindih tubuhnya dan menekan kemaluan saya ke pahanya.
Kejadian yang terjadi dalam waktu yang singkat tersebut akhirnya menyebabkan ibu mertua saya
terbangun. Dimulai dengan suatu lenguhan pendek, "Nngggghh...", kemudian beliau terjaga dan
kemudian mengatakan, "Heh! apa-apaan ini?". Saya kaget setengah mati waktu itu, dan
kemudian menggeser tubuh saya ke samping tubuh ibu mertua saya. Ibu mertua saya kemudian
mengangkat punggungnya dan duduk di tempat tidur. Setelah beberapa saat kemudian dia
berkata. "Apa yang kamu lakukan pada Ibu Bang? Koq kamu sudah mulai berani kurang ajar?".
Setelah terdiam beberapa saat, kemudian sayapun bangkit duduk dan mengatakan. "Maaf Bu,
saya kira tadi ibu itu Linda". "Lho, Lindanya mana?", tanya ibu mertuaku. "Tidak tahu Bu",
jawabku. Kemudian ibu mertua saya turun dari tempat tidur dan menyalakan lampu kamar. Saya
hanya dapat duduk diam sambil menutup kedua muka saya dengan tangan saya. Ibu mertua saya
kemudian berkata. "Jangan sampai terjadi lagi ya Bang kejadian seperti tadi. Ibu tidak suka. Itu
tidak baik dan dosa". "Maaf Bu, saya sungguh-sungguh minta maaf, karena saya tadi tidak sadar.
Habis, biasanya kalau pagi kami biasanya melakukan hubungan suami-isteri sih Bu", jawabku
dengan refleks sambil bangun dari tempat tidur untuk sungkem kepada ibu mertua saya itu. "Mau
ngapain kamu?", sergah ibu mertuaku. "Mau sungkem Bu", jawabku. "Tidak perlu, yang penting
jangan sampai terjadi lagi", kata ibu mertuaku sambil membalikkan tubuh dan berjalan menuju
pintu. Akhirnya aku duduk terpekur sendiri di tempat tidur. Sambil membaringkan kembali
tubuhku, terbayang lagi kejadian-kejadian yang baru terjadi itu. Seingat saya, ada tiga hal yang
paling berkesan untuk saya saat itu. Pertama, makin menonjolnya puting payudara ibu mertuaku
ketika tanganku mengusap-usapnya. Kedua, persentuhan lidah kami ketika aku mengulum
bibirnya yang menyebabkan beliau terbangun. Ketiga, lirikan sepintas ibu mertuaku ke arah
selangkanganku ketika beliau berbalik hendak keluar kamar.

Yang pasti, semua yang baru saja terjadi saat itu merupakan perwujudan dari sebagian
khayalanku terhadap ibu mertuaku. Selain itu, dorongan nafsu yang belum tersalurkan saat itu
rasanya agak menyiksa diriku. Tidak berapa lama kemudian isteriku masuk ke kamar. Terlihat
rambutnya agak basah, tampaknya ia baru keramas. "Ibu mana?", tanya isteriku. "Keluar"
jawabku secara singkat seraya bangkit dari tempat tidur menuju ke arah pintu. Kemudian aku
mengunci pintu dan berjalan ke arah isteriku yang sedang berdiri di depan meja rias. "Mau
ngapain sih Mas pakai dikunci segala", tanya isteriku. "Biasa, kayak kamu nggak tahu saja. Aku
sedikit horny nih", jawabku sambil memeluk dia dari belakang. "Jangan ah Mas..., nggak enak,
ini kan di rumah orang", katanya. Tapi aku terus aja meraba-raba dan menciumi tengkuk dan
lehernya dari belakang. "Aku nggak tahan nih..., lagian kan masih pada tidur", kataku. Akhirnya
isteriku mulai menyambut serangan-seranganku. Dia tahu persis bahwa aku bisa marah dan
uring-uringan seharian kalau lagi ingin banget tapi dia tidak mau. "Tapi yang cepetan saja ya
Mas...", katanya. Mendengar jawabannya, saya menjadi semakin aktif. Saya menekan tubuhnya
sehingga ia membungkuk dan meletakkan tangannya di atas kursi meja rias yang ada di kamar
itu. Kemudian saya singkapkan dasternya ke pinggang dan saya tarik celana dalamnya sampai
lepas. Batang kemaluan saya yang memang sudah mulai basah sejak kejadian dengan ibu mertua
saya tadi kugesek-gesekkan ke selangkangannya. Setelah cukup licin, akhirnya dalam posisi dia
berdiri membungkuk dan saya di belakangnya, kumasukkan batang kemaluanku ke lubang
kemaluannya, seperti biasanya. Dengan nafsu yang sudah tertahan-tahan sejak tadi, saya tidak
dapat bertahan lama, dan kemudian akhirnya ejakulasi sambil membayangkan bahwa yang saya
setubuhi itu adalah ibu mertua saya. Ah seandainya saja benar-benar beliau.... Sepulang dari
Semarang, untuk beberapa waktu interaksi antara saya dengan ibu mertua saya agak sedikit kaku.
Kadang-kadang saya merasa kikuk kalau harus berinteraksi dengan beliau. Kekakuan itu akhir
berkurang dengan berjalannya waktu.

Apalagi kemudian kami dapat mulai mencicil rumah kami sendiri, dan akhirnya pindah dari
rumah mertua saya itu ketika salah satu adik isteri saya lulus dan kembali tinggal di Jakarta.
Sejak kejadian di Semarang itu saya semakin sering memfantasikan ibu mertua saya maupun
memimpikannya ketika tidur. Cukup sering saya merasa khawatir kalau-kalau saya mengigau
dan isteri saya mengetahui bahwa saya mendambakan ibunya. Setelah tinggal di rumah sendiri,
saya dapat dikatakan hampir tidak pernah lagi mendapat "pemandangan-pemandangan indah"
dari tubuh mertua saya itu. Dan cukup sering saya kangen padanya. Setelah berjalan beberapa
waktu akhirnya saya mulai mengenal internet dan berlangganan pada salah satu internet provider
yang cukup baik. Dari pengalaman menjelajah internet inilah saya mendapatkan beberapa ide
sehubungan dengan ketertarikan saya terhadap ibu mertua saya. Salah satu ide yang ingin saya
wujudkan saat itu adalah membuat rekaman video dari ibu mertua saya. Untuk itu, terpaksa saya
menabung untuk membeli kamera video. Setelah kamera video terbeli, saya menjadi rajin
mengabadikan acara-acara keluarga dengan kamera tersebut. Tentunya juga dengan harapan
bahwa ada "pemandangan-pemandangan indah" dari tubuh ibu mertua saya yang dapat saya
rekam. Tapi harapan tidak dapat terwujud. Malah pemandangan indah yang sempat terekam
adalah paha-paha dari kakak ipar saya yang bernama Susi dan adik ipar saya yang bernama Lena.
Dengan hasil itu, saya harus puas bermasturbasi hanya dengan memandangi rekaman ibu mertua
saya dalam pakaian lengkap. Tapi saya tetap saja dapat terangsang hanya dengan pemandangan
yang demikian. Khususnya pada rekaman yang memperlihatkan ibu mertua saya memakai
kebaya. Lekuk-lekuk tubuhnya masih dapat terlihat, walaupun ibu mertua itu dapat dikatakan
agak kurus. Pinggul besar yang terbungkus kain itulah yang menggemaskan untuk dicubit. Saya
mencoba untuk menjajaki kemungkinan untuk merekam di kamar mandi di rumah mertua saya
itu, tapi saya tidak dapat menemukan lokasi-posisi yang aman.

Sempat terpikir oleh saya untuk memiliki kamera kecil (Spy Camera) yang sudah mulai banyak
ditawarkan di internet saat itu. Namun karena harganya mahal, apalagi dapat dikatakan hanya
didistribusikan di Amerika, pikiran itu tidak dikembangkan lebih lanjut. Kesempatan untuk
membuat rekaman yang lebih menarik akhirnya datang juga. Dalam rangka pernikahan adik ipar
saya, kami (saya dan isteri saya) menginap di rumah mertua saya, karena isteri saya saat itu
sedang hamil tua dan agak melelahkan kalau harus pulang pergi Depok-Rawamangun. Ketika
menginap itulah timbul ide untuk meletakkan kamera di dalam tasnya sedemikian rupa sehingga
lensanya masih tetap dapat merekam gambar di hadapannya. Dalam rencana saya, tas kamera itu
akan saya letakkan di kamar ibu mertua saya, yang kebetulan juga dapat dikatakan sudah
menjadi kamar umum di rumah itu, siapa saja anak-anaknya yang datang pasti masuk dulu ke
kamar tersebut, dan bisanya juga menaruh barang-barang di kamar itu. Setelah mencoba-coba,
maka untuk kamuflase saya mempergunakan kain bekas kaos yang berbentuk jaring (jala-jala)
yang kebetulan berwarna hitam. Berdasarkan coba-coba itu, saya mendapatkan kesimpulan
bahwa kain tersebut tidak akan terekam kalau posisi lensa pada tele (jarak jauh) bukan wide
(jarak dekat). Semakin dekat akan semakin jelas terlihat kain tersebut, bahkan dapat dikatakan
mendominasi gambar yang terekam.

Semakin tele, maka akan semakin kabur gambar kain tersebut. Hasil pertama dan hasil kedua
yang saya dapat sangat mengecewakan saya, karena rekaman yang dapatkan hanyalah gambar
jala-jala dari kaos hitam tersebut dan beberapa bayangan yang bergerak-gerak. Setelah
pengalaman yang pertama, tadinya saya mengira bahwa yang menjadi penyebab karena saya
menyetel lensa pada posisi wide. Namun, karena pada hasil yang kedua, rekaman yang saya
dapatkan juga sama, saya menjadi sedikit penasaran. Setelah dipelajari, akhirnya saya
mengetahui penyebabnya. Yakni, karena saya mempergunakan sarana autofocus dari kamera
tersebut. Akhirnya setelah saya menyetelnya ke posisi manual, hasil yang saya dapatkan cukup
memuaskan saya. Pada usaha yang ketiga, akhirnya saya mendapat rekaman yang
menggambarkan ibu mertua saya sedang berganti baju. Sayangnya, saya tidak mendapat
rekaman yang menunjukkan kemaluannya. Hanya payudaranya saja yang telanjang. Namun
setidaknya, hasil ini cukup untuk bahan atau alat bantu kalau saya mengkhayalkannya. Apalagi
kalau dibandingkan dengan gambar jala-jala hitam. Rekaman yang saya dapatkan ketika hari H
dari perkawinan adik ipar saya sungguh mengejutkan dan sangat menyenangkan saya. Karena
setelah saya periksa, banyak sekali terdapat pemandangan sangat indah yang hanya berbaju
dalam yang didapatkan. Payudara-payudara indah dan montok walaupun sebagian besar masih
memakai BH maupun paha-paha mulus bukan hanya milik ibu mertua saja, tapi juga milik
kakak-kakak ipar, beberapa sepupu isteri saya dan juga beberapa orang tantenya, yang
mempergunakan kamar tersebut sebagai kamar ganti dan dandan. Yang paling mengejutkan,
dalam rekaman tersebut terdapat pemandangan tubuh bulat polos tanpa sehelai benangpun milik
Mbak Uci, isteri dari kakak ipar saya.

Walaupun tubuhnya mungil, tapi proporsional dan menawan. Apalagi rambut di


selangkangannya terlihat hitam dan lebat sekali. Setelah memiliki rekaman tersebut, obyek
fantasi seksual saya pun bertambah. Bukan hanya semata-mata ibu mertua saya, tetapi juga
merembet ke yang lain. Tapi, ibu mertua tetap merupakan obyek yang paling favorit.
Sebagaimana umumnya laki-laki lain, saat-saat menanti kelahiran anak pertama merupakan saat-
saat yang penuh kekhawatiran. Demikian juga pada diri saya. Selain khawatir terhadap
keselamatan calon anak, saya saat itu juga khawatir dengan keselamatan isteri saya.
Kekhawatiran yang saya ingat adalah bagaimana nasib bayi saya kalau ibunya tidak selamat
(meninggal). Di tengah kekhawatiran seperti itupun sempat terpikir oleh saya seandainya isteri
saya meninggal, maka saya berniat untuk menjadi ibu mertua saya menjadi isteri saya. Kalau
ingat-ingat hal itu, perasaan saya sukar tidak keruan. Tetapi akhirnya, isteri saya dapat
melahirkan dengan selamat. Berhubung anak pertama, maka isteri saya pun meminta ibu mertua
saya untuk menemaninya dan mengajarinya terlebih dahulu bagaimana merawat bayi. Artinya,
isteri saya meminta ibu mertua saya untuk sementara waktu menginap di rumah kami setidaknya
selama seminggu pertama sejak kepulangan dari rumah sakit. Selama ibu mertua menginap di
rumah kami tersebutlah saya dapat menambah koleksi rekaman video saya. Dan yang terutama
adalah rekaman beliau telanjang bulat di kamar mandi. Kamera video itu sendiri sudah saya
pasang di kamar mandi satu hari sebelum isteri saya pulang dari rumah sakit. Kamera saya
letakkan di balik kaca satu arah (one way mirror). Setelah saya memiliki kamera video (handy
cam), saya memang membuat rak khusus di kamar mandi yang tebalnya kira-kira 12 cm. Di
mana salah satu bagiannya adalah kaca selain bagian-bagian untuk menyimpan handuk, dan
perlengkapan mandi lainnya. Di balik kaca tersebut terdapat ruang kosong untuk menaruh
kamera video. Isteri saya tidak mengetahui bahwa kaca yang saya pergunakan adalah kaca one
way mirror.

Untuk mengurangi resiko ketahuan, bagian belakang kaca tersebut (dalamnya) saya cat hitam
agar selalu lebih gelap dari bagian depan dari kaca. Di depan kaca tersebut (bagian atasnya) saya
pasang lampu neon 15 watt untuk lebih mendukung persembunyian kamera video saya sekaligus
juga sebagai sumber listrik jika saya menaruh kamera di balik kaca tersebut. Untuk itu saya
memasang satu stop kontak di balik kaca tersebut. Karena ketebalannya, di rak itu kamera video
hanya dapat diletakkan secara menyamping (lensa tidak langsung berhadapan dengan kaca),
sehingga untuk dapat merekam situasi di kamar mandi, maka masih diperlukan satu alat
tambahan yang namanya Video Mirror Scope, yang fungsinya adalah merekam gambar ke
samping lensa kamera (bukan ke depan kamera). Alat saya dapatkan melalui teman yang pulang
dari Amerika ke Indonesia. Kalau tidak salah belinya di ADORAMA di West 18 th Street New
York. Harganya sekitar 40 US$. Keberadaan dan fungsi alat itu sendiri saya ketahui dari Majalah
Video Maker. Ide untuk membuat rak dan membeli alat tambahan tersebut terutama disebabkan
karena saya juga ingin memiliki rekaman video isteri saya ketika dia telanjang bulat. Jangankan
telanjang bulat, masih memakai pakaian dalam saja ia marah-marah ketika saya mencoba
memvideonya. Selain itu, ketidakmungkinan mewujudkan ide memasang kamera video di kamar
mandi di rumah mertua saya, akhirnya saya wujudkan di rumah sendiri. Sejujurnya, pada
awalnya tidak pernah terbayang bagi saya kalau pada akhirnya saya memiliki kesempatan untuk
merekam ibu mertua saya. Apalagi sampai berhari-hari. Hasil rekaman tersebutlah yang saya
pergunakan sebagai bahan masturbasi di hari-hari selanjutnya. Khususnya, ketika saya dan isteri
saya tidak dapat melakukan hubungan suami-isteri karena dia baru melahirkan. Tanpa saya
sadari sepenuhnya, rekaman-rekaman tersebut justru membuat saya semakin tergila-gila pada ibu
mertua saya. Bahkan ketika melihat rekaman yang menunjukkan belahan pantat beliau, yaitu
ketika ia membungkuk mengambil sabun yang terjatuh, woww..., mantap!

Disuruh menciumi pantatnya pun rasanya saya mau melakukannya dengan senang hati.
Pokoknya, menjadi semakin tergila-gila... Kira-kira satu minggu beliau menginap di rumah kami
dan kemudian kembali ke rumahnya di Rawamangun. Setelah itu, tidak terlalu banyak perubahan
atau kemajuan yang saya dapatkan. Paling-paling, koleksi video bertambah ketika lahir anak
saya yang kedua. Itupun cuma satu hari beliau menginap di rumah kami. Tapi meskipun
demikian aku merasa cukup puas dengan kehadiran ibu mertuaku di sampingku.
Zainab Dan Ayah

Kita sebut saja lelaki berumur 55 tahun itu ayah,


sebab apalah artinya nama. Yang lebih penting: ayah
macho, tampan, keturunan Arab, dan sejak mudanya sudah
banyak perempuan yang dia cicipi, baik yang umur 40-an
tahun maupun yang baru aqil-baliq, dikawini atau tidak
dikawini.

Peristiwa itu terjadi ketika dia berkunjung ke rumah


anak angkatnya untuk suatu keperluan. Dia sengaja
lewat pintu belakang, karena dia berharap ketiban
rejeki lagi seperti beberapa pekan yang lalu,
berhasil melihat tubuh telanjang menantunya yang
cantik lagi mandi. Si menantu menjerit kecil sambil
menggapai handuk, tetapi wanita usia 24 tahun yang
belum punya anak itu tahu adalah kecerobohannya
sendiri telah tidak menutup pintu kamar mandi.

Tetapi hari ini dia tidak melihat Zainab menantunya


itu di kamar mandi ataupun di dapur. Dia panggil
namanya tetapi tidak ada sahutan. Diapun masuk ke
ruang tengah dan melongok ke kamar, sepi, anak
angkatnya Zainal juga tak ada dan itu dia sudah tahu.
Lalu dia melangkah ke ruang tamu ... dan darahnya
tersirap. Di sana dia melihat pemandangan mendebarkan.
Zainab terbaring setengah miring di sofa dengan posisi
yang aduhai. Kimononya terbuka di bagian dada yang
tampaknya tidak berkutang dan ... sebelah kakinya
keluar dari belahan kimono memperlihatkan bagian dalam
pangkal pahanya yang putih mulus dan padat. Ayah
mereguk liurnya. Tapi tiba-tiba dia panik,
jangan-jangan .... diapun mendekat lalu berlutut di
depan sofa memperhatikan helaan nafas dan mendengar
baik-baik, dan diapun lega, Zainab bernafas dalam
dengan teratur, dia hanya tertidur lelap. Ditatapnya
wajah Zainab yang rupawan, hidungnya yang bangir,
bibirnya yang bak limau seulas, dan dia perhatikan
tangannya yang berbulu-bulu halus terbalik, dan
dadanya yang membusung indah dan separuh terbuka.
Sudah lama ayah mengagumi diam-diam kecantikan
menantunya ini. Dan walaupun pernah dia pergoki lagi
mandi telanjang, tidak pernah dia begitu dekat padanya
seperti sekarang ini.
Zainab tidur nyenyak sekali. Perlahan ayah mendekatkan
wajahnya ke wajah Zainab sehingga dapat menghirup
nafasnya, duh harum sekali. Jantung ayah berdebar
semakin kencang dipacu hasrat berahi yang makin
bergelora. Didekatkannya mulutnya ke mulut Zainab dan
dikecupnya bibir mungil yang indah itu dan dikulumnya,
sementara sebelah tangannya menyelusup ke balik kimono
di bagian dada yang tidak berkutang. Sambil terus
melumat bibir, tangannya meremas lembut payudara
Zainab yang berbentuk bukit tempurung. Mula-mula yang
kiri kemudian bergeser ke yang kanan.

Zainab terbangun. Dia terperanjat dan hendak memaki


karena mengira suaminya. Tetapi ketika melihat ayah
kemarahannya segera pupus. Malah dia jadi
berdebar-debar dan nafasnya kacau mengetahui apa yang
telah diperbuat ayah mertuanya, dan darahnya mengalir
kencang.

Sudah lama Zainab jadi pengagum diam-diam ayah. Kagum


kalau dia lagi bicara berapi-api di depan mimbar yang
membuat semua hadirin tertegun terpesona.
Kagum karena walau tua dia tampak atletis dan kuat
dengan menyiratkan kejantanan dan keperkasaan seorang
lelaki sejati, berbeda dengan suaminya yang walau
masih muda tapi cepat loyo di tempat tidur. Ayah juga
baik hati, punya banyak sumber penghasilan kiri-kanan
dan bertanggungjawab. Semua biaya rumahtangganya
ayahlah yang mencukupi. Dan dia ingat sekitar empat
minggu yang lalu ketika ayah memergokinya sedang
mandi. Betapa malunya dia. Mata ayah sempat menjilati
seluruh tubuhnya, tidak ada lagi bagian yang tidak
pernah dia lihat. Dan dia masih ingat apa yang
dikatakan ayah setelah dia berpakaian dan menemuinya
di ruang tamu dengan wajah bersemu merah. "Bukan main
Nab, bukan main." Dan dia tahu benar apa yang
terpancar dari mata laki-laki itu. Hasrat keinginan
hendak memiliki.

Dan kini dia berada dalam rangkulan ayah yang jongkok


di depan sofa. "Ayah jangan, ini tidak boleh.."
bisiknya seperti hendak menangis. "Aku sudah lama
menginginkanmu Nab ..", kata ayah tersengal dan
kembali melumat mulut Zainab. Dia bahkan memasukkan
lidahnya ke mulut Zainab dan melilit lidah Zainab.
Tangannya kembali meremas-remas kesana-kemari. Zainab
gelagapan. Ketika ciuman dan kecupan ayah pindah ke
wajah kemudian ke pangkal telinga dan ke lehernya,
Zainab kembali tersengal, "Ayah sudah .... nanti
kelihatan orang." Tapi ayah tidak peduli. Kenyataan
Zainab tidak menjerit dan tidak banyak menolak, dan
mendengar degup dadanya yang memburu kencang, membuat
hatinya bersorak karena tahu tak lama lagi dia akan
mendapatkan Zainab. Kecupan ayah pindah dari leher ke
dada, sementara tangannya mulai menjamah mengusap paha
Zainab yang tersingkap. Dibenamkannaya wajahnya di
celah dada Zainab kemudian digigitnya kedua puting
perempuan itu, sementara tangannya mengusap dan
meremas bukit kemaluan Zainab yang masih ditutupi
celana dalam. "Ayah jangan!" desah Zainab dekat
telinganya. Tangannya mencoba menyingkirkan tangan
ayah yang mulai menyelusup kedalam celana dalamnya dan
menyentuh klitoris Zainab dengan jarinya, yang membuat
perempuan bertubuh gemulai indah itu menggelinjang dan
menggigit bahu ayah. Tapi ayah tahu perlawanan itu
hanya perlawanan malu-malu. Dilumatnya lagi mulut
Zainab dan dia lilit lagi lidah Zainab dengan lidahnya
dan dia remas gemas lagi dadanya, lalu bukit
kemaluannya, dan beberape menit kemudian setelah
tangannya liar menjamah seluruh tubuh bagian bawahnya,
celana dalam Zainab-pun berhasil dia loloskan dan
terlepas dari ujung jari kakinya. "Ayah....hhhhhh",
Zainab makin tersengal dan ayah cepat-cepat meloloskan
celana luar dan celana dalamnya sendiri. Dirangkulnya
perempuan cantik bahenol itu dan dihimpitnya di sofa.
Dengan kedua lutut dibukanya jepitan paha Zainab dan
dikangkangkannya kedua kakinya. Zainab juga sudah
menggigil dilanda nafsu berahinya sendiri, liang
vaginanya sudah basah menunggu tancapan batang
kejantanan ayah yang sudah dia perkirakan akan jauh
lebih perkasa dari milik suaminya. Dia letakkan
sebelah kakinya di punggung sofa dan satu lagi
terjuntai ke lantai. Dan ayahpun mengambil posisi
diantara kedua paha Zainab lalu menuntun penisnya yang
memang sudah lama ingin mereguk rasa bersarung di
dalam liang nikmat menantu montok padat itu. Di
cecahkannya kepala penisnya di mulut lobang vagina
Zainab dan membasahinya dengan linangan pelumas yang
sudah tergenang disana. "Zainab.." bisiknya dengan
nafas sesak dekat telinga Zainab. "Apa yah ..?" sahut
Zainab juga berbisik dirangsang nafsu. "Ayah boleh
masuk?" Zainab tidak menjawab, dia malu. "Kamu kan
tidak terpaksa kan Nab?" bisik ayah lagi. Dan ayah
menusukkan kepala penisnya. "Kamu juga ingin kan?"
Zainab diam namun dia merasakan nikmat masuknya kepala
besar yang kenyal itu. Ayah menikamkan lagi separuh
batangnya. "Enak kan zakar ayah Nab?" dengusnya.
Zainab mengeluarkan suara dengusan dan merangkul leher
ayah. "Sekarang kau kusantap habis", kata ayah dalam
hatinya, dan seiring dengan itu ditikamkannya seluruh
batangnya kedasar vagina Zainab. Tidak sampai disitu
saja dia pun mengocok Zainab dengan dahsyat. Zainab
seperti terbang ke langit yang ketujuh. Tancapan
batang kejantanan ayah dalam sekali, menyentuh bagian
yang belum pernah tersentuh dalam persetubuhan dengan
suaminya. Dan punya ayah sungguh besar dan panjang.
Kocokannya juga mantap. Oh nikmatnya. Zainab merangkul
ayah kuat-kuat dan melumat mulutnya. Mulutnya
menceracau berulang-ulang seiring dengan kocokan ayah:
"Duh enaknya yah ... duh enaknya yah .. duh enaknya
yah..." Kedua pahanya gelisah bergerak-gerak
menanggapi gerakan panggul ayah yang terus memompa.

Ayah tahu mereka tidak punya waktu banyak. Zainal anak


angkatnya bisa pulang sewaktu-waktu. Atau mereka bisa
dipergoki orang lain. Sebab itu dia berusaha keras.
Dia ingin memuaskan Zainab sepuas-puasnya sebelum
mereka selesai. Dan usaha itu berhasil. Dia merasa
tubuh Zainab mengejang dan dinding vaginanya mulai
mencengkam. Ayah tahu saatnya tiba. Dihunjamkannya
penisnya untuk terakhir kali sedalam-dalamnya ke dasar
liang Zainab dan disemburkannya bongkahan sperma
kentalnya berulang-ulang ke rahimnya. Zainab melolong,
merangkul makin erat dan melumat mulut ayah
sementara kedua paha dan kakinya memiting panggul
ayah. Otot-otot vaginanya meremas zakar besar ayah dan
membasahi dengan air mazi kewanitaannya. Lalu keduanya
lemas.

Ayah membiarkan penisnya terendam dalam liang


kewanitaan Zainab beberapa lama sebelum mencabutnya.
Dihapusnya peluh di kening dan pelipis perempuan itu
yang tampak makin cantik di kala letih dan puas. Dan
dia merasa bahagia sekali. Zainab sudah berhasil dia
cicipi dan dia juga bertekad untuk memilikinya. Dia
akan menyuruh Zainab berkeras minta cerai dari Zainal
dan setelah habis masa idah Zainab dia akan mengawini
perempuan yang sudah separuh jadi miliknya itu. Dan
ketika dia mengenakan kembali celananya, dan Zainab
menyelipkan celana dalamnya yang tadi terlempar di
selangkangannya, rencananya itu dikatakannya pada
Zainab. "Tapi bagaimana kalau aku hamil di masa idah
ayah?" tanya Zainab manja. "Ya jangan diberitahu orang
bahwa haid-mu tidak datang. Sebab kalau mulai sekarang
kamu tidak berhubungan lagi dengan Zainal, berarti
kandunganmu itu pasti buah cinta kita bukan?", kata
ayah tersenyum. Zainabpun juga tersenyum mengerti. Dia
juga sangat bahagia, sebab sejak dulu dia sebenarnya
lebih suka kalau jadi isteri ayah.

Inilah cerita seorang ayah mertua yang mencurangi


anaknya, walau hanya anak angkat. Dan nama
anak-angkatnya itu sebenarnya bukan Zainal. Namanya
ZAID.

TAMMAT

Nikmatnya Tak Terbayangkan

Sebenarnya aku malu menceritakan kejadian yang sampai sekarang masih sering kulakukan ini.
Aku adalah seorang ibu rumah tangga dan aku juga punya status sebagai janda. Kehidupan aku
cukup baik, karena peninggalan deposito dari suami dan kadang2 ada bisnis jual beli perhiasan
dengan teman. Anak aku ada 2 orang dan mereka semua sekolah di Jogya, karena dekat dengan
kakek neneknya. Dirumah aku cuma ditemani oleh Surti (pembantu) dan Remi, anjing herder
peninggalan suami juga.

Suatu hari teman jual beli perhiasan aku yang bernama Tina datang kerumah. Teman bisnis aku
banyak, dengan Tina aku baru kenal kira2 1 bulan yang lalu. Usia wanita itu sama dengan aku
dan punya anak satu, wajahnya cukup cantik ditambah dengan make up yang pandai, dan Tina
tahu cara merawat tubuh dengan baik, aku mendengar dari teman2 bahwa dia sangat pandai
dalam berbisnis perhiasan, apalagi ditambah kepandaiannya berbicara merayu pembeli. Tina
datang kerumahku hari itu untuk menitipkan perhiasan yang hendak dijual, biasanya kami suka
bertemu direstoran padang langganannya, tumben hari ini dia datang mengunjungiku.

"Halooo Rin.......apa khabar nih???" aku tersenyum senang sambil membalas salam Tina.
"Tumben, kok bisa nyasar kesini Tin?"
"Kangen aku tidak ketemu kamu 2 minggu"
"Ahhhh....bisa aja....ayo masuk, maaf ya rumah aku berantakan dan kecil" aku mempersilahkan
Tina masuk keruang tamu.
"Ah rumah kamu bagus kok, dilingkungan elite lagi" Komentar Tina sambil duduk disofa.
"Seperti yg tadi kukatakan di telepon, aku ingin menitipkan perhiasan ini untuk kamu jualin,
soalnya lusa aku akan keluar kota dengan suamiku" Kulihat Tina mengeluarkan kantong beludru
hitam dari dalam tasnya.
"Lebih baik dikamar saja Tin, soalnya si Surti ada di dapur" Ajak aku. aku selalu berhati2 dalam
berbisnis di bidang ini. Tina mengikuti masuk kekamar aku. Lalu kami duduk diatas ranjang dan
Tina mengeluarkan semua isi kantung beludru itu. Perhiasan bertahtakan berlian terpampang
diatas ranjang, berkilauan. aku kuatir juga melihat perhiasan banyak begitu, aku mengambil
salah satu kalung yang paling indah.

"Waah indah sekali kalung ini" Kataku, lalu aku mencoba memasangnya dileherku.
"Sini aku bantu" Tina beranjak kebelakangku, lalu tangannya berusaha mengaitkan kunci kalung
itu.
"Leher kamu bagus sekali Rin" Ujar Tina, kurasakan leherku dibelainya, bulu romaku jadi
berdiri, perasaanku jadi nggak enak. Lalu tangan Tina membelai pipiku, sementara tangannya
yang lain menelusuri leherku terus merayap menuju dadaku.

"Tin....jangan gitu ah.....aku jadi geli nih" Tapi Tina tidak menjawab. Tiba2 aku merasakan pipi
kiriku panas, aku menoleh, belum sempat aku sadar apa yang membuat panas pipiku, bibir Tina
sudah menyambar bibirku. Aku gelagapan dan aku berontak berusaha menghindar, tapi Tina
seperti kesetanan, ia terus menekan mulutnya ke mulutku. Dan kurasakan buah dadaku diremas
olehnya. Aku benar2 terkejut sekali dengan perlakuan seperti itu, aku mencoba mendorongnya,
tapi tubuhnya sudah menindih tubuhku. Aku menendang dan Tina melepaskan pelukannya. Aku
berusaha membetulkan letak buah dadaku yang tadi sampai keluar dari BH. Tina memandangku
dengan mata yang redup.

"Sori Rin.....sejak kenal denganmu aku merasa kamu sangat merangsang sekali" Aku terdiam
sambil menahan amarah.
"Kok kamu gitu sih? Kan kamu sudah punya suami??? Teganya kamu...." Sergahku sambil
memelototinya. Tina memandangku dengan pandangan yang makin redup.
"Aku lebih bernafsu dengan wanita sepertimu, lagi pula suamiku tidak pernah bisa
memuaskanku, belum apa2 sudah loyo sehingga selama perkawinan aku belum pernah
merasakan kepuasan"
"Tapi dengan modal kecantikanmu kan kamu bisa cari laki2 lain utk memuaskanmu!"
"Aku tidak merasakan kenikmatan seperti kalau dengan wanita, aku ingin kamu juga mencoba
merasakannya Rin" Jawab Tina sambil mendekatiku. Aku beringsut mundur kekepala ranjang.
"Tapi aku tidak pernah lesbian begitu" Hatiku berdebar2 memperhitungkan kemungkinan yang
akan terjadi bila Tina menyergapku seperti tadi.
"Jangan takut Rin, aku tidak akan memaksamu, cuma aku ingin kamu mengijinkanku
menciummu sekali saja, tolonglah....." Hatiku makin tak keruan, sudah lama sekali aku tidak
pernah dijamah oleh laki2 apalagi perempuan. Mendengar kata cium saja, aku sudah merasa
tidak keruan. Lagi pula apa salahnya dicium Tina, apalagi mulutnya tidak bau. Aku tahu hati
kecilku bersikap pasrah.
"Baiklah.....tapi sekali saja, dan jangan macam2 ya" Jawabku. Tina lalu mendekatiku lalu
tangannya merangkul leherku, lalu bibirnya mencium mulutku dengan lembut, perasaanku tak
keruan merasakan ciuman itu, aku memberanikan diri membalas ciumanya. Lalu kurasakan lidah
Tina menjalar masuk kedalam mulutku mencari2 lidahku. Yang kurasakan kemudian adalah
perasaan aneh dan gamang yang tidak dapat dilukiskan. Kurasakan hembusan napas Tina yang
panas dipipiku dan lumatan mulutnya yang begitu merangsang birahi.

Hampir 3 menit kami berciuman dan aku tahu kemaluanku sudah basah karena nafsu. Sekarang
aku benar2 pasrah waktu Tina menjilati leherku dengan lembut, tangannya melepaskan tali
daster dipundakku, lalu dengan lembut buah dadaku yang masih tertuutp bh diremas2.
"Tiin.....jangan ah....malu Tin" Aku berusaha mencegah setengah hati. Dan Tina tahu aku tidak
benar2 ingin menghentikan aktivitasnya.Aku merasakan tangan kirinya masuk kedalam celana
dalamku, dan jari2nya memainkan klitorisku, kadang2 dicubit2 kecil, benar2 sensasi yang hebat
sekali. Tanpa kusadari aku juga sedang meremas2 pantat Tina. Tubuhnya menindih tubuhku dan
kurasakan buah dadanya yang berukuran sedang menekan buah dadaku yang memang dari dulu
tergolong besar. Tiba2 aku baru sadar Tina sudah setengah telanjang, cuma memakai cd saja,
sedangkan aku benar2 bugil total. Tubuh Tina berbau harum, entah parfum apa yang dipakainya,
tapi wangi tubuhnya menambah getaran berahiku. Tanganku menjalar melepaskan celana
dalamnya, lalu kulihat sekilas kemaluannya berkilat tanpa sehelai bulu, rupanya bulunya dicukur
rutin. Jari2ku masuk kedalam lubang kemaluannya lalu kutusuk2 dengan lembut. Tina merintih
keenakan, tangannya makin dalam beroperasi dilubang kemaluanku. Aku juga merintih
keenakan. Aku tidak tahu ternyata wanita dengan wanita dapat saling memuaskan dalam urusan
sex.

Sekarang Tina sedang menghisap puting buah dadaku, sementara tangannya yang lain terus
bermain di klitorisku. Aku merasakan Tina mulai menciumi perutku, lalu memainkan lidahnya di
pusarku, aku kegelian, tak lama kemudian lidahnya sudah menjilati kemaluanku.
"Tin jangan disitu ah......kan jorok" Bisikku sambil berusaha mendorong kepalanya. Tapi Tina
malah makin merenggangkan pahaku dan klitorisku dhisap2 olehnya, kadang2 lidahnya masuk
keluar dalam lubang kemaluanku. Aku sudah tak dapat berpikir sehat lagi, yang kurasakan cuma
kenikmatan yang tiada taranya. Tahu2 didepan wajahku sudah ada kemaluan Tina, kedua
lututnya ada dikiri kanan kepalaku. Tina tidak menurunkan pinggulnya, jadi aku dapat dengan
jelas melihat kemaluanya yang botak. Bibir kemaluannya berwarna merah kehitaman dan kulihat
klitorisnya cukup besar menonjol bertengger diatas bibir kemaluannya. Aku menyibak bibir
kemaluan Tina, dan kulihat kemaluannya basah sekali oleh lendir yang bening, aku lalu
menusuk2 kemaluan itu dengan telunjuk, jari tengah dan jari manisku, kadang2 dengan
kelingking juga. Lubang kemaluan Tina sudah agak kendur, mungkin punyaku juga sama. Aku
ragu2 mejilat kemaluannya, soalnya aku belum pernah menjilat kemaluan sesama wanita. Tina
terus mengeluar masukkan lidahnya dilubang kemaluanku, aku sudah tak tahan lagi.

"Tin....aku hendak keluarrrr....." Tubuhku bergetar hebat, kurasakan lidah Tina masuk makin
dalam kedalam kemaluanku, dan aku merasakan orgasme yang hebat sekali. Sepertinya ini yang
paling enak semenjak aku menikah. Tina masih terus menjilati lendirku, aku juga tak perduli
lagi, kuraih pinggul Tina lalu ketarik sampai wajahku terbenam disela2 pahanya. Tercium bau
yang sama dengan bau kemaluanku. Kujilat2 klitorisnya lalu kumasukkan juga lidahku kedalam
lubang kemaluannya, kurasakan lendir asin masuk kedalam mulutku. Aku tidak perduli lagi.
Lalu kurasakan ada yang geli di lubang pantatku.

"Aduh Tin jangan disitu dong.....jorok kan?" Kurasakan lubang pantatku berkerut ketika lidah
Tina berusaha menerobos masuk. Kemudian aku tak perduli juga, karena aku merasakan
kenikmatan yang sama, aku juga melakukan hal yang sama dengan Tina. Kutusuk2 lubang
pantatnya dengan lidahku, lubang yang kehitam2an itu jadi becek oleh air liurku dan lendir
kemaluannya. Tiba2 Tina seperti tersentak lalu beku.......mulutnya mengeluarkan jeritan kecil,
lalu kurasakan ia menekan lubang memeknya makin dalam kewajahku dan menggoyang2kan
pinggulnya sehingga hampir seluruh wajahku tersapu oleh kemaluannya.

"Aduuuuh riiin.....enak sekaliii...." Ia memeluk erat2 pinggulku, klitorisku digigit2 kecil olehnya.
Tak lama kemudian tubuhnya melemas lalu betul2 lemas sehingga aku tidak bisa bernapas
karena tekanan kemaluannya diwajahku. Keringatnya bergulir turun masuk kedalam mulutku.
Aku juga benar2 puas sekali.

Kemudian Tina bangun lalu mencium mulutku, kami kembali bergelut sambil mendesah2. Tina
menempelkan kemaluannya pada kemaluanku, lalu menggosok2nya. Kira2 15 menit kami
berciuman sambil berpelukan erat sampai aku tak merasa kalau aku tertidur.

Entah berapa lama aku tertidur, samar2 aku seperti mendengar suara Remi. Aku membuka
mataku dan......astaga!!! Kulihat Tina sedang bergelut dengan Remi dilantai kamarku yang
beralaskan karpet biru. Kulihat Tina sedang menjilat2 kemaluan Remi yang sudah keluar dan
berwarna merah sekali. Mulut Tina berlumuran cairan yang keluar terus dari kemaluan anjing
itu, dan anjing itu bersuara kecil sepertinya keenakan kemaluannya dihisap oleh Tina. Kemaluan
Remi cukup besar, mungkin karena anjing herder dan cairan seperti lendir itu terus keluar
menetes netes, dan Tina mencerucup cairan itu......

"Tin!! Gila kamu......kok sama Remi sih???" Aku memberondong Tina. Tapi lagi2 Tina tidak
menjawab, yang kulihat kemudian ia berusaha menuntun kemaluan Remi memasuki
kemaluannya. Dan Kudengar rintihan Tina ketika kemaluan yang cukup besar itu masuk
kedalam lubang kemaluannya. Kulihat Remi menggerakkan bokongnya dengan amat cepat, lalu
tidak berapa lama kemudian terdengar Remi mendeking halus lalu dari sela2 kemaluan Tina
kulihat cairan merembes keluar banyak sekali, seperti air kencing tapi juga seperti lendir yang
encer. Kulihat Tina mengerang2 lalu tangannya meraih kemaluan Remi dan dimasuk keluarkan
sendiri olehnya. Melihat pemadangan itu tubuhku kembali bergidik, ada perasaan aneh merayap
kedalam jiwaku. Aku tahu bahwa aku terangsang oleh aksi Tina. Tanpa sadar aku juga turun
kelantai dan kepalaku mengarah menuju selangkangan Tina. Kulihat dari dekat kemaluan Remi
masih digerak2an Tina keluar masuk dalam kemaluannya, dan dari kemaluan hewan itu masih
terus menetes lendir, sedangkan kemaluan Tina kulihat sudah merah sekali, juga kulihat lendir
Remi memenuhi kemaluan Tina.

"Rin....dijilat Rin....tolonglah Rin" Rintihan Tina makin merangsang nafsuku. Seperti ada yang
mendorong, kepalaku segera menyusup keselangkangan Tina. Pelan2 kujilat kemaluan Tina yang
sangat banjir itu. Aku merasa cairan kemaluan Remi terasa asin sekali, tapi baunya tidak
menyengat. Seperti kesetanan aku menghirup dan mencelucupi kemaluan Tina. Persis seperti
Remi jika sedang minum air. Lidahku menguak bibir kemaluan Tina, lalu masuk menjelajahi
seluruh dinding vaginanya.

"Riiiiiiinnnnnn.........." Tina merengek hebat,pinggulnya terangkat menekan mulutku. Aku tak


perduli lagi. Kemudian aku berpindah menghisap kemaluan Remi, kumasukkan seluruh
kemaluannya kedalam mulutku. Penis Remi terasa panas dalam mulutku dan aku mencium bau
hewan itu, tapi pikiranku sudah gelap yang ada hanya nafsu yang selama ini terkubur dalam2 dan
kini meledak tak terbendung.Aku tahu aku bakalan menyesali perbuatanku setelah ini.

Aku terus menjilat dan mengulum penis Remi. Anjing itu mendeking2 pelan, kadang2 berusaha
menghindar, tapi Tina memegang kedua kakinya dengan erat. Tak lama kemudian dari penis
Remi menyembur cairan panas kedalam mulutku. Kumasukkan seluruh penis Remi lalu
kusedot2, anjing itu mencoba memberontak, entah kenikmatan atau kegelian. Tina memajukan
wajahnya lalu kami saling berciuman, kukeluarkan sebagian cairan Remi kedalam mulutnya.
Wajah kami sudah basah oleh cairan encer itu.

Sekarang aku berbaring dibawah Remi, kemudian Tina mulai menghisap kemaluan Remi agar
nafsu Remi kembali. Setelah itu Tina mencoba memasukkan penis Remi kedalam vaginaku.
Ternyata penis itu kebesaran untuk lubang vaginaku. Mungkin lubang vaginaku menciut
sepeninggal suamiku yang meninggal 4 tahun yang lalu. Kepala penis Remi yang meruncing itu
masuk sedikit, tiba2 Remi mendorong keras sambil menusuk2 cepat sekali. Aku merasa agak
perih, tapi kemudian kurasakan kenikmatan yang tak terbayangkan, lubang vaginaku seperti
ditusuk oleh mesin penggerak yang amat cepat. Aku tak tahu bagaimana melukiskannya sampai
aku mencapai orgasme yang sangat hebat. Seluruh rambut ditubuhku seperti berdiri tegak
membuatku merinding. Tak lama kemudian aku merasakan cairan panas menyemprot dalam
vaginaku, aku berusaha mengeluarkan penis Remi, tapi hewan itu seperti tak perduli, aku pasrah
membiarkan seluruh cairannya keluar dalam vaginaku. Kemudian Tina menyuruhku jongkok
diatas wajahnya. Tina melumat vaginaku dengan penuh nafsu, kulihat dari vaginaku mengalir
cairan Remi yang tersisa, mengalir seperti air kencing masuk dalam mulut Tina. Akupun tidak
mau ketinggalan, kulumat juga vagina Tina yang sekarang sudah agak lembab dan lengket.

Hari itu aku dan Tina bersetubuh 3 kali, pagi, siang dan malam hari. Aku tak mengerti lagi
apakah aku ini normal atau tidak. Yang pasti kebutuhan yang selama ini tak tersalurkan, kini
menemukan muaranya. Aku sangat menyesal dengan perbuatanku yang mungkin bertentangan
dengan agama yang kuanut, tapi aku terus menerus melakukannya dengan Tina. Seolah2 kami
sudah tak terpisahkan. Tina selalu mempunyai ide2 yang baru dalam setiap permainan kami. Aku
juga tak tahu apakah aku harus berterima kasih padanya atau mengutuknya. Dan belakangan aku
Tina mengatakan bahwa hampir semua ibu2 yang kukenal pernah diajak berlesbi olehnya.
Suster Cantik Yang Aduhai

Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu, dimana saat itu saya sedang dirawat di rumah sakit
untuk beberapa hari. Saya masih duduk di kelas 2 SMA pada saat itu. Dan dalam urusan asmara,
khususnya "bercinta" saya sama sekali belum memiliki pengalaman berarti. Saya tidak tahu
bagaimana memulai cerita ini, karena semuanya terjadi begitu saja. Tanpa kusadari, ini adalah
awal dari semua pengalaman asmaraku sampai dengan saat ini.

Sebut saja nama wanita itu Ira, karena jujur saja saya tidak tahu siapa namanya. Ira adalah
seorang suster rumah sakit dimana saya dirawat. Karena terjangkit gejala pengakit hepatitis, saya
harus dirawat di Rumah sakit selama beberapa hari. Selama itu juga Ira setiap saat selalu
melayani dan merawatku dengan baik. Orang tuaku terlalu sibuk dengan usaha pertokoan
keluarga kami, sehingga selama dirumah sakit, saya lebih banyak menghabiskan waktu seorang
diri, atau kalau pas kebetulan teman-temanku datang membesukku saja.

Yang kuingat, hari itu saya sudah mulai merasa agak baikkan. Saya mulai dapat duduk dari
tempat tidur dan berdiri dari tempat tidur sendiri. Padahal sebelumnya, jangankan untuk berdiri,
untuk membalikkan tubuh pada saat tidurpun rasanya sangat berat dan lemah sekali. Siang itu
udara terasa agak panas, dan pengap. Sekalipun ruang kamarku ber AC, dan cukup luas untuk
diriku seorang diri. Namun, saya benar-benar merasa pengap dan sekujur tubuhku rasanya
lengket. Yah, saya memang sudah beberapa hari tidak mandi. Maklum, dokter belum
mengijinkan aku untuk mandi sampai demamku benar-benar turun.

Akhirnya saya menekan bel yang berada disamping tempat tidurku untuk memanggil suster.
Tidak lama kemudian, suster Ira yang kuanggap paling cantik dan paling baik dimataku itu
masuk ke kamarku.
"Ada apa Dik?" tanyanya ramah sambil tersenyum, manis sekali.
Tubuhnya yang sintal dan agak membungkuk sambil memeriksa suhu tubuhku membuat saya
dapat melihat bentuk payudaranya yang terlihat montok dan menggiurkan.
"Eh, ini Mbak. Saya merasa tubuhku lengket semua, mungkin karena cuaca hari ini panas banget
dan sudah lama saya tidak mandi. Jadi saya mau tanya, apakah saya sudah boleh mandi hari ini
mbak?", tanyaku sambil menjelaskan panjang lebar.
Saya memang senang berbincang dengan suster cantik yang satu ini. Dia masih muda, paling
tidak cuma lebih tua 4-5 tahun dari usiaku saat itu. Wajahnya yang khas itupun terlihat sangat
cantik, seperti orang India kalau dilihat sekilas.
"Oh, begitu. Tapi saya tidak berani kasih jawabannya sekarang Dik. Mbak musti tanya dulu sama
pak dokter apa adik sudah boleh dimandiin apa belum", jelasnya ramah.

Mendengar kalimatnya untuk "memandikan", saya merasa darahku seolah berdesir keatas otak
semua. Pikiran kotorku membayangkan seandainya benar Mbak Ira mau memandikan dan
menggosok-gosok sekujur tubuhku. Tanpa sadar saya terbengong sejenak, dan batang kontolku
berdiri dibalik celana pasien rumah sakit yang tipis itu.
"Ihh, kamu nakal deh mikirnya. Kok pake ngaceng segala sih, pasti mikir yang ngga-ngga ya. hi
hi hi".
Mbak Ira ternyata melihat reaksi yang terjadi pada penisku yang memang harus kuakui sempat
mengeras sekali tadi. Saya cuma tersenyum menahan malu dan menutup bagian bawah tubuhku
dengan selimut.
"Ngga kok Mbak, cuma spontanitas aja. Ngga mikir macem-macem kok", elakku sambil melihat
senyumannya yang semakin manis itu.
"Hmm, kalau memang kamu mau merasa gerah karena badan terasa lengket mbak bisa mandiin
kamu, kan itu sudah kewajiban mbak kerja disini. Tapi mbak bener-bener ngga berani kalau pak
dokter belum mengijinkannya", lanjut Mbak Ira lagi seolah memancing gairahku.
"Ngga apa-apa kok mbak, saya tahu mbak ngga boleh sembarangan ambil keputusa" jawabku
serius, saya tidak mau terlihat "nakal" dihadapan suster cantik ini. Lagi pula saya belum
pengalaman dalam soal memikat wanita.

Suster Ira masih tersenyum seolah menyimpan hasrat tertentu, kemudian dia mengambil bedak
Purol yang ada diatas meja disamping tempat tidurku.
"Dik, Mbak bedakin aja yah biar ngga gerah dan terasa lengket", lanjutnya sambil membuka
tutup bedak itu dan melumuri telapak tangannya dengan bedak.
Saya tidak bisa menjawab, jantungku rasanya berdebar kencang. Tahu-tahu, dia sudah membuka
kancing pakaianku dan menyingkap bajuku. Saya tidak menolak, karena dibedakin juga bisa
membantu menghilangkan rasa gerah pikirku saat itu. Mbak Ira kemudian menyuruhku
membalikkan badan, sehingga sekarang saya dalam keadaan tengkurap diatas tempat tidur.

Tangannya mulai terasa melumuri punggungku dengan bedak, terasa sejuk dan halus sekali.
Pikiranku tidak bisa terkontrol, sejak dirumah sakit, memang sudah lama saya tidak
membayangkan hal-hal tentang seks, ataupun melakukan onani sebagaimana biasanya saya
lakukan dirumah dalam keadaan sehat. Kontolku benar-benar berdiri dan mengeras tertimpa oleh
tubuhku sendiri yang dalam keadaan tenglungkup. Rasanya ingin kugesek-gesekkan kontolku di
permukaan ranjang, namun tidak mungkin kulakukan karena ada Mbak Ira saat ini. fantasiku
melayang jauh, apalagi sesekali tangannya yang mungil itu meremas pundakku seperti sedang
memijat. Terasa ada cairan bening mengalir dari ujung kontolku karena terangsang.

Beberapa saat kemudian mbak Ira menyuruhku membalikkan badan. Saya merasa canggung
bukan main, karena takut dia kembali melihat kontolku yang ereksi.
"Iya Mbak..", jawabku sambil berusaha menenangkan diri, sayapun membalikkan tubuhku.
Kini kupandangi wajahnya yang berada begitu dekat denganku, rasanya dapat kurasakan
hembusan nafasnya dibalik hidung mancungnya itu. Kucoba menekan perasaan dan pikiran
kotorku dengan memejamkan mata.
Sekarang tangannya mulai membedaki dadaku, jantungku kutahan sekuat mungkin agar tidak
berdegup terlalu kencang. Saya benar-benar terangsang sekali, apalagi saat beberapa kali telapak
tangannya menyentuh putingku.
"Ahh, geli dan enak banget", pikirku.
"Wah, kok jadi keras ya? he he he", saya kaget mendengar ucapannya ini.
"Ini loh, putingnya jadi keras.. kamu terangsang ya?"

Mendengar ucapannya yang begitu vulgar, saya benar-benar terangsang. Kontolku langsung
berdiri kembali bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tapi saya tidak berani berbuat apa-apa,
cuma berharap dia tidak melihat kearah kontolku. Saya cuma tersenyum dan tidak bicara apa-
apa. Ternyata Mbak Ira semakin berani, dia sekarang bukan lagi membedaki tubuhku, melainkan
memainkan putingku dengan jari telunjuknya. Diputar-putar dan sesekali dicubitnya putingku.
"Ahh, geli Mbak. Jangan digituin", kataku menahan malu.
"Kenapa? Ternyata cowok bisa terangsang juga yah kalau putingnya dimainkan gini", lanjutnya
sambil melepas jari-jari nakalnya.
Saya benar-benar kehabisan kata-kata, dilema kurasakan. Disatu sisi saya ingin terus di"kerjain"
oleh mbak Ira, satu sisi saya merasa malu dan takut ketahuan orang lain yang mungkin saja tiba-
tiba masuk.

"Dik Iwan sudah punya pacar?", tanya mbak Ira kepadaku.


"Belum Mbak", jawabku berdebar, karena membayangkan ke arah mana dia akan berbicara.
"Dik Iwan, pernah main sama cewek ngga?", tanyanya lagi.
"Belum mbak" jawabku lagi.
"hi.. hi.. hi.. masa ngga pernah main sama cewek sih", lanjutnya centil.
Aduh pikirku, betapa bodohnya saya bisa sampai terjebak olehnya. Memangnya "main" apaan
yang saya pikirkan barusan. Pasti dia berpikir saya benar-benar "nakal" pikirku saat itu.
"Pantes deh, de Iwan dari tadi mbak perhatiin ngaceng terus, Dik Iwan mau main-main sama
Mbak ya?
Wow, nafsuku langsung bergolak. Saya cuma terbengong-bengong. Belum sempat saya
menjawab, mbak Ira sudah memulai aksinya. Dicumbuinya dadaku, diendus dan ditiup-tiupnya
putingku. Terasa sejuk dan geli sekali, kemudian dijilatnya putingku, dan dihisap sambil
memainkan putingku didalam mulutnya dengan lidah dan gigi-gigi kecilnya.
"Ahh, geli Mbak"m rintihku keenakan.

Kemudian dia menciumi leherku, telingaku, dan akhirnya mulutku. Awalnya saya cuma diam
saja tidak bisa apa-apa, setelah beberapa saat saya mulai berani membalas ciumannya. Saat
lidahnya memaksa masuk dan menggelitik langit-langit mulutku, terasa sangat geli dan enak,
kubalas dengan memelintir lidahnya dengan lidahku. Kuhisap lidahnya dalam-dalam dan
mengulum lidahnya yang basah itu. Sesekali saya mendorong lidahku kedalam mulutnya dan
terhisap oleh mulutnya yang merah tipis itu. Tanganku mulai berani, mulai kuraba pinggulnya
yang montok itu. Namun, saat saya mencoba menyingkap rok seragam susternya itu, dia
melepaskan diri.
"Jangan di sini Dik, ntar kalau ada yang tiba-tiba masuk bisa gawat", katanya.
Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung menuntunku turun dari tempat tidur dan berjalan
masuk ke kamar mandi yang terletak disudut kamar.

Di dalam kamar mandi, dikuncinya pintu kamar mandi. Kemudian dia menghidupkan kran bak
mandi sehingga suara deru air agak merisik dalam ruang kecil itu. Tangannya dengan tangkas
menanggalkan semua pakaian dan celanaku sampai saya telangjang bulat. Kemudian dia
sendiripun melepas topi susternya, digantungnya di balik pintu, dan melepas beberapa kancing
seragamnya sehingga saya sekarang dapat melihat bentuk sempurna payudaranya yang kuning
langsat dibalik Bra-nya yang berwarna hitam. Kami pun melanjutkan cumbuan kami, kali ini
lebih panas dan bernafsu. Saya belum pernah berciuman dengan wanita, namun mbak Ira benar-
benar pintar membimbingku. Sebentar saja sudah banyak jurus yang kepelajari darinya dalam
berciuman. Kulumat bibirnya dengan bernafsu. Kontolku yang berdiri tegak kudekatkan
kepahanya dan kugesek-gesekkan. Ahh enak sekali. Tanganku pun makin nekat meremas dan
membuka Bra-nya. Kini dia sudah bertelanjang dada dihadapanku, kuciumi puting susunya,
kuhisap dan memainkannya dengan lidah dan sesekali menggigitnya.
"Yes, enak.. ouh geli Wan, ah.. kamu pinter banget sih", desahnya seolah geram sambil meremas
rambutku dan membenamkannya ke dadanya.

Kini tangannya mulai meraih kontolku, digenggamnya. Tersentak saya dibuatnya.


Genggamannya begitu erat, namun terasa hangat dan nikmat. Saya pun melepas kulumanku di
putingnya, kini kududuk diatas closet sambil membiarkan Mbak Ira memainkan kontolku dengan
tangannya. Dia jongkok mengahadap selangkanganku, dikocoknya kontolku pelan-pelan dengan
kedua tangannya.
"Ahh, enak banget Mbak.. asik.. ahh... ahh..", desahku menahan agar tidak menyemburkan
maniku cepat-cepat.
Kuremas payudaranya saat dia terus mengocok kontolku, sekarang kulihat dia mulai
menyelipkan tangan kirinya diselangkannya sendiri, digosok-gosoknya tangannya ke arah
memeknya sendiri. Melihat aksinya itu saya benar-benar terangsang sekali. Kujulurkan kakiku
dan ikut memainkan memeknya dengan jempol kakiku. Ternyata dia tidak mengelak, dia malah
melepas celana dalamnya dan berjongkok tepat diatas posisi kakiku.

Kami saling melayani, tangannya mengocok kontolku pelan sambil melumurinya dengan
ludahnya sehingga makin licin dan basah, sementara saya sibuk menggelitik memeknya yang
ditumbuhi bulu-bulu keriting itu dengan kakiku. Terasa basah dan sedikit becek, padahal saya
cuma menggosok-gosok saja dengan jempol kaki.
"Yes.. ah.. nakal banget kamu Wan.. em, em, eh.. enak banget", desahnya keras.
Namun suara cipratan air bak begitu keras sehingga saya tidak khawatir didengar orang. Saya
juga membalas desahannya dengan keras juga.
"Mbak Ira, sedotin kontol saya dong.. please.. saya kepingin banget", pintaku karena memang
sudah dari tadi saya mengharapkan sedotan mulutnya di kontolku seperti adegan film BF yang
biasa kutonton.
"Ih.. kamu nakal yah", jawabnya sambil tersenyum.
Tapi ternyata dia tidak menolak, dia mulai menjilati kepala kontolku yang sudah licin oleh cairan
pelumas dan air ludahnya itu. Saya cuma bisa menahan nafas, sesaat gerakan jempol kakiku
terhenti menahan kenikmatan yang sama sekali belum pernah kurasakan sebelumnya.

Dan tiba-tiba dia memasukkan kontolku ke dalam mulutnya yang terbuka lebar, kemudian
dikatupnya mulutnya sehingga kini kontolku terjepit dalam mulutnya, disedotnya sedikit batang
kontolku sehingga saya merasa sekujur tubuhku serasa mengejang, kemudian ditariknya
kontolku keluar.
"Ahh.. ahh..", saya mendesah keenakkan setiap kali tarikan tangannya dan mulutnya untuk
mengeluarkan kontolku dari jepitan bibirnya yang manis itu.
Kupegang kepalanya untuk menahan gerakan tarikan kepalanya agar jangan terlalu cepat.
Namun, sedotan dan jilatannya sesekali disekeliling kepala kontolku didalam mulutnya benar-
benar terasa geli dan nikmat sekali.
Tidak sampai diulang 10 kali, tiba-tiba saya merasa getaran di sekujur batang kontolku. Kutahan
kepalanya agar kontolku tetap berada dsidalam mulutnya. Seolah tahu bahwa saya akan segera
"keluar", Mbak Ira menghisap semakin kencang, disedot dan terus disedotnya kontolku. Terasa
agak perih, namun sangat enak sekali.
"AHH.. AHH.. Ahh.. ahh", teriakku mendadak tersemprot cairan mani yang sangat kental dan
banyak karena sudah lama tidak dikeluarkan itu kedalam mulut mbak Ira.

Dia terus memnghisap dan menelan maniku seolah menikmati cairan yang kutembakkan itu,
matanya merem-melek seolah ikut merasakan kenikmatan yang kurasakan. Kubiarkan beberapa
saat kontolku dikulum dan dijilatnya sampai bersih, sampai kontolku melemas dan lunglai, baru
dilepaskannya sedotannya. Sekarang dia duduk di dinding kamar mandi, masih mengenakan
pakaian seragam dengan kancing dan Bra terbuka, ia duduk dan mengangkat roknya ke atas,
sehingga kini memeknya yang sudah tidak ditutupi CD itu terlihat jelas olehku. Dia mebuka
lebar pahanya, dan digosok-gosoknya memeknya dengan jari-jari mungilnya itu. Saya cuma
terbelalak dan terus menikmati pemandangan langka dan indah ini. Sungguh belum pernah saya
melihat seorang wanita melakukan masturbasi dihadapanku secara langsung, apalagi wanita itu
secantik dan semanis mbak Ira. Sesaat kemudian kontolku sudah mulai berdiri lagi, kuremas dan
kukocok sendiri kontolku sambil tetap duduk di atas toilet sambil memandang aktifitas "panas"
yang dilakukan mbak Ira. Desahannya memenuhi ruang kamar mandi, diselingi deru air bak
mandi sehingga desahan itu menggema dan terdengar begitu menggoda.

Saat melihat saya mulai ngaceng lagi dan mulai mengocok kontol sendiri, Mbak Ira tampak
semakin terangsang juga.
Tampak tangannya mulai menyelip sedikit masuk kedalam memeknya, dan digosoknya semakin
cepat dan cepat. Tangan satunya lagi memainkan puting susunya sendiri yang masih mengeras
dan terlihat makin mancung itu.
"Ihh, kok ngaceng lagi sih.. belum puas ya..", canda mbak Ira sambil mendekati diriku.
Kembali digenggamnya kontolku dengan menggunakan tangan yang tadi baru saja dipakai untuk
memainkan memeknya. Cairan memeknya di tangan itu membuat kontolku yang sedari tadi
sudah mulai kering dari air ludah mbak Ira, kini kembali basah. Saya mencoba membungkukkan
tubuhku untuk meraih memeknya dengan jari-jari tanganku, tapi Mbak Ira menepisnya.
"Ngga usah, biar cukup mbak aja yang puasin kamu.. hehehe", agak kecewa saya mendengar
tolakannya ini.
Mungkin dia khawatir saya memasukkan jari tanganku sehingga merusak selaput darahnya
pikirku, sehingga saya cuma diam saja dan kembali menikmati permainannya atas kontolku
untuk kedua kalinya dalam kurun waktu 10 menit terakhir ini.

Kali ini saya bertahan cukup lama, air bak pun sampai penuh sementara kami masih asyik
"bermain" di dalam sana. Dihisap, disedot, dan sesekali dikocoknya kontolku dengan cepat,
benar-benar semua itu membuat tubuhku terasa letih dan basah oleh peluh keringat. Mbak Ira
pun tampak letih, keringat mengalir dari keningnya, sementara mulutnya terlihat sibuk
menghisap kontolku sampai pipinya terlihat kempot. Untuk beberapa saat kami berkonsentrasi
dengan aktifitas ini. Mbak Ira sunggu hebat pikirku, dia mengulum kontolku, namun dia juga
sambil memainkan memeknya sendiri.

Setelah beberapa saat, dia melepaskan hisapannya.


Dia merintih, "Ah.. ahh.. ahh.. Mbak mau keluar Wan, Mbak mau keluar", teriaknya sambil
mempercepat gosokan tangannya.
"Sini mbak, saya mau menjilatnya", jawabku spontan, karena teringat adegan film BF dimana
pernah kulihat prianya menjilat memek wanita yang sedang orgasme dengan bernafsu.
Mbak Ira pun berdiri di hadapanku, dicondongkannya memeknya ke arah mulutku.
"Nih.. cepet hisap Wan, hisap..", desahnya seolah memelas.

Langsung kuhisap memeknya dengan kuat, tanganku terus mengocok kontolku. Aku benar-benar
menikmati pengalaman indah ini. Beberapa saat kemudian kurasakan getaran hebat dari pinggul
dan memeknya. Kepalaku dibenamkannya ke memeknya sampai hidungku tergencet diantara
bulu-bulu jembutnya. Kuhisap dan kusedot sambil memainkan lidahku di seputar kelentitnya.
"Ahh.. ahh..", desah mbak Ira disaat terakhir berbarengan dengan cairan hangat yang mengalir
memenuhi hidung dan mulutku, hampir muntah saya dibuatnya saking banyaknya cairan yang
keluar dan tercium bau amis itu.
Kepalaku pusing sesaat, namun rangsangan benar-benar kurasakan bagaikan gejolak pil ekstasi
saja, tak lama kemudian sayapun orgasme untuk kedua kalinya. Kali ini tidak sebanyak yang
pertama cairan yang keluar, namun benar-benar seperti membawaku terbang ke langit ke tujuh.

Kami berdua mendesah panjang, dan saling berpelukkan. Dia duduk diatas pangkuanku, cairan
memeknya membasahi kontolku yang sudah lemas. Kami sempat berciuman beberapa saat dan
meninggalkan beberapa pesan untuk saling merahasiakan kejadian ini dan membuat janji dilain
waktu sebelum akhirnya kami keluar dari kamar mandi. Dan semuanya masih dalam keadaan
aman-aman saja.

Mbak Ira, adalah wanita pertama yang mengajariku permainan seks. Sejak itu saya sempat
menjalin hubungan gelap dengan Mbak Ira selama hampir 2 tahun, selama SMA saya dan dia
sering berjanji bertemu, entah di motel ataupun di tempat kostnya yang sepi. Keperjakaanku
tidak hanya kuberikan kepadanya, tapi sebaliknya keperawanannya pun akhirnya kurenggut
setelah beberapa kali kami melakukan sekedar esek-esek.

Kini saya sudah kuliah di luar kota, sementara Mbak Ira masih kerja di Rumah sakit itu. Saya
jarang menanyakan kabarnya, lagi pula hubunganku dengannya tidak lain hanya sekedar saling
memuaskan kebutuhan seks. Konon, katanya dia sering merasa "horny" menjadi perawat. Begitu
pula pengakuan teman-temannya sesama suster. Saya bahkan sempat beberapa kali bercinta
dengan teman-teman Mbak Ira. Pengalaman masuk rumah sakit, benar-benar membawa
pengalaman indah bagi hidupku, paling tidak masa mudaku benar-benar nikmat. Mbak Ira,
benar-benar fantastis menurutku.
Tamat.

Kakak Pacarku Yang Mulus

"Di, kamu ke rumahku duluan deh sana, saya masih meeting. Dari pada kamu kena macet di
jalan, mendingan jalan sekarang gih sana."
"Oke deh, saya menuju rumah kamu sekarang. Kamu meeting sampai jam berapa?"
"Yah, sore sudah pulang deh, tunggu aja di rumah."

Meluncurlah aku dengan motor Honda ke sebuah rumah di salah satu kompleks di Jakarta. Vina
memang kariernya sedang naik daun, dan dia banyak melakukan meeting akhir-akhir ini. Aku sih
sudah punya posisi lumayan di kantor. Hanya saja, kemacetan di kota ini begitu parah, jadi lebih
baik beli motor saja dari pada beli mobil. Vina pun tak keberatan mengarungi pelosok-pelosok
kota dengan motor bersamaku.

Kebetulan, pekerjaanku di sebuah biro iklan membuat aku bisa pulang di tengah hari, tapi bisa
juga sampai menginap di kantor jika ada proyek yang harus digarap habis-habisan. Vina,
pacarku, mendapat fasilitas antar jemput dari kantornya. Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke
rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu.

Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar,
dan keluarlah Marta, kakak Vina, untuk membuka pintu.

"Loh, enggak kerja?" tanyaku.


"Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor," jawabnya sambil membuka pintu pagarnya
yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam.
"Nyokap ke mana?" tanyaku lagi.
"Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan," kata Marta, "Kamu mau duduk di mana
Dodi? Di dalam nonton tv juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga. Bentar yah,
saya ambilin minum."

Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya. Aku memang akrab
dengan kakak Vina ini, umurnya hanya sekitar dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di
teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton tv bersama Marta, apalagi dia sedang pakai
celana pendek dan kaos oblong.

Setelah beberapa lama menunggu Vina di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin
apa. Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku
malah terpana pada paha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Marta ternyata
sangat mulus, kulitnya putih menguning.

Marta memang sedang menonton tv di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia
duduk bersila. Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali BH yang bisa
kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras
depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton tv. Kalau aku melongokkan kepalaku
semua, yah langsung terlihatlah wajahku.

Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat paha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri.

"Ta, ada koran enggak yah," kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu.
"Lihat aja di bawah meja," katanya sambil lalu.

Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat paha dan postur tubuhnya dari
dekat. Ah, putih mulus semua. Buah dada yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm
dengan tubuh langsing terawat, dan buah dadanya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya.

"Aku ingin dada itu," kataku membatin. Aku membayangkan Marta dalam keadaan telanjang.
Ah, 'adikku' bergerak melawan arah gravitasi.
"Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Vina lho!," Marta menghardik.

Dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya. Aku tak sanggup berucap walau
hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Marta akan mengatakan ini semua ke
Vina.

"Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!"


"Astaga, Marta, kamu.. kamu salah sangka," kataku tergagap. Jawabanku yang penuh
kegamangan itu malah membuat Marta makin naik pitam.
"Saya bilangin kamu ke Vina, pasti saya bilangin!" katanya setengah berteriak. Tiba-tiba saja
Marta berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga
dirinya dilecehkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir.
"Marta, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa," aku
sedikit memohon.
"Ta, tolong dong, jangan bilang Vina, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas
saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu," kataku mengiba sambil
mendekatinya.

Marta malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya.

"Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!," katanya garang. Situasi yang
mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu
malah membuatnya panik.
"Duh, Ta, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran," kataku.

Namun, situasi telah berubah, Marta malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia


mendorong dadaku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke
belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku. Raihan tangan kananku
rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya. Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak
sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam.

"Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!," kata Marta.

Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat
menyadari situasinya. Merasa terancam, Marta malah sekuat tenaga melayangkan tangan
kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan. Kutangkap tangan kanan itu,
kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di
belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi. Tak
sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu.

Marta terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu
menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih
mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku
menempel di pipinya. Tercium aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian
detik bibirku mengecup pipinya dengan lembut.
Tak ayal, sepersekian detik itu pula Marta meronta-ronta. Marta berteriak, "Lepasin! Lepasin!"
dengan paraunya. Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga. Yang aku lakukan hanya
refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku. Marta berusaha vaginaik, namun tak bisa.
Yang terdengar hanya, "Hmmm!" saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari
cengkeramanku justru bergerak liar, ingin menggapai wajahku.

Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memperkosa Marta. Dan, Marta
sepertinya pantas untuk diperkosa. Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di
atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan. Kakinya hanya bisa meronta namun
tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki. Tangan kanannya masih
dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai
wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap.

Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha
Marta untuk vaginaik, benar-benar membuatku dilanda nafsu tak kepalang. Aku berpikir
bagaimana memperkosanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau
merobek-robek bajunya. Dasar otak keparat, diserang nafsu, dua tiga detik kemudian aku
mendapatkan caranya.

Tanpa diduga Marta, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya,
namun belum sempat Marta bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran
celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang.

Kaki Marta yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya
dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta celana dalam pinknya. Karena kakinya meronta
terus, tak sengaja dia telah mengangkat pantatnya saat aku meloncat mundur. Celana pendek dan
celana dalam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Marta.

Astaga! Berhasil!

Marta jadi setengah bugil. Satu dua detik Marta pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi
ini. Kugunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan celana dalamnya
dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh. Marta sadar, dia hendak vaginaik dan meronta lagi, namun
aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya. Posisi
kaki Marta jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercelana, aku bisa melihat vaginanya
dengan kelentit yang cukup jelas. Jembutnya hanya menutupi bagian atas vagina. Marta ternyata
rajin merawat alat genitalnya.

Pekikan Marta berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik,

"Marta, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya
enggak orang-orang kalau kamu lagi saya perkosa?"

Marta tiba-tiba melemas. Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan
buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Marta cuma
berujar sambil mengisak,

"Dodi, please... Jangan diapa-apain saya. Ampun, Di. saya enggak akan bilang Vina. Beneran."

Namun, keadaan sudah kepalang basah, syahwatku pun sudah di ujung tanduk rasanya. Aku
menjawabnya dengan berusaha mencium bibirnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan
kananku langsung saja menelusup ke selangkangannya. Marta tak bisa mengelak.
Ketika tanganku menyentuh halus permukaan vaginanya, saat itulah titik balik segalanya. Marta
seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan.
Dia pun pasti tak sengaja mendesah.

Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di vaginanya. Aku
permainkan kelentitnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Marta berusaha berontak, namun
setiap jariku bergerak dia mendesah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk
untuk pertama kali ke dalam vaginanya. Kukocokkan perlahan vaginanya dengan jari tengahku,
sambil kucoba untuk mencumbu lehernya.

"Jangan Dod," pintanya, namun dia tetap mendesah, lalu memejamkan mata, dan
menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa mencumbui lehernya. Dia tak
meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kukocok vaginanya dan mencumbui
lehernya, aku membuka resleting celanaku. "Adik"-ku ini memang sudah menegang sempurna
sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di
antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan penisku ke vaginanya.

Marta sebetulnya masih dalam pergulatan batin. Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan
nafsunya saat vaginanya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah
dia sedikit meronta, menangis, namun juga mendesah-desah tak karuan. Aku bisa membaca
situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun vaginanya malah makin basah. Ini
tanda dia tak mampu mengalahkan rangsangan.

Penisku mengarah ke vaginanya yang telah becek, saat kepala penis bersentuhan dengan vagina,
Marta masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung
memegangi pinggulnya. Dan, kepala penisku pun masuk perlahan. Vagina Marta seperti
berkontraksi. Marta tersadar,

"Jangan..." teriaknya atau terdengar seperti rintihan.

Rasa hangat langsung menyusupi kepala penisku. Kutekan sedikit lebih keras, Marta sedikit
menjerit, setengah penisku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh penisku telah ada
di dalam vaginanya. Marta hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang
mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung. Kugoyangkan
perlahan pinggulku, penisku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa vagina Marta mengencang
beberapa saat lalu mengendur lagi.

Tanganku mulai bergerilya ke arah buah dadanya. Marta masih mengenakan kaos rumah. Tak
apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik BH dan mendapati
onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus. Payudara Marta
begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kuremas perlahan,
seirama dengan genjotan penisku di vaginanya. Marta hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak
mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku.

Aku buka kaos Marta, kemudian BH-nya, Marta menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah.
Kulit Marta putih menguning langsat dengan payudara yang kencang dan lingkaran di sekitar
pentilnya berwarna merah jambu Pentil itu sendiri berwarna merah kecokelatan. Tak menunggu
lama, kubuka kemejaku. Aktivitas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku,
membiarkan penisku merasai seluruh relung vagina Marta.

Sambil aku bergoyang, aku mengulum pentil di payudaranya dengan lembut. Kumainkan pentil
payudara sebelah kanannya dengan lidahku, namun seluruh permukaan bibirku membentuk
huruf O dan melekat di payudaranya. Ini semua membuat Marta mendesah lepas, tak tertahan
lagi.

Aku mulai mengencangkan goyanganku. Marta mulai makin sering menegang, dan
mengeluarkan rintihan, "Ah... ah..."

Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Marta yang sedang
mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku."Aaahhh," lenguhan panjang dan dalam
keluar dari mulut mungil Marta. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang
menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku. Aku makin intens menggoyang
pinggulku. Kurasakan penisku berdenyut makin keras dan sering.

Bibir Marta yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun kulumat, dan tidak
seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Marta membalasnya dengan lumatan juga. Kami saling
berpagut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada di payudaranya, meremas-
remas, dan sesekali mempermainkan putingnya.

Vagina Marta kali ini cukup terasa mencengkeram penisku, sementara denyut di penisku pun
semakin hebat.

"Uhhh," aku mengejang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, penisku menghujam keras ke
dalam vaginanya, mengiringi muncratnya spermaku ke dalam liang rahimnya.

Tepat saat itu juga Marta memelukku erat sekali, mengejang, dan menjerit, "Aahhh". Kemudian
pelukannya melemas. Dia mengalami ejakulasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan
dengan ejakulasiku. Marta terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah
memperkosanya. Marta awalnya tak terima, namun sisi sensitif yang membangkitkan libidonya
tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di vaginanya.

Ternyata, dia sudah pernah bercinta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka,
aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang menyetubuhinya.

Grrreeekkk. Suara pagar dibuka. Vina datang! Astaga! aku dan Marta masih bugil di ruang tamu,
dengan baju dan celana yang terlempar berserakan ....
Tamat.

Anda mungkin juga menyukai